Peran Orang Tua Asuh dalam Mendukung Perkembangan Kemandirian Remaja Putus Sekolah di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Bambu Apus Jakarta Timur

(1)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

MAYGIE PRIAYUDANA NIM: 109054100018

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1435 H / 2014 M


(2)

(3)

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahw :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyartan memeperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah dicantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 22 Januari 2014

MAYGIE PRIAYUDANA 109054100018


(5)

i Jakarta Timur.

Anak atau remaja merupakan investasi bagi orang tua, bahkan merupakan potensi kesejahteraan serta aset bangsa di masa depan. Untuk mencetak generasi yang kelak dapat menjadi tulang punggung bangsa, persiapan sejak dini oleh orang tua melalui pemenuhan kebutuhan baik fisik, mental maupun sosial yang sesuai dengan masa tumbuh kembangnya, menjadi penting.Namun sayangnya, perbedaan tingkat sosial ekonomi membuat tidak semua keluarga mampu memenuhi kebutuhan anak, termasuk kebutuhan untuk mendapatkan pendidikan formal. Hal inilah yang kemudian berdampak munculnya fenomena putus sekolah pada anak dan remaja.

Sebagai instansi yang bertanggung jawab terhadap permasalahan remaja putus sekolah, Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Bambu Apus bertugas memberikan pelayanan sosial secara profesional. Dengan menggunakan sistem asuhan keluarga, para penerima manfaat di PSBR ditempatkan dalam satu rumah asuh yang terdiri dari orangtua asuh dan anak-anaknya. Dengan adanya orang tua asuh yang berrtugas sebagai pengganti orang tua kandung, diharapkan anak asuh dapat berkembang secara wajar, merasa nyaman dan memiliki sikap dan perilaku yang positif serta menjadi pribadi yang mandiri.

Atas dasar itu meneliti tentang peran orang tua asuh di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur menjadi penting bagi penelliti. Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif, dengan pendekatan penelitiannya adalah penelitian kualitatif, serta pemilihan subjek dan informan dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan melakukan wawancara terhadap empat penerima manfaat, tiga orang tua asuh, dan satu staff tata usaha PSBR Bambu Apus Jakarta timur.

Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh data bahwa : Pertama, pola pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua asuh kepada penerima manfaat adalah pola pengasuhan otoritatif. Dengan pola pengasuhan yang bersifat otoritatif dimana pola ini biasanya mengakibatkan perilaku anak yang kompeten secara sosial. Anak yang memiliki orang tua otoritatif sering kali ceria, bisa mengendalikan diri dan mandiri, dan beorientasi pada prestasi. Kedua, orang tua asuh sangat berperan dalam mendukung perkembangan kemandirian remaja putus sekolah di PSBR Bambu Apus, Jakarta Timur. Hal ini tentunya sejalan dengan visi PSBR Bambu Apus, Jakarta Timur yakni terwujudnya kemandirian remaja.


(6)

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah atas rahmat dan pertolongan Allah SWT sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Peran Orang Tua Asuh Dalam Mendukung Perkembangan Kemandirian Remaja Putus Sekolah Di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Bambu Apus Jakarta Timur.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini sulit untuk dapat terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Hambatan serta rintangan yang penulis hadapi juga tidak akan bisa penulis lewati tanpa adanya bimbingan dan motivasi dari orang-orang yang menyayangi dan berarti bagi penulis. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang memberikan kontribusinya baik material maupun spiritual khususnya kepada:

1. Kedua orangtuaku tercinta, Ayahanda Muryadi dan Ibunda Muinah serta kakak-kakaku yang telah memberikan motivasi, support serta do’a baik materil maupun imateriil dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

3. Ibu Siti Napsiyah, M.SW selaku Ketua Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

4. Bapak Ahmad Zaky, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan saran dan motivasi kepada penulis.

5. Ibu Artiarini Puspita A., M.Psi. sebagai pembimbing skripsi yang telah sangat sabar dan telah banyak memberikan ilmu dan saran serta semangat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Segenap bapak dan ibu dosen pengajar pada Jurusan Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan banyak ilmunya dan mengajar dengan sabar.

7. Ibu Dra. Sri Wahyuningsih selaku staf tata usaha dan orang tua asuh yang telah memberikan izin serta memberikan informasi kepada penulis untuk


(7)

iii

menerima dan memberikan informasi kepada penulis dalam melakukan penelitian.

9. Untuk Garis Keras (GK) UIN Jakarta dan para personil band The Parkiran UIN Jakarta terima kasih untuk segala bentuk dukungannya.

10. Teman-teman Kesejahteraan Sosial angkatan 2009 yang telah berbagi ilmu serta kakak-kakak senior dan adik-adik junior Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan semangat.

11. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah mendukung baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini.

Tidak ada yang dapat penulis berikan kepada orang-orang tersayang selain ucapan terima kasih dan seuntaian do’a. Semoga Allah SWT memberikan dan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Kritik dan saran sangat penulis harapkan dari berbagai pihak yang membaca skripsi ini. Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi para pembaca serta peneliti lainnya pada umumnya. Amin

Jakarta, 22 Januari 2013 Penulis,

Maygie Priayudana (109054100018)


(8)

iv DAFTAR ISI

ABSTRAK……… i

KATA PENGANTAR………. iii

DAFTAR ISI……… iv

DAFTAR BAGAN……….. viii

DAFTAR TABEL………... viii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………….………... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……….. 8

D. Metodologi Penelitian……… 9

E. Lokasi dan Waktu Penelitian……….. 10

F. Objek dan Subjek Penelitian………... 10

G. Teknik Pemilihan Informan……… 11

H. Sumber Data………... 11

I. Teknik Pengumpulan Data………. 12

J. Keabsahan Data……….. 14

K. Pedoman Penulisan Skripi………... 15

L. Tinjauan Pustaka……….. 15


(9)

v

B. Orang Tua Asuh……….……….. 20

1. Pengertian………. 20

2. Konsep Pengasuhan………. 21

3. Tujuan Pengasuhan……….. 21

4. Fungsi Pengasuhan……….. 22

C. Pola Asuh………. 22

1. Pengertian………... 22

2. Jenis-jenis Pola Asuh Orang Tua………... 23

3. Indikator Pola Asuh………... 25

D. Perkembangan Kemandirian Remaja………... 26

1. Pengertian Perkembangan ………. 26

2. Pengertian Kemandirian……….. 27

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian…………... 28

4. Aspek-aspek Kemandirian………... 30

5. Indikator Kemandirian………. 32

6. Pentingnya Kemandirian………. 34

E. Remaja……….. 36

1. Pengertian Remaja………... 36

2. Ciri-ciri Masa Remaja………. 38

3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja……… 40


(10)

vi

1. Pengertian Putus Sekolah……… 41

2. Penyebab Remaja Putus Sekolah... 42

BAB III GAMBARAN LEMBAGA……….. 46

A. Sejarah Berdirinya Panti………... 46

B. Visi dan misi Lembaga………. 46

C. Fungsi………... 47

D. Tugas……… 47

E. Program... 48

F. Ruang Lingkup Kegiatan Lembaga………. 48

G. Mekanisme Penerimaan………... 49

H. Staff dan Struktur Lembaga... 53

I. Profil Pegawai……….. 53

J. Deskripsi Pekerjaan……….. 54

K. Sarana dan Prasarana... 55

L. Kerjasama dan Layanan Lembaga... 56

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA... 57

A. Data Informan... 57

B. Pola Pengasuhan Orang Tua Asuh di PSBR Bambu Apus, Jakarta Timur... 61

C. Peran Orang Tua Asuh Dalam Mendukung Perkembangan Kemandirian Remaja Putus sekolah di PSBR Bambu Apus, Jakarta Timur... 67


(11)

vii

DAFTAR PUSTAKA……… 77 LAMPIRAN………... 80


(12)

viii

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Staff dan Struktur Lembaga 53

