4
1.2 Perumusan masalah
Pergantian nama yang dilakukan PT Sari Enesis terjadi pada tahun 2000. Fakta ini sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut. Seberapa besarkah pengaruh
pergantian merek Sari Puspa terhadap loyalitas konsumen dalam mengkonsumsi lotion
anti nyamuk?
1.3 Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh akibat perubahan merek Sari Puspa menjadi Soffell terhadap loyalitas konsumen dalam
melakukan keputusan pembelian.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi berbagai pihak, yaitu:
1. Bagi perusahaan.
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan bagi perusahaan untuk dijadikan sebagai landasan dalam mengambil keputusan
dan menentukan kebijakan selanjutnya. 2.
Bagi peneliti selanjutnya Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk menjadi
dasar acuan perbandingan dalam melakukan penelitian dimasa yang akan datang, khususnya penelitian yang berkaitan dengan perubahan merek dan
loyalitas konsumen.
Universitas Sumatera Utara
5 3.
Bagi peneliti Penelitian ini merupakan suatu kesempatan bagi peneliti untuk
menerapkan teori-teori dan literatur yang telah diperoleh selama perkuliahan. Penelitian ini juga memberikan kontribusi bagi pemikiran
untuk memperluas cakrawala berpikir dalam bidang pemasaran, khususnya yang berkaitan dengan perubahan merek terhadap loyalitas konsumen
dalam melakukan keputusan pembelian.
Universitas Sumatera Utara
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Defenisi Merek
Menurut UU Merek No.15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah “tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan
warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”. Sedangkan menurut
pendapat Kotler 2000, pengertian merek adalah suatu janji penjual untuk secara konsisten memberikan fitur, manfaat dan jasa tententu kepada pembeli, bukan
hanya sekedar simbol yang membedakan produk perusahaan tertentu dengan kompetitornya.
Definisi merek menurut American Marketing Association memiliki kesamaan dengan definisi menurut UU Merek No.15 Tahun 2001, yaitu lebih
menekankan merek sebagai identifier dan differentiator. Berdasarkan beberapa definisi di atas, secara teknis apabila seorang pemasar membuat nama, logo atau
simbol baru untuk sebuah produk baru, maka ia telah menciptakan sebuah merek. 2.1.2 Manfaat Merek
Menurut Keller dalam Tjiptono 2005, merek bermanfaat bagi produsen maupun konsumen. Bagi produsen merek berperan sebagai berikut :
1. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan
produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian sediaan dan pencatatan akuntansi.
Universitas Sumatera Utara
7 2.
Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik. Merek bisa mendapatkan perlindungan properti intelektual. Nama merek
bisa diproteksi melalui merek dagang terdaftar registered trademarks, proses pemanufakturan bisa dilindungi melalui hak paten, dan kemasan
bisa diproteksi melalui hak cipta copyrights dan desain. Hak-hak properti intelektual ini memberikan jaminan bahwa perusahaan dapat
berinvestasi dengan aman dalam merek yang dikembangkannya dan meraup manfaat dari saet bernilai tersebut.
3. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka
bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi di lain waktu. Loyalitas merek seperti ini menghasilkan predictability dan security
permintaan bagi perusahaan dan menciptakan hambatan masuk yang menyulitkan perusahaan lain untuk memasuki pasar.
4. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk
dari para pesaing. 5.
Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum, loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak
konsumen 6.
Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa datang.
Bagi konsumen, merek bisa memberikan beraneka macam nilai melalui sejumlah fungsi dan manfaat potensial. Keller dalam Tjiptono 2005 ada 7
manfaat merek bagi konsumen, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
8 1.
Sebagai identifikasi sumber produk 2.
