Definisi Take Over dan Hiwalah

Akad atau transaksi yang berhubungan dengan kegiatan usaha bank syariah dapat digolongkan ke dalam transaksi untuk mencari keuntungan tijarah dan transaksi tidak mencari keuntungan tabarru’. Transaksi untuk mencari keuntungan dapat dibagi lagi menjadi dua, yaitu transaksi yang mengandung kepastian natural certainty contract NCC, yaitu kontrak dengan prinsip non bagi hasil jual beli dan sewa, dan transaksi yang mengandung ketidakpastian natural uncertainty contractNUC, yaitu kontrak dengan prinsip bagi hasil. Transaksi NCC berlandaskan pada teori pertukaran, sedangkan NUC berlandaskan pada teori percampuran. Semua transaksi untuk mencari keuntungan tercakup dalam pembiayaan untuk pendanaan, sedangkan transaksi tidak untuk mencari keuntungan tercakup dalam pendanaan, jasa pelayanan fee based income , dan kegiatan sosial. 23

B. Definisi Take Over dan Hiwalah

1. Definisi Take Over Secara bahasa take over diartikan sebagai mengambil alih. 24 Menurut fatwa DSN-MUI yang dimaksud pengalihan hutang take over adalah pemindahan hutang nasabah dari banklembaga keuangan konvensional ke banklembaga keuangan syariah. 25 Jadi yang dimaksud pembiayaan take over 23 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, edisi. 1, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007, h. 37-38.. 24 John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, cet. XXVI, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005, h. 578. adalah pembiayaan yang timbul sebagai akibat dari pengalihan transaksi nonsyariah yang telah berjalan di lembaga keuangan konvensional ke lembaga keuangan syariah. Take Ove r sesungguhnya dapat juga disebut sebagai hiwalah, yaitu hiwalah muthlaqah , karena muhal ‘alaih tidak memiliki hutang kepada muhil nasabah, karena itu pengalihan itu tidak terkait dengan hutang bank kepada muhil nasabah, karena memang hutang itu tidak pernah ada. 26 Dalam take over, hiwalah telah dibungkus dengan beberapa akad sebagaimana yang ditetapkan dalam fatwa DSN-MUI No. 31DSN- MUIVI2002 yaitu: 5. Qard dan murabahah 6. Syirkah al-milk dan murabahah 7. Qard dan ijarah 8. Qard dan IMBT Ijarah Muntahiya bit-Tamlik Qard adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan 25 Dewan Syariah Nasional- MUI, Himpunan Fatwa DSN-MUI, cet. Ke-3, edisi revisi, Ciputat: CV. Gaung Persada, 2000, h. 185. 26 Agustianto, Hiwalah: Materi kuliah pascasarjana UI, IEF Trisakti, dan Universitas paramadina. imbalan. Dalam literatur fiqh klasik, qard dikategorikan dalam aqad tathawwui atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersil. 27 Murabahah adalah istilah dalam fikih Islam yang berarti suatu bentuk jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang, meliputi harga barang dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut, dan tingkat keuntungan margin yang diinginkan. Tingkat keuntungan ini bisa dalam bentuk lumpsum atau persentase tertentu dari biaya perolehan. Bank syariah pada umumnya telah menggunakan murabahah sebagai metode pembiayaan mereka yang utama, meliputi kira-kira tujuh puluh lima persen dari total kekayaan mereka. 28 Syirkah al-milk menurut ulama fiqh adalah dua orang atau lebih memiliki harta bersama tanpa melalui atau didahului oleh akad asy-syirkah. 29 Status harta masing-masing bersifat berdiri sendiri secara hukum. Apabila masing-masing ingin bertindak hukum terhadap harta serikat itu, harus ada izin dari mitranya, karena seseorang tidak memiliki kekuasaan atas bagian harta orang yang menjadi mitra serikatnya. 30 27 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, cet. I, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, h. 131. 28 Ibid., h. 81-82. 29 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, cetakan 1, Jakarta: Gaya Media Pratama,2000, h.167. 30 Ibid., h. 167. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan ownershipmilkiyyah atas barang itu sendiri. 31 Ijarah muntahiya bit-tamlik adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan penyewa. Sifat pemindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah biasa. 32 2. Definisi Hiwalah Hiwalah , menurut bahasa ialah al-intiqal perpindahan. Maksudnya di sini adalah memindahkan hutang dari tanggungan muhil menjadi tanggungan muhal ‘alaih . Muhil adalah sebagai yang berutang, muhal adalah orang yang menghutangkan, dan muhal ‘alaih adalah orang yang melakukan pembayaran hutang. 33 Dalam pengertian lain, arti harfiyah dari kata hiwalah diartikan dengan “pengalihan, pemindahan, perubahan kulit, dan memikul sesuatu di pundak”. 34 31 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, cet. I, Jakarta: Gema Insani Press, 2001, h. 117. 32 Ibid., h. 118. 33 Sayyid Sabiq, Fiqih as-Sunnah, jilid 3, Beirut: Daar al- Fath, 14171996 M, h. 224. 34 M. Hasan Ali, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, edisi I, cet. Ke-2, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persda, 2004, h. 219. Dalam istilah fiqih, hiwalah dengan kasrah huruf “ha” atau bisa juga disebut hawalah yaitu dengan difathah huruf “ha” berasal dari kata hawala yang berarti intiqal perpindahan. 35 Sedangkan pengertian hiwalah menurut istilah adalah pengalihan hutang dari orang yang berutang kepada orang lain yang menanggungnya artinya ada satu pihak yang akan menjamin utang pihak lain 36 . Dalam istilah ulama, hal ini merupakan pemindahan beban utang muhil ‘alaih atau orang yang bertanggung jawab berkewajiban membayar hutang 37 . Dua ulama fiqih mazhab Hanafiyah mengemukakan definisi hiwalah yang berbeda. Di satu pihak Ibnu Abidin sebagaimana yang dikutip oleh Sutan Remy Sjahdeini 38 mengatakan bahwa hiwalah adalah pemindahan kewajiban membayar hutang dari orang yang berhutang muhil kepada orang yang berhutang lainnya muhal ‘alaih. Di lain pihak Kamal bin Humman sebagaimana yang dikutip oleh sutan Remy Sjahdeini 39 mengatakan bahwa hiwalah adalah pengalihan kewajiban membayar hutang dari beban pihak pertama kepada pihak lain yang berhutang kepadanya atas dasar saling 35 Ahmad Warson Munawwir, al- Munawwir Kamus Arab-Indonesia, cet. Ke- 14, Jakarta: Pustaka Progressif, 1997, h. 311. 36 Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Jakarta: Zikrul Hakim, 2003, h. 29. 37 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, Jakarta: Tazkia Institute, 2000, h. 179. 38 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia , cet. I,Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999, h. 93. 39 Ibid. mempercayai. Perbedaan mendasar dari definisi tersebut menurut Ibnu Abidin dengan terjadinya akad hiwalah, maka hutang yang semula menjadi beban pihak pertama secara otomatis terlepas darinya. Sedangkan menurut Kamal bin Human pihak pertama tidak secara otomatis terlepas dari kewajiban membayar hutangnya kepada pihak kedua. 40 Menurut mazhab Malikiyah, dan Syafi’iyah, hiwalah ialah pemindahan atau pengalihan hak untuk menuntut pembayaran hutang dari satu pihak kepada pihak lain. 41 Apabila dikaitkan dengan hukum lembaga pembiayaan hiwalah dikenal dengan istilah factoring atau anjak piutang yaitu sebagai kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta perumusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri. 42 3. Macam-macam Hiwalah Menurut mazhab Hanafiyah, hiwalah dikelompokkan menjadi dua, yakni muthlaqah umum dan muqayyadah terikat 43 . 40 Ibid . 41 Ibid. 42 Pasal 1 huruf 1 keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 125KMK.0131988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. 