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pegawai PSBR 53

Tabel 2. Jabatan Pegawai PSBR 54

Tabel 3. Pangkat/Golongan 54

Tabel 4. Pendidikan Pegawai PSBR 54

Tabel 5. Sarana dan Prasarana Lembaga 56

Tabel 6. Penerima Manfaat 1 57

Tabel 7. Penerima Manfaat 2 58

Tabel 8. Penerima Manfaat 3 59

Tabel 9. Penerima Manfaat 4 60

Tabel 10. Informan Orang tua asuh dan staff tata usaha 61 Tabel 12. Kategori kemandirian yang berkembang pada infoman 72


(13)

1 A. Latar Belakang Masalah

Anak atau remaja merupakan investasi bagi orang tua, bahkan merupakan potensi kesejahteraan serta aset bangsa di masa depan. Untuk mencetak generasi yang kelak dapat menjadi tulang punggung bangsanya harus dipersiapan sejak dini oleh orang tua melalui pemenuhan kebutuhan baik fisik, mental maupun sosial yang sesuai dengan masa tumbuh kembangnya, menjadi penting. Merupakan tanggung jawab orang tua untuk memberikan kesejahteraan bagi anak sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 9:

                            

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”

Salah satu hak yang harus dipenuhi orang tua adalah hak akan pendidikan bagi anak. Dengan terpenuhinya hak akan pendidikan, anak dapat mengembangkan potensi-potensi dan bakat yang ada pada dirinya dan dapat bertumbuh kembang secara baik. Namun sayangnya, kondisi ekonomi masyarakat yang berbeda-beda membuat tidak semua keluarga memiliki kemampuan ekonomi yang memadai sehingga mampu memenuhi segala


(14)

2

kebutuhan anaknya. Keluarga dengan status sosial ekonomi menengah ke bawah harus merogoh kantong lebih dalam untuk memenuhi kebutuhan keluarga, termasuk dalam pemenuhan hak anak akan pendidikan. Ditambah dengan tingginya biaya pendidikan, semakin banyak keluarga yang tidak mampu membiayai sekolah sehingga akhirnya sang anak terpaksa mengalami putus sekolah.

Apresiasi Wahono menilai orang tua khususnya di Indonesia rata-rata sadar akan pentingnya pendidikan. Karenanya, penyebab mendasar anak putus sekolah bukanlah akibat kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan, melainkan akibat faktor ekonomi. Dengan kata lain, terdapat kaitan yang erat antara beban ekonomi masyarakat dengan kegiatan pendidikan anak. Kesulitan finansial seringkali membuat anak-anak yang harus membantu ekonomi keluarga pada akhirnya memiliki pendidikan yang terbengkalai, bahkan mengalami putus sekolah.1

Putus sekolah adalah proses berhentinya siswa secara terpaksa dari suatu lembaga pendidikan tempat dia belajar. Putus sekolah yang dimaksud disini adalah terlantarnya anak dari sebuah lembaga pendidikan formal, yang disebabkan oleh berbagai faktor. Jumlah anak putus sekolah di Indonesia meningkat dengan pesat pada tahun 2011 dibandingkan tahun 2010. Menurut United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization

(UNESCO), data terbaru menunjukkan bahwa 260,000 anak Indonesia putus

1

Wahono, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Cet. 3, Jakarta:


(15)

sekolah tahun 2011, peningkatan yang tajam dibandingkan angka 160,000 pada tahun 2010.2

Ketika seorang anak memasuki usia remaja, anak mengalami peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal sebagai masa storm and stress, dimana remaja telah memiliki

keinginan bebas untuk menentukan nasib diri sendiri. Kalau terarah dengan baik, maka ia akan menjadi seorang individu yang memilki rasa tanggung jawab, tetapi kalau tidak terbimbing, maka bisa menjadi seorang yang tak memiliki masa depan dengan baik.3

Dan ketika mereka mengalami putus sekolah maka mereka menjadi tidak terarah dengan baik, sehingga muncul berbagai masalah antara lain terlibat dalam kenakalan remaja, tawuran, minum-minuman, dan perkelahian, menjadi anak jalanan serta timbulnya perasaan minder dan rendah diri. Ketiadaan waktu khusus untuk mengikuti kegiatan belajar di sekolah membuat remaja putus sekolah lebih rentan masuk ke dalam pergaulan yang bebas. Mereka juga cenderung mudah terlibat interaksi dengan siapa saja, bahkan mungkin dengan pecandu narkoba. Ketiadaan aturan dan kesepakatan kemudian membuat remaja putus sekolah tidak lagi mau menerima masukan apapun, pulang semaunya, terlampau sering bermain, dan cenderung tidak memperhatikan norma kesusilaan dan norma agama. Tidak hanya itu, putus

2

ACDP INDONESIA, UNESCO: Semakin Banyak Anak Putus Sekolah di Indonesia. artikel diakses pada 23 oktober 2013

http://acdpindonesia.com/2013/06/10/unesco-semakin-banyak-anak-putus-sekolah-di-indonesia/

3

Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, Bogor: Ghalia Indonesia, 2004, h. 13


(16)

4

sekolah juga membuka ‘kran’ pengangguran dan menutup masa depan yang cerah bagi mereka yang mengalaminya.4

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dipahami bahwa remaja yang mengalami putus sekolah terlantar perlu mendapat perhatian dan penanganan. Menurut Pasal 1 Undang-Undang nomor 23 tahun 2002, “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasanya sesuai dengan minat dan bakatnya”5.

Berdasarkan undang-undang tersebut dapat dipahami bahwa remaja putus sekolah terlantar membutuhkan penanganan dan pelayanan sosial agar kelak tidak menimbulkan masalah bagi diri sendiri dan lingkungannya serta dapat mencapai kesejahteraan. Menurut Undang-Undang No.4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak. kesejahteraan anak merupakan “Suatu sistem kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun sosial”.6

Selain membantu pemenuhan kebutuhan baik dari segi fisik, mental dan sosial, bentuk perhatian yang juga diperlukan remaja putus sekolah adalah mendapatkan pengasuhan, perlindungan dan pendidikan sebagaimana hak yang dimiliki seorang anak. Dengan mendapatkan pendidikan dan pengasuhan yang baik, para remaja tersebut diharapkan dapat bersikap dan perilaku positif serta menjadi pribadi mandiri.

4

St Wardah Hanafie Das & Abdul Halik, Masalah Putus Sekolah dan Pengangguran Tinjauan Sosiologi Pendidikan.Artikel diakses pada 23 Oktober 2013dari http://abdulhalik11.blogspot.com/2011/10/masalah-putus-sekolah-danpengangguran.html.

5

Undang-undang No. 23 tahun 2002 Pasal 9 ayat 1. 6


(17)

Sebagai instansi yang bertanggung jawab terhadap permasalahan remaja putus sekolah terlantar, Kementerian Sosial RI mendirikan Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian Sosial RI yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial. PSBR bertugas memberikan pelayanan sosial secara profesional bagi remaja putus sekolah terlantar. Tujuan dari pelayanan sosial ini adalah agar mereka memiliki kemampuan dan kemandirian, serta dapat berkembang secara wajar ditengah masyarakat sehingga mereka dapat terampil dan aktif berpartisipasi dalam pembangunan.7

Dengan Visi “Terwujudnya Kemandirian Remaja”, PSBR Bambu Apus memberikan bimbingan dan pelayanan bersiat preventif, rehabilitatif dan promotif dalam bentuk bimbingan fisik, mental, sosial pelatihan keterampilan, resosialisasi serta bimbingan lanjut bagi remaja terlantar putus sekolah agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat. PSBR juga memfasilitasi penerima manfaat yang ingin ikut sekolah kejar paket SLTP dan SLTA agar dapat sekolah kembali dan mendapatkan ijazah sebagai modal untuk melamar pekerjaan.8

PSBR melakukan bimbingan dan pelayanan yang bersifat holistik dengan menggunakan sistem asuhan keluarga berbeda dengan sistem di panti sosial lain yang menggunakan asrama sebagai tempat tinggal dan tempat sosialisasi para penerima manfaat. Dengan keluarga asuh, setiap penerima