Penetapan tanggung jawab pada pemanufaktur atau distributor tertentu
3. Pengurang risiko
4. Penekan biaya pencarian search costs internal dan eksternal
5. Janji atau ikatan khusus dengan produsen
6. Alat simbolis yang memproyeksikan citra diri
7. Signal kualitas
Sedangkan menurut Kapferer dalam Tjiptono 2005, fungsi potensial sebuah
merek meliputi
identifikasi, praktikalitas,
garansi, optimisasi,
karakterisasi, kontinuitas, hedonistic, dan fungsi etis. Seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 2.1 Fungsi Merek
No. FUNGSI
MANFAAT BAGI PELANGGAN
1. Identifikasi
Bisa dilihat dengan jelas; memberikan makna bagi produk; gampang mengidentifikasi
produk yang dibutuhkan atau dicari.
2. Praktikalitas
Memfasilitasi penghematan
waktu dan
energy melalui pembelian ulang identik dan loyalitas.
3. Jaminan
Memberikan jaminan bagi konsumen bahwa mereka bisa mendapatkan kualitas yang sama
sekalipun pembelian dilakukan pada waktu dan di tempat berbeda.
Universitas Sumatera Utara
9 No.
FUNGSI MANFAAT BAGI PELANGGAN
4. Optimisasi
Memberikan kepastian bahwa konsumen dapat membeli alternatif terbaik dalam
kategori produk tertentu dan pilihan terbaik untuk tujuan spesifik.
5. Karakterisasi
Mendapatkan informasi mengenai citra diri konsumen atau citra yang ditampilkannya
kepada orang lain.
6 Kontinuitas
Kepuasan terwujud melalui familiaritas dan intimasi dengna merek yang telah digunakan
atau dikonsumsi pelanggan selama bertahun- tahun.
7 Hedonistik
Kepuasan terkait dengan daya tarik merek, logo, dan komunikasinya
8. Etis
Kepuasan berkaitan
dengan perilaku
bertanggung-jawab merek
bersangkutan dalam hubungannya dengan masyarakat.
Sumber : Kapferer dalam Tjiptono,2005
2.1.3 Interpretasi merek
Istilah “merek” sebenarnya memiliki banyak interpretasi dan tidak mudah membedakannya dengan “produk” dan “marketing offering”. Profesor
Brand Marketing dari University of Birmingham, Leslie de Chernatony 2001-
2003 mengidentifikasi setidaknya ada 14 interpretasi terhadap merek, yang dikelompokkan menjadi tiga kategori : interpretasi berbasis input branding
dipandang sebagai cara para manajer mengalokasikan sumber dayanya dalam Lanjutan
Universitas Sumatera Utara
10 rangka meyakinkan konsumen, interpretasi berbasis output interpretasi dan
pertimbangan konsumen terhadap kemampuan merek memberikan nilai tambah bagi mereka, dan interpretasi berbasis waktu menekankan branding sebagai
proses yang berlangsung terus-menerus. Ketiga kategori ini kemudian dijabarkan menjadi 14 macam interpretasi, yakni merek sebagai logo, instrumen hukum,
perusahaan shorthand, risk reducer, positioning, kepribadian, serangkaian nilai, visi, penambah nilai, identitas, citra, relasi, dan evolving entity.
Tabel 2.2 Interpretasi Terhadap Merek
No .
INTERPRETASI DESKRIPSI
A. Perspektif Input 1.
Merek sebagai logo Merek didefinisikan sebagai “nama,
istilah, tanda, simbol atau desain, atau kombinasi di antaranya yang
dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang dan jasa dari satu penjual
atau
sekelompok penjual
dan membedakannya dari barang dan
jasa para pesaingnya” definisi American Marketing Association,
dikutip dalam Kotler, et al. 2004, p. 407.
Definisi ini
menekankan peranan merek sebagai identifier dan
differentiator. 2.
Merek sebagai instrumen Merek
mencerminkan hak
kepemilikan yang dilindungi secara hukum.
3. Merek sebagai perusahaan Merek
mempresentasikan perusahaan,
dimana nilai-nilai
korporat diperluas
ke berbagai
macam kategori produk. 4.
Merek sebagai shorthand Merek
memfasilitasi dan
mengakselerasi pemrosesan
informasi konsumen.
