Metode Bimbingan Agama Berdasarkan Klasifikasi Siswa

agama dalam aspek ceramah, sedangkan ruang belajar digunakan untuk kegiatan pemberian materi dalam bentuk iqra, fiqih, dan lain sebagainya.

C. Metode Bimbingan Agama Berdasarkan Klasifikasi Siswa

Klasifikasi ini penting untuk diteliti, sebagai gambaran awal tentang kondisi siswa- siswi tunarungu di PSBRW MELATI. Sehingga dengan mengetahui kondisi sesungguhnya, pola bimbingan agama pun dapat disesuaikan dan dibedakan antara satu kondisi dengan kondisi siswa lainnya. 1. Anak Asuh Kelas A Berdasarkan Jenis Kelamin No Jenis Kelamin Jumlah 1 Laki-laki 15 Orang 2 Perempuan 5 Orang 55 Dari data di atas, diketahui bahwa anak asuh Kelas A PSBRW MELATI di tahun 20072008 lebih banyak laki-laki daripada siswi perempuan. Keseluruhan anak asuh di PSBRW MELATI tahun 20072008 berjumlah 100 orang, dari 100 anak asuh itu anak laki-laki berjumlah 65 orang, dan anak asuh perempuan berjumlah 35 orang. Hal ini menunjukkan bahwa siswa laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Menurut informasi yang penulis dapati, hal ini terjadi karena orangtua yang memiliki anak tunarungu lebih banyak mendaftarkan anak laki-lakinya dari pada anak perempuan. Ini dikarenakan kebanyakan dari orang . . tua merasa anak perempuan lebih pantas berada di rumah, untuk membantu ibu mereka, dari pada berada di Panti. Di PSBRW MELATI, dalam proses bimbingan Agama, anak laki-laki dan anak perempuan disatukan dalam satu kelas, proses bimbingannya pun tidak dibedakan antara anak laki-laki dan anak perempuan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam proses bimbingan agama bagi anak tunarungu tidak dibatasi oleh gender. Hal ini berbeda dengan proses bimbingan keterampilan, dalam bimbingan ini anak laki-laki dan anak perempuan tidak disamakan, karena keterampilan yang harus dimiliki oleh mereka memiliki perbedaan-perbedaan. Dari sisi peraturan, setiap siswa memiliki pandangan beragam tentang peraturan yang ditetapkan oleh pembimbing di PSBRW MELATI. Menurut sebagian anak laki-laki aturan yang ada di PSBRW adakalanya menyenangkan dan adakalanya juga tidak menyenangkan. Menurut mereka, di antara peraturan yang tidak menyenangkan adalah dilarangnya setiap siswa dari PSBRW MELATI. Adapun peraturan yang mereka anggap menyenangkan adalah bolehnya siswa melakukan pacaran dengan anak asuh perempuan PSBRW MELATI. Pandangan laki-laki tersebut, sedikit berbeda dengan pandangan para siswi, sebagian anak perempuan lebih pasrah menerima segala peraturan dan mereka siap mengikuti semua peraturan yang ada. Dari sisi kebijakan dan peraturan yang ditetapkan panti terhadap anak asuh laki-laki dan perempuan sama, misalnya dalam hal kedisiplinan waktu, anak laki-laki dan perempuan semuanya wajib tepat waktu dalam semua kegiatan yang mereka ikuti. Oleh karena itu dari keseluruhan kebijakan yang ada di panti memang tidak dibedakan, agar tidak adanya kesenjangan sosial antara anak laki-laki dan perempuan. 56 2. Anak Asuh Berdasarkan usia No Usia Jumlah 1 18 7 2 19 3 3 20 3 4 21 2 5 22 1 6 23 2 7 24 1 8 25 1 57 Dari data di atas, diketahui bahwa anak tunarungu di PSBRW Melati berusia antara 18 sampai 25 tahun. Sebagian besar berusia 18 tahun, tentu saja secara normal usia antara 16-18 tahun adalah setingkat SMA. Namun tidaklah demikian dengan siswa yang penulis teliti, karena mereka adalah anak abnormal yang usianya berkisar antara 18 tahun sampai dengan 25 tahun. Secara umum, usia antara 18 tahun hingga 25 tahun seharusnya telah duduk di Perguruan Tinggi. Karena mereka anak abnormal maka siswa PSBRW cipayung jakarta timur ini perlu dibimbing, karena meskipun usia mereka sesuai 56 Wawancara pribadi dengan Ign Sri Wuwuh. Jakarta, 4 september 2008 - . . dengan anak yang duduk di SMA dan Perguruan Tinggi namun kemampuannya tidak sesuai dengan anak tingkat SMA secara umum. Meskipun usia mereka termasuk usia dewasa dini 58 dimana dewasa dini 17-22 tahun secara fisik, dan bentuk tubuhnya tampak seperti orang dewasa. Akan tetapi, secara mental mereka belum memiliki tanggung jawab penuh, terlebih secara ekonomi mereka masih sangat tergantung dari orangtuanya. Sedangkan mereka yang berusia 22-28 tahun, umumnya sudah menyelesaikan pendidikan formal, kemudian berkarir sesuai dengan minat bakat dan kemampuannya. 59 Secara keseluruhan usia anak asuh di PSBRW MELATI dibatasi, yaitu mulai usia 15 tahun hingga usia 35 tahun. Dalam hal ini, kepala panti beralasan bahwa usia 15-35 tahun adalah usia yang masih bisa berproduksi dan berkarir. 60 Memang pada prinsipnya alam membatasi usia reproduksi wanita hingga sekitar 40 tahun, 61 sedangkan untuk laki-laki tidak terbatas. Secara umum, sesungguhnya usia mereka sudah termasuk dalam kategori usia berkarir. Pada usia 30 keatas seharusnya mereka bisa membangun karirnya dan membentuk rumah tangga. 62 Maka itu dalam metode bimbingan Agama pun, tentunya disesuaikan dengan usia dan kemampuannya. Akan tetapi meskipun usianya sudah dewasa, 58 Hurlock membagi masa dewasa menjadi 3 fase, yaitu; 1. masa dewasa dini, dimulai umur 18 tahun sampai umur 40 tahun, 2. masa dewasa madya, dimulai umur 40 tahun sampai 60 tahun, 3. masa dewasa lanjut usia lansia, dimulai pasa umur 60 tahun sampai kematian. Lihat Kartini Kartono, Pengantar Psikologi Perkembangan, h. 39 59 Dariyo.A, Psikologi perkembangan dewasa muda, jakarta: Grasindo, 2003 60 Wawancara Pribadi dengan Ign Sri Wuwuh, Kepala Panti PSBRW Melati, pada tanggal 4 September 2008 61 Kristiono. “Manipulasi Jam Biologis.” Artikel diakses pada 20 maret 2009 dari http:www.kabarindonesia.com20080423 62 Dariyo, 2003 jika kemampuan dalam bidang agamanya masih rendah, maka yang diajarkan pun adalah materi yang sesuai dengan kemampuannya. 3. Klien berdasarkan kelompok No Kelompok Jumlah 1 A 20 2 B 20 3 C 60 63 Dari data di atas, diketahui bahwa Anak Asuh PSBRW Cipayung Jakarta Timur adalah kelas A sampai dengan kelas C, dan sebagian besar kelas C. Kelas C ini hampir setingkat dengan SD. Kelas C lebih banyak dibandingkan dengan kelas lain, karena memang kebanyakan dari mereka hanya lulusan SD atau tidak pernah sekolah sebelumnya. Pembagian kelompok ini memang diperlukan agar anak asuh mampu menerima materi yang sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka. Karena tingkat pendidikan menunjang kemampuan inteligensi mereka, sehingga pembimbing pun membedakan dalam hal materi yang disampaikan. Dari sisi tingkat kesulitan dalam proses bimbingan, dari ketiga kelompok ini, kelas C adalah kelas yang memiliki penanganan yang lebih berat, karena mayoritas mereka belum mengetahui apa-apa, sehingga pembimbing membutuhkan waktu yang lama untuk bisa mengajari mereka. Kegiatan diskusi dan tanya jawab antara pembimbing dengan anak asuh biasanya terjadi pada saat , 6 . 5 1 bimbingan mental berlangsung. Dan biasanya waktu ini juga digunakan oleh pembimbing untuk mengajarkan nilai-nilai Agama kepada siswa tunarungu. 4. Pekerjaan orang tua klien No Pekerjaan Orang Tua Jumlah 1 PNS 8 2 Pensiun 3 3 Wiraswasta 5 4 Petani 4 64 Sesungguhnya data di atas, tidak ada kaitannya secara langsung dengan proses bimbingan Agama, namun ada pepatah mengatakan bahwa; ‘buah tidak jauh dari pohonnya’. Maka itu, penulis menganggap penting untuk menganalisa sejauh mana pengaruh latar belakang orang tua terhadap bimbingan agama bagi anak-anaknya, khususnya sebelum mereka memasukkanya ke Panti. Dari data di atas, dapat diketahui bahwa mayoritas orang tua dari anak tunarungu PSBRW adalah PNS pegawai negeri sipil, artinya dari sisi ekonomi orang tua siswa PSBRW termasuk dari kalangan orang yang mampu, dengan kata lain termasuk pada golongan menengah ke atas. Dari beberapa pekerjaan orangtua di atas, intensitas kunjungan orangtua berbeda-beda. Anak asuh yang orang tuanya bekerja sebagai PNS intensitas kunjungannya lebih terkontrol dan lebih sering dibandingkan dengan orangtua , . 5 78 yang pekerjaannya pensiunan, wiraswasta, dan petani. Data ini penulis dapatkan dari buku kunjungan keluarga anak asuh. Orangtua yang menjalani pekerjaannya sebagai PNS memang terlihat lebih sering intensitas kunjungannya di PSBRW MELATI, karena mereka memiliki waktu luang yang luas dan materi yang cukup untuk mengunjungi anaknya di PSBRW MELATI. 65

D. Metode Bimbingan Agama