7

Profil PSBR Bambu Apus Jakarta Timur. Artikel diambil dari http://bambuapus.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=13

8


(18)

6

manfaat dikelompokan dan dan ditempatkan dalam satu rumah asuh yang terdiri dari orang tua asuh dan anak-anaknya. Mereka membaur sebagaimana layaknya anak dengan orangtuanya sendiri. Dengan demikian, orang tua asuh ini diharapkan dapat memberikan arahan dan bimbingan kepada remaja agar menjadi remaja yang mandiri.9

Dari sisi remaja penerima manfaat, mereka diharapkan dapat mengikuti pembinaan dengan baik. Penekanan yang dilakukan oleh lembaga PSBR bagi penerima manfaat adalah adanya perubahan sikap dan perilaku bagi remaja agar menjadi mandiri. Kemandirian itu sendiri merupakan salah satu tugas perkembangan remaja sehingga kegagalan dalam usaha mencapai kemandirian akan menimbulkan kesulitan dalam sebagian besar bidang kehidupan. Dengan kata lain, untuk menjadi dewasa, kematangan fisik saja tidaklah cukup, seorang remaja harus matang secara sosial, salah satunya memiliki perilaku mandiri.10 Setelah keluar dari lembaga, remaja atau penerima manfaat diharapkan dapat bersikap lebih baik agar dapat diterima oleh masyarakat, dapat tumbuh dan berkembang secara wajar, serta dapat melaksanakan fungsinya sebagai anggota masyarakat yang mandiri, aktif dan produktif.

Atas dasar pemaparan tersebut, muncul ketartarikan peneliti untuk mengatahui bagaimana orang tua asuh berperan dalam mendukung perkembangan kemandirian bagi remaja putus sekolah di PSBR Bambu Apus

9

Profil PSBR Bambu Apus Jakarta Timur Tahun 2013 10

Yunni Rizkiani, Hubungan Antara Kemandirian Dengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Remaja,.Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007, h. 13


(19)

Jakarta Timur. Adapun, judul yang diangkat dalam penelitian ini adaah ”Peran Orang tua Asuh Dalam Mendukung Perkembangan Kemandirian Remaja Putus Sekolah Di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Bambu Apus, Jakarta Timur.”

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Untuk memfokuskan pembahasan maka penulis membatasi masalah pada peran orang tua asuh dalam mendukung perkembangan kemandirian remaja putus sekolah di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Bambu Apus, Jakarta Timur. Maka masalah yang akan diteliti akan dirumuskan sebagai berikut:

2. Perumusan Masalah

Sesuai dengan batasan masalah maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana pola pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua asuh di PSBR Bambu Apus?

b. Bagaimana peran orang tua asuh dalam mendukung perkembangan kemandirian remaja putus sekolah di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian


(20)

8

Sesuai dengan rumusan permasalahan maka tujuan penelitian skripsi ini adalah :

a. Untuk mengetahui pola asuh yang diterapkan orang tua asuh di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur

b. Untuk mengetahui bagaimana peran orang tua asuh dalam mendukung perkembangan kemandirian remaja putus sekolah di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur.

2. Manfaat penelitian

a. Manfaat Akademis

1) Untuk pengembangan ilmu pengetahuan diharapkan penelitian ini dapat menjadi tambahan referensi dan meningkatkan wawasan akademik dalam bidang kesejahteraan sosial.

2) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi PSBR Bambu Apus, Jakarta Timur dalam merancang dan memperbaiki program dan pelayanan yang sedang berjalan untuk kedepan yang lebih baik.

b. Manfaat praktis

1) Menginformasikan tentang peran orang tua asuh dalam mendukung perkembanga kemandirian remaja putus sekolah di PSBR Bambu Apus, Jakarta Timur.


(21)

2) Penelitian ini juga sebagai bahan pembelajaran untuk perlindungan bagi anak, khususnya anak remaja putus sekolah.

3) Penelitian ini juga memberikan pemahaman dan masukan untuk penelitian-penelitian lebih lanjut dan juga praktisi di lembaga.

D. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, yaitu metode penelitian yang dihasilkan dari suatu data-data yang dikumpulkan berupa kata-kata, dan merupakan suatu penelitian ilmiah. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang mengacu pada prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.11

2. Jenis penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang mencoba memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu.12

11

Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja

Rosda Karya, 2009), cet ke-26, h. 4. 12

Meely G.Tan, Masalah Perencanaan Penelitian dalam Koentjaraningrat (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. 1990), h. 9-30


(22)

10

Sesuai dengan jenis penelitian yang digunakan maka dalam penelitian ini akan digambarkan tentang bagaimana peran orang tua asuh dalam mendukung perkembangan kemandirian remaja putus sekolah di PSBR Bambu Apus, Jakarta Timur.

E. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Jl. PPA. Bambu Apus Jakarta Timur pada bulan Juni sampai dengan bulan November 2013.

F. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah PSBR Bambu Apus Jakarta Timur sebagai lembaga (organisasi) yang atributnya akan diteliti. Sedangkan objek penelitian adalah atribut dari sesuatu benda, orang, atau keadaan, yang menjadi pusat perhatian atau sasaran penelitian. Objek penelitian dalam skripsi ini adalah peran orang tua asuh dalam mendukung kemandirian remaja putus sekolah.


(23)

G. Teknik Pemilihan Informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Jadi, orang tersebut harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian.13

Teknik yang digunakan untuk penentuan informan dalam penelitian ini adalah teknik purposive(bertujuan), dimana informan dipilih berdasarkan

pertimbangan tertentu dan dianggap sebagai orang-orang yang tepat dalam memberikan informasi.14 Adapun yang penulis jadikan sebagai informan yaitu empat penerima manfaat atau anak asuh, tiga orang tua asuh dan satu staff tata usaha.

H. Sumber Data

Menurut Lofland dalam buku Metodologi Penelitian, sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman video/audio tapes, pengambilan foto atau film. Pencatatan sumber data utama

melalui wawancara atau pengamatan berperan serta merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar, dan bertanya.15

13

Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif(Bandung: PT Remaja

Rosda Karya, 2009), cet ke-26, h. 90. 14

Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial : Suatu teknik penelitian bidang kesejahteraan sosial dan ilmu sosial lainnya(Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. 2004), h. 63

15


(24)

12

Walaupun dikatakan bahwa sumber di luar kata dan tindakan merupakan sumber kedua, jelas hal itu tidak dapat diabaikan. Dilihat dari segi sumber data, bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip dan dokumen pribadi dan dokumen resmi.16

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini, maka peneliti menggunakan penelitian lapangan (field research). Sumber

data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua macam, yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data Primer yaitu data yang merupakan observasi dan wawancara

mendalam dengan penerima manfaat, orang tua asuh dan pegawai PSBR Bambu Apus Jakarta Timur.

2. Data Sekunder, yaitu data yang peneliti peroleh baik berupa dokumen,

arsip-arsip, atau catatan tertulis lainnya maupun gambar atau benda peninggalan yang berkaitan dengan penelitian

I. Teknik Pengumpulan Data 1. Wawancara

Wawancara atau interview adalah sebuah proses memperoleh

sebuah keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang

16


(25)

diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)

wawancara.17

Wawancara juga dapat dikatakan sebagai percakapan yang dilakukan dengan maksud dan tujuan tertentu untuk mendapatkan data serta informasi yang konkret dari hasil pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara.

Dalam wawancara penulis menggunakan waawancara terstruktur (structured interview) dengan melakukan tanya jawab terhadap penerima

manfaat di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur, orang tua asuh dan staff pegawai yang bekerja di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur.

2. Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.18 Observasi merupakan salah satu cara penelitian pada ilmu-ilmu sosial, cara ini bisa hemat biaya dan dapat dilakukan oleh seorang individu dengan menggunakan indera penglihatan yakni mata untuk melihat data dan menilai lingkungan yang dilihat.

