C. Landasan Hukum Take Over dan Hiwalah
Mekanisme take over pengalihan hutang yang diperbolehkan fatwa DSN- MUI adalah mekanisme pengalihan hutang yang didasarkan prinsip syariah, yaitu
al- qard dan murabahah; syirkah al-milk dan murabahah; al-qard dan ijarah; al-
qard dan al-ijarah al-muntahiya bit-tamlik. Oleh karena itu dasar hukum yang
digunakan meliputi dalil-dalil yang berhubungan dengan keempat alternatif akad tersebut
47
. Di antara dalil yang dikemukakan adalah: Qs. Al- Maidah ayat 1
+ ,- .0 2 3
45 678
9: ; 7
=+ , ? =ABC
DEFG H
I JK =+76
CM A ,
NO + , -P
I EA RST
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu
binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. Yang demikian itu dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya”.
46
Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, cet. 4, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006, h. 29.
47
Dewan Syariah Nasional- MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, h. 614.
Qs. Al- Isra’ ayat 34
U: A -G
V 45
W 9:
X4Y Z; [
\] X_Y
B =`
abI I
NO I
c Bd e:
f RET
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang
lebih baik bermanfaat sampai ia dewasa, dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya”.
Sejauh ini berdasarkan buku-buku yang dijadikan referansi oleh penulis tidak ditemukan adanya dasar hukum hiwalah yang bersumber dari al-Quran.
Hiwalah sebagai salah satu bentuk transaksi antara sesama manusia dibenarkan
oleh hadis Nabi Muhammad SAW dan ijma’ para ulama. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah,
Rasulullah SAW bersabda:
+ ,
- .
1 23 4
0 - 5
6 7 8
9
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi SAW bersabda: “penangguhan yang
dilakukan oleh orang kaya adalah perbuatan dzalim. Dan apabila hutang salah seorang kamu dialihkan kepada orang kaya, hendaklah diterima pengalihan itu.”
HR. Bukhari
48
48
Abu Fadli bin Ali bin Hijr al-Asqalani, Bulughul Maram, Beirut: Daar al-Fikr, 1409 1989 M, Bab al-Hiwalah Wa adh-Dhamman, h. 184.
Pada hadis tersebut, Rasulullah memberitahukan kepada orang yang menghutangkan, jika orang yang berhutang menghawalahkan atau mengalihkan
hutang tersebut kepada orang yang kayamampu, hendaklah ia menerima hiwalah itu dan hendaklah ia menagih kepada yang dihiwalahkan muhal ‘alaih, dengan
demikian haknya dapat terpenuhi. Hadis tersebut juga memberikan keterangan bahwa penangguhan
pembayaran hutang dapat dilakukan oleh orang yang kaya merupakan suatu perbuatan zalim. Menurut para ulama, orang yang menangguhkan pembayaran
hutang bila ia sanggup membayarnya melunasinya maka orang tersebut dianggap fasid
.
49
Islam membenarkan hiwalah dan membolehkannya karena ia diperlukan. Mayoritas ulama berpendapat bahwa hukumnya melakukan atau menerima
hiwalah adalah sunah atau boleh. Hal ini merujuk pada hadis rasul tersebut di
atas. Namun, sebagian ulama menilai bahwa perintah untuk menerima hiwalah dalam hadis tersebut menunjukkan wajib. Oleh karena itu, wajib bagi yang
mengutangkan muhil menerima hiwalah tersebut.
49
Tengku Muhammad Hasbi ash-Shidiqi, Koleksi Hadis Dan Hukum, edisi 2, cet. 3, Semarang: PT. Pustaka Riski Putra, 2001, h. 138-139.
Menurut Syafi’i Antonio
50
, hiwalah diperbolehkan pada hutang yang berbentuk benda atau barang, karena hiwalah merupakan perpindahan hutang
yang bersifat finansial. Dalam hukum positif, hiwalah sebagai salah satu produk perbankan syariah
di bidang jasa telah mendapatkan dasar hukum yang kokoh melalui UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan.
Dalam tatanan teknis hiwalah diatur dalam ketentuan pasal 36 huruf c poin kedua No. 624PBI2004 tentang bank umum yang melakukan kegiatan usahanya
yang meliputi melakukan pemberian jasa pelayanan perbankan berdasarkan akad hiwalah
.
51
Selain itu, dasar hukum pelaksanaan take over dan hiwalah ini adalah fatwa dari Dewan Syariah Nasional dan Majelis Ulama Indonesia. Take over diatur
dalam fatwa No. 31DSN-MUIVI2002, sedangkan hiwalah diatur dalam fatwa No. 121DSN-MUIVI2000.
50
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, Jakarta: Tazkia Institute, 2002, h. 180.
51
Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, cet. I, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007, h. 147-148.
BAB III GAMBARAN UMUM BANK MUAMALAT INDONESIA