Universitas Sumatera Utara
11 No
INTERPRETASI DESKRIPSI
5. Merek sebagai penekan
risiko risk reducer Merek menekan persepsi konsumen
terhadap risiko misalnya, risiko kinerja,
risiko finansial,
risiko waktu, risiko sosial, dan risiko
psikologis 6.
Merek sebagai positioning
Merek diinterpretasikan
sebagai wahana
yang memungkinkan
pemiliknya untuk mengasosiasikan penawarannya
dengan manfaat
fungsional tertentu yang penting, bisa dikenali, dan dinilai penting
oleh para konsumen.
7. Merek
sebagai kepribadian
Merek memiliki
nilai-nilai emosional atau kepribadian yang
bisa sesuai
dengan citra
diri konsumen baik citra actual, citra
aspirasional, maupun
citra situasional.
8. Merek
sebagai serangkaian nilai
Merek memiliki serangkaian nilai yang mempengaruhi pilihan merek.
9. Merek sebagai visi
Merek merupakan visi para manajer senior dalam rangka membuat dunia
semakin baik. Dengan kata lain, merek mencerminkan apa yang ingin
diwujudkan dan ditawarkan oleh para
manajer senior
kepada masyarakat luas.
10. Merek sebagai penambah nilai
Merek merupakan manfaat ekstra fungsional dan emosional yang
ditambahkan pada produk atau jasa inti dan dipandang bernilai oleh
konsumen.
11. Merek sebagai identitas Merek memberikan makna pada
produk dan
menentukan identitasnya, baik dalam hal ruang
maupun waktu. Perspektif Output
12. Merek sebagai citra Merek
merupakan serangkaian
asosiasi yang dipersepsikan oleh individu sepanjang waktu, sebagai
hasil pengalaman langsung maupun tidak langsung atas sebuah merek.
Lanjutan
Universitas Sumatera Utara
12 No
INTERPRETASI DESKRIPSI
13. Merek sebagai relasi Oleh
karena merek
bisa dipersonifikasikan,
mak apara
pelanggan bisa
menjali relasi
dengannya. Merek
membantu pelanggan melegitimasi pandangan
atau pemikirannya terhadap dirinya sendiri.
Perspektif Waktu 14.
Merek sebagai
evolving entity Merek bertumbuh seiring perubahan
permintaan pelanggan
dan persaingan.
Akan tetapi,
yang berubah adalah peripheral values,
sementara core
values jarang
berubah.
Sumber : de Chernatony dalam Tjiptono 2005
2.1.4 Perubahan Merek Rebranding
Perubahan merek Rebranding berarti proses dimana organisasi melakukan perubahan terkait dengan cara produk dipasarkan dan didistribusikan
dengan menggunakan merek yang berbeda. Hal ini biasanya dilakukan dengan mengubah logo merek, nama merek, citra merek, strategi pemasaran atau strategi
periklanan, tapi tidak selalu demikian. Perubahan tersebut biasanya ditujukan untuk repositioning produk di pasar Donnelly dan Linton, 2009.
Pengertian rebranding adalah perubahan identitas, yang harus dilihat sebagai sebuah keputusan strategis dengan rencana yang matang.Daly dan
Moloney,2004. Rebranding dapat juga diartikan sebagai suatu proses pemberian nama brand baru atau identitas baru pada produk atau jasa yang sudah mapan
tanpa perubahan berarti dari manfaat yang ditawarkan oleh produk. Beberapa hal yang dapat menjadi motivasi dilakukannya rebranding,
antara lain adalah : Lanjutan
Universitas Sumatera Utara
13 1. Terjadi merger, akuisisi, divestasi yang memungkinkan merek, logo atau slogan
tidak lagi sesuai. 2. Pergeseran pasar yang dikarenakan tindakan pesaing, munculnya pesaing baru,
maupun perubahan kondisi ekonomi dan hukum. 3. Citra yang sudah kadaluarsa atau tidak sesuai lagi dengan perkembangan pasar.
