Efek Penambahan Kitosan Blangkas (Tachypleus gigas) Nanopartikel Pada Varian Semen Ionomer Kaca Terhadap Mikrostruktur Dentin Dan Komposisi Kimia Melalui SEM-EDX (In vitro)

(1)

EFEK PENAMBAHAN KITOSAN BLANGKAS (Tachypleus gigas)

NANOPARTIKEL PADA VARIAN SEMEN IONOMER KACA

TERHADAP MIKROSTRUKTUR DENTIN DAN KOMPOSISI

KIMIA MELALUI SEM-EDX (

In vitro

)

TESIS

Oleh

HENNY SUTRISMAN 117160022

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS

ILMU KONSERVASI GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

EFEK PENAMBAHAN KITOSAN BLANGKAS (Tachypleus gigas)

NANOPARTIKEL PADA VARIAN SEMEN IONOMER KACA

TERHADAP MIKROSTRUKTUR DENTIN DAN KOMPOSISI

KIMIA MELALUI SEM-EDX (

In vitro

)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Menyelesaikan Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Program Studi Ilmu Konservasi Gigi

Pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

Oleh

HENNY SUTRISMAN 117160022

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS

ILMU KONSERVASI GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(3)

Judul Tesis : EFEK PENAMBAHAN KITOSAN BLANGKAS (Tachypleus gigas) NANOPARTIKEL PADA VARIAN SEMEN IONOMER

KACA TERHADAP MIKROSTRUKTUR DENTIN DAN

KOMPOSISI KIMIA MELALUI SEM-EDX (In vitro).

Nama Mahasiswa : Henny Sutrisman

NIM : 117160022

Program Studi : Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi

Menyetujui Pembimbing :

Prof. Trimurni Abidin, drg.,M.Kes.,Sp KG(K)

Pembimbing I Pembimbing II

Prof.Dr. Harry Agusnar,MSc.,M.Phil

Ketua Program Studi, Dekan,

Prof. Trimurni Abidin, drg.,M.Kes.,Sp KG(K) Prof. H. Nazruddin, drg., C.Ort.,Ph.D.,

Sp. Ort


(4)

Tanggal Lulus : 05 Februari 2014

Telah diuji

Pada Tanggal : 05 Februari 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp KG (K) Anggota : 1. Prof.Dr. Harry Agusnar, MSc., M.Phil.

2. Prof. Dr. Rasinta Tarigan drg., Sp KG (K) 3. Dr. Eng. Ir. Indra, MT


(5)

PERNYATAAN

EFEK PENAMBAHAN KITOSAN BLANGKAS (Tachypleus gigas) NANOPARTIKEL PADA VARIAN SEMEN IONOMER KACA TERHADAP

MIKROSTRUKTUR DENTIN DAN KOMPOSISI KIMIA MELALUI SEM-EDX (In vitro)

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 05 Februari 2014


(6)

DAFTAR ISTILAH

ART = Atraumatic restorative technique. At% = Atomic percent.

CEJ = Cementum enamel junction. DEJ = Dentin-enamel junction.

DPSC = Dental pulp stem cell.

EDX = Energy dispersive x-ray spectrophotometry. FAS = Fluoro alumino silika.

HA = Hidroksiapatit.

HCA = Hidroksil karbonat apatit. HEMA = Hydroxy-ethyl methacrylate. LSD = Least significancy different.

MEE = Materials evaluation and engineering.

Mv = Molekul volume. PAA = Polyacrilic acid.

REM = Radiological and environmental management. SEM = Scanning electrone microscope

SIK = Semen ionomer kaca.

SIKMR= Semen ionomer kaca modifikasi resin.

SIKMRn = Semen ionomer kaca modifikasi resin nanopartikel. TEGDMA = Triethylene glycol dimethacrylate.


(7)

ABSTRAK

Salah satu masalah utama dalam kedokteran gigi restoratif adalah sulitnya memperoleh adhesi yang baik antara bahan restorasi dengan permukaan gigi. Beberapa bahan juga dikembangkan untuk meningkatkan ikatan terhadap permukaan gigi serta bioaktivitas suatu bahan. Semen ionomer kaca (SIK) merupakan suatu material yang bioaktif karena terdapat elemen silika dan dikembangkan untuk teknik

Atraumatic Restoration Technique (ART). Perkembangan semen ionomer kaca modifikasi resin (SIKMR) menghasilkan sifat mekanis yang lebih baik. Beberapa penelitian menyarankan penggunaan SIKMR untuk teknik ART dengan tujuan untuk mencapai tingkat kesuksesan restorasi yang lebih tinggi. Pada saat ini dengan perkembangan teknologi nano, material ini juga tersedia dalam bentuk partikel nano yang disebut semen ionomer kaca modifikasi resin nanopartikel (SIKMRn). Penggunaan produk alam di dalam dunia kedokteran gigi juga meningkat, Kitosan merupakan salah satu produk alam yang digunakan untuk meningkatkan bioaktivitas SIK. Penelitian menunjukkan penambahan kitosan ke dalam SIK dapat meningkatkan performa mekanis dan mampu sebagai katalisator dalam pelepasan ion fluor. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek penambahan kitosan molekul tinggi nanopartikel pada SIKMR dan SIKMRn terhadap mikrostruktur permukaan dentin dan komposisi kimia. Bahan restorasi yang ditambahkan kitosan nanopartikel diaplikasikan pada gigi premolar yang telah dilakukan preparasi kavitas klas I, kemudian gigi dibelah dengan menggunakan bur disk. Spesimen ditanam dalam

mould berukuran 5x3 mm serta dilakukan pengujian sampel dengan alat Energy Dispersive X-ray Spectrophotometry (EDX) dan Scanning Electrone Microscope

(SEM). Data dilihat secara kualitatif dan data kuantitatif diuji dengan uji ANOVA serta LSD. Hasil penelitian menunjukkan penambahan kitosan meningkatkan elemen Si, Na, dan Ca serta menurunkan elemen Al dengan nilai p<0,05 pada SIKMR dan SIKMRn. Penambahan kitosan molekul tinggi nanopartikel dengan 0,015 berat pada SIKMR dan SIKMRn dapat mengurangi efek toksik, meningkatkan potensi sebagai material bioaktif dan meningkatkan perlekatan material terhadap dentin.

Kata kunci: Kitosan molekul tinggi, semen ionomer kaca, perlekatan antar permukaan, scanning electron microscopy, energy dispersive X-ray


(8)

ABSTRACT

One of the main problems in restorative dentistry is the difficulty in obtaining good adhesion between restorative material with the tooth surface. Some materials are developed to improve bonding to the tooth surface and bioactivity of a material. Glass ionomer cement (GIC) is a bioactive material because it contains silica elements and was developed for Atraumatic Restoration Technique (ART). The development of the resin-modified GICs resulted in better mechanical properties. Some studies describe the use of resin-modified GICs in ART, aiming at a higher success rate in the restorations. Nowadays with nano technology, this material is available in nano particle glass ionomer form. The use of the natural product in dentistry has increased. Chitosan is one of the natural materials that used to increase the bioactivity of the glass ionomer. Studies showed that addition of chitosan to GIC can improve mechanical performance and capability as a catalyst to release fluoride ions. This study was aimed to examine the effect of the addition of high molecular chitosan nanoparticles in RMGIC and nano RMGIC to the dentin surface microstructure and chemical composition. Nano particle chitosan was added to the restorative materials and then applied to the Class I cavity on the premolar and then the tooth was sectioned with diamond disc. Specimens were placed into a 5x3 mm mold. Sample testing is investigated with Energy Dispersive X-ray Spectrophotometry (EDX) and Scanning Electrone Microscope (SEM). Qualitative data were collected and the quantitative data were tested with ANOVA and LSD. The result showed that the addition of chitosan increases the element of Si, Na and Ca but on the other hand it decreases element of Al with p<0.05 for RMGIC and nano RMGIC. The addition of chitosan nanoparticles with a high molecular weight of 0,015 into RMGIC and nano RMGIC can reduce toxic effects, increasing the potential as a bioactive material and improves adhesion to dentin material.

Keywords: Chitosan High Molecule, glass ionomer cements, adhesive interface, scanning electron microscopy, energy dispersive X-ray


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Konservasi Gigi dari Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta, yaitu Bapak Halim Sutrisman dan Ibu Rita yang telah membesarkan, memberikan kasih sayang yang tak terbalas, doa, semangat dan dukungan kepada penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada drg. Calvin Conelly yang telah banyak membantu dan mendukung, abang penulis drg. Christian Andri Syahputra dan Nicholas Sutrisman, SH, adik penulis Andri Sutrisman, SE, Ak., Anita Carolina, SKG serta segenap keluarga yang memberikan dukungan dan doa kepada penulis.

Dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, bantuan dan doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp Ort. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Trimurni Abidin, drg., M.Kes., Sp KG (K) selaku Ketua Program Studi dan pembimbing utama yang telah memberikan judul tesis ini dan banyak


(10)

meluangkan waktu, memberikan tunjuk ajar, arahan, semangat serta dukungan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Prof.Dr. Harry Agusnar, MSc., M.Phil. selaku pembimbing kedua penulis yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan tunjuk ajar serta bimbingan, arahan, semangat dan dukungan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Drg. Cut Nurliza, M.Kes., selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan serta bantuan kepada penulis.

5. Prof. Dr. Rasinta Tarigan drg., Sp KG (K) selaku anggota panitia penguji serta dosen Ilmu Konservasi Gigi yang telah memberikan dukungan, bantuan serta masukan kepada penulis.

6. Drg. Neviyanti M.Kes., selaku dosen Ilmu Konservasi Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis.

7. Dr. Eng. Ir. Indra, MT selaku anggota panitia penguji dan dosen Fakultas Teknik USU yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis. 8. Prof. Dr. Hanafi Ismail selaku Dekan Fakultas Science Bahan dan Mineral University of Sains Malaysia, Nibong Tebal Penang, yang telah memberikan izin serta bantuan kepada penulis.

9. Prof. Dr. Sabar D. Hutagalung selaku staff pengajar di bidang ilmu nanomaterial Fakultas Science Bahan dan Mineral University of Sains Malaysia,


(11)

Nibong Tebal Penang, yang telah memberikan banyak bantuan dan bimbingan kepada penulis selama melakukan penelitian.

10. Pak Sukirman selaku staff Laboratorium FMIPA Universitas Sumatera Utara atas bantuannya dalam pelaksanaan penelitian.

11. Seluruh staff serta pegawai Departemen Ilmu Konservasi Gigi FKG USU yaitu drg.Bakrie, drg, Darwis, Kak Wanda, Bang Widi, Kak Fitri, bu Rose, kak Mila, bang Ilyas, bang Jun, Tika, atas segala dukungan serta bantuan selama proses pengerjaan tesis ini.

12. Teman-teman terbaik dan seperjuangan penulis pada Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi yaitu Dennis, Ponty , Ernani, Pretty, Gita atas bantuan, semangat, dan dukungan yang diberikan dalam suka dan duka.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pemecahan masalah praktis.

Medan, 05 Februari 2014 Penulis,

(Henny Sutrisman) NIM: 117160022


(12)

RIWAYAT HIDUP

Keterangan Pribadi

Nama : Henny Sutrisman

Alamat Tempat Tinggal : Jalan Orion No. 1 Medan Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Katolik

No.Kontak : 08192044510

Nama Ayah : Halim Sutrisman

Nama Ibu : Rita

Pekerjaan : Dokter gigi

Pendidikan Formal

Sekolah Dasar : SD ST.Thomas 6 Medan (1992-1998) Sekolah Menengah : SMP ST. Thomas 1 Medan (1998-2001) Sekolah Menengah Atas : SMA ST.Thomas 1 Medan (2001-2004) Diploma Bahasa Inggris : STIE IBBI Medan (2004-2005)

Fakultas Kedokteran Gigi : Universitas Sumatera Utara Medan (2005-2010)

Pasca Sarjana : - Magister Ilmu Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara Medan (2010- 2013)

- Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Konservasi Gigi FKG USU (2011- sekarang)

Publikasi

1. Short lecture: “The Addition of Horseshoe Crab’s High Molecular Chitosan in GIC to Increase The Bioactivity in Atraumatic Restoration Technique”


(13)

pada8th

2. Short lecture: “Healing of Combined Endo-Perio Lesion Following Application of Calcium Hydroxide in Maxillary Second Molar: A Case Report” pada The 2

FDI-IDA Joint Meeting & Medan International Dental Exhibition, November 2012 di Medan, Indonesia.

nd

3. Short lecture: “Clinical Management of A Complicated Crown Fractures with Chronic Apical Periodontitis: A Case Report” pada Seminar Ilmiah Nasional IKORGI (SINI 2013), November 2013 di Bali, Indonesia.

