Pengembangan Masyarakat dan Pengembangan Kapasitas

1. Pengembangan Masyarakat dan Pengembangan Kapasitas

a. Pengembangan Masyarakat

Pengembangan masyarakat sejatinya merupakan proses, dan aspek terpenting dari integrasi proses tersebut adalah melibatkan masyarakat Pengembangan masyarakat sejatinya merupakan proses, dan aspek terpenting dari integrasi proses tersebut adalah melibatkan masyarakat

Tujuan pengembangan masyarakat adalah membangun kembali masyarakat sebagai tempat pengalaman penting manusia, untuk memenuhi kebutuhan manusia, dan membangun kembali struktur- struktur negara dalam hal kesejahteraan, ekonomi global, birokrasi, elite profesional, dan sebagainya yang selama ini kurang berperikemanusiaan dan sulit diakses. Tujuan dari sebuah usaha pengembangan masyarakat dikatakan berhasil apabila proses yang dilaksanakan menuju ke arah pencapaian tujuan.

Peningkatan kapasitas kelembagaan berarti usaha untuk meningkatkan peran dan mengembangkan tata kelembagaan di tingkat masyarakat yang mampu mewadahi setiap gagasan, usulan dan aspirasi dari masyarakat untuk kemajuan dalam komunitasnya. Peningkatan kapasitas kelembagaan ini meliputi usaha penyadaran masyarakat untuk menyusun norma-norma dan aturan-aturan yang menyangkut pola perilaku masyarakat yang mana keluaran dari usaha ini adalah terbentuknya lembaga-lembaga berbasis komunitas untuk pembangunan dalam lingkungannya. Peningkatan kapasitas juga meliputi usaha untuk meningkatkan kemampuan manajerial dan berorganisasi masyarakat dalam upaya mewujudkan tata kelembagaan yang lebih demokratis, partisipatif, Akuntable dan transparan.

Peningkatan kapasitas individu lebih condong pada usaha untuk meningkatkan kemampuan individu-individu masyarakat agar mereka mampu memanfaatkan semua potensi dan kemampuan yang ada pada Peningkatan kapasitas individu lebih condong pada usaha untuk meningkatkan kemampuan individu-individu masyarakat agar mereka mampu memanfaatkan semua potensi dan kemampuan yang ada pada

b) Kepemimpinan. c)

Membangun jaringan, meliputi usaha untuk membentuk kerjasama dan aliansi.

d) Menghargai komunitas dan mengajak komunitas untuk bersama-sama mencapai tujuan.

e) Dukungan informasi, meliputi kapasitas untuk mengumpulkan, mengakses dan mengelola informasi yang bermanfaat

c. Relawan

Kehadiran relawan masyarakat ini sangat dibutuhkan sebagai konsekuensi logis dari penerapan pembangunan yang berbasis pada masyarakat dan penerapkan konsep membangun dari dalam (development from within ) yang membutuhkan pelopor-pelopor penggerak dari masyarakat sendiri yang mengabdi tanpa pamrih, ikhlas, peduli, dan memiliki komitmen kuat pada kemajuan masyarakat di wilayahnya. Di sisi yang lain proses membangun dari dalam tidak akan terlaksana apabila pelopor-pelopor yang menggerakkan masyarakat tersebut merupakan individu atau sekumpulan individu yang hanya memiliki pamrih pribadi dan hanya mementingkan urusan ataupun kepentingan pribadi serta golongan atau kelompoknya. Dengan kata lain, perubahan perilaku masyarakat akan sangat ditentukan oleh relawan-relawan yang memiliki moral yang baik dan mampu menjadi contoh perubahan itu sendiri sehingga pemilihan relawan tidak boleh semata-mata didasarkan pada pengalaman,

Gambar III-5 Model Analisis Kebijakan Publik Sumber: (Dunn, 1991)

Model analisis prospektif berfokus pada situasi sebelum kebijakan diterapkan. Model analisis prospektif dikatakan bersifat prediktif karena menggambarkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi jika suatu kebijakan diterapkan.