4. Munculnya fokus dan visi baru bagi perusahaan. 5. Menjauhi perusahaan dari lingkup sosial dan moral dan untuk menampilkan
citra yang lebih bertanggung jawab sosial. Proses rebranding terdiri atas dua tipe, tipe pertama adalah apabila
dalam proses rebranding terjadi penggantian merek yang sudah mapan dengan merek yang baru seperti Sari Puspa menjadi Soffell dan National menjadi
Panasonic, sedangkan tipe kedua adalah apabila dalam proses rebranding terjadi suatu modifikasi dari merek yang sudah mapan seperti Coco Krispies menjadi
Coco Pops dan produk minuman Nestle Quik menjadi Nesquik.
2.1.5 Faktor Perubahan Merek
Hal ini berhubungan dengan latar belakang perusahaan yang ingin melakukan adaptasi agar lebih eksis terhadap perubahan lingkungan bisnis atau
untuk meningkatkan daya saing dalam era kompetitif. Beberapa hal yang biasanya menjadi dasar perubahan di antaranya:
1. Pergantian pemimpin
Pergantian pemimpin sering sekali juga diikuti dengan proses rebranding sebagai bentuk pemberitahuan pada publik internal dan eksternal akan
adanya kepemimpinan yang baru dalam perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
14 2.
Krisis image Image
sebagai bentuk persepsi eksternal terhadap aktivitas yang dijalankan oleh perusahaan seringkali harus diubah karena adanya krisis yang
dihadapi oleh perusahaan. Kasus korupsi 1,7 triliun yang dihadapi oleh BNI pada akhir tahun 2004 membuat pihak manajemen merasa perlu
melakukan rebranding sebagai upaya untuk menunjukkan kepada publik bahwa pihak manajemen telah melakukan perubahan dan lebih profesional
dalam melayani publik. 3.
Kejenuhan pasar Ada saat di mana pasar merasa jenuh dengan brand image yang diusung
sebuah produk atau perusahaan yang berdampak pada menurunnya penjualan. Oleh karena itu, perusahaan perlu melakukan penyegaran
dengan melakukan rebranding. 4. Visi baru perusahaan
Adanya keinginan untuk memunculkan satu nilai bersama dari beragam unit bisnis akan melahirkan sebuah visi baru. MedcoEnergi misalnya,
dengan beragam unit bisnis yang dimiliki dan beragam identitas visual serta sikap, merasa perlu memunculkan kesamaan sikap dan rasa
kebersamaan yang berdampak pada perlunya rebranding. Di tahap awal prosesnya rebranding MedcoEnergi berhubungan dengan perubahan dan
penyatuan identitas visual, penyeragaman sistem penamaan unit bisnis dan penyamaan common values tata nilai bersama.
Universitas Sumatera Utara
15
2.1.6 Hasil Perubahan Merek
Implementasi dari proses rebranding yang dijalankan oleh perusahaan biasanya berhubungan dengan tiga hal berikut:
1. Perubahan logo
Disebabkan karena logo lama dianggap sudah ketinggalan jaman atau terjadi kesalahan asosiasi brand. Apa yang dialami oleh PT Excelcomindo
di mana pelanggan lebih mengasosiasikan product brand Pro XL dengan company brand
PT Excelcomindo dikarenakan pihak manajemen terlalu menonjolkan product brand, sehingga pelanggan lebih mengetahui
product brand dari pada company brand dan menganggap product brand
sebagai company brand. Logo baru diharapkan bisa mengubah asosiasi yang keliru terhadap product brand dan company brand.
2. Refreshment
logo Pada prinsipnya tidak ada perubahan logo, tapi lebih dimaksudkan untuk
menyegarkan product brand atau company brand di benak pelanggan agar tetap menjadi top of mind. Di kalangan karyawan sendiri diharapkan
adanya kegairahan atau motivasi dalam bekerja sebagai wujud komitmen refreshment
logo yang dilakukan. Positioning perusahaan perlu ditegaskan kepada karyawan agar dampak dari refreshment yang dilakukan bisa
dirasakan oleh seluruh anggota perusahaan yang akan berimbas pada aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan dan akan dipersepsi oleh publik
perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
16 3. Perubahan visi
Visi perusahaan yang baru diharapkan akan lebih mampu beradaptasi terhadap lingkungan bisnis yang secara konstan akan terus berubah.