Riau Scientific-Expo, April 2013 di Pekanbaru, Indonesia.

4. Poster: “The Esthetic Rehabilitation of Fractured Maxillary Anterior Teeth: A Case Report” pada seminar Medan Esthetic Dentistry II, Februari 2014 di Medan, Indonesia.


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISTILAH i

ABSTRAK ii

ABSTRACT iii

KATA PENGANTAR iv

RIWAYAT HIDUP vii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xv

BAB 1. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar belakang 1

1.2 Rumusan masalah 8

1.3 Tujuan penelitian 8

1.4 Manfaat penelitian 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 10

2.1 Perkembangan semen ionomer kaca 11

2.1.1. Semen ionomer kaca modifikasi resin 13

2.1.2. Semen ionomer kaca nano partikel 14

2.2 SIK sebagai material bioaktif 17

2.3 Adhesi SIK-Dentin 19

2.4 Kitosan 23

2.4.1. Kitosan blangkas (Tachypleus gigas) 25

2.4.2. Kitosan nanopartikel 26

2.5 Alat uji 28

2.5.1. Scanning Electron Microscope (SEM) 28

2.5.2. Energy Dispersive X-Ray (EDX) 30

2.6 Landasan teori 32

2.7 Kerangka konsep 33

2.8 Hipotesis penelitian 34


(15)

3.1 Desain penelitian 35

3.2 Tempat dan waktu 35

3.3 Sampel dan besar sampel penelitian 36

3.3.1. Sampel penelitian 36

3.3.2. Besar sampel penelitian 36

3.4 Variabel dan definisi operasional 37

3.4.1. Variabel penelitian 37

3.4.1.1. Variabel bebas 37

3.4.1.2. Variabel terikat 37

3.4.1.3. Variabel terkendali 37

3.4.1.4. Variabel tidak terkendali 38

3.4.2. Definisi operasional 38

3.5 Alat dan bahan penelitian 40

3.5.1. Alat penelitian 40

3.5.2. Bahan penelitian 41

3.6 Prosedur penelitian 42

3.6.1. Pembuatan pasta kitosan 42

3.6.2. Persiapan sampel 44

3.6.3. Pembuatan bahan uji 46

3.6.4. Perlakuan dan pengujian sampel 46

3.6.5. Prosedur pengujian sampel dengan EDX 48

3.6.6. Prosedur pengujian dengan SEM 48

3.7 Analisis statistik 50

BAB 4. HASIL PENELITIAN 51

4.1 Gambaran mikrostruktur permukaan dentin yang diaplikasikan SIKMR, SIKMRn serta SIKMR dan SIKMRn ditambahkan kitosan molekul tinggi nanopartikel 51

4.2Gambaran permukaan dentin yang diaplikasikan SIKMR, SIKMRn serta SIKMR dan SIKMRn yang ditambahkan kitosan molekul tinggi nanopartikel 53

4.3 Perbedaan Komposisi Elemen Material Uji 54

4.4.Efek penambahan kitosan molekul tinggi nanopartikel terhadap komposisi kimia pada SIKMR dan SIKMRn 57

BAB 5. PEMBAHASAN 61

5.1 Efek penambahan kitosan nanopartikel pada SIKMR dan SIKMRn terhadap mikrostruktur permukaan dentin 62


(16)

terhadap komposisi elemen partikel 65

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 70

6.1 Kesimpulan 70

6.2 Saran 70

DAFTAR PUSTAKA 71


(17)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1 Komposisi kimia kitosan 24

3.1 Definisi operasional, cara, hasil, dan alat ukur dari variable bebas dan

tergantung dari penelitian 39

4.1 Perbedaan komposisi elemen antara SIKMR dengan SIKMRn (n=6) 56 4.2 Perbedaan komposisi elemen antara SIKMR dengan SIKMR yang

ditambahkan kitosan molekul tinggi nanopartikel (n=6) 57 4.3 Perbedaan komposisi elemen antara SIKMRn dengan SIKMRn yang

ditambahkan kitosan molekul tinggi nanopartikel (n=6) 59 4.4 Perbedaan komposisi elemen antara SIKMR dan SIKMRn yang


(18)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Gambaran SEM dari SIK, SIKMR dan SIKMRn 16

2.2 Sebelas tahapan reaksi bioaktivitas kelas A 19

2.3 Gambaran SEM (x3000) permukaan antara FujiFil LC dan dentin 22

2.4 Gambaran SEM (x20000) permukaan antara FujiFil LC dan dentin 22

2.5 Struktur bangun kitin dan kitosan 24

2.6 Kitosan Blangkas 25

2.7 Cara kerja SEM 30

2.8 Spektrum EDX yang menggambarkan energy dan intensitas 31

3.1 Bahan penelitian yang akan digunakan 42

3.2 Serbuk kitosan Blangkas 42

3.3 Proses pembuatan pasta kitosan 43

3.4 Pasta kitosan nano dari blangkas yang siap dipakai 44

3.5 Pengukuran preparasi kavitas dari batas CEJ 44

3.6 Proses persiapan sampel 45

3.7 Pemotongan sampel 45

3.8 Neraca analitik 46

3.9 Alat SEM dan EDX 47

3.10 Mesin coating 49


(19)

4.1 Permukaan mikrostruktur SIKMR dan SIKMRn (pembesaran 2000x) 52 4.2 Permukaan mikrostruktur (a). SIKMR yang ditambahkan kitosan

nanopartikel dengan dentin (pembesaran 2000x); (b). SIKMRn yang

ditambahkan kitosan nanopartikel dengan dentin (pembesaran 500x) 52 4.3 Permukaan antara bahan restorasi dengan dentin (pembesaran 500x).

(a). SIKMR dengan dentin; (b). SIKMRn dengan dentin 53 4.4 Permukaan antara bahan restorasi dengan dentin (pembesaran 500x).

(a). SIKMR yang ditambahkan kitosan nanopartikel dengan dentin;

(b). SIKMRn yang ditambahkan kitosan nanopartikel dengan dentin 54 4.5 Mikrostruktur permukaan antara SIKMRn yang ditambahkan

Kitosan nanopartikel dengan dentin (pembesaran 50x) 54 4.6. Perbedaan rerata komposisi elemen pada SIKMR, SIKMRn, SIKMR+

Kitosan, SIKMRn + Kitosan 55 4.7. Perbedaan rerata komposisi elemen pada SIKMR dan SIKMRn 56 4.8. Perbedaan rerata komposisi elemen pada SIKMR dan SIKMR +

Kitosan 58 4.9. Perbedaan rerata komposisi elemen pada SIKMRn dan SIKMRn +


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1 Alur penelitian 75

2 Surat permohonan izin penelitian di Laboratorium F-MIPA USU 76

3 Surat permohonan izin penelitian di Laboratorium Science USM Penang 78

4 Surat keterangan melakukan penelitian di Laboratorium F-MIPA USU 80

5 Surat keterangan melakukan penelitian di Laboratorium Science USM Penang 81

6 Surat keterangan ethical clearance 82

7 Hasil Uji Statistik 83


(21)

ABSTRAK

Salah satu masalah utama dalam kedokteran gigi restoratif adalah sulitnya memperoleh adhesi yang baik antara bahan restorasi dengan permukaan gigi. Beberapa bahan juga dikembangkan untuk meningkatkan ikatan terhadap permukaan gigi serta bioaktivitas suatu bahan. Semen ionomer kaca (SIK) merupakan suatu material yang bioaktif karena terdapat elemen silika dan dikembangkan untuk teknik

Atraumatic Restoration Technique (ART). Perkembangan semen ionomer kaca modifikasi resin (SIKMR) menghasilkan sifat mekanis yang lebih baik. Beberapa penelitian menyarankan penggunaan SIKMR untuk teknik ART dengan tujuan untuk mencapai tingkat kesuksesan restorasi yang lebih tinggi. Pada saat ini dengan perkembangan teknologi nano, material ini juga tersedia dalam bentuk partikel nano yang disebut semen ionomer kaca modifikasi resin nanopartikel (SIKMRn). Penggunaan produk alam di dalam dunia kedokteran gigi juga meningkat, Kitosan merupakan salah satu produk alam yang digunakan untuk meningkatkan bioaktivitas SIK. Penelitian menunjukkan penambahan kitosan ke dalam SIK dapat meningkatkan performa mekanis dan mampu sebagai katalisator dalam pelepasan ion fluor. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek penambahan kitosan molekul tinggi nanopartikel pada SIKMR dan SIKMRn terhadap mikrostruktur permukaan dentin dan komposisi kimia. Bahan restorasi yang ditambahkan kitosan nanopartikel diaplikasikan pada gigi premolar yang telah dilakukan preparasi kavitas klas I, kemudian gigi dibelah dengan menggunakan bur disk. Spesimen ditanam dalam

mould berukuran 5x3 mm serta dilakukan pengujian sampel dengan alat Energy Dispersive X-ray Spectrophotometry (EDX) dan Scanning Electrone Microscope

(SEM). Data dilihat secara kualitatif dan data kuantitatif diuji dengan uji ANOVA serta LSD. Hasil penelitian menunjukkan penambahan kitosan meningkatkan elemen Si, Na, dan Ca serta menurunkan elemen Al dengan nilai p<0,05 pada SIKMR dan SIKMRn. Penambahan kitosan molekul tinggi nanopartikel dengan 0,015 berat pada SIKMR dan SIKMRn dapat mengurangi efek toksik, meningkatkan potensi sebagai material bioaktif dan meningkatkan perlekatan material terhadap dentin.

Kata kunci: Kitosan molekul tinggi, semen ionomer kaca, perlekatan antar permukaan, scanning electron microscopy, energy dispersive X-ray


(22)

ABSTRACT

One of the main problems in restorative dentistry is the difficulty in obtaining good adhesion between restorative material with the tooth surface. Some materials are developed to improve bonding to the tooth surface and bioactivity of a material. Glass ionomer cement (GIC) is a bioactive material because it contains silica elements and was developed for Atraumatic Restoration Technique (ART). The development of the resin-modified GICs resulted in better mechanical properties. Some studies describe the use of resin-modified GICs in ART, aiming at a higher success rate in the restorations. Nowadays with nano technology, this material is available in nano particle glass ionomer form. The use of the natural product in dentistry has increased. Chitosan is one of the natural materials that used to increase the bioactivity of the glass ionomer. Studies showed that addition of chitosan to GIC can improve mechanical performance and capability as a catalyst to release fluoride ions. This study was aimed to examine the effect of the addition of high molecular chitosan nanoparticles in RMGIC and nano RMGIC to the dentin surface microstructure and chemical composition. Nano particle chitosan was added to the restorative materials and then applied to the Class I cavity on the premolar and then the tooth was sectioned with diamond disc. Specimens were placed into a 5x3 mm mold. Sample testing is investigated with Energy Dispersive X-ray Spectrophotometry (EDX) and Scanning Electrone Microscope (SEM). Qualitative data were collected and the quantitative data were tested with ANOVA and LSD. The result showed that the addition of chitosan increases the element of Si, Na and Ca but on the other hand it decreases element of Al with p<0.05 for RMGIC and nano RMGIC. The addition of chitosan nanoparticles with a high molecular weight of 0,015 into RMGIC and nano RMGIC can reduce toxic effects, increasing the potential as a bioactive material and improves adhesion to dentin material.

Keywords: Chitosan High Molecule, glass ionomer cements, adhesive interface, scanning electron microscopy, energy dispersive X-ray


(23)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu kedokteran gigi restoratif memiliki tujuan utama untuk mengembalikan dan mempertahankan kesehatan gigi melalui perawatan restoratif yang adekuat guna melindungi dan memperbaiki fungsi pulpa (Modena dkk., 2009). Pemahaman hasil interaksi antara bahan restorasi dengan jaringan gigi merupakan hal yang penting dimana tidak hanya biokompatibilitas yang diperhatikan melainkan juga potensi bahan tersebut memodulasi respons dalam jaringan. Untuk dapat memahami bagaimana jaringan mengalami cedera dan melakukan regenerasi ketika dilakukan perawatan pencegahan dan restorasi gigi maka diperlukan pengetahuan yang luas mengenai material gigi dan substituennya dalam berinteraksi dengan pulpa dan dentin (Ferracane dkk., 2010).