Dalam hal ini penulis menggunakan observasi partisipasi pasif, yakni penulis mengamati, mendengarkan, dan menemukan jawaban, tetapi tidak terlibat dalam kegiatan yang dilakukan.

3. Dokumentasi

Yang dimaksud dengan dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang sumber data utamanya diperoleh melalui dokumen-dokumen,

17

Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, h. 9-10. 18

Dr. Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar. Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta : PT Bumi Aksara. 2000), cet. Ke-3, h. 54


(26)

14

data-data catatan peristiwa yang sudah berlalu, buku-buku, majalah-majalah dan literatur-literatur.19 Studi dokumentasi merupakan perlengkapan dari pengguna metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Adapun studi dokumentasi yang penulis teliti yakni berupa brosur profil lembaga, draft profil kepegawaian, dan

dokumen-dokumen terkait.

J. Keabsahan Data

Keabsahan data adalah data yang diperoleh, data yang telah teruji dan valid, dalam hal ini peneliti menulis keabsahan data diujikan lewat diskusi terhadap teman sejawat, referensi teori dan melihat realitas sosial serta tentang isu-isu yang sedang berkembang, oleh karena itu peneliti melakukan perbaikan-perbaikan untuk mendapatkan data-data yang relevan. Penulis menggunakan teknik triangulasi sumber. untuk mendapatkan data dari

sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama20.

Sebagai gambaran atas data yang telah dikumpulkan dari sumber yang berbeda sebagai cara perbandingan data yang didapat dari observasi dan wawancara. Penulis melakukan wawancara dari informan yang satu ke informan yang lain, dan melakukan wawancara terhadap hasil dari observasi.21

19

Arikunto Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta:

PT.Rineka Cipta, 1998), h. 73.

20

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D,(Bandung CV

Alvabeta, November 2009), Cet-ke 8, h. 241 21

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif,(Bandung CV Alvabeta, Agustus


(27)

K. Pedoman Penulisan Skripsi

Untuk tujuan mempermudah, teknik penulisan yang dilakukan dalam skripsi ini merujuk pada buku pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang disusun oleh tim UIN Jakarta Press. Cet. Ke 2

L. Tinjauan Pustaka

1. Peran Pendamping Dalam Membentuk Kemandirian Anak Terlantar di Yayasan Sayap Ibu yang ditulis oleh Lina Mardiana mahasiswa jurusan Kesejahteraan Sosial tahun 2013 Fakultas dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dimana isi skripsi tersebut berisikan tentang peran pendamping dalam membentuk kemandirian anak terlantar di yayasan sayap ibu.

2. Hubungan Antara Kemandirian Dengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Remaja yang ditulis oleh Yunni Rizkiani mahasiswa jurusan Psikologi Tahun 2007 Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi tersebut memfokuskan tentang bagaimana hubungan antara kemandirian dengan kemampuan memecahkan masalah pada remaja.

Sedangkan, judul skripsi ini adalah Peran orang tua asuh dalam Mendukung Perkembangan Kemandirian Remaja Putus Sekolah di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Bambu Apus Jakarta Timur.


(28)

16

Penelitian ini difokuskan pada analisis terkait peran orang tua asuh dalam mendukung perkembangan kemandirian remaja putus sekolah dan pola pengasuhan orang tua asuh di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur.

M. Sistematika Penulisan

Sistematika Penulisan ini terdiri dari lima bab, yang terdiri sebagai berikut: BAB I Pendahuluan,berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan

masalah, dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II Landasan Teori,mengemukakan teori-teori yang melandasi dan mendukung penelitian. Dimana dalam bab ini akan membahas tentang orang tua asuh, pola asuh orang tua, pengertian kemandirian, pengertian remaja, pengertian putus sekolah.

BAB III Gambaran Umum Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Bambu Apus Jakarta Timur, meliputi latar belakang berdirinya Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Bambu Apus, Jakarta Timur, Struktur organisasi, fungsi dan divisi yang bergerak di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Bambu Apus, Jakarta Timur.

BAB IV Temuan dan Analisis, merupakan bentuk analisa tentang pola asuh dan peran orang tua asuh dalam mendukung perkembangan kemandirian remaja putus sekolah di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Bambu Apus, Jakarta Timur.


(29)

BAB V Penutup, dalam hal ini akan ditarik beberapa kesimpulan dari pemikiran sebelumnya serta saran-saran sebagai bentuk hasil dari analisa dalam penelitian penulis.


(30)

18 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Peran

1. Pengertian Peran

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran adalah beberapa tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat dan harus dilaksanakan.1

Peran dan kedudukan tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain, tak ada peran tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peran. Sebagaimana halnya peran berasal dari kata peranan (role) merupakan aspek dinamis

kedudukan (status) apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya. Peran juga mempunyai dua arti yaitu setiap orang mempunyai macam-macam peran yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal itu sekaligus berarti bahwa peran menetukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat kepadanya.2

Pentingnya peran karena peran mengatur perilaku seseorang, peran menyebabkan seseorang pada batas-batas tertentu dapat meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain. Orang yang bersangkutan akan dapat

1

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h.667

2

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), h. 268.


(31)

menyesuaikan perilaku sendiri dengan perilaku orang-orang sekelompoknya.

Peran yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat yaitu (social-position) merupakan unsur statis yang lebih

banyak menunjuk pada fungsi, penyesuian diri dan sebagai masyarakat serta menjalankan suatu peran. Peran mungkin mencangkup tiga hal, yaitu :3

a. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan rangkaian peran-peran yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.

b. Peran adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

c. Peran juga dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

Dari penjelasan tersebut diatas terlihat suatu gambar bahwa yang dimaksud peran merupakan kewajiban-kewajiban dan keharusan-keharusan yang dilakukan sesorang karena kedudukannya di dalam status tertentu dalam suatu masyarakat atau lingkungan dimana dia berada.

3


(32)

20

B. Orang tua Asuh 1. Pengertian

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah orang tua asuh diartikan dengan “Orang yang membiayai (sekolah dan sebagainya) anak yang bukan anaknya sendirri atas dasar kemanusiaan”.4 Sedangkan dalam keputusan bersama Menteri Sosial, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Dan Menteri Agama Republik Indonesia Bab 1 Pasal 1 ayat (8) yang berbunyi: “Orang tua asuh adalah masyarakat, keluarga, dan perseorangan yang memberikan bantuan berupa biaya dan sarana kepada anak kurang mampu, anak cacat, dan anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil agar mereka dapat mengikuti pendidikan pada satuan pendidikan dasar dengan wajar dalam rangka wajib belajar”.5 Menurut Ary H Gunawan, orang tua asuh adalah “perorangan atau keluarga atau masyarakat yang bertindak selaku orang tua atau wali anak kurang mampu dengan memberikan bantuan biaya pendidikan atau sarana belajar, agar mereka dapat mengikuti pendidikan pada lembaga pendidikan tingkat dasar dalam rangka wajib belajar”.6

Berdasarkan beberapa definisi diatas, penulis menyimpulkan bahwa orang tua asuh adalah perorangan, keluarga, atau masyarakat yang mampu untuk siap menjadi orang tua wali bagi anak kurang mampu atau

4Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

(Jakarta: Balai Pustaka, 1999), Cet X, h. 706 5

Departemen Sosial RI, Keputusan Bersama Menteri Sosial, Menteri dalam Negeri, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Agama RI, (Jakarta: Departeman Sosial RI, 1997, h. 6

6

Ary H. Gunawan, Kebijakan-kebijakan Pendidikan din Indonesia, (Jakarta; Bumi Aksar, 1986), Cet. 1, h. 123


(33)

kurang beruntung dengan memberikan biaya dan sarana agar mereka dapat mengikuti pendidikan dasar dalam rangka wajib belajar. Dan dalam hal ini yang dimaksud dengan orang tua asuh di PSBR adalah orang dewasa yang berusia minimal 27 tahun dan atau sudah menikah yang secara sukarela serta memilik keterampilan dalam mengasuh seperti yang telah ditetapkan.