Indikator seperti perkembangan teknologi dan liberalisasi perdagangan harus dicermati agar perusahaan dapat senantiasa beradaptasi dengan baik.
Rebranding perusahaan dalam menyikapi perubahan ini seringkali akan
berimbas pada lahirnya visi perusahaan yang baru.
2.1.7 Definisi Loyalitas
Berikut definisi dari terjemahan loyalitas customer loyalty menurut beberapa ahli. Menurut Oliver 1997, antara lain : “Komitmen untuk bertahan
secara mendalam dengan melakukan pembelian ulang atau berlangganan kembali dengan produk atau jasa terpilih secara konsisten dimasa yang akan datang,
meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku”.
Sedangkan Griffin 1995, menyatakan pendapatnya tentang loyalitas pelanggan antara lain : “Konsep loyalitas lebih mengarah kepada prilaku
behaviour dibandingkan dengan sikap attitude dan seorang konsumen yang loyal akan memperlihatkan prilaku pembelian yang didefinisikan sebagai pembeli
yang teratur dan diperlihatkan sepanjang waktu oleh beberapa unit pembuatan
keputusan”. 2.1.8
Brand Loyalty
Brand loyalty loyalitas terhadap suatu merek didefinisikan sebagai
tingkat ketika konsumen memiliki sikap positif terhadap suatu merek, memiliki
Universitas Sumatera Utara
17 komitmen dan bermaksud untuk melanjutkan pembelian di masa yang akan
datang Mowen, 1995 dalam Griffin. Loyalitas merek merupakan ukuran kedekatan keterkaitan pelanggan
pada sebuah merek. Ukuran ini menggambarkan tentang mungkin tidaknya konsumen beralih ke merek lain, terutama jika merek tersebut mengalami
perubahan baik yang menyangkut harga ataupun atribut lainnya. Konsumen yang loyal pada umumnya akan melanjutkan penggunaan merek tersebut, walaupun
dihadapkan dengan banyak alternatif merek produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul. Beberapa fungsi yang dapat diberikan
oleh brand loyalty kepada perusahaan yaitu:
1. Mengurangi biaya pemasaran.
2. Meningkatkan perdagangan.
3. Menarik minat pelanggan baru.
4. Memberi waktu untuk merespon ancaman pesaing.
Branduality
Loyalitas konsumen terhadap merek terdiri dari lima kategori yang memiliki tingkatan loyalitas mulai dari yang paling rendah sampai tertinggi yang
membentuk piramida loyalitas merek. Adapun tingkatan loyalitas merek adalah : 1.
Konsumen yang berpindah-pindah Switcher Pembeli yang berada pada tingkat ini disebut sebagai pelanggan yang
berada pada tingkat paling dasar, dan juga sama sekali tidak loyal. Pembeli pada tingkat ini tidak mau terikat pada merek apa pun, karena karakteristik konsumen
yang berada pada kategori ini pada umumnya adalah mereka yang sensitif terhadap harga. Mereka menganggap bahwa suatu produk apa pun mereknya
Universitas Sumatera Utara
18 dianggap telah memadai serta hanya memiliki peranan yang kecil dalam
keputusan untuk membeli. 2.
Pembelian yang berdasarkan kebiasaan Habitual Buyer Pembeli yang berada pada tingkat ini, dikategorikan sebagai pembeli
yang puas dengan merek yang telah mereka konsumsi. Para pembeli tipe ini memilih merek hanya karena faktor kebiasaan. Karakteristik konsumen yang
termasuk dalam kategori ini adalah jarang untuk mengevaluasi merek lain. Sungkannya konsumen untuk berpindah ke merek lain lebih dikarenakan sikap
mereka yang pasif. 3.