Model analisis retrospektif berfokus pada situasi setelah kebijakan diterapkan. Model analisis retrospektif dikatakan bersifat evaluatif karena menggambarkan dampak dari penerapan suatu kebijakan.

Model analisis integratif merupakan penggabungan dari model analisis prospektif (prediksi) dan retrospektif (evaluasi). Model analisis integratif dikatakan komprehensif karena meninjau kebijakan sebelum dan sesudah diterapkan. Model analisis ini menggunakan teknik peramalan (prediksi) dan penilaian (evaluasi) sekaligus.

Kebijakan Penanggulangan kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta dilaksanakan untuk:

1. Mewujudkan potensi penanggulangan kemiskinan berdasarkan ide- ide, nilai-nilai sosial, dan institusi alternatif yang mengedepankan prakarsa dan perbedaan lokal, dan menempatkan masyarakat miskin, laki-laki maupun peermpuan sebagai aktor perubahan sosial;

2. Memberdayakan masyarakat miskin sebagai sektor perubahan sosial yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya, dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya dalam menanggulangi kemiskinan mereka sendiri melalui konsep dan metode belajar sosial;

3. Mengedepankan prakarsa dan perbedaan lokal untuk membangun sistem swa organisasi yang dikembangkan di sekitar satuan organisasi berskala manusia dan komunitas-komunitas swadaya, yang menonjolkan peran komunitas dalam proses pengambilan keputusan.

Memahami kompleksitas masalah kemiskinan dan kerentanan setiap proses upaya penaggulangan kemiskinan, menyadarkan kita betapa pemecahan masalah ini tidak bisa dilakukan secara sektoral, tetapi multidimensi dalam program lintas pembangunan yang menyangkut sinergitas peran pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat serta akademisi.

1. Peningkatan ketersediaan pelayanan kesehatan dan persalinan yang bermutu dan mudah terjangkau oleh keluarga miskin;

2. Peningkatan akses masyarakat miskin terhadap perumahan, permukiman, sanitasi yang layak dan sehat, serta air bersih;

3. Peningkatan ketersediaan pelayanan pendidikan, formal maupun non- formal, yang bermutu dan terjangkau, serta bebas biaya bagi masyarakat miskin;

4. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat miskin dalam mengembangkan kemampuan kerja dan berusaha, serta melindungi keberlangsungan usaha-usaha mikro dan kecil sektor informal di perkotaan maupun pedesaan;

5. Peningkatan efisiensi produksi pangan petani dan hasil industri pengolahan dengan memperhatikan mutu produksi, serta menyempurnakan sistem penyediaan, distribusi dan harga pangan;

6. Peningkatan ketersediaan sarana air bersih bagi masyarakat miskin;

7. Peningkatan reformasi pelayanan publik dalam pelayanan sertifikasi tanah kepada masyarakat miskin, dengan biaya murah dan cepat;

8. Pengembangan sistem pengelolaan sumber daya alam, dan lingkungan hidup yang menjamin dan melindungi akses masyarakat miskin dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara berkelanjutan;