2. Konsep Pengasuhan

Konsep pengasuhan di PSBR Bambu Apus Jakarta yaitu: 7

a. Konsep pengasuhan di PSBR mencakup beberapa pengertian pokok, antara lain: pengasuhan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal, baik secara fisik, mental, maupun sosial.

b. Pengasuhan merupakan sebuah proses interaksi yang terus menerus antara orang tua dengan anak.

c. Pengasuhan adalah sebuah proses sosialisasi.

d. Sebagai sebuah proses interaksi dan sosialisasi proses pengasuhan tidak bisa dilepaskan dari sosial budaya dimana anak dibesarkan

3. Tujuan Pengasuhan

Pengasuhan di PSBR Bambu Apus Jakarta bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan ramah bagi pertumbuhan dan perkembangan anak agar dapat terpenuhi kebutuhan fisik (kehangatan,

7

Data diambil dari dokumen yang diberikan oleh PSBR Bambu Apus Jakarta Timur pada 13 September 2013


(34)

22

kebersihan, ketenangan, dan kepuasan), emosi (merasa dihargai, merasa dicintai, memperoleh kesempatan umtuk menentukan pilihan dan untuk mengetahui resikonya) dan sosial (tidak merasa terasing).8

4. Fungsi Pengasuhan

Pengasuhan di PSBR Bambu Apus Jakarta memeilikin fungsi sebagai pengganti orang tua biologis yang mana orang tua mempunyai peran utama untuk merawat, melindungi dan mengarahkan dalam setiap tahap perkembangan anak sehingga anak akan mampu bertanggung jawab dalam kehidupan pribadi dan sosialnya.9

C. Pola Asuh 1. Pengertian

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata pola berarti model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur yang tetap), sedangkan kata asuh mengandung arti menjaga, merawat, mendidik anak agar dapat berdiri sendiri.10Tarmudji mengatakan pola asuh orang tua adalah interaksi antara orang tua dengan anaknya selama mengadakan pengasuhan.11 Sedangkan

8

Data diambil dari dokumen yang diberikan oleh PSBR Bambu Apus Jakarta Timur pada 13 September 2013

9Data diambil dari dokumen yang diberikan oleh PSBR Bambu Apus Jakarta

Timur pada 13 September 2013 10

TIM Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar BahasaIndonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet. Ke-1, h. 692

11

Tarmudji, T. Hubungan pola asuh orang tua dengan agresifitas remaja. Artikel Diakses pada 3 Februari 2014 pada


(35)

menurut Singgih D. Gunarsa pola asuh adalah gambaran yang dipakai oleh orang tua untuk mengasuh (merawat, menjaga atau mendidik) anak.12

Dari beberapa pemaparan diatas, dapat penulis simpulkan bahwa pola asuh orang tua yaitu, tindakan atau sikap orang tua dalam berinteraksi kepada anaknya. Pengasuhan orang tua diharapkan dalam memberikan kedisiplinan terhadap anak, memberikan tanggapan yang sebenarnya agar anak merasa orang tuanya selalu memberikan perhatian yang positif terhadapnya.

2. Jenis - Jenis Pola Asuh Orang tua

Menurut Diana Baumrind ada 4 jenis pola pengasuhan orang tua, yaitu:13

a. Pengasuhan Otoritarian (Authoritarian Parenting)

Pengasuhan otoritarian ini adalah pola yang membatasi dan menghukum, dimana orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan orang tua dan menghormati pekerjaan dan upaya mereka. Batas dan kendali yang tegas diterapkan pada anak, dan sangat sedikit tawar-menawar verbal yang diperbolehkan. Pola ini bisa mengakibatkan prilaku anak yang tidak kompeten secara sosial. Anak yang memiliki orang tua otoriter sering kali tidak bahagia, ketakutan, minder ketika membandingkan diri dengan orang lain, tidak mampu

12

Singgih, Gunarsa. Psikologi Perkembangan. (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2000 ) h. 108-109

13


(36)

24

memulai aktivitas, dan memiliki kemampuan komunikasi yang lemah. Putra dari orang tua yang otoriter mungkin berperilaku agresif.

b. Pengasuhan Otoritatif (Authoritatif Parenting)

Pola ini mendorong anak untuk mandiri, namun masih menempatkan batas dan kendali pada tindakan mereka. Tindakan verbal memberi dan menerima dimungkinkan, dan orang tua bersikap hangat dan penyayang terhadap anak. Pola ini biasanya mengakibatkan perilaku anak yang kompeten secara sosial. Anak yang memiliki orang tua otoritatif sering kali ceria, bisa mengendalikan diri dan mandiri, dan beorientasi pada prestasi. Mereka cenderung mempertahankan hubungan yang ramah dengan teman sebaya, bekerja sama dengan orang dewasa, dan bisa mengatasi stres dengan baik. c. Pengasuhan Yang Mengabaikan (Neglectful Parenting)

Pola dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Anak yang memiliki orang tua yang mengabaikan merasa bahwa aspek lain kehidupan orang tua lebih penting daripada diri mereka. Anak-anak ini cenderung tidak memiliki kemampuan sosial dan banyak diantaranya memiliki kemampuan pengendalian diri yang buruk.

d. Pengasuhan Yang Menuruti (Indulgent Prenting)

Suatu pola dimana orang tua sangat terlibat penuh dengan anak tetapi tidak menaruh banyak tuntutan dan kontrol yang ketat pada mereka. Hasilnya, anak tidak pernah belajar mengendalikan


(37)

perilakunya sendiri dan selalu berharap mendapatkan keinginannya. Anak yang memiliki orang tua yang selalu menurutinya jarang belajar menghormati orang lain dan mengalami kesulitan untuk mengendalikan perilakunya. Mereka mungkin mendominasi, egosentris, tidak menuruti aturan, dan kesulitan dalam hubungan dengan teman sebaya.

3. Indikator Pola Asuh

Indikator dari pola asuh orang tua terhadap anaknya dapat dikelompokkan sebagai berikut:14

a. Pola asuh Yang Menuruti (Indulgent Prenting), antara lain mempunyai indikator:

1) Memberikan kebebasan kepada anak tanpa ada batasan dan aturan dari orang tua

2) Anak tidak mendapatkan hadiah ataupun pujian meski anak berperilaku sosial baik

3) Anak tidak mendapatkan hukuman meski anak melanggar peraturan

4) Orang tua kurang kontrol terhadap perilaku dan kegiatan anak sehari-hari

5) Orang tua hanya berperan sebagai pemberi fasilitas.

14

Singgih, Gunarsa. Psikologi Perkembangan. Jakarta, 2000. : PT BPK Gunung Mulia


(38)

26

b. Pola asuh otoritarian (Authoritarian Parenting), antara lain mempunyai indikator:

1) Orang tua menerapkan peraturan yang ketat

2) Tidak adanya kesempatan untuk mengemukakan pendapat 3) Segala peraturan yang dibuat harus dipatuhi oleh anak 4) Berorientasi pada hukuman (fisik maupun verbal) 5) Orang tua jarang memberikan hadiah ataupun pujian.

c. Pola asuh otoritatif (Authoritatif Parenting), antara lain mempunyai indikator:

1) Adanya kesempatan bagi anak untuk berpedapat 2) Hukuman diberikan akibat perilaku salah

3) Memberi pujian ataupun hadiah kepada perilaku yang benar

4) Orang tua membimbing dan mengarahkan tanpa memaksakan kehendak kepada anak

5) Orang tua memberi penjelasan secara rasional jika pendapat anak tidak sesuai

6) Orang tua mempunyai pandangan masa depan yang jelas terhadap anak.