Pembeli yang puas dengan biaya peralihan Satisfied Buyer Pembeli pada tingkat ini dikategorikan sebagai pembeli yang puas
dengan merek yang mereka konsumsi, namun demikian mungkin saja mereka memindahkan pembelian ke merek lain dengan menanggung switch cost yang
terkait dengan waktu, uang, manfaat, ataupun resiko kinerja yang melekat dengan tindakan mereka dalam peralihan merek.
4. Pembeli yang menyukai merek Liking the Brand
Pada tingkat ini, konsumen sungguh-sungguh menyukai merek. Pada tingkat ini dijumpai perasaan emosional yang terkait pada merek. Preferensi
mereka dilandaskan pada suatu asosiasi, seperti simbol, rangkaian pengalaman dalam menggunakan merek produk.
5. Pembeli yang setia Committed Buyer
Pada tingkatan ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek Bahkan merek sudah
Universitas Sumatera Utara
19 menjadi suatu hal yang sangat penting bagi mereka, baik karena fungsi
operasional maupun emosional dalam mengekspresikan jati diri. Salah satu aktualisasi loyalitas konsumen pada tingkat ini ditunjukan dengan tindakan
merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut pada pihak lain. Upaya perusahaan untuk meningkatkan ekuitas merek yang dimiliki dapat dijadikan
landasan dari program pemasaran yang sukses. Setiap perusahaan, apapun jenis usahanya, dipastikan selalu sangat bergantung dengan kesetiaan konsumen
terhadap merek.
Committed Buyer Liking the Brand
Satisfied Buyer Habitual Buyer
Switcher
Sumber : Aaker dalam Durianto 2004
Gambar 2.1 Piramida Brand Loyalty Loyalitas Merek
Menurut Griffin 1995, ada tujuh tahap loyalitas, yaitu :
1. Suspect
Meliputi semua orang yang mungkin akan membeli barang atau jasa perusahaan. Pada hal ini konsumen akan membeli tetapi belum mengetahui
mengenai perusahaan dan barang atau jasa yang ditawarkan.
Universitas Sumatera Utara
20 2.
Prospect Orang-orang yang memiliki kebutuhan barang atau jasa tertentu dan
mempunyai kemampuan untuk membelinya. Pada tahap ini konsumen belum melakukan pembelian, tetapi telah mengetahui keberadaan perusahaan dan barang
atau jasa yang ditawarkan, karena seseorang telah merekomendasikan barang atau jasa tersebut padanya.
3. Disqualified Prospect
Orang yang telah mengetahui barang atau jasa tertentu, tetapi tidak mempunyai kebutuhan akan barang atau jasa tersebut, atau tidak mempunyai
kemampuan untuk membeli barang atau jasa tersebut. 4.
First Time Customer Konsumen yang membeli untuk yang pertama kalinya. Pembelian ini
masih menjadi konsumen pembelian biasa dari barang atau jasa pesaing. 5.
Repeat Customer Konsumen yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua
kali atau lebih. Konsumen ini adalah yang melakukan pembelian atas produk yang sama sebanyak dua kali atau membeli dua macam produk yang berbeda dalam dua
kesempatan yang berbeda pula. 6.
Clients Membeli semua barang atau jasa yang ditawarkan yang mereka
butuhkan, hubungan dengan konsumen ini sudah kuat dan berlangsung lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh tarikan produk atau pelanggan pesaing.
Universitas Sumatera Utara
21 7.
Advocates Layaknya klien, advocates membeli seluruh barang atau jasa yang
ditawarkan dan dibutuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur. Sebagai tambahan, mereka mendorong orang luar untuk membeli barang atau jasa
tersebut. 8.
Partners Merupakan bentuk hubungan yang paling kuat antara pelanggan dengan
perusahaan dan berlangsung secara terus menerus karena kedua pihak melihatnya sebagai hubungan yang saling menguntungkan win-win solution.