Salah satu bahan restorasi yang digunakan adalah semen ionomer kaca (SIK). SIK merupakan material bioaktif karena didasari adanya kandungan SiO2 lebih kecil dari 60%. Kandungan Si-OH dan -COOH pada permukaan kaca serta asam poliakriliknya dapat berperan dalam nukleasi apatite-heterogenous dalam lingkungan biologis (Suprastiwi, 2011). SIK merupakan bahan pilihan dalam perawatan atraumatic restoration technique (ART) karena sifat fisik dan kemisnya. Sifat-sifat tersebut antara lain seperti adhesi terhadap struktur gigi, biokompatibilitas, reaksi


(24)

polimerisasi khemis dan pelepasan fluor yang dapat berperan sebagai bahan preventif (Bonifacio dkk., 2009).

ART merupakan teknik pembuangan jaringan karies menggunakan instrumen tangan dan merestorasi kavitas dengan bahan restorasi adhesif. Perawatan ini awalnya dikembangkan untuk promosi kesehatan rongga mulut pada masyarakat dengan status sosial-ekonomi rendah di negara berkembang yang fasilitas perawatan gigi kurang lengkap (Mickenautsch dan Grossman, 2006; Cefaly, 2008; Frencken, 2012). Keberhasilan restorasi gigi dengan menggunakan ART tergantung pada beberapa faktor klinis. Kegagalan ART yang paling umum terjadi akibat beberapa faktor, seperti kehilangan sebagian ataupun keseluruhan struktur gigi, karies yang terjadi pada daerah tepi restorasi, tingkat keausan bahan > 0.5mm dan kavitas yang dalam (Mickenautsch dan Grossman, 2006; Frencken, 2012).

Ferracane dkk. (2010) menyatakan bahwa ketika digunakan dalam teknik ART dan ditutup dengan SIK, spesimen dentin yang diambil dari kavitas molar desidui sebelum dan sesudah perawatan terlihat jumlah bakteri yang lebih sedikit dan kandungan kalsium yang lebih tinggi sehingga menimbulkan keyakinan bahwa dentin telah mengalami remineralisasi.

Pada beberapa tahun belakangan ini telah terjadi perubahan formulasi, sifat dan cara penggunaan dari SIK untuk memenuhi kebutuhan aplikasi klinis yang berbeda-beda. Tidak ada material gigi yang sempurna namun dengan adanya penelitian intensif terhadap SIK, kekurangan yang ada dapat dihilangkan atau paling tidak dapat dikurangi sehingga menghasilkan tipe SIK yang lebih baik (Nagaraja dan


(25)

Kishore, 2005). Semen ionomer kaca modifikasi resin (SIKMR) digunakan sebagai alternatif SIK konvensional (Ghavamnasiri dkk., 2005). SIKMR disebut juga sebagai material hibrida yang mempertahankan reaksi asam basa sebagai bagian dari keseluruhan proses pengerasan dengan sedikit tambahan resin seperti hydroxyethyl methacrylate (HEMA) atau Bis–GMA pada cairannya (Nagaraja dan Kishore, 2005). HEMA mampu berdifusi melalui tubulus dentin ke pulpa dan menyebabkan kerusakan sel (Nicholson dan Czarnecka, 2008). Oleh karena itu, bahan ini menjadi pertimbangan untuk diaplikasikan pada kavitas yang dalam. SIKMR berpolimerisasi dengan menggunakan penyinaran yang kemudian diikuti reaksi asam basa. Bahan ini memiliki waktu kerja yang lebih lama, pengerasan yang cepat, estetis serta translusensi dan kekuatan yang baik (Lohbauer, 2010).

Aplikasi teknologi nano di bidang kedokteran gigi mulai digunakan, salah satunya dengan dimasukkannya partikel nano ke dalam komposisi SIK yang disebut semen ionomer kaca modifikasi resin nanopartikel (SIKMRn). Bahan ini memiliki kelebihan yaitu ketahanan yang lebih baik terhadap kebocoran mikro, permukaan yang lebih halus setelah pemolesan dan pelepasan fluor yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan SIKMR (Croll dan Berg, 2009). Pada prinsip rekayasa jaringan, ukuran partikel material dapat mempengaruhi efek biologi, yaitu makin kecil ukuran partikel, makin luas permukaannya, sehingga makin meningkat pula interaksi material dan jaringan sekitarnya (Fan Y, 2008 dan Kong Y, 2007 cit. Suprastiwi, 2011).


(26)

Suprastiwi (2011) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa pada gambaran struktur mikro permukaan SIK, SIKMR dan SIKMRn terlihat ukuran partikel kaca terkecil dijumpai pada SIKMRn dengan kepadatan yang merata, dan pada SIKMR tampak kepadatan merata dengan ukuran partikel kaca yang lebih besar. Sedangkan pada SIK tampak retakan di antara masa padat yang menunjukkan sifat SIK yang rapuh.

Salah satu masalah utama dalam kedokteran gigi restoratif adalah sulitnya memperoleh penyatuan yang baik antara bahan restoratif dengan permukaan gigi. Proses penemuan yang terus berlangsung selama beberapa periode memungkinkan berkembangnya beragam teknik sehingga dapat meminimalkan celah antara gigi dan restorasi. Beberapa bahan juga dikembangkan untuk meningkatkan ikatan terhadap permukaan gigi. Penelitian lebih lanjut menunjukkan dalam hal meminimalisir celah antara gigi dan permukaan restorasi tidak dapat dicapai dengan baik mengingat adanya kelemahan bahan restorasi seperti ekspansi polimerisasi bahan, koefisien ekspansi termal serta modulus elastisitas yang berbeda (Sikri, 2008).

Ikatan SIK ke dentin terdiri dari ikatan khemis dan mekanis. Ikatan khemisnya berupa pertukaran ion kelompok karboksil dan ion kalsium. Ikatan mekanisnya diperoleh melalui dentin yang terdemineralisasi oleh asam poliakrilat. Kekuatan ikatan pada dentin tidak sebaik kekuatan ikatan pada enamel. Kekuatan ikatan dari SIKMR terhadap dentin umumnya lebih baik dibandingkan SIK (Sikri, 2008; Mauro dkk., 2009; Patel, 2012).


(27)

Walaupun terjadi interaksi khemis antara SIK dengan dentin, nilai kekuatan ikatan bahan ini masih lebih rendah dibandingkan dengan kekuatan ikatan sistem adhesif terhadap dentin dan enamel setelah dietsa terlebih dahulu. Dengan diperkenalkannya SIKMR yang mengandung matriks resin di dalamnya maka terjadi peningkatan kemampuan adhesif bahan ini terhadap struktur gigi (Mauro dkk., 2009).

Kebocoran mikro merupakan salah satu masalah yang berperan dalam kegagalan dari bahan restorasi yang digunakan. Metode berbeda dalam mengukur kebocoran mikro digunakan untuk menentukan hasil prediktif dari permukaan restorasi gigi terhadap lewatnya bakteri, ion molekul, bahan khemis dan cairan. Kebocoran mikro telah dihubungkan pada berbagai kondisi termasuk respon pulpa, sensitivitas pasca perawatan, karies sekunder dan kerusakan beberapa bahan restorasi yang memicu kegagalan dari restorasi tersebut. Umumnya, SIKMR memiliki retensi yang baik. Selain itu, sensitifitas pasca perawatan dan karies sekunder tidak menjadi hal yang perlu dikhawatirkan pada penggunaan SIKMR (Patel, 2012).

Coutinho dkk. (2009) dalam penelitiannya mengenai efektifitas ikatan dan karakteristik permukaan SIKMRn menunjukkan bahwa SIKMRn berikatan terhadap enamel dan dentin sama dengan SIK tetapi lebih lemah dibandingkan dengan SIKMR. Mekanisme ikatan dari SIKMRn ini yaitu ikatan mikro mekanis yang dihasilkan dari kekasaran permukaan dan dikombinasikan dengan interaksi khemis melalui kopolimer asam itasonik.

Produk-produk alam yang dapat dihubungkan sebagai biomaterial di bidang kedokteran gigi saat ini semakin berkembang pesat penggunaannya, salah satunya


(28)

adalah pemakaian kitosan. Kitosan merupakan biomaterial yang terus dikembangkan karena memiliki berbagai manfaat medikal dan terbukti aman untuk manusia. Kitosan memiliki sifat istimewa karena material ini memiliki biokompatibiliti yang baik. Bahan ini tidak dapat dibiarkan terlalu lama pada suhu kamar karena larutan kitosan akan terhidrolisis sehingga konsentrasi berkurang (Agusnar, 1997 ; Sugita, 2009).

Trimurni dkk. (2006) melakukan penelitian pada tikus wistar dengan menggunakan kitosan blangkas dan kitosan komersil sebagai bahan pembanding pada perawatan kaping pulpa direk. Hasil penelitian tersebut menunjukkan keduanya lebih mampu menstimulasi pembentukan dentin reparatif dan dengan jumlah sel-sel inflamasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan kalsium hidroksida sebagai kontrol. Szeto dkk (2007) cit. Siregar M (2009), membuat kitosan nanopartikel dengan melarutkan serbuk kitosan kedalam larutan asam lemah ditambah larutan yang bersifat basa, seperti amoniak, kemudian ditempatkan dalam ultrasonic bath untuk memecah partikel-partikel gel kitosan menjadi lebih kecil. Ukuran partikel kitosan yang berskala nanometer akan meningkatkan luas permukaan sampai ratusan kali dibandingkan dengan partikel yang berukuran mikrometer, sehingga dapat meningkatkan efektifitas kitosan dalam hal mengikat gugus kimia lainnya. Kitosan nano juga dapat meningkatkan efisiensi proses fisika-kimia pada permukaan kitosan tersebut karena memungkinkan interaksi pada permukaan yang lebih besar (Ningsih, 2010).

Petri dkk. (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa dengan penambahan kitosan ke dalam SIK komersil dapat meningkatkan performa mekanis


(29)

dan mampu sebagai katalisator dalam pelepasan ion fluor. Efek ini dijelaskan berdasarkan penemuan jaringan polimerik yang berikatan kuat di sekitar pengisi anorganik.

Ketika SIKMRn ditambahkan dengan kitosan nano blangkas, penambahan kitosan dalam kondisi asam harus diperhatikan kelarutannya. Pada pH 1 gugus kitosan terprotonisasi tidak dapat berinteraksi dengan permukaan partikel atau dengan gugus polyacrilic acid (PAA) dengan interaksi elektrostatik, karena adanya sedikit muatan negatif pada gugus tersebut. Disisi lain, gugus kitosan mempunyai gugus amin yang mampu mengikat partikel hidroksil dan gugus karboksilat dari PAA oleh ikatan hidrogen. Ikatan yang dibentuk oleh kitosan dan PAA di sekitar partikel anorganik dapat mengurangi tegangan pada permukaan antar komponen SIK modifikasi resin, sehingga meningkatkan sifat mekanik (Petri dkk., 2007).

Henny dkk. (2013) melakukan penelitian dengan menambahkan kitosan molekul tinggi nano yang diperoleh dari blangkas (Tachypleus gigas) 0,015% berat kitosan pada SIKMR dan SIKMRn serta efeknya terhadap proliferasi sel. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan viabilitas sel yang signifikan pada SIKMR dan SIKMRn yang ditambahkan kitosan nano blangkas.

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa terdapat kelemahan pada bahan yang digunakan untuk perawatan ART dan beberapa bahan yang berhubungan dengan proses dentinogenesis sel pulpa serta kekuatan ikatan terhadap dentin, maka penambahan kitosan diharapkan dapat meningkatkan sifat-sifat fisis dan biologis bahan SIK baik SIKMR maupun SIKMRn yaitu berupa


(30)

morfologi permukaan serta marginal adaptasi. Selain itu, dilihat juga komposisi kimia terhadap gabungan kedua bahan tersebut dan perannya sebagai material bioaktif, sehingga biomaterial ini dapat dijadikan bahan dalam ART.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka timbul permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah ada perbedaan struktur permukaan antara SIKMR dan SIKMRn yang ditambahkan kitosan molekul tinggi nanopartikel dengan dentin ?