D. Perkembangan Kemandirian Remaja 1. Pengertian Perkembangan

Perkembangan adalah proses yang berlangsung sejak konsepsi, lahir dan sesudahnya, dimana badan, otak, kemampuan dan tingkah laku


(39)

pada masa usia dini, anak-anak, dan dewasa menjadi lebih kompleks dan berlanjut dengan kematangan sepanjang hidup.15

Para ahli psikologi pada umumnya menunjuk pada pengertian perkembangan sebagai suatu proses perubahan yang bersifat progresif dan menyebabkan tercapainya kemampuan dan karakteristik psikis yang baru.16

Maka dengan kata lain dapat penulis disimpulkan bahwa sepanjang hidup kita merupakan suatu rangkaian proses yang terus berlanjut, proses tersebut meliputi perkembangan (development), pertumbuhan (growth)

serta kamatangan (maturation) baik fisik maupun psikis

2. Pengertian Kemandirian Remaja

Menurut Steinberg, kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah remaja tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan merupakan bagian yang mempengaruhi perkembangan kemandirian. Perubahan fisik yang terkait dengan pubertas mendorong remaja untuk tidak tergantung secara emosi dengan orang tua tetapi mengarah kepada teman sebaya. Selanjutnya, perubahan fisik mempengaruhi perubahan pada penampilan dan cara-cara individu berperilaku yang membuat remaja terlihat lebih

15

Soepalarto , Siti Aminah, Dr. SpS (K). Pendekatan Neurologi Pada Penilaian Perkembangan Anak. YKAI : 2008

16

Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik, Jakarta: Bumi Aksara, h. 11


(40)

28

matang sehingga orang tua mereka yakin untuk memberikan tanggung jawab pada mereka. Perubahan kognitif remaja menjadikan remaja tersebut mampu untuk membuat sebuah keputusan. Keputusan yang dibuatnya sendiri setelah mendengarkan pendapat dari orang-orang yang dianggap berkompeten untuk memberikan pendapat. Remaja juga akan mampu memberikan alasan dengan cara-cara yang lebih baik serta memprediksi akibat dari keputusannya. Perubahan peranan dan aktivitas sosial remaja terkait dengan munculnya masalah yang berhubungan dengan kebebasan. Untuk mencapai kebebasan yang remaja inginkan remaja diharapkan dapat meningkatkan rasa tanggungjawab, dapat membuat keputusan yang bebas dari pengaruh orang lain dan mengklarifikasi nilai-nilai personal.17

Berdasarkan pemaparan di atas, kemandirian remaja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan remaja untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya setelah remaja mengeksplorasi sekelilingnya. Hal ini mendorong remaja untuk tidak tergantung kepada orang tua secara emosi dan mengalihkannya pada teman sebaya, mampu membuat keputusan, bertanggungjawab dan tidak mudah dipengaruhi orang lain.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian

Sebagaiman aspek-aspek psikologis lainnya, kemandirian juga bukanlah murni sebuah bawaan semata yang melekat pada individu sejak

17

Nasution, Perkembangan Kemandirian Remaja, Artikel diakses pada 18 September 2013 dari http.repository.usu.ac.id/bitstream/


(41)

ia dilahirkan kedunia. Perkembangannya juga dipengaruhi oleh berbagai stimulasi yang datang dari lingkungannya.

Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan kemandirian, yaitu sebagai berikut18:

a. Gen atau keturunan orang tua.

Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak yang memilki kemandirian juga. Namun ada juga pendapat yang mengatakan sesungguhnya bukan sifat kemandirian orang tuanya itu yang menurun pada kepada anaknya, melainkan sifat orang tuanya muncul bersamaan dengan cara orang tua mendidiknya. b. Pola asuh orang tua.

Orang tua yang terlalu banyak melarang dan mengeluarkan kata “jangan” kepada anak tanpa disertai penjelasan yang rasional akan menghambat perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya orang tua yang menciptakan suasana aman dalam interaksi keluarganya akan mendorong kelancaran perkembangan motorik sang anak. Demikian juga, dengan orang tua yang sering membanding-bandingkan anak yang satu dengan yang ainnya juga akan berpengaruh kurang baik terhadap perkembangan kemandirian anak.

c. Sistem pendidikan disekolah.

Proses pendidikan disekolah yang tidak mengembangkan demokratisasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinasi

18

Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik, Jakarta: Bumi Aksara, h.118


(42)

30

tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirian remaja. Demikian juga, proses pendidikan yang banyak menekankan pentingnya pemberian sanksi atau hukuman juga dapat menghambat perkembangan kemandirian remaja. Sebaliknya, proses pendidikan yang lebih menekankan pentingnya penghargaan terhadap potensi anak, pemberian reward, dan penciptaan kompetisi yang positif akan

memperlancar perkembangan kemandirian remaja. d. Sistem kehidupan masyarakat.

Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hierarki struktur sosial, merasa kurang aman atau mencekam serta kurang menghargai manifestasi potensi remaja dalam kegiatan produktif dapat menghambat kelancaran perkembangan kemandirian remaja. Sebaliknya, lingkungan masyarakat yang aman, menghargai ekspektasi potensi remaja dalam bentuk kegiatan dan tidak berlaku hierarkis akan merangsang dan mendorong perkembangan kemandirian remaja.

4. Aspek-aspek Kemandirian

Steinberg mengemukakan bahwa aspek-aspek kemandirian meliputi: 19

a. Kemandirian Emosi (Emotional Autonomy)

19

Nasution, Perkembangan Kemandirian Remaja, Artikel diakses pada 18 September 2013 dari http repository.usu.ac.id/bitstream. h.177


(43)

Aspek emosional mengarah pada kemampuan remaja untuk mulai melepaskan diri secara emosi dengan orang tua dan mengalihkannya pada hubungan dengan teman sebaya. Tetapi bukan memutuskan hubungan dengan orang tua. Remaja yang mandiri secara emosional tidak membebankan pikiran orang tua meski dalam masalah. Remaja yang mandiri secara emosional tidak melihat orang tua mereka sebagai orang yang tahu atau menguasai segalanya. Remaja yang mandiri secara emosi dapat melihat serta berinteraksi dengan orang tua mereka sebagai orang-orang yang dapat mereka ajak untuk bertukar pikiran.

b. Kemandirian Perilaku (Behavioral Autonomy)

Aspek kemandirian perilaku merupakan kemampuan remaja untuk mandiri dalam membuat keputusanya sendiri dengan mempertimbangkan berbagai sudut pandang. Mereka mengatahui kepada siapa harus meminta nasehat dalam situasi yang berbeda-beda. Remaja mandiri tidak mudah dipengaruhi dan mampu mempertimbangkan terlebih dahulu nasehat yang diterima. Remaja yang mandiri secara perilaku akan terlihat lebih percaya diri dan memiliki harga diri yang lebih baik. Mereka yang mandiri secara perilaku tidak akan menunjukkan perilaku yang buruk atau semena-mena yang dapat menjatuhkan harga diri mereka.


(44)

32

c. Kemandirian Nilai (Value Autonomy)

Remaja yang mandiri dalam nilai akan mampu berpikir lebih abstrak mengenai masalah yang terkait dengan isu moral, politik, dan agama untuk menyatakan benar atau salah berdasarkan keyakinan-keyakinan yang dimilikinya. Remaja dapat memberi penilaian benar atau salah berdasarkan keyakinannya dan tidak dipengaruhi aturan yang ada pada masyarakat. Remaja yang mandiri dalam nilai akan lebih berprinsip. Prinsip yang terkait dengan hak seseorang dalam kebebasan untuk berpendapat atau persamaan sosial.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemandirian itu meliputi tiga aspek yakni kemandirian emosi yang ditandai dengan kemampuan melepaskan diri atas ketergantungan remaja dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar dari orang tua. Kemandirian perilaku yang ditandai dengan kemampuan mengambil keputusan dan konsekuen dalam melaksanakan keputusan tersebut. Kemandirian nilai yang ditandai dengan timbulnya keyakinan terhadap nilai-nilai yang abstrak (moral) atau ukuran benar/salah.