Menurut Oliver 1997, ada empat tahap loyalitas antara lain : 1.
Loyalitas berdasarkan kesadaran Cognitive loyalty Pada tahap pertama loyalitas ini, informasi utama suatu produk atau jasa
menjadi faktor penentu, tahap ini berdasarkan pada kesadaran dan harapan konsumen. Namun bentuk kesetiaan ini kurang kuat karena konsumen mudah
beralih kepada produk atau jasa yang lain jika memberikan informasi yang lebih menarik.
2. Loyalitas berdasarkan pengaruh Affective loyalty
Pada tahap ini loyalitas mempunyai kedudukan pengaruh yang kuat baik dalam prilaku maupun sebagai komponen yang mempengaruhi kepuasan. Kondisi
sangat sulit dihilangkan karena kesetiaan sudah tertanam dalam pikiran konsumen bukan hanya sebagai kesadaran atau harapan.
3. Loyalitas berdasarkan komitmen Corative loyalty
Universitas Sumatera Utara
22 Tahap loyalitas ini mengandung komitmen perilaku yang tinggi untuk
melakukan pembelian produk atau jasa. Hasrat untuk melakukan pembelian ulang atau bersikap loyal merupakan tindakan yang dapat diantisipasi namun tidak
disadari. 4.
Loyalitas dalam bentuk tindakan Action loyalty Tahap ini merupakan tahap terakhir dari kesetiaan, pada tahap ini
diawali suatu keinginan yang disertai motivasi, selanjutnya diikuti oleh siapapun untuk bertindak dan keinginan untuk mengatasi seluruh hambatan untuk
melakukan tindakan.
Menurut Hill dalam Griffin 2005 membagi tahapan loyalitas pelanggan
menjadi enam tahap mulai dari suspect sampai pada tahap partner. Di bawah ini akan digambarkan mengenai piramida tahapan loyalitas pelanggan tersebut.
Profit Starts Here keuntungan dimulai disini
Gambar 2.2. Piramida tahap-tahap loyalitas pelanggan Sumber : Griffin 2005
Suspect Prospect
Customer Clients
Advocare Partner
Universitas Sumatera Utara
23
2.1.9 Loyalitas Konsumen
Oliver dalam Griffin 2005, mengungkapkan definisi loyalitas konsumen adalah sebagai berikut:
“ Customer loyalty is deefly held commitment to rebuy or repatronize a preferred product or service consistenly in the future,
despite situational influence and marketing efforts having the potential to cause switching behavior ”. Uraian definisi di atas menjelaskan bahwa loyalitas
konsumen adalah suatu komitmen dari konsumen untuk bertahan secara mendalam agar mengkonsumsi kembali atau melakukan pembelian ulang suatu
produk dan jasa yang terpilih secara konsisten dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk
menyebabkan perubahan perilaku. Menurut Sumarwan 2003, konsumen yang merasa puas terhadap
produk dan merek yang dikonsumsi atau dipakai akan membeli ulang produk tersebut. Jika pembelian ulang tersebut dilakukan secara terus-menerus, maka
inilah yang dikatakan sebagai loyalitas konsumen. Dick dan Basu dalam Tjiptono 2005, menyatakan bahwa ada empat
jenis loyalitas konsumen yang berbeda dan muncul apabila keterikatan rendah dan tinggi diklasifikasi silang dengan pola pembelian ulang yang rendah dan tinggi.
Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
24
Tabel 2.3 Keterikatan Relatif
Tinggi Rendah
Tinggi Loyalitas Premium
Loyalitas Tersembunyi Rendah
Loyalitas Lemah Tanpa Loyalitas
Sumber: Tjiptono 2005
1. Tanpa Loyalitas No Loyalty
Tanpa loyalitas terjadi bila tingkat keterikatan dan perilaku pembelian ulang konsumen yang sama-sama lemah, sehingga loyalitas tidak terbentuk. Ada dua
kemungkinan penyebab. Pertama, sikap yang lemah mendekati netral dapat terjadi jika suatu produk dan jasa baru diperkenalkan dan atau pemasarnya
tidak mampu mengkomunikasikan keunggulan unik produknya. Penyebab kedua berkaitan dengan dinamika pasar, dimana merek-merek yang
berkompetisi dipersepsikan serupa atau sama.