2. Apakah ada perbedaan komposisi kimia dari kombinasi SIKMR dan SIKMRn yang ditambahkan kitosan molekul tinggi pada dentin ?

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Menganalisis komposisi elemen kombinasi SIKMR dan SIKMRn yang ditambahkan kitosan molekul tinggi nanopartikel dan gambaran mikrostruktur permukaan SIKMR dan SIKMRn yang ditambahkan kitosan molekul tinggi nanopartikel, mengingat kedua komponen ini mempunyai peran penting dalam interaksi antara material dengan dentin sehingga didapati biomaterial baru yang dapat berperan sebagai protektif jaringan pulpa pada perawatan ART.

Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengaruh kitosan molekul tinggi nanopartikel pada SIKMR dan SIKMRn terhadap mikrostruktur permukaan dentin.


(31)

2. Untuk mengetahui pengaruh kitosan molekul tinggi nanopartikel pada SIKMR dan SIKMRn terhadap komposisi kimia kombinasi bahan uji.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Menambah wawasan dan pengetahuan di bidang Kedokteran gigi mengenai perkembangan bahan restorasi.

2. Sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai perawatan ART dengan menggunakan bahan restorasi yang dapat melindungi pulpodentino kompleks.

3. Sebagai bahan pertimbangan dokter gigi dalam pemilihan bahan restorasi yang akan digunakan untuk perawatan ART.

4. Meningkatkan kualitas perawatan dengan upaya melindungi pulpodentino kompleks untuk mempertahankan pulpa tetap vital.


(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Daya adhesi material restoratif terhadap subtansi gigi dalam dunia kedokteran gigi merupakan suatu tujuan yang penting. Apabila gigi telah mengalami kerusakan, restorasi struktur gigi yang hilang dapat dicapai melalui beberapa variasi perawatan. Berbagai bahan kedokteran gigi digunakan untuk merestorasi gigi yang telah mengalami kerusakan. Suatu restorasi harus dapat mengembalikan kondisi gigi dalam segala aspek. Restorasi tersebut harus dapat mengikuti sifat-sifat yang identik dengan struktur gigi asli dan dapat melekat pada enamel dan dentin di sekitarnya (Nagaraja dan Kishore, 2005; Gatin dkk., 2012). Biomaterial yang digunakan sebagai bahan restorasi saat ini juga difokuskan pada potensi penyembuhan melalui stimulasi regenerasi jaringan pulpa karena adanya pelepasan biomolekul (Goldberg dan Smith, 2004).

Penggunaan bahan restorasi pada karies profunda yang memiliki ketebalan dentin tersisa kurang dari 0,5 mm harus dapat merangsang dentinogenesis. Dentin yang mengalami kerusakan ringan, lapisan odontoblas masih utuh maka bentuk perbaikan kompleks dentin-pulpa berupa pembentukan dentin reaksioner yang mempunyai bentuk mirip dengan dentin primer atau sekunder yang merupakan hasil aktivitas dari dentin primer. Sedangkan untuk kerusakan dentin yang mengakibatkan pulpa terbuka, pada proses penyembuhan yang berperan adalah sel progenitor yang


(33)

bermigrasi, berprolifersi dan berdiferensiasi membentuk sel lir-odontoblas untuk membentuk dentin reparatif (Ferracane, 2010).

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian sekarang ini, penting untuk merekomendasikan penggunaan teknik dan bahan restorasi yang dapat memberikan kekuatan ikatan terhadap dentin yang bertahan lama. Selain itu, restorasi tersebut harus mampu membangkitkan daya reparatif pulpa sehingga dapat digunakan pada jaringan pulpa yang terpapar dalam prosedur iatrogenik dan mengalami pulpitis reversibel (Mauro, 2009; Suprastiwi, 2011).

2.1 Perkembangan Semen Ionomer Kaca

SIK merupakan bahan restorasi gigi yang pertama kali dikenalkan oleh Wilson dan Kent pada tahun 1972. Bahan ini terdiri dari bubuk kaca kalsium alumino silikat yang dikombinasikan dengan polimer dalam air atau asam. Material ini mampu berikatan secara fisiko kimia dengan jaringan gigi, memiliki koefisien termal sama dengan dentin, biokompatibel dan dapat melepas fluor. Namun, SIK memiliki tensile strength dan ketahanan terhadap fraktur yang rendah, sensitif terhadap kelembaban pada saat awal pengerasan, waktu kerja yang pendek serta waktu pengerasan yang lama (Powers dan Sakaguchi, 2003; Tyas, 2006; Beriat dan Nalbant, 2009; Schmalz dan Arenholt-Bindslev, 2009).

SIK digunakan sebagai bahan antar restorasi, bahan pelapik adhesif pada kavitas, sementasi mahkota, mahkota jembatan, veneer secara permanen, ART, dan restorasi gigi desidui (Mickenautsch dan Grossman, 2006; Cefaly, 2008).


(34)

ART merupakan alternatif pendekatan untuk merawat pasien dengan menggunakan instrumen manual dan SIK. Prosedur ini telah berkembang karena jutaan orang pada negara yang kurang berkembang dan sekelompok orang tertentu seperti pengungsi dan orang yang tinggal di negara miskin tidak dapat memperoleh perawatan gigi restoratif. Gigi akan mengalami kerusakan secara perlahan hingga pencabutan menjadi pilihan satu-satunya. Masyarakat pada negara berkembang tidak mendapatkan pelayanan kesehatan rongga mulut seperti di negara maju. Tidak adanya daya listrik dan pemikiran bahwa perawatan gigi restoratif selalu memerlukan peralatan elektris khusus menjadi alasan utama situasi ini. Sebagai perbandingan, pendekatan ART memungkinkan perawatan kavitas gigi pada orang yang tinggal di daerah tanpa daya listrik atau pada daerah yang memiliki daya listrik namun tidak mampu menyediakan peralatan gigi yang mahal (Mickenautsch dan Grossman, 2006; Cefaly, 2008; Frencken, 2012).

Keberhasilan restorasi gigi dengan menggunakan ART tergantung pada beberapa faktor klinis. Kegagalan pada ART yang paling umum akibat beberapa faktor, seperti kehilangan sebagian ataupun keseluruhan struktur gigi, karies yang terjadi pada daerah batas restorasi dan tingkat keausan bahan > 0.5mm. Tingkat kegagalan ART yang berhubungan dengan berlanjutnya proses karies telah menurun karena berkembangnya bahan restorasi serta kemampuan operator (Mickenautsch dan Grossman, 2006).


(35)

2.1.1 Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin

Semen ionomer kaca modifikasi resin (SIKMR) dikembangkan untuk memperbaiki sifat fisik dan mengurangi sensitivitas air dan bahan ionomer kaca konvensional. Bahan ini pada dasarnya memiliki komposisi yang sama dengan semen ionomer kaca konvensional hanya saja komponen air diganti menjadi campuran air dengan HEMA pada SIKMR. SIKMR dapat mengeras dengan dua cara, yaitu kombinasi asam dan basa serta reaksi polimerisasi. Bahan ini mengandung bubuk kaca yang mampu memindahkan ion dan asam polimer yang larut dalam air seperti asam akrilik. Bahan ini mengandung monomer organik (biasanya HEMA) dan sistem inisiator. Inisiator umumnya sensitif terhadap cahaya sehingga kebanyakan SIKMR mengeras dengan cara di sinar dengan menggunakan lampu penyinaran biasa yang memancarkan sinar dengan panjang gelombang 470 nm (Goldberg, 2008; Modena dkk., 2009; Schmalz dan Arenholt-Bindslev, 2009).

SIKMR memiliki tahap-tahap reaksi pengerasan yang terjadi melalui reaksi asam-basa antara bubuk alumino silikat dengan asam polikrilat; reaksi polimerisasi dari partikel-partikel resin yang ada di dalam semen; reaksi antara logam poliakrilat dengan resin hingga membentuk matriks semen yang lebih kuat. Dari ketiga reaksi tersebut, sebenarnya SIKMR mengeras dengan sistem “Dual Cure” yaitu reaksi penggaraman (asam-basa) yang terjadi secara kimia dan polimerisasi yang terjadi akibat penyinaran (Goldberg, 2008; Modena dkk., 2009).

Biokompatibilitas SIKMR lebih rendah dibandingkan SIK konvensional karena terdapat kandungan HEMA yang mampu berdifusi melalui tubulus dentin ke


(36)

pulpa dan dapat mengalami beberapa efek biologis yang merugikan seperti inflamasi persisten (Nicholson dan Czarnecka, 2008). Efek HEMA tidak perlu dikhawatirkan karena pelepasan HEMA akan berkurang seiring waktu (Ghavamnasiri, 2005).

Pada umumnya SIKMR dapat membentuk ikatan yang kuat ke dentin dan enamel serta dapat melepaskan fluoride. Selain itu, bahan ini juga melepaskan beberapa ion seperti Na, Ca, Sr, Al, P dan Si . Ion – ion tersebut juga dilepaskan oleh SIK konvensional namun kadar ion phosphat yang dilepaskan SIKMR lebih rendah dibandingkan dengan konvensional (Goldberg, 2008).

2.1.2 Semen Ionomer Kaca Nanopartikel

Nanoteknologi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1959 dimana nanoteknologi telah menjadi bagian dari teori sains utama dan berpotensi untuk diaplikasikan dalam dunia medis serta kedokteran gigi pada awal tahun 1990an. Kemampuan nanoteknologi yang telah diaplikasikan dalam kesehatan rongga mulut selama satu dekade terakhir telah dikembangkan (Saunders, 2009).

Beberapa penelitian telah menunjukkan dengan diaplikasikannya teknologi filler dan serat yang berukuran nano ke dalam material kedokteran gigi (bahan komposit dan bonding) dapat meningkatkan sifat fisik yaitu meningkatkan kekuatan, pemolesan, ketahanan pemakaian, estetik serta kekuatan ikatannya terhadap gigi (Saunders, 2009).

Perkembangan terakhir dari ionomer kaca adalah nano-ionomer. Ketac Nano™ merupakan SIKMR yang diperkenalkan pada tahun 2007. Ketac Nano™


(37)

terdiri dari 2 pasta yaitu pasta A berbasis resin dan mengandung kaca fluoroaluminosilikat, silane-treated silica, zirconia-silicananofiller, resin metakrilat dan dimetakrilat dan fotoinisiator serta pasta B berbasis air dan mengandung kopolimer asam polialkenoat, treated zirconia-silzica nanoclusters, silane-treated silica nanofiller, dan HEMA. Ketac Nano Primer mengandung air, HEMA, kopolimer asam polialkenoat dan fotoinisiator (Saunders, 2009; Croll dan Nicholson, 2008; Croll dan Berg, 2009).

Kelebihan jenis SIK ini tahan terhadap kebocoran, permukaan lebih halus dan pelepasan fluor lebih tinggi, lebih tahan terhadap abrasi, memberikan hasil polish yang lebih halus dan mengkilap, dan lebih estetik. Sifat mekanis dari bahan SIK jenis ini juga lebih baik apabila dibandingkan dengan jenis SIK lainnya. Oleh karena kelebihan-kelebihan tersebut, SIK nano ionomer ini dapat diaplikasikan pada gigi posterior (Croll dan Berg, 2009).

Penggunaan bahan Ketac N100 yang dilakukan pada implan jaringan ikat subkutan tikus menunjukkan adanya infiltrasi peradangan parah, baik akut maupun kronis pada pemakaian Ketac N100 setelah 1 minggu. Namun setelah 8 minggu pemakaian, tidak dijumpai adanya sel yang nekrosis. Penelitian ini juga melaporkan adanya remineralisasi pada bahan yang melepaskan fluor ini (Irawan, 2005). Sharathchandra dkk. (2010) juga melakukan penelitian SIK nano terhadap efek bleaching. Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada efek bleaching terhadap tekstur permukaan dan warna dari SIK nano secara mikroskop elektron (SEM).


(38)

Suprastiwi (2011) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa pada gambaran struktur mikro permukaan SIK, SIKMR dan SIKMRn tampak ukuran partikel kaca terkecil ada pada SIKMRn dengan kepadatan yang merata, dan pada SIKMR tampak kepadatan merata dengan ukuran partikel kaca yang lebih besar. Sedangkan pada SIK tampak retakan di antara masa padat yang menunjukkan sifat SIK yang rapuh (Gambar 2.1). Retakan yang terjadi pada kelompok SIK mungkin disebabkan karena hilangnya unsur air pada saat proses pengerasan. Walaupun bentuk sediaan pada SIK dan SIKMR sama tetapi pada SIKMR proses pengerasan merupakan kombinasi reaksi asam basa dan polimerisasi sehingga sebagian semen sudah dapat mengeras lebih dulu dan terlepasnya unsur air dari semen dapat dicegah.

Gambar 2.1. Gambaran SEM dari SIK, SIKMR dan SIKMRn.

Keterangan: kelompok A gambaran SEM yang diunduh dari 3M Espe (25.000 kali). Pada kelompok B tampak adanya celah-celah di antara masa yang padat pada kelompok SIK, sedangkan pada kelompok SIKMR dan SIKMRn mempunyai gambaran partikel-partikel kaca yang homogen pada masa yang padat (3000 kali).


(39)

Apabila ditinjau dari kandungan elemen dan gambaran struktur mikro permukaan antara SIK, SIKMR dan SIKMRn, maka SIKMRn merupakan kelompok yang mempunyai potensi bioaktivitas terbaik.

2.2 SIK sebagai Material Bioaktif

Material bioaktif didefinisikan sebagai suatu material yang mengeluarkan respons biologis spesifik pada pertemuan kedua permukaan yang menyebabkan terbentuknya ikatan antara jaringan dengan material (Suprastiwi, 2011). Tingkat bioaktivitas diklasifikasikan dengan mengacu pada indeks bioaktivitas yang merupakan parameter untuk menentukan tingkat bioaktivitas suatu material (Nicolodi et al., 2004 cit. Suprastiwi, 2011).

Faktor- faktor yang mempengaruhi indeks bioaktivitas SIK adalah pertama, komposisi material kaca bioaktif yang terdiri dari SiO2, Na2O dan P2O5 dengan kandungan SiO2 45-52% dari berat SIK, dapat berikatan dengan jaringan ikat lunak dan keras dalam waktu 5-10 hari. Kedua, kaca bioaktif dan keramik kaca yang mengandung 55-60% SiO2 memerlukan waktu yang lebih lama untuk berikatan dengan tulang dan tidak dapat berikatan dengan jaringan lunak. Ketiga, apabila komposisi SiO2 lebih dari 60% berat maka tidak dapat berikatan dengan tulang atau jaringan lunak dan hasilnya ada pembentukan kapsul interfacial fibrous non adherent (Suprastiwi, 2011). Dentin merupakan jaringan termineralisasi dalam gigi yang terdiri dari kolagen tipe 1 dan mineral apatit nanokristal serta memiliki komposisi yang mirip dengan tulang manusia. Perbedaannya dengan tulang adalah tulang memiliki


(40)

struktur tingkatan lebih kompleks sedangkan dentin memiliki struktur tingkatan lebih sederhana. Mikrostruktur yang paling khas dari dentin adalah tubulus dentin berbentuk silinder berdiameter 1-2 mm dan terbentuk pada masa dentinogenesis serta berjalan dari dentin-enamel junction (DEJ) dan sementum-enamel junction (CEJ) ke arah pulpa serta dikelilingi oleh peritubular dentin (Nalla dkk., 2005).

Ada sebelas tahapan dalam proses pembentukan ikatan yang sempurna dari kaca bioaktif dengan jaringan tulang (Gambar 2.2). Tahap 1 – 5 bersifat kimiawi dan Tahap 6 – 11 merupakan respons biologi. Tahap 1, terjadi pertukaran yang cepat antara ion Na+ dan Ca2+ dengan ion H+ atau H3O+ dari larutan yang menyebabkan hidrolisis gugus silika, membentuk silanol; Si-O-Na+ + H+ + OH- → Si-OH+ + Na+(aq) + OH-. Tingkat keasaman (pH) larutan meningkat dan ion-ion H+ dalam larutan diganti dengan kation-kation. Tahap 2, pertukaran kation meningkatkan konsentrasi hidroksil menyebabkan terbentuknya permukaan kaya silika karena bentuk Si(OH)4 tidak larut, maka terjadi pemecahan ikatan O-Si membentuk Si-OH (silanol) pada permukaan kaca: Si-O-Si + H2O → Si -OH + OH-Si. Tahap 3, merupakan tahap kondensasi dan repolimerisasi dari lapisan permukaan SiO2. Tahap 4, migrasi gugus Ca2+ dan PO43- ke permukaan melalui lapisan SiO2, membentuk lapisan CaO-P2O5 diikuti dengan pertumbuhan lapisan CaO-P2O5 yang amorf melalui keterkaitan kalsium dan fosfat yang dapat larut. Tahap 5, kristalisasi lapisan CaO-P2O5 yang amorf melalui penyertaan anion OH- dan CO3- dari larutan untuk membentuk lapisan campuran hidroksil karbonat apatit (HCA).


(41)

Tahap 6, adsorpsi dan desorpsi faktor-faktor pertumbuhan biologis, dalam lapisan HCA. Tahap 7, aksi dari makrofag untuk membuang debris dari daerah tersebut sehingga akan memungkinkan sel untuk menempati ruang yang tersedia. Tahap 8, perlekatan sel punca pada permukaan bioaktif. Tahap 9, diferensiasi sel-sel punca untuk membentuk sel-sel-sel-sel pembentuk tulang, yaitu osteoblas. Pada Tahap 10, dihasilkan matriks ekstraseluler oleh osteoblas untuk membentuk tulang, dan pada Tahap 11, kristalisasi matriks kalsium fosfat anorganik untuk menyertakan sel-sel tulang ke dalam campuran struktur yang hidup (Hench, Nicolodi dkk., 2004; Cerruti 2004 cit. Suprastiwi, 2011).

Gambar 2.2.Sebelas Tahapan Reaksi Bioaktivitas Kelas A (Hench,Nicolodi dkk.,2004; Cerruti 2004 cit. Suprastiwi, 2011)

2.3 Adhesi SIK-Dentin

Perkembangan bahan dan teknik telah menjadi fokus para peneliti untuk dapat menciptakan sistem adhesif yang efektif antara bahan restorasi dengan struktur


(42)

jaringan keras gigi (Mauro dkk., 2009). Fokus utama dalam kedokteran gigi adhesif adalah untuk mengembalikan penutupan dentin pada bagian perifer yang rusak ketika enamel hilang sebagai akibat dari trauma, karies ataupun prosedur operatif seperti preparasi gigi. Pada lesi gigi koronal, lapisan yang terpapar dapat berbatasan dengan dentin, enamel ataupun keduanya (Liebenberg, 2005).

Dentin merupakan jaringan vital yang terhubung langsung ke pulpa melalui tubulus dentin yang berisi cairan sehingga adanya pergerakan cairan pada tubulus dentin dapat mengganggu perlekatan antara bahan restorasi dengan struktur gigi. Bersamaan dengan masalah khemis dari adhesi, pertimbangan biologis mengenai kompatibilitas pulpa juga amat penting (Sikri, 2008).

Adhesi khemis dari SIK terhadap jaringan keras gigi adalah melalui kombinasi asam polikarboksilat dengan hidroksiapatit (HA) dan merupakan keunggulan utama dari SIK. Adhesi khemis SIK ke dentin dicapai melalui pergantian ion poliakrilat dengan ion fosfat pada struktur permukaan dari HA. Walaupun mekanisme sebenarnya masih belum diketahui, diduga bahwa kelembaban yang baik dan formasi ikatan ionik memiliki peran penting dalam ikatan SIK ke struktur gigi (Lohbauer, 2010).

Bahan hidrofilik terbukti dapat melembabkan dan bereaksi dengan HA serta kolagen pada jaringan gigi (dentin) yang diperlukan untuk memperoleh ikatan ke struktur gigi yang tahan lama. Reaktan kemungkinan dapat berikatan ke kalsium disebabkan adanya kandungan HA pada enamel dan dentin. Daya adhesif ini diperoleh dari kemampuan asam poliakrilat berikatan dengan kalsium dan


(43)

terbentuknya ikatan hidrogen polimer organik ke kolagen (Lohbauer, 2010). Penelitian yang dilakukan Mauro (2009) menunjukkan bahwa walaupun SIKMR bersifat hidrofilik, SIKMR tidak dapat berfungsi dengan baik pada daerah yang lembab sehingga melemahkan interaksi khemis dan fisikal antara dentin yang terdemineralisasi dengan dentin yang lembab (Mauro dkk., 2009).

Permukaan kontak restorasi dengan dentin dapat mengindikasikan kemampuan beberapa bahan yang berbeda dalam mencegah perkembangan karies setelah dilakukan restorasi dan sensitifitas pasca perawatan sebagai akibat dari kebocoran mikro pada permukaan tersebut. Penggunaan bahan restoratif adhesif yang memiliki kemampuan penutupan yang baik disertai pelepasan fluor dapat menurunkan dan mencegah komplikasi yang dapat terjadi akibat infilitrasi daerah marginal. Semen ionomer merupakan bahan potensial yang diletakkan pada daerah tersebut untuk memperoleh adhesi dari interaksi khemis dengan dentin. SIK dapat memberikan penutupan yang optimal dan melindungi restorasi dari infiltrasi marginal. Kemampuan pelepasan fluor SIK dapat membantu mengendalikan perkembangan karies rekuren dan patologi pulpa yang dapat menggagalkan perawatan restoratif dalam waktu yang singkat (Mauro dkk., 2009).

Kekuatan ikatan dari SIKMR terhadap dentin umumnya lebih baik dibandingkan dengan SIK konvensional (Gambar 2.3). Ikatan terhadap dentin superfisial lebih kuat dibandingkan dengan dentin bagian dalam. Mekanisme ikatan SIKMR berupa interaksi ionik antara semen dengan permukaan dentin (Gambar 2.4)


(44)

dan interlocking mikromekanikal polimer dengan substrat gigi yang telah diberi asam poliakrilat (Patel, 2012).

Umumnya, SIKMR memiliki retensi yang baik. Selain itu, sensitifitas pasca perawatan dan karies sekunder tidak menjadi hal yang perlu dikhawatirkan pada penggunaan SIKMR. Namun, sifat permukaan SIKMR, stabilitas warna dan karakteristik marginal tidak selalu baik.

Gambar 2.3. Gambaran SEM (x 3000) permukaan antara FujiFil LC dan dentin. Terlihat adanya lapisan yang terdiri dari campuran primer dan matriks semen dengan ketebalan 2-3 mikron di atas dentin (Yamada, 2012).

Gambar 2.4. Gambaran SEM (x 20000) permukaan antara FujiFil LC dan dentin. Dapat dilihat komponen matriks semen serta dentin yang saling berhubungan dan memiliki ketebalan kurang dari 0,5 mikrometer berupa lapisan nanohibrid superfisial pada permukan dentin (Yamada, 2012).


(45)

Penelitian menunjukkan bahwa smear layer pada preparasi kavitas dapat mempengaruhi ikatan antara SIKMR dengan dentin. Jika lapisan ini tidak dibuang maka akan memicu kegagalan kohesif selama proses penyusutan akibat polimerisasi, ekspansi termal serta kontraksi. Beberapa peneliti mengatakan bahwa kekuatan ikatan SIKMR akan lebih baik bila smear layer dibuang sebelum ditumpat dengan SIKMR. Namun, kekuatan ikatan SIKMR dilaporkan masih lebih rendah dibandingkan dengan bahan resin komposit (Patel, 2012).

SIK juga digunakan sebagai bahan dalam melakukan teknik sandwich. Teknik ini bukan teknik baru namun perlu dipopulerkan kembali menimbang ketidakmampuan beberapa bahan baru untuk berikatan dengan kuat ke permukaan dentin yang banyak dijumpai oleh klinisi. Pada awalnya, teknik sandwich menggunakan SIK namun SIKMR memiliki sifat mekanis yang amat baik dan kekuatan perekat terhadap dentin yang baik sehingga SIKMR juga digunakan dalam teknik ini (Liebenberg, 2005).

2.4 Kitosan

Kitosan (poly-β-1,4-glukosamin) merupakan biopolimer alami yang banyak di jumpai di alam setelah selulosa dan merupakan hasil N-diasetilisasi dari kitin. Kitin banyak terkandung pada hewan laut berkulit keras seperti udang, rajungan, kepiting, blangkas, serangga, moluska, dan dinding jamur seperti klas zygomycetes. Bahan ini pertama kali ditemukan oleh Rouget pada tahun 1859 (Gambar 2.5). Komposisi kitosan terdiri dari karbon, Hidrogen, dan Nitrogen (Tabel 2.1) serta dapat larut dalam


(46)

pelarut asam seperti asam asetat, asam formiat, asam laktat, asam sitrat dan asam hidroklorat. Kitosan tidak larut dalam air, alkali dan asam mineral encer kecuali dibawah kondisi tertentu yaitu dengan adanya sejumlah pelarut asam sehingga dapat larut dalam air, methanol, aseton dan campuran lainnya. Kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul dan derajat deasetilasi. Kitosan dalam bentuk terprotonisasi menunjukkan kerapatan muatan yang tinggi dan bersifat sebagai polielektrolit kationik dan sangat efektif berinteraksi dengan biomolekul bermuatan negatif dan biomolekul permukaan (Agusnar, 1997; Sugita dkk., 2009).

CHITIN CHITOSAN

Gambar 2.5. Struktur Bangun Kitin dan Kitosan (Petri dkk., 2007)

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Kitosan (Agusnar, 1997) Dalam persen (%)

Karbon (C) Hidrogen ( H) Nitrogen (N)

Kitosan 40,30 5,83 6,35


(47)

Kitosan memiliki sifat-sifat seperti biokompatibel dan biodegradble serta mucoadhesion dapat menjadi keuntungan bagi aplikasi biomedis. Lebih jauh lagi, kitosan dapat digunakan dalam formulasi cairan sebagai bahan antimikroba dan penstabil koloidal (Petri dkk., 2007).

Linden cit. Petri dkk. (2007) dijelaskan bahwa campuran polimer hidrogel terutama asam polikrilat dan logam garam serta kitosan, yang di bentuk secara langsung pada mikrochanel jaringan keras gigi dapat memperkuat ikatan mereka.

2.4.1 Kitosan Blangkas (Tachypleus gigas)

Berdasarkan viskositasnya, berat molekul kitosan terdiri atas tiga yaitu kitosan bermolekul rendah, kitosan bermolekul sedang dan kitosan bermolekul tinggi. Kitosan bermolekul rendah dengan berat molekul dibawah 400.000 Mv dan kitosan bermolekul sedang dengan berat molekul 400.000-800.000 Mv berasal dari hewan laut dengan cangkang atau kulit yang lunak misalnya udang, cumi-cumi dan rajungan. Kitosan dengan berat molekul 800.000-1.100.000 Mv biasanya berasal dari hewan laut bercangkang keras misalnya kepiting, kerang dan blangkas (Gambar 2.6) (Trimurni dkk., 2006).


(48)

Kitosan blangkas merupakan kitosan bermolekul tinggi yang dperoleh dari cangkang blangkas. Blangkas disebut juga dengan Horseshoe-crab. Kitosan blangkas yang diuji oleh Trimurni dkk. (2006) mempunyai derajat deastilisasi 84,20% dengan berat molekul 893.000 Mv. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa kitosan blangkas mempunyai berat molekul yang tinggi.

Pada penelitian tersebut juga dinyatakan bahwa kitosan blangkas yang mempunyai berat molekul tinggi dapat menstimulasi dentin reparatif dengan kemampuannya membentuk koagulum yang padat sebagai sub base membran yang memudahkan perlekatan sel-sel pulpa seperti dentinoblast untuk memudahkan migrasi dan proliferasi sel-sel pulpa dentinoblast.

Arnaud dkk. (2010) meneliti efek kitosan pada proses demineralisasi dan remineralisasi email gigi dihubungkan dengan keberadaan unsur fosfor. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kitosan berperan dalam proses remineralisasi dengan menghambat pelepasan fosfor dari email gigi.

2.4.2 Kitosan Nanopartikel

Dalam perkembangannya, kitosan dimodifikasi dalam bentuk magnetik Kitosan nanopartikel dengan ukuran partikelnya 100-400 nm untuk meningkatkan daya absorbsinya. Ukuran kitosan nanopartikel yang diukur dengan SEM adalah 180 nm (Hu dkk., 2006 cit. Sugita, 2009). Szeto dan Zhigang Hu cit. Siregar M (2009) menyiapkan kitosan nanopartikel dengan melarutkan kitosan dalam larutan asam lemah ditambahkan larutan yang bersifat basa, seperti amoniak, NaOH, atau KOH


(49)

distirer dengan kecepatan 300 rpm sehingga diperoleh gel kitosan putih dan dibilas dengan aquadest sampai netral kemudian ditempatkan dalam ultrasonic bath untuk memecah partikel-partikel gel kitosan menjadi lebih kecil. Cheung cit. siregar (2009) menyiapkan kitosan nano dengan metode lain, yaitu dengan menambahkan larutan tripolipospat ke dalam larutan kitosan sehingga diperoleh emulsi kitosan sambil distirer dengan kecepatan 1200 rpm, dan ditambahkan asam asetat agar pH-nya 3,5 dengan hasil berupa suspen kitosan.

Lu E-Shi cit. Ningsih (2010) menyiapkan kitosan nanopartikel dengan menambahkan larutan tripolipospat (TPP) kedalam larutan suspensi kitosan yang dibuat dengan menambahkan asam asetat, kemudian distrier dengan kecepatan 1200 rpm terbentuk emulsi. Ada yang menyebutkan (Tiyaboonchai, 2003) kitosan nanopartikel dapat dipakai sebagai pembawa penyaluran obat karena stabilitasnya yang baik, rendah toksik, metode persiapannya sederhana, dan dapat mengikuti rute pemberian obat. Kitosan nanopartikel sebagai agen penyalur obat sangat bermanfaat karena kitosan nano merupakan biopolimer alam yang biokompatibel, dapat larut dalam air, dapat menyalurkan obat dalam bentuk makromolekul, mempunyai berat molekul yang bervariasi sehingga mudah dimodifikasi secara kimia, membantu absorpsi antara substrat dan membran sel, serta ukuran partikel nanonya memiliki efektivitas yang lebih baik.

Petri dkk. (2007) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa SIK yang dimodifikasi dengan kitosan molekul rendah menunjukkan penambahan 0,0044% berat kitosan dapat meningkatkan sifat mekanik seperti flexural strength dan


(50)

meningkatkan pelepasan ion fluor, penambahan 0,012% berat kitosan tidak memiliki efek yang terlihat secara statistik, dan penambahan 0,022% berat kitosan justru menurunkan sifat mekaniknya.

Henny dkk. (2013) melakukan penelitian dengan menambahkan kitosan molekul tinggi nano yang diperoleh dari blangkas (Tachypleus gigas) 0,015% berat kitosan pada SIKMR dan SIKMRn dan efeknya terhadap proliferasi sel. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan viabilitas sel yang signifikan pada SIKMR dan SIKMRn yang ditambahkan 0,015% berat kitosan nano dari blangkas.

2.5 Alat Uji

2.5.1 Scanning Electron Microscope (SEM)

SEM menjadi suatu alat yang dapat diandalkan dalam mengamati integritas marginal pada penelitian in vitro. SEM merupakan metode yang paling banyak dipakai dalam pemeriksaan permukaan ikatan yang dihasilkan oleh sistem adhesif terhadap substrat gigi (Soanca, 2011).

SEM merupakan jenis mikroskop elektron yang menggambarkan sampel dengan memindainya menggunakan pancaran elektron berenergi tinggi yang membentuk pola pindaian. Elektron akan berinteraksi dengan atom pada sampel dan menghasilkan sinyal yang mengandung informasi tentang topografi permukaan sampel, komposisi dan sifat lainnya seperti konduktifitas listrik. Jenis sinyal yang dihasilkan oleh SEM mencakup elektron sekunder (secondary electrons), elektron


(51)

yang memencar (back-scattered electrons), sinar X, cahaya (cathodoluminescence), elektron pada spesimen dan elektron yang ditransmisikan. Sinyal dihasilkan dari interaksi benturan elektron dengan atom pada atau didekat permukaan sampel. SEM dapat menghasilkan gambaran permukaan sampel dengan resolusi yang sangat tinggi dan dapat mengungkapkan detail berukuran kurang dari 1 nm. Gambaran sampel diambil secara digital dan akan ditampilkan pada layar monitor dan disimpan di dalam komputer. Pada Gambar 2.7 ditampilkan skema bagian-bagian dari SEM (Radiological and Evironmental Management, 2010).

Pembesaran pada SEM dapat dikendalikan mulai dari 10 sampai 500.000 kali. SEM memiliki kondenser dan lensa objektif yang berfungsi memfokuskan sinar kepada suatu tempat dan bukan menggambar keseluruhan spesimen (Materials Evaluation and Engineering, 2009).

Spesimen yang akan digambar oleh SEM harus dapat mengalirkan listrik (electrically conductive). Spesimen yang terbuat dari metal hanya memerlukan sedikit tindakan preparasi untuk digambar oleh SEM. Tetapi bagi spesimen yang tidak dapat mengantarkan listrik harus dilapisi (coating) dengan suatu zat yang bersifat sebagai konduktor. Pelapis yang biasa digunakan adalah emas, aloi emas/paladium, platinum, osmium, iridium, tungsten, chromium dan graphite (MEE, 2009; REM, 2010).

Sinar elektron dihasilkan pada bagian atas mikroskop oleh elektron gun. Elektron akan mengikuti jalur vertikal melalui mikroskop, yang tetap dalam keadaan vakum. Sinar melewati area elektromagnetik dan lensa, yang memfokuskan sinar turun ke arah sampel. Ketika sinar mengenai sampel, elektron dan sinar x akan


(52)

dikeluarkan dari sampel. Detektor akan mengumpulkan sinar x, backscattered elektron, dan elektron sekunder. Detektor akan merubahnya menjadi sinyal yang menghasilkan gambaran dan selanjutnya ditampilkan pada layar monitor (MEE, 2009; REM, 2010).

Gambar 2.7. Cara Kerja SEM (Radiological and Evironmental Management, 2010)

2.5.2 Energy Dispersive X-ray (EDX)

Energy Dispersive X-ray (EDX) merupakan teknik mikroanalisis kimia yang digabungkan dengan SEM. EDX merupakan suatu alat yang dapat mendeteksi sinar x yang keluar dari sampel selama pemaparan pancaran elektron untuk mengkarakteristikkan komposisi kimia dari sampel yang dianalisa. Sistem ini terdiri dari tiga komponen utama, yaitu detektor sinar x yang dipisahkan dari ruang SEM dengan jendela polimer yang sangat tipis, untaian pengolahan getaran yang


(53)

menentukan energi sinar x yang dideteksi, dan peralatan analisa yang menginterpretasikan data sinar x dan menampilkannya pada layar komputer. Alat ini dikendalikan oleh suatu program Windows-based user interface (UI) yang dinamakan Genesis. Program ini terletak di dalam komputer EDX (MEE, 2009).

Informasi analisa yang dapat diperoleh adalah analisa kualitatif, analisa kuantitatif, pemetaan elemen dan analisa profil garis. Untuk analisa kualitatif, nilai energi sinar x sampel dari spektrum EDS dibandingkan dengan karakteristik energi sinar x yang sudah diketahui untuk mendapatkan elemen yang terdapat pada sampel. Hasil kuantitatif dapat diperoleh dari hitungan sinar x relatif pada karakteristik tingkat energi dari komponen sampel (MEE, 2009).

Russ (1984) menyatakan bahwa spektrum EDX ditampilkan secara digital membentuk sumbu x yang menggambarkan energi sinar x dan sumbu y menggambarkan intensitas (Gambar 2.8).


(54)

Perkembangan material yang baru di dalam dunia kedokteran gigi serta teknik-teknik alternatif untuk melakukan restorasi gigi dianggap saling berkaitan satu sama lain untuk mendapatkan ikatan yang optimal antara gigi dan bahan restorasi (Souza-Gabriel dkk., 2012). Kunci untuk memahami proses perbaikan dentin secara keseluruhan harus mencapai tingkat molekular agar dapat dikembangkan bahan ataupun prosedur yang dapat merangsang perbaikan dentin (Ferracane dkk., 2010).

2.6 Landasan Teori

+ SIK

SIKMRn+ Kitosan blangkas Nanopartikel

Anti bakteri >>>

ART

SIKMR SIKMRn

Kitosan Blangkas

Nanopartikel 0,015 berat Remineralisasi Email >>>

Proliferasi sel >>>

Proliferasi sel odontoblas >>> SIKMRn+

Kitosan blangkas Nanopartikel


(55)

2.7 Kerangka Konsep ? + ? + Berdasarkan bagan di atas, dapat dijelaskan bahwa pada kavitas yang dalam dapat diberikan SIKMR ataupun SIKMRn. SIKMR memiliki gugus polyacrilic acid (PAA) sedangkan kitosan mempunyai gugus amin yang mampu mengikat partikel hidroksil dan gugus karboksilat dari PAA oleh ikatan hidrogen. Ikatan yang dibentuk oleh kitosan dan PAA di sekitar partikel anorganik dapat mengurangi tegangan pada permukaan antar komponen SIKMR (Petri dkk., 2007). Selain itu, gugus amino dan hidroksil yang saling terikat juga berperan seabagi amino pengganti (Trimurni dkk., 2006).

Penelitian yang dilakukan Henny dkk. (2013) menunjukkan bahwa SIKMRn merupakan varian yang paling tinggi dalam menginduksi proliferasi sel. Hal ini disebabkan karena pada prinsip rekayasa jaringan, ukuran partikel material dapat mempengaruhi efek biologi, yaitu makin kecil ukuran partikel, makin luas permukaannya, sehingga makin meningkat pula interaksi material dan jaringan sekitarnya. Kavitas dalam SIKMR SIKMRn Kitosan

Nanopartikel Komposisi

Mikrostruktur

EDX

SEM Kitosan


(56)

Dengan penambahan kitosan nanopartikel pada SIKMR dan SIKMRn diperlukan untuk merekomendasikan penggunaan bahan restorasi yang dapat memberikan kekuatan ikatan terhadap dentin dengan melihat mikrostruktur dan komposisi dari gabungan bahan tersebut terhadap dentin yang dapat dilihat melalui SEM dan EDX.

2.8 Hipotesis Penelitian

Dari uraian diatas dapat dibuat hipotesa yaitu :

1. Ada perbedaan pada mikrostruktur dentin yang diaplikasikan SIKMR dan SIKMRn yang ditambahkan kitosan molekul nanopartikel.

2. Ada perbedaan pada komposisi kimia dari kombinasi SIKMR dan SIKMRn yang ditambahkan kitosan molekul tinggi pada dentin.


(57)

BAB 3

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dirancang untuk melihat efek penambahan kitosan nano dari blangkas pada SIKMR dan SIKMRn terhadap mikrostruktur dentin dan komposisi kimia dari kombinasi kedua bahan tersebut. Pada penelitian ini ditetapkan empat kelompok perlakuan yang masing-masing adalah gigi premolar dipapari dengan bahan SIKMR dan SIKMRn tanpa penambahan kitosan nano blangkas serta SIKMR dan SIKMRn yang telah ditambahkan kitosan nano dari blangkas, kemudian dilakukan pemeriksaan secara kualitatif dengan menggunakan SEM dan kuantitatif dengan menggunakan EDX.

3.1 Desain Penelitian

Rancangan Penelitian : Post Test Only Group Design. Jenis Penelitian : Eksperimental laboratorium.

3.2 Tempat dan Waktu

Tempat: 1. Departemen Konservasi Fakultas Kedokteran Gigi USU 2. Laboratorium pusat penelitian FMIPA USU

3. Laboratorium Departemen Mineral Fakultas Science Bahan dan Mineral University of Sains Malaysia, Nibong Tebal Penang, Malaysia


(58)

3.3 Sampel dan Besar Sampel Penelitian 3.3.1 Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah gigi premolar bawah yang tidak memiliki karies dan akan diekstraksi untuk kebutuhan ortodonti kemudian dilakukan preparasi kavitas klas satu serta diaplikasikan bahan coba SIKMR, SIKMRn, SIKMR dan SIKMRn yang ditambahkan kitosan nano blangkas.

Penelitian eksperimen dengan rancangan acak kelompok, berdasarkan jumlah minimal yang ditetapkan rumus Federer (1955), secara sederhana dirumuskan:

(t-1) (n-1) ≥ 15. .(4-1) (n-1)≥ 15n ≥6 ….

Keterangan : t = banyaknya kelompok perlakuan n = jumlah spesimen.

Besar sampel yang dipakai pada setiap kelompok perlakuan pada penelitian ini digenapkan menjadi enam sampel per kelompok. Penentuan persen berat kitosan pada penelitian ini didasarkan pada penelitian sebelumnya, dimana menggunakan SIK nano modifikasi kitosan bermolekul tinggi dan menggunakan kitosan dengan berat yang memberikan efek yang terlihat secara statistik, yaitu 0,015% berat.

Penelitian ini membagi kelompok perlakuan menjadi enam kelompok: 1. Kelompok I : 6 sampel gigi yang diaplikasikan SIKMR.

2. Kelompok II : 6 sampel gigi yang diaplikasikan SIKMRn.

3. Kelompok III :6 sampel gigi yang diaplikasikan modifikasi SIKMR dan kitosan nano dari blangkas sebanyak 0,015% berat.


(59)

4. Kelompok IV : 6 sampel gigi yang diaplikasikan modifikasi SIKMRn dan kitosan nano dari blangkas sebanyak 0,015% berat.

3.4 Variabel dan Defenisi Operasional 3.4.1 Variabel Penelitian

Varian SIK berupa:

3.4.1.1 Variabel Bebas

1. SIKMR. 2. SIKMRn.

3.Modifikasi SIKMR ditambahkan kitosan nano dari blangkas dengan 0,015% berat.

4.Modifikasi SIKMRn ditambahkan kitosan nano dari blangkas dengan 0,015% berat.

- Komposisi kimia

3.4.1.2 Variabel Terikat

- Mikrostruktur

1. Sterilisasi alat dan bahan coba

3.4.1.3 Variabel Terkendali

2. Sampel gigi yang digunakan  Gigi Premolar bawah 3. Perendaman gigi dalam saline sebelum dimulai perlakuan 4. Proses pembuatan kitosan blangkas


(60)

5. Ukuran preparasi sampel

6. Cara pengadukan (satu operator)

7. Jarak light cure ke permukaan bahan restorasi 8. Waktu pengadukan

9. Waktu pengerasan

10. Perbandingan berat kitosan dan SIKMR serta SIKMRn 11. Cara pencampuran SIKMR dan SIKMRn dengan kitosan 12. Penyimpanan sampel

1. Lama penyimpanan kitosan blangkas

3.4.1.4 Variabel Tidak Terkendali

2. Jangka waktu pencabutan gigi premolar mandibular sampai perlakuan 3. Hybrid layer yang terbentuk antara bahan restorasi dengan dentin 4. Kelembapan udara pada saat penyimpanan bahan uji.

3.4.2 Definisi Operasional

Definisi operasional, cara ukur, hasil ukur, dan alat ukur dari masing-masing variabel penelitian dapat dijelaskan pada Tabel 3.1


(61)

Tabel 3.1.DEFINISI OPERASIONAL, CARA, HASIL, DAN ALAT UKUR DARI VARIABEL BEBAS DAN TERGANTUNG DARI PENELITIAN

No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur

Hasil

Ukur Alat Ukur

1. Variabel bebas a. SIKMR

b. SIKMR + kitosan nano dari blangkas

c. SIKMRn

Jenis SIK yang dimodifi- kasi resin pada likuidnya dengan

2-hydroxyethylmethacrylate

(HEMA).(Vitrebond) Jenis SIK yang dimodifi- kasi resin pada likuidnya dengan

2-hydroxyethylmethacrylate

(HEMA) dan ditambah-kan dengan kitosan nano dari blangkas.

Jenis SIK modifikasi re-sin dengan ukuran parti-kel kaca nano (Ketac TM N100).Pengadukan pasta yang keluar dari dispense

sebanyak 2 klik selama 20 detik, kemudian pe- ngerasan dilakukan de-ngan penggunaan light cured selama 20 detik.

Sesuai aturan pabrik Sesuai aturan pabrik Dua klik pasta SIKMRn Nominal Nominal Nominal

1 sendok bubuk dan 1tetes likuid

1 sendok bubuk dan 1.tetes likuid

Perbandingan pasta 1 dan pasta 2 = 1:1

2.

d. SIKMRn + kitosan nanodari blangkas Variabel ter-gantung a. Komposisi kimia SIKMRn ditambahkan dengan kitosan nano dari blangkas.Pengadukan pasta yang keluar dari

dispense sebanyak 2 klik dengan penambahan gel kitosan nano sekaligus selama 20 detik, kemudi- an pengerasan dilakukan dengan penggunaan light cured selama 20 detik.

Unsur-unsur kimia yang terdapat dalam kombinasi SIKMR maupun SIKMRn yang ditambahkan kitosan Sesuai aturan pabrik wt % SIKMRn+ kitosan nano 0,015% berat Numerik Perbandingan pasta 1 dan pasta 2 = 1:1

Energy Dispersive X-ray


(62)

b. Mikrostruk-tur

blangkas nanopartikel Gambaran mikrostruktur pada kombinasi SIKMR maupun SIKMRn yang ditambahkan kitosan blangkas nanopartikel terhadap gigi berupa adaptasi marginal dan morfologi permukaan.

Sesuai SOP alat

- Scanning Electron Microscope (SEM)

3.5 Alat dan Bahan Penelitian 3.5.1 Alat penelitian

1. Masker dan sarung tangan 2. Wadah kaca tertutup 3. Gelas ukur (Pyrex®

4. Labu ukur ( Pyrex

, USA) ®

5. Jar Test (Aztec)

, USA)

6. Neraca analitik (Sartorius, Germany) untuk menimbang berat SIKMR dan SIKMRn dengan berat kitosan nano

7. Neraca elektrik (Chyo Balance, Japan) untuk menimbang serbuk kitosan yang akan dibuat menjadi kitosan nano dalam bentuk pasta

8. Kamera digital 9. Pinset

10. Spatula plastik 11. Instrumen plastis 12. Light curing


(63)

13. Lempengan kaca

14. Ultrasonic Bath (Kerry Fulsatron, Sonic, USA) 15. Kertas saring (Whatman®

16.Low speed micromotor bur dan semprotan air

, USA)

17.Tungsten carbide bur jenis round

18.Diamond bur berbentuk cakram

19.Scanning Electrone Microscope (SEM)

20.Energy Dispersive X-ray Spectrophotometry(EDX)

3.5.2 Bahan penelitian

Pada penelitian ini digunakan jenis SIK yang banyak digunakan oleh dokter gigi di Indonesia, yaitu Resin Modified Glass Ionomer Cement (Vitrebond 3M ESPE) dan Nano-ionomer restorative (Ketac N100 light cured) (Gambar 3.1). Bahan penelitian yang juga digunakan adalah :

1. Serbuk kitosan blangkas (Gambar 3.2) 2. Asam asetat 1%

3. Amoniak 4. Aqudest 5. Dental stone

6. Alumina suspension polishΦ 1 μ

7. Kertas pasir grit 2000


(64)

9. Spuit 3 cc

(a) (b)

Gambar 3.1. Bahan Penelitian yang akan Digunakan. (a).Vitrebond (3M ESPE, USA); (b).

Ketac™ N100 (3M ESPE USA)

Gambar 3.2. Serbuk Kitosan Blangkas (Laboratorium Penelitian FMIPA USU, Medan)

3.6 Prosedur Penelitian

3.6.1 Pembuatan Pasta Kitosan

Kitosan Pasta dibuat dengan melarutkan 1 gram kitosan dalam 50 ml larutan asam lemah (asam asetat 1%) lalu di aduk pada kecepatan 200 rpm sehingga diperoleh gel selama ± 30 menit. Kemudian larutan kitosan ditetesi dengan larutan amoniak sebanyak 20 tetes sambil diaduk (Szeto dan Zhigang Hu cit. Siregar M,


(65)

2009). Campuran larutan kitosan dengan larutan amoniak diaduk kembali dengan pengaduk selama ± 30 menit. Penambahan amoniak dilakukan agar permukaan larutan halus. Larutan yang telah membentuk pasta tersebut dimasukkan ke dalam

Ultrasonicbath untuk memecahkan partikel kitosan tersebut menjadi nano (Gambar 3.3). Selanjutnya disaring dan residunya dicuci dengan aquadest untuk menghilangkan bau amoniak. Hasil residu yang berbentuk pasta kitosan nano inilah yang akan ditambahkan ke dalam SIKMR dan SIKMRn (Gambar 3.4).

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

Gambar 3.3. Proses Pembuatan Pasta Kitosan. (a).Penambahan 50 ml larutan asam lemah

(asam asetat1%) pada1 gram kitosan blangkas; (b).Mixing speed dengan

kecepatan 200 rpm; (c). Pengadukan bahan ± 30 menit; (d).Penambahan

larutan amoniak sebanyak 20 tetes; (e).Dimasukkan dalam ultrasonic bath

untuk memecahkan partikel kitosan menjadi nanopartikel; (f).Penyaringan kitosan dan pencucian residu dengan aquadest


(66)

Gambar 3.4. Pasta Kitosan Nano dari Blangkas yang Siap Dipakai

3.6.2 Persiapan Sampel

Gigi premolar diukur dan ditandai dari cemento-enamel junction kearah koronal untuk menentukan luas preparasi kavitas (Gambar 3.5). Preparasi kavitas klas I dilakukan pada masing-masing gigi dan diaplikasikan bahan uji (Gambar 3.6). Gigi dibagi dua dengan menggunakan bur cakram dan semprotan air pada arah bukal dan lingual kemudian akar gigi dipotong. Bagian mahkota gigi yang sudah dibagi dua ditanam dalam mould spuit yang berisi dental stone dengan diameter 5 mm dan tinggi 3 mm. Setelah cetakan mengeras, cetakan dikeluarkan dari mould (Gambar 3.7).


(67)

(a) (b)

(c)

Gambar 3.6. Proses persiapan sampel. (a). Pengukuran luas preparasi kavitas; (b). Hasil preparasi kavitas Klas I; (c). Aplikasi bahan uji

(a) (b)

Gambar 3.7. Pemotongan sampel. (a). Preparasi sampel dengan menggunakan bur


(68)

3.6.3 Pembuatan Bahan Uji

Bahan uji dibuat dengan mengaduk pasta SIKMR sebanyak 0.44 gram dan pasta SIKMRn sebanyak 2 klik (0,44 gram). Kemudian pasta SIKMR ditambahkan kitosan nano sebanyak 0,015% berat. Pasta SIKMRn ditambahkan kitosan nano sebanyak 0,015% berat. Pengukuran berat pasta SIKMR dan SIKRMn dengan kitosan nano menggunakan neraca analitik empat digit (Gambar 3.8).

Pengadukan bahan uji ini mengunakan spatula plastik dilakukan selama ± 20 detik hingga membentuk campuran homogen, kemudian pasta diaplikasikan ke dentin dan sinari dengan light cure selama 20 detik.

Gambar 3.8. Neraca Analitik

3.6.4 Perlakuan dan Pengujian Sampel

Sampel diberi nomor 1 s/d 24 dan dibagi secara acak menjadi 4 kelompok sehingga setiap kelompok terdiri dari 6 sampel. Perlakuan untuk setiap kelompok adalah sebagai berikut:


(1)

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons Si

LSD

(I) Kelompok (J) Kelompok

Mean

Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

SIKMR SIKMRn -2.26167* .15584 .000 -2.5867 -1.9366

SIKMR + Kitosan -2.15500* .15584 .000 -2.4801 -1.8299 SIKMRn + Kitosan -4.40167* .15584 .000 -4.7267 -4.0766

SIKMRn SIKMR 2.26167* .15584 .000 1.9366 2.5867

SIKMR + Kitosan .10667 .15584 .502 -.2184 .4317 SIKMRn + Kitosan -2.14000* .15584 .000 -2.4651 -1.8149 SIKMR + Kitosan SIKMR 2.15500* .15584 .000 1.8299 2.4801

SIKMRn -.10667 .15584 .502 -.4317 .2184

SIKMRn + Kitosan -2.24667* .15584 .000 -2.5717 -1.9216 SIKMRn + Kitosan SIKMR 4.40167* .15584 .000 4.0766 4.7267

SIKMRn 2.14000* .15584 .000 1.8149 2.4651

SIKMR + Kitosan 2.24667* .15584 .000 1.9216 2.5717 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.

ONEWAY N BY Kelompok /STATISTICS DESCRIPTIVES HOMOGENEITY

/MISSING ANALYSIS /POSTHOC=LSD ALPHA(0.05).


(2)

Oneway

Descriptives N

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

SIKMR 6 24.4017 3.14210 1.28276 21.1042 27.6991 21.88 30.18 SIKMRn 6 22.8800 3.05259 1.24621 19.6765 26.0835 20.30 27.50 SIKMR +

Kitosan

6 22.0233 1.81696 .74177 20.1165 23.9301 20.09 25.24

SIKMRn + Kitosan

6 23.6583 2.30479 .94093 21.2396 26.0771 21.70 27.05

Total 24 23.2408 2.61956 .53472 22.1347 24.3470 20.09 30.18

Test of Homogeneity of Variances N

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.286 3 20 .306

ANOVA N

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 18.806 3 6.269 .902 .458

Within Groups 139.022 20 6.951


(3)

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons N

LSD

(I) Kelompok (J) Kelompok

Mean

Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

SIKMR SIKMRn 1.52167 1.52218 .329 -1.6535 4.6969

SIKMR + Kitosan 2.37833 1.52218 .134 -.7969 5.5535 SIKMRn + Kitosan .74333 1.52218 .631 -2.4319 3.9185

SIKMRn SIKMR -1.52167 1.52218 .329 -4.6969 1.6535

SIKMR + Kitosan .85667 1.52218 .580 -2.3185 4.0319 SIKMRn + Kitosan -.77833 1.52218 .615 -3.9535 2.3969 SIKMR + Kitosan SIKMR -2.37833 1.52218 .134 -5.5535 .7969

SIKMRn -.85667 1.52218 .580 -4.0319 2.3185

SIKMRn + Kitosan -1.63500 1.52218 .296 -4.8102 1.5402 SIKMRn + Kitosan SIKMR -.74333 1.52218 .631 -3.9185 2.4319

SIKMRn .77833 1.52218 .615 -2.3969 3.9535

SIKMR + Kitosan 1.63500 1.52218 .296 -1.5402 4.8102

ONEWAY P BY Kelompok /STATISTICS DESCRIPTIVES HOMOGENEITY

/MISSING ANALYSIS /POSTHOC=LSD ALPHA(0.05).

Oneway

Descriptives P

N Mean

Std. Deviation

Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

SIKMR 6 16.4867 2.01713 .82349 14.3698 18.6035 13.35 18.85 SIKMRn 6 16.7233 .69261 .28276 15.9965 17.4502 15.52 17.25


(4)

SIKMR + Kitosan

6 18.0767 1.24069 .50651 16.7746 19.3787 16.48 19.92

SIKMRn + Kitosan

6 17.0517 1.07620 .43936 15.9223 18.1811 15.74 18.93

Total 24 17.0846 1.39985 .28574 16.4935 17.6757 13.35 19.92

Test of Homogeneity of Variances P

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.950 3 20 .154

ANOVA P

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 8.840 3 2.947 1.627 .215

Within Groups 36.230 20 1.812

Total 45.070 23

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons P

LSD

(I) Kelompok (J) Kelompok

Mean

Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

SIKMR SIKMRn -.23667 .77707 .764 -1.8576 1.3843

SIKMR + Kitosan -1.59000 .77707 .054 -3.2109 .0309 SIKMRn + Kitosan -.56500 .77707 .476 -2.1859 1.0559

SIKMRn SIKMR .23667 .77707 .764 -1.3843 1.8576

SIKMR + Kitosan -1.35333 .77707 .097 -2.9743 .2676 SIKMRn + Kitosan -.32833 .77707 .677 -1.9493 1.2926


(5)

SIKMR + Kitosan SIKMR 1.59000 .77707 .054 -.0309 3.2109

SIKMRn 1.35333 .77707 .097 -.2676 2.9743

SIKMRn + Kitosan 1.02500 .77707 .202 -.5959 2.6459

SIKMRn + Kitosan SIKMR .56500 .77707 .476 -1.0559 2.1859

SIKMRn .32833 .77707 .677 -1.2926 1.9493

SIKMR + Kitosan -1.02500 .77707 .202 -2.6459 .5959

ONEWAY Ca BY Kelompok /STATISTICS DESCRIPTIVES HOMOGENEITY

/MISSING ANALYSIS /POSTHOC=LSD ALPHA(0.05).

Oneway

Descriptives Ca

N Mean Std. Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maxim

um Lower Bound Upper Bound

SIKMR 6 5.6433 .18554 .07575 5.4486 5.8381 5.48 5.93

SIKMRn 6 7.1800 .19839 .08099 6.9718 7.3882 7.03 7.57

SIKMR + Kitosan 6 6.5083 .37876 .15463 6.1109 6.9058 6.01 6.89 SIKMRn + Kitosan 6 8.3450 .57180 .23343 7.7449 8.9451 7.31 8.95

Total 24 6.9192 1.06539 .21747 6.4693 7.3690 5.48 8.95

Test of Homogeneity of Variances Ca

Levene Statistic df1 df2 Sig.


(6)

ANOVA Ca

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 23.385 3 7.795 57.297 .000

Within Groups 2.721 20 .136

Total 26.106 23

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons Ca

LSD

(I) Kelompok (J) Kelompok

Mean

Difference (I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

SIKMR SIKMRn -1.53667* .21295 .000 -1.9809 -1.0925

SIKMR + Kitosan -.86500* .21295 .001 -1.3092 -.4208 SIKMRn + Kitosan -2.70167* .21295 .000 -3.1459 -2.2575

SIKMRn SIKMR 1.53667* .21295 .000 1.0925 1.9809

SIKMR + Kitosan .67167* .21295 .005 .2275 1.1159 SIKMRn + Kitosan -1.16500* .21295 .000 -1.6092 -.7208

SIKMR + Kitosan SIKMR .86500* .21295 .001 .4208 1.3092

SIKMRn -.67167* .21295 .005 -1.1159 -.2275

SIKMRn + Kitosan -1.83667* .21295 .000 -2.2809 -1.3925 SIKMRn + Kitosan SIKMR 2.70167* .21295 .000 2.2575 3.1459

SIKMRn 1.16500* .21295 .000 .7208 1.6092

SIKMR + Kitosan 1.83667* .21295 .000 1.3925 2.2809 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Tindakan Irigasi Dengan Kitosan Blangkas (Tachypleus Gigas), Sodium Hipoklorit Dan Edta Terhadap Penyingkiran Smear Layer (Penelitian In Vitro)

8 107 128

Pengaruh penambahan kitosan nano dari blangkas terhadap compressive strength Semen Ionomer Kaca modifikasi resin nano ( In Vitro).

6 80 87

Pengaruh Penambahan Kitosan Nano dari Blangkas Terhadap Flexural Strength dari Semen Ionomer Kaca Modifikasi Resin pada Kavitas Klas II (Site 2 Size 2) Minimal Intervensi (In Vitro).

8 95 85

Efek Penambahan Kitosan Molekul Tinggi Nanopartikel Pada Abu Sekam Padi Nanopartikel Terhadap Viabilitas Sel Pulpa (In Vitro).

1 3 21

Efek Penambahan Kitosan Molekul Tinggi Nanopartikel Pada Abu Sekam Padi Nanopartikel Terhadap Viabilitas Sel Pulpa (In Vitro).

0 0 2

Efek Penambahan Kitosan Molekul Tinggi Nanopartikel Pada Abu Sekam Padi Nanopartikel Terhadap Viabilitas Sel Pulpa (In Vitro).

0 2 9

Efek Penambahan Kitosan Molekul Tinggi Nanopartikel Pada Abu Sekam Padi Nanopartikel Terhadap Viabilitas Sel Pulpa (In Vitro).

2 3 29

Efek Penambahan Kitosan Blangkas (Tachypleus gigas) Nanopartikel Pada Varian Semen Ionomer Kaca Terhadap Mikrostruktur Dentin Dan Komposisi Kimia Melalui SEM-EDX (In vitro)

0 1 20

2.1 Smear Layer dalam Endodontik - Pengaruh Tindakan Irigasi Dengan Kitosan Blangkas (Tachypleus Gigas), Sodium Hipoklorit Dan Edta Terhadap Penyingkiran Smear Layer (Penelitian In Vitro)

0 1 18

PENGARUH TINDAKAN IRIGASI DENGAN KITOSAN BLANGKAS (Tachypleus gigas), SODIUM HIPOKLORIT DAN EDTA TERHADAP PENYINGKIRAN

0 0 15