5. Indikator Kemandirian

Steinberg mengemukakan beberapa indikator dari munculnya kemandirian pada seorang remaja diantaranya adalah sebagai berikut:20

20

Nasution, Perkembangan Kemandirian Remaja, Artikel diakses pada 18 September 2013 dari http repository.usu.ac.id/bitstream. h.178-179


(45)

a. Indikator Kemandirian Perilaku (Behavioral Autonomy)

1) Kemampuan untuk membuat keputusan sendiri dan mengetahui dengan pasti kapan seharusnya meminta/mempertimbangkan nasehat orang lain.

2) Mampu mempertimbangkan bagian-bagian alternatif dari tindakan yang dilakukan berdasarkan penilaian diri sendiri dan saran-saran orang lain,

3) Mencapai suatu keputusan yang bebas tentang bagaimana seharusnya bertindak/melaksanakan keputusan dengan penuh percaya diri.

b. Indikator Kemandirian Emosi (Emotional Autonomy)

1) Tidak serta merta lari atau mengadu kepada orangtuanya ketika mereka dirundung kesedihan, kekecewaan, kekhawatiran, atau ketika ia sedang membutuhkan bantuan.

2) Tidak lagi memandang orang tuanya sebagai orang yang mengetahui segala-galanya atau menguasai segala-galanya.

3) Seringkali mempunyai energi emosional yang besar dalam rangka menyelesaikan hubungan-hubungan di luar keluarganya, dan dalam kenyataannya mereka merasa lebih dekat dengan teman-temannya daripada orangtuanya sendiri.Mampu memandang dan berinteraksi dengan orangtuanya sebagai orang pada umumnya, artinya bukan semata-mata sebagai orangtuanya.


(46)

34

4) Mampu memandang dan berinteraksi dengan orangtuanya sebagai orang pada umumnya, artinya bukan semata-mata sebagai orangtuanya.

c. Indikator Kemandirian Nilai (Value Autonomy)

1) Cara remaja dalam memikirkan segala sesuatu menjadi semakin abstrak.

2) Keyakinan-keyakinan remaja menjadi semakin bertambah mengakar pada prinsip-prinsip umum yang memiliki beberapa basis idiologis, 3) Keyakinan-keyakinan remaja menjadi semakin bertambah tinggi

dalam nilai-nilai mereka sendiri, bukan hanya dalam suatu sistem nilai yang ditanamkan oleh orangtua atau figur pemegang kekuasaan lainnya.

4) Mampu memaknai seperangkat prinsip tentang benar dan salah, hak dan kewajiban, apa yang penting dan apa yang kurang atau tidak penting.

6. Pentingnya Kemandirian

Kemandirian bukanlah hal yang baru dan berkembang ketika individu menginjak usia remaja. Kemandirian sudah mulai berkembang jauh sebelum mencapai tahap remaja. Hal ini bisa dilihat dari kebiasaan seorang anak kecil yang kerap mengatakan “tidak” terhadap berbagai hal yang diminta atau disuruh untuk dilakukan oleh orang tua. Dari contoh ini terlihat bahwa dari sejak dini seorang individu selalu mencoba untuk


(47)

terlepas dari orang lain dan memiliki “kekuasaan” atas dirinya sendiri. Kemandirian berkembang pada tiap tahapan perkembangan sesuai dengan usia dan tuntutan pada tiap tahapnya.21

Menurut Smart & Smart kemandirian sudah dapat dilihat sejak individu masih kanak-kanak dan mulai menemukan bentuknya pada akhir masa remaja sampai akhirnya relatif menetap pada masa dewasa awal. Kemandirian itu sendiri merupakan aspek kepribadian yang harus dimiliki oleh setiap individu.22

Rice mengemukakan bahwa remaja perlu mengembangkan kemandirian dalam prosesnya mencapai kedewasaan, hal ini disebabkan karena kemandirian dibutuhkan seorang individu untuk menjalani peranan tanggung jawab sebagai orang dewasa. Mussen menyatakan bahwa mencapai kemandirian merupakan salah satu tugas utama remaja. Kegagalan dalam usaha mencapai kemandirian akan menimbulkan kesulitan dalam sebagian besar bidang kehidupan. Untuk benar-benar menjadi dewasa dan tidak hanya secara fisik, remaja harus bisa memiliki perilaku mandiri.23

Remaja harus dapat melepaskan diri dari ikatan orang tua atau menjadi mandiri, karena remaja mengalami suatu perkembangan yang semakin jelas diarahkan ke luar dirinya, ke luar lingkungan keluarga, ke

21Yunni Rizkiani, Hubungan Antara Kemandirian Dengan Kemampuan

Memecahkan Masalah Pada Remaja,.Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007, h. 13

22

Yunni Rizkiani, Hubungan Antara Kemandirian Dengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Remaja, h. 13

23

Yunni Rizkiani, Hubungan Antara Kemandirian Dengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Remaja, h. 13


(48)

36

orang lain di masyarakat dan tempat yang akan ditempatinya dalam masyarakat.24

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kemandirian merupakan perilaku yang timbul karena dorongan dalam diri sendiri tanpa dipengaruhi orang lain.

E. Remaja

1. Pengertian Remaja

Istilah remaja atau adolesence berasal dari kata lain adolescere,

(kata bendanya adolescentia, yang berarti remaja), yang bererti “tumbuh”

atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah ini adolescence seperti yang

dipergunakan saat ini mempunyai arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik.25

Menurut kamus besar bahasa Indonesia remaja memiliki arti mulai dewasa.26 Masa remaja ialah suatu periode dari masa anak-anak menjadi dewasa ketika manusia menguji berbagai peran yang mereka mainkan dan mengintegrasikan peran-peran itu ke dalam suatu persepsi diri, suatu identitas.27

24

Singgih Gunarsa dan Ny. Gunarsa, S,D, Psikologi Remaja. Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia, 1995

25

Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga, 1980, Edisi ke- 5, h. 206

26

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 739 27

Tim Penyusun, Intervensi Psikososial (Intervensi Pekerja Sosial Profesional), Jakarta: Departemen Sosial Direktorat Kesejahteraan anak, Keluarga, dan Lanjut Usia, 2006, h. 13


(49)

Menurut World Health Organization (WHO), remaja adalah suatu

masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. Terjadi perlalihan dari ketergantunagn sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.28

Menurut Papalia dan Olds, masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.29 Sedangkan Hurlock membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 hingga 18 tahun), masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa30

Masa remaja, menurut Tanley Hall, seorang bapak pelopor psikologi perkembangan remaja dianggap sebagai masa topan badai dan stres (storm and stress), karena mereka telah memiliki keinginan bebas

untuk menentukan nasib diri sendiri. Kalau terarah dengan baik, maka ia akan menjadi seorang individu yang memilki rasa tanggung jawab, tetapi

28

Sarlito Wirawan. S, Psikologi Remaja, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994, h. 9

29

Papalia, D E., Olds, S. W., & Feldman, Ruth D., Human development(8th ed).

Boston: McGraw-Hill, 2001, h. 122 30

Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga, 1980, Edisi ke- 5, h. 207


(50)

38

kalau tidak terbimbing, maka bisa menjadi seorang yang tak memiliki masa depan dengan baik.31

Dari beberapa pengertian di atas dapat penulis simpulkan bahwa remaja adalah masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun.

2. Ciri-Ciri Masa Remaja

Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja.32

a. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal sebagai masa storm and stress. Peningkatan

emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah.

31

Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, Bogor: Ghalia Indonesia, 2004, h. 13

32

Mr. Dan O’Donnell, Perlindungan Anak, Sebuah Panduan Bagi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (UNICEf, 2006), h. 128.


(51)

b. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.

c. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.

d. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa.

e. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang


(52)

40

menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.

3. Tugas-tugas Perkembangan remaja a. Pengertian Tugas Perkembangan

Tugas-tugas perkembangan (development task) yakni

tugas-tugas atau kewajiban yang harus dilalui oleh setiap individu sesuai dengan tahap perkembangan individu itu sendiri. Dari sejak kandungan, bayi, anak-anak, remaja, dewasa akhir, setiap individu harus melakukan tugas itu.33

Keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan tugas perkembangan pada periode usia tertentu akan mempengaruhi berhasil atau tidaknya individu dalam menjalankan tugas perkembangan pada periode selanjutnya

b. Jenis-jenis Tugas Perkembangan Remaja

Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berprilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Hurlock adalah sebagai berikut:34

33

Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, Bogor: Ghalia Indonesia, 2004, h. 77

34

Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik, Jakarta: Bumi Aksara, h. 10


(53)

Beruhasa mampu menerima keadaan fisiknya

1) Berusaha mampu menerima dan memahami keadaan seks usia dewasa

2) Berusaha mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis.

3) Berusaha mancapai kemandirian emosional. 4) Berusaha mancapai kemandirian ekonomi.

5) Berusaha mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.

6) Berusaha memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua.

7) Berusaha mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa.

8) Berusaha mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan. 9) Berusaha memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung

jawab kehidupan keluarga.

F. Putus Sekolah

1. Pengertian Putus Sekolah

Putus sekolah adalah proses berhentinya siswa secara terpaksa dari suatulembaga pendidikan tempat dia belajar. Anak putus sekolah yang


(54)

42

dimaksud disiniadalah terlantarnya anak dari sebuah lembaga pendidikan formal, yangdisebabkan oleh berbagai faktor.35

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia anak putus sekolah adalah anak yang meninggalkan sekolah sebelum tamat, berhenti sekolah, tidak melanjutkan sekolah36

Dari paparan tentang pengertian putus sekolah maka penulis menyimpulkan bahwa putus sekolah diartikan sebagai seseorang yang telah masuk dalam sebuah lembaga pendidikan baik itu pada tingkat SD, SMP, maupun SMA untuk belajar dan menerima pelajaran tetapi tidak sampai tamat atau lulus kemudian mereka berhenti atau keluar dari sekolah.

2. Penyebab Remaja Putus Sekolah

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya anak putus sekolah (drop out) antara lain adalah.37

a. Latar belakang pendidikan orang tua

Pendidikan orang tua yang rendah sangat berpengaruh terhadap cara pandang dan cara berpikir tentu tidak sejauh dan seluas orang tua yang berpendidikan lebih tinggi. Orang tua yang hanya

35

Eddy Purnomo “Evaluasi Angka Putus Sekolah Dan Pengangguran Kota Blitar2006-2010,” artikel diakses pada 12 Juni 2013 dari http://www.scribd.com/doc/62071883/7/Pengertian-Putus-Sekolah .

36Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus

Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Balai Pustaka, 1998), cet ke-10, h. 568. 37

Abdul Rasyid,” Hal-hal Yang Menjadi FaktorPenyebab Putus Sekolah” Artikel diakses pada 12 Juni 2013 dari

http://siunyupunyacerita.blogspot.com/2013/03/hal-hal-yang-menjadi-faktor-penyebab.html


(55)

tamat sekolah dasar atau tidak tamat cenderung kepada hal-hal tradisional dan kurang menghargai arti pentingnya pendidikan. Latar belakang pendidikan orang tua yang rendah merupakan suatu hal yang mempengaruhi anak sehingga menyebabkan anak menjadi putus sekolah dalam usia sekolah.

b. Lemahnya ekonomi keluarga

Hampir di setiap tempat banyak anak-anak yang tidak mampu melanjutkan pendidikan. Pendidikan putus di tengah jalan disebabkan karena berbagai kondisi yang terjadi dalam kehidupan, salah satunya disebabkan oleh kondisi ekonomi orang tua yang memprihatinkan. Disadari bahwa kondisi ekonomi seperti ini menjadi penghambat bagi seseorang untuk memenuhi keinginannya dalam melanjutkan pendidikan dan menyelesaikan. Kondisi ekonomi seperti ini disebabkan berbagai faktor, di antaranya orang tua tidak mempunyai pekerjaan tetap, tidak mempunyai keterampilan khusus, keterbatasan kemampuan dan faktor lainnya.

c. Kurangnya minat anak untuk bersekolah

Yang menyebabkan anak putus sekolah bukan hanya disebabkan oleh latar belakang pendidikan orang tua, juga lemahnya ekonomi keluarga tetapi juga datang dari dirinya sendiri yaitu kurangnya minat anak untuk bersekolah atau melanjutkan sekolah. Anak usia wajib belajar semestinya menggebu-gebu ingin menuntut ilmu pengetahuan namun karena sudah terpengaruh oleh lingkungan


(56)

44

yang kurang baik terhadap perkembangan pendidikan anak, sehingga minat anak untuk bersekolah kurang mendapat perhatian sebagaimana mestinya, adapun yang menyebabkan anak kurang berminat untuk bersekolah adalah anak kurang mendapat perhatian dari orang tua terutama tentang pendidikannya, juga karena kurangnya orang-orang terpelajar sehingga yang mempengaruhi anak kebanyakan adalah orang yang tidak sekolah sehingga minat anak untuk sekolah sangat kurang.

d. Kondisi lingkungan tempat tinggal anak

Lingkungan tempat tinggal anak adalah salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya kegiatan dan proses belajar/pendidikan. Oleh sebab itu seyogyanya lingkungan tempat tinggal anak atau lingkungan masyarakat ini dapat berperan dan ikut serta di dalam membina kepribadian anak-anak kearah yang lebih positif. Untuk membina anak kearah yang lebih positif dan bermanfaat adalah dengan adanya saling berhubungan satu dengan yang lainnya, sehingga anak timbul saling pengaruh dengan proses pendidikan akan berjalan dengan lancar dan baik.

e. Keadaan masyarakat

Masalah kehidupan anak bukan saja berlangsung di dalam rumah tangga dan sekolah, tetapi sebahagian besar kehidupannya berada dalam masyarakat yang lebih luas. Kehidupan dalam masyarakat merupakan lingkungan yang ketiga bagi anak yang juga


(57)

salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan mereka. Karena dalam lingkungan masyarakat inilah anak menerima bermacam-macam pengalaman baik yang sifatnya positif maupun yang sifatnya negatif. Hal ini menunjukkan bahwa anak akan memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Orang tua dan sekolah adalah lembaga yang khusus, mempunyai anggota tertentu, serta mempunyai tujuan dan tanggung jawab yang pasti dalam mendidik anak. Berbeda dengan masyarakat, di mana di dalamnya terdapat berbagai macam kegiatan.


(58)

46 BAB III

GAMBARAN TENTANG LEMBAGA

A. Sejarah Berdirinya Panti

PSBR Bambu Apus berdiri sejak bulan Juli 1972, namun kegiatan operasionalnya baru dimulai pada tanggal 15 September 1974. Panti ini diresmikan oleh Menteri Sosial RI pada waktu itu yaitu H. MS Mintaredja,SH. Pada tahun 1977 panti ini secara definitif memperoleh anggaran dari Direktorat Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial. PSBR Bambu Apus semula bernama Panti Asuhan Percontohan yang selanjutnya berganti nama menjadi Panti Penyantunan Anak (PPA). Pada tanggal 23 April 1994 berdasarkan Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 14/HUK/1994 Panti ini berubah nama menjadi PSBR Bambu Apus dan secara definitif berlaku mulai tanggal 1 September 1994 sampai sekarang.1

B. Visi dan Misi Lembaga2 1. Visi :

“Terwujudnya Kemandirian Remaja” 2. Misi :

“Memecahkan permasalahan sosial remaja akibat putus sekolah, menimbulkan kesadaran untuk mengembangkan potensinya, dan meningkatkan jaringan kerja dalam upaya mencapai kemandirian”

1

Profil PSBR Bambu Apus Jakarta Timur. Artikel diambil dari

http://bambuapus.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=13 pada 13 2


(59)

1) Menyiapkan Prilaku “MaJu KeDePan” (Mandiri, Jujur, Kreatif, Disiplin dan Pantang Menyerah.

2) Pengembang Jiwa Kewirausahaan, Melalui Keterampilan Hidup Kreatif, Produktif serta Ekonomis.

3) Meningkatkan Jaringan Kerja Pