2. PDRB tahun sebelumnya
Koefisien regresi untuk PDRB tahun sebelumnya sebesar 0,362 mengandung arti bahwa peningkatan PDRB tahun lalu sebesar 10 persen memberikan kontribusi
konsumsi di Sumatera Utara sebesar 3,62 persen, Ceteris paribus. Berdasarkan hasil estimasi diketahui bahwa PDRB tahun sebelumnya merupakan variabel yang dapat
meningkatkan konsumsi di Sumatera Utara secara signifikan. Kenaikan PDRB pada tahun lalu ternyata memberikan dampak pada peningkatan konsumsi saat ini. Atau
dengan kata lain bila PDRB meningkat 10 persen, masyarakat akan meningkatkan konsumsinya sebesar 4,33 pada saat kenaikan dan 3,62 persen pada tahun berikutnya.
Dampak kenaikan PDRB, 4,33 persen akan dirasakan langsung oleh masyarakat dalam bentuk peningkatan pengeluaran konsumsi dan 3,62 persen dirasakan setelah 1
tahun kenaikan. Jika diasumsikan PDRB sebagai pendapatan maka meningkatnya pendapatan akan mendorong konsumsi pada saat itu juga dan pada 1 tahun kemudian.
Jika lagnya diperpanjang kemungkinan peningkatan pendapatan akan menyebar dalam beberapa periode. Pada kehidupan nyata orang akan lebih bahagia apabila
mereka dapat mencapai pola konsumsi yang stabil daripada mereka hidup berlebihan pada hari-hari atau tahun ketika pendapatan mereka tinggi dan kekurangan pada
hari-hari atau tahun ketika pendapatan mereka rendah. Orang-orang dapat mencapai pola konsumsi yang stabil apabila mereka dapat mengkonsumsi bukan atas dasar
pendapatan aktual namun atas dasar pendapatan yang diharapkan dalam beberapa tahun Friedman membuat hipotesis bahwa setiap individu mengkonsumsi secara
konstan k
i
dari pendapatan yang diharapkannya, yang dinamakannya sebagai
Universitas Sumatera Utara
pendapatan permanen Y
i p
yang memiliki bentuk umum. C
i p
= k
i
Y
i p
MPC k
i
bisa berubah-ubah tergantung pada suku bunga, keinginan individual dan macam
pendapatan lainnya.
3. Suku bunga deposito
Koefisien regresi untuk suku bunga deposito sebesar -0,810 mengandung arti bahwa setiap peningkatan terhadap suku bunga deposito sebesar 10 maka konsumsi
di Sumatera Utara akan mengalami penurunan sebesar 8,10 persen, Ceteris paribus. Secara teori dijelaskan bahwa dampak kenaikan tingkat bunga atas konsumsi dapat
dianalisis dalam efek pendapatan dan efek substitusi. Efek pendapatan cenderung membuat masyarakat menginginkan lebih banyak konsumsi pada periode tersebut,
sedangkan efek substitusi cenderung mengurangi konsumsi dan menambah tabungan pada periode tersebut. Di Sumatera Utara kecenderungan ini arahnya pada pada efek
substitusi di mana masih banyak masyarakatnya berada pada golongan menengah ke bawah yang APCnya Average Propensity to Consume tinggi, sehingga kenaikan
tingkat bunga mendorong masyarakat memperbanyak tabungan dan mengurangi konsumsi. Secara teori memang sulit membuktikannya, seperti yang sudah peneliti
paparkan melalui model Fisher bahwa konsumen menghadapi batas anggaran antar- waktu. Selama konsumen dapat menabung dan meminjam, konsumsi bergantung
pada sumber daya kehidupan konsumen. Rumah tangga menabung agar kekayaannya bertambah, dengan asumsi faktor lain tetap, naiknya kekayaan cenderung mengurangi
rangsangan untuk menambah kekayaan lagi, hal ini mengurangi hasrat untuk menabung. Berkurangnya hasrat untuk menabung cenderung mengakibatkan semakin
Universitas Sumatera Utara
besarnya bagian dari pendapatan yang akan dibelanjakan untuk konsumsi. Fungsi konsumsi masyarakat secara makro akan bergeser pada tingkat yang lebih tinggi.
Teori ekonomi Keynes juga menyoroti hubungan antara konsumsi dan pendapatan. Bila pendapatan meningkat, konsumsi juga meningkat, tetapi kenaikan ini tidak
sebanyak kenaikan pada pendapatan tersebut. Tingkah laku konsumsi ini selanjutnya menjelaskan mengapa ketika pendapatan naik, tabungan juga naik. Di negara
terbelakang hubungan pendapatan, konsumsi dan tabungan ini tidak ada. Rakyat sangat miskin dan jika pendapatan mereka meningkat, mereka mempergunakannya
lebih banyak pada barang konsumsi karena mereka cenderung ingin memenuhi keinginan mereka yang tak terpenuhi. Kecenderungan marginal mengkonsumsi
sangat tinggi di negara tersebut sedangkan kecenderungan menabung sangat rendah. Ekonom Keynes menunjukkan kepada kita bahwa bilamana kecenderungan marginal
mengkonsumsi tinggi, maka permintaan konsumsi, output dan pekerjaan meningkat dengan laju yang lebih cepat daripada kenaikan pendapatan
.
. Di Sumatera Utara konsumsi selain dipengaruhi oleh pendapatan PDRB juga dibiayai dari pinjaman
sektor keuangan, terutama dari bank umum dan BPR. Keinginan untuk meminjam dilihat pada kemampuan bayar pendapatan. Perilaku konsumsi masyarakat
di Sumatera Utara cenderung demonstratif demonstration effect. Upaya ini mendorong mereka melakukan pinjaman untuk mempertahankan tingkat kehidupan
yang diinginkan. Tingkat bunga bukan hambatan untuk mendapatkan pinjaman, selama ada kemudahan dalam memperoleh kredit, pinjaman konsumsi akan terus
dilakukan. Menurut Hall masyarakat tidak dapat menstabilkan konsumsinya di atas
Universitas Sumatera Utara
fluktuasi pendapatan sementaranya, akibatnya masyarakat tidak mampu memenuhi kebutuhan akan barang dan jasanya. Sehingga mereka harus melakukan dissaving
melalui lembaga keuangan. Pinjaman akan menjadi suatu hal penting untuk mencapai tingkat konsumsi yang diinginkan jika ternyata tingkat konsumsi lebih besar dari
sumber daya ekonomi yang tersedia saat ini. Walaupun kenyataannya bagi orang- orang yang rasional, pada akhirnya tinggi rendahnya tingkat bunga sangat
menentukan pola konsumsi yang dibiayai dari pinjaman.
4. Populasi penduduk