43 Syafi’i Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendikiawan, h. 205. a. Hiwalah muthlaqah Hiwalah muthlaqah ini terjadi jika seseorang memindahkan hutangnya agar ditanggung muhal ‘alaih, sedangkan ia tidak mengaitkannya dengan hutang piutang mereka, sementara muhal ‘alaih menerima hiwalah. Ulama selain mazhab Hanafi tidak membolehkan hiwalah semacam ini. Sebagian ulama berpendapat, pengalihan hutang secara mutlak ini termasuk kafalah mahdhah jaminan. Untuk itu harus didasarkan pada kerelaan tiga pihak, yaitu orang yang punya piutang, orang yang berhutang, dan orang yang menanggung hutang. b. Hiwalah muqayyadah Hiwalah muqayyadah ini adalah jika orang yang berutang memindahkan beban hutangnya tersebut pada muhal ‘alaih dengan mengaitkannya pada hutang muhal ‘alaih padanya. Inilah hiwalah yang dibolehkan berdasarkan kesepakatan ulama. Ada sedikit perbedaan hukum antara hiwalah mutlaqah dengan hiwalah muqayyadah . Perbedaan itu adalah sebagai berikut: 44 1. Apabila hiwalah itu bersifat mutlaqah, sedangkan muhal ‘alaih tidak berutang kepada muhil, maka muhal menagih hutang hiwalah kepada muhal ‘ alaih. Atau muhal ‘alaih berhutang kepada muhil tanpa mengaitkan dengan hutang tersebut. Muhal ‘alaih pun tidak keberatan dengan beban tambahan tersebut. Maka, muhal ‘alaih akan ditagih untuk membayar dua macam hutang 44 Ibid ., h. 206-207. sekaligus, yaitu hutang hiwalah dan hutang pada muhil. Muhal menuntut bayar hutang hiwalah dan muhil meminta bayar hutang terhadapnya. Apabila muhil membatasi hiwalah pada hutangnya kepada muhal, maka muhil tidak boleh menuntut muhal ‘alaih untuk melunasi hutang kepadanya. Maka terjadilah muqashah antara muhal ‘alaih dan muhil. 2. Apabila hiwalah itu bersifat muqayyadah, sedangkan muhal ‘alaih sudah bebas dari hutang pada muhil maka batallah hiwalah. Tapi apabila hiwalah itu bersifat mutlaqah dan muhal ‘alaih sudah lepas dari hutang, maka hiwalah tidak batal. 3. Muhil mungkin meninggal sebelum muhal ‘alaih melunasi hutang kepada muhal . Muhil juga mempunyai hutang pada orang-orang selain muhal. Sedangkan muhil tidak mempunyai harta apapun selain piutang yang ada pada muhal ‘alaih . Jika hiwalah mereka bersifat muqayyadah, muhal boleh mengambil piutang tersebut meskipun harus dibagi dengan para pemilik piutang lainnya. Jika hiwalah itu bersifat mutlaqah, maka semua piutang muhil yang ada pada muhal ‘alaih dapat diambil untuk dibagi- bagikan kepada orang- orang yang punya piutang kepada muhil, kecuali pada muhal yang memang tidak berhak atas pembagian tersebut. Hak muhal tetaplah piutangnya yang telah dihiwalahkan kepada muhal ‘alaih. Dengan kata lain, muhal ‘alaih tetap harus menunaikan kewajibannya kepada muhal. Ditinjau dari segi objek akad, hiwalah dibagi menjadi dua, yaitu hiwalah al- haq dan hiwalah ad- dain. 45 1. Hiwalah al-haq Hiwalah al-haq adalah pemindahan hak piutang dari seseorang pemilik kepada pemilik piutang lainnya. Biasanya itu dilakukan bila pihak pertama mempunyai hutang kepada pihak kedua. Ia membayar hutang itu bukan dalam bentuk barangbenda, maka perbuatan tersebut dinamakan sebagai hiwalah haq. Pemilik piutang dalam hal ini adalah muhil karena dia yang memindahkan kepada orang lain untuk mengembalikan haknya. 2. Hiwalah ad-dain Hiwalah ad-dain adalah lawan dari hiwalah al-haq. Hiwalah ad-dain adalah pengalihan hutang dari seorang penghutang kepada penghutang lainnya. Ini dapat dilakukan karena penghutang pertama masih mempunyai piutang pada penghutang kedua. Muhil dalam hiwalah ini adalah orang yang berutang, karena ia memindahkan kepada orang lain untuk membayar hutangnya. Ketiga mazhab selain mazhab Hanafi hanya membolehkan hiwalah muqayyadah dan mensyaratkan pada hiwalah muqayyadah agar hutang muhal kepada muhil dan hutang muhal ‘alaih harus sama, baik sifat maupun jumlahnya. Kalaupun beda salah satunya, maka hiwalah tidak sah. 46 45 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya …., h. 95.

C. Landasan Hukum Take Over dan Hiwalah