Pengertian Perceraian Pengertian dan Dasar Hukum Perceraian

Putus ikatan perkawinan bisa diartikan juga salah seorang diantara keduanya meninggal dunia, antara pria dan wanita sudah bercerai, dan salah seorang diantara keduanya pergi ketempat yang jauh kemudian tidak ada beritanya sehingga pengadilan menganggap bahwa yang bersangkutan sudah meninggal. Berdasarkan semua itu, dapat berarti ikatan suami-istri sudah putus danatau bercerainya antara seorang pria dengan seorang wanita yang diikat oleh tali perkawinan. 20 Jadi dari bebapa pengertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa thalaq merupakan pemutus hubungan suami dan istri serta hilanglah pula hak dan kewajiban sebagai suami istri. Meskipun dalam pengucapan thalaq menggunakan lafal-lafal tertentu, namun penekananya dimaksudkan bertujuan yang sama yaitu untuk berpisahnya hubungan suami istri, dalam arti kata putusnya hubungan perkawinan.

2. Dasar Hukum Perceraian

Perkawinan ialah ikatan lahir batin seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, perkawinan perkawinan dalam ajaran Islam mempunyai nilai ibadah, sehingga pasal dua 2 Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa perkawinan adalah akad yang sangat kuat mitsaqan ghalidhan untuk mentaati perintah Allah, dan melaksanakanya 20 Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia Jakarta : Sinar Grafika, 2006,h.73 merupakan ibadah. 21 Perkawinan merupakan salah satu perintah agama kepada yang mampu untuk segera melaksanakanya. Kerena perkawinan dapat mengurangi kemaksiatan, baik dalam bentuk penglihatan maupun dalam bentuk perzinahan. Akad perkawinan bukanlah perkara perdata semata, melainkan iktan suci yang terka it dengan keyakinan dan keimanan kepada Allah, karena itu Syari’at Islam menjadikan pertalian ikatan suami-istri dalam ikatan perkawinan sebagai pertalian yang suci dan kokoh, firman Allah SWT dalam Q.S an-Nissa 4: 21             . ﺀاﺳ ا : Artinya ; “Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah bergaul bercampur dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka isteri-isterimu telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat. ”QS An-Nissa 4:21 Oleh sebab itu suami-istri wajib hubungan tali pengikat perkawinan dan tidak sepantasnya pasangan suami istri berusaha merusak dan memutuskan tali perkawinan tersebut dan perkawinan harus dipelihara dengan baik sehingga bisa abadi dan apa yang menjadi tujuan perkawinan dalam Islam yakni terwujudnya keluarga sejahtera dapat terwujud. 22 Apabila kita melihat besarnya tuntutan mencegah perceraian dalam kondisi tertentu dengan unsur kesengajaan atau ada maksud lain dari perceraian tersebut, 21 Zainudin Ali, Hukum Perdata Di Indonesia, h. 7 22 H.Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqh, UU No.11974 sampai KHI, Jakarta : Kencana, 2006, h.206 maka peceraian merupakan perbuatan terlarang dan dosa. Misalnya, apabila dengan perceraian itu dapat merusak kehidupan agama dan kehormatan wanita. Bertolak dari sini, sudah seharusnya bagi siapa saja yang melakukan perceraian terlebih dahulu harus benar-benar mempertimbangkan baik dari segi cara, waktu maupun resiko yang akan ditimbulkannya sebelumnya berani memutuskan untuk bercerai, agar perceraian tersebut menjadi perceraian yang baik. 23 Seringkali perceraian terjadi tanpa adanya alasan yang kuat, hal inilah yang menjadi alasan lahirnya Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan, selain itu juga untuk mewujudkan suatu perkawinan yang bahagia, kekal dan sejahtera sesuai dengan salah satu prinsip yang terdapat dalam penjelasan umum Undang-Undang perkawinan yaitu mempersulit terjadinya perceraian. 24 Dalam hal perceraian agama Islam telah mengatur sedemekian rupa dengan menurunkan ayat-ayat Al-Quran dan Hadist- Hadist Nabi yang berkenaan dengan perceraian tersebut dan dapat dijadkan dasr hukum serta aturan sendiri. Diantaranya yaitu Q.S at-Thalaq 65 : 1                                               ﻼﻄ ا : 23 Ali Husain Muhammad Makki Al-Amili, Perceraian Salah Siapa?, Jakarta : Lentera 2001, h.37 24 K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1978, h.36