2. Loyalitas Lemah Spurious Loyalty
Tingkat keterikatan yang rendah bila digabung dengan perilaku pembelian berulang yang tinggi akan menghasilkan loyalitas lemah. Konsumen ini
biasanya membeli karena adanya faktor kebiasaan. Hal ini termasuk jenis pembelian ”karena konsumen selalu menggunakannya” atau ”karena sudah
terbiasa”. Pembeli ini merasakan tingkat kepuasan tertentu dengan perusahaan atau minimal tiada ketidakpuasan yang nyata. Loyalitas jenis ini paling umum
terjadi pada produk yang sering dibeli.
Universitas Sumatera Utara
25
3. Loyalitas Tersembunyi Latent Loyalty
Tingkat preferensi yang relatif tinggi bila digabung dengan perilaku pembelian berulang yang rendah akan menunjukan loyalitas tersembunyi. Bila konsumen
memiliki loyalitas tersembunyi, pengaruh situasi dan bukan pengaruh sikap yang akan menentukan pembelian berulang. Dengan memahami faktor situasi
yang berkontribusi pada loyalitas tersembunyi, perusahaan dapat menggunakan berbagai strategi untuk mengatasinya.
4. Loyalitas Premium Premium Loyalty
Loyalitas premium merupakan jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkan. Loyalitas ini terjadi bila ada tingkat keterikatan yang tinggi dan perilaku
pembelian berulang yang juga tinggi. Ini merupakan jenis loyalitas yang paling diharapkan oleh setiap perusahaan. Pada tingkat preferensi yang paling tinggi
tersebut, konsumen akan merasa bangga apabila mengkonsumsi atau menggunakan produk tertentu yang disertai dengan pola pembelian berulang
secara konsisten. Konsumen juga akan merasa senang dalam membagi pengetahuan tentang produk tersebut kepada rekan dan keluarga mereka.
2.2 Kerangka Konseptual
Teori penghubung antara perubahan merek dengan loyalitas konsumen
dikutip dari Rangkuti 2002
yang mengatakan: “Apabila konsumen beranggapan bahwa merek tertentu secara fisik berbeda dari merek pesaing, citra merek
tersebut akan melekat secara terus menerus sehingga dapat membentuk kesetiaan terhadap merek tertentu yang disebut dengan loyalitas merek”.
Universitas Sumatera Utara
26 Dalam banyak hal, sikap terhadap merek tertentu sering mempengaruhi
apakah konsumen akan loyal atau tidak. Persepsi yang baik dan kepercayaan konsumen akan suatu merek tertentu akan menciptakan minat beli konsumen dan
bahkan meningkatkan loyalitas konsumen terhadap produk tertentu. Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas maka dapat ditarik kerangka konseptual sebagai
berikut:
Sumber : Aaker 2003 data diolah
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual
Hubungan perubahan merek dengan loyalitas konsumen adalah dimana perubahan merek yang dilakukan disini bukan karena merek tersebut telah usang
dipasaran melainkan untuk menjadikan merek tersebut secara global , sehingga membuat kayakinan dan pengakuan kosumen terhadap merek tersebut semakin
meningkat, dengan meningkatnya keyakinan konsumen maka mereka akan loyal
terhadap merek tersebut. 2.3 Penelitian Terdahulu
Ulfathul Arzia 2007 melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Rebranding Terhadap Brand Equity Air Conditioner AC
PANASONIC”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui brand equity AC Panasonic dibandingkan merek AC lain pasca rebranding. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Brand Equity yang dimiliki AC Panasonic tergolong baik pasca rebranding.
Perubahan Merek X
Loyalitas Konsumen Y
Universitas Sumatera Utara
27
2.4 Hipotesis