miskin untuk meningkatkan pendapatan melalui langkah perbaikan kesehatan dan pendidikan, peningkatan keterampilan usaha, teknologi, perluasan jaringan kerja (networking), serta informasi pasar. Melibatkan masyarakat miskin dalam keseluruhan proses penanggulangan kemiskinan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi, bahkan pada proses pengambilan keputusan. Strategi pemberdayaan, Kelompok agrarian populism yang dipelopori kelompok pakar dan aktivis LSM, menegaskan, masyarakat miskin adalah kelompok yang mampu membangun dirinya sendiri jika pemerintah mau memberi kebebasan bagi kelompok itu untuk mengatur dirinya. Selain strategi di atas barangkali dalam era otonomi daerah sekarang ini sebenarnya jika kita jujur bahwa data kemiskinan, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif yang menyangkut perilaku, potensi, daya saing masyarakat adalah pemerintah daerah. Memang ironisnya pemerintah daerah seolah tidak tanggap. Artinya strategi daerah menciptakan iklim yang memungkinkan masyarakat berkembang, memperkuat potensi dan daya yang dimiliki masyarakat, juga model atau konsep pemberdayaan masyarakat. Strategi yang bersifat bantuan langsung (BLT) ke masyarakat miskin yang diselenggarakan selama ini sangat bersifat jangka pendek dan itu sebenarnya menurut pengalaman di negara maju seperi misalnya Amerika Serikat, BLT hanya diberikan kepada masyarakat yang benar ‐benar tidak berdaya. Strategi yang miskin untuk meningkatkan pendapatan melalui langkah perbaikan kesehatan dan pendidikan, peningkatan keterampilan usaha, teknologi, perluasan jaringan kerja (networking), serta informasi pasar. Melibatkan masyarakat miskin dalam keseluruhan proses penanggulangan kemiskinan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi, bahkan pada proses pengambilan keputusan. Strategi pemberdayaan, Kelompok agrarian populism yang dipelopori kelompok pakar dan aktivis LSM, menegaskan, masyarakat miskin adalah kelompok yang mampu membangun dirinya sendiri jika pemerintah mau memberi kebebasan bagi kelompok itu untuk mengatur dirinya. Selain strategi di atas barangkali dalam era otonomi daerah sekarang ini sebenarnya jika kita jujur bahwa data kemiskinan, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif yang menyangkut perilaku, potensi, daya saing masyarakat adalah pemerintah daerah. Memang ironisnya pemerintah daerah seolah tidak tanggap. Artinya strategi daerah menciptakan iklim yang memungkinkan masyarakat berkembang, memperkuat potensi dan daya yang dimiliki masyarakat, juga model atau konsep pemberdayaan masyarakat. Strategi yang bersifat bantuan langsung (BLT) ke masyarakat miskin yang diselenggarakan selama ini sangat bersifat jangka pendek dan itu sebenarnya menurut pengalaman di negara maju seperi misalnya Amerika Serikat, BLT hanya diberikan kepada masyarakat yang benar ‐benar tidak berdaya. Strategi yang

c) Melibatkan dan merupakan hasil proses dialog dengan berbagai pihak dan konsultan dengan segenap pihak yang berkepentingan terutama masyarakat miskin.

d) Meningkatkan kesadaran dan kepedulian di kalangan semua terkait, serta membangkitkan gairah mereka yang terlibat untuk mengambil peran yang sesuai agar tercipta rasa memiliki program.

e) Menyediakan ruang gerak yang seluas-luasnya, bagi munculnya aneka inisiatif dan kreativitas masyarakat di berbagai tingkat. Dalam hal ini, pemerintah lebih berperan hanya sebagai inisiator, selanjutnya bertindak sebagai fasilitator dalam proses tersebut, sehingga akhirnya, kerangka dan pendekatan penanggulangan kemiskinan disepakati bersama.

Pemerintah dan pihak lainnya (ORNOP, Perguruan Tinggi, pengusaha, masyarakat madani, partai politik dan lembaga sosial, keagamaan) dapat bergabung menjadi kekuatan yang saling mendukung. Mereka yang bertanggungjawab dalam menyusun anggaran belanja harus menyadari pentingnya penanggulangan kemiskinan sehingga upaya ini

2. Koordinasi dengan Pusat, Kab/Kota dan stakeholders lainnya agar tidak terjadi duplikasi pemberian bantuan.

3. Perlunya optimalisasi kebijakan penanggulangan kemiskinan dengan indikator terukur yang disesuaikan dengan karakteristik masing - masing wilayah;

4. Peningkatan alokasi anggaran penanggulangan kemiskinan di daerah tertinggal.

5. Penetapan sasaran (targeting) dengan menggunakan daftar rumah tangga sasaran yang sama untuk semua program bantuan sosial. Pendataan dilakukan dengan metode by name by address.

6. Melibatkan langsung peran perguruan Tinggi Negeri maupun swasta dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik penanggulangan Kemiskinan.

7. Pengembangan kemitraan dengan swasta atau Corporate Sosial Responsibility (CSR) untuk menjaga keberlanjutan program di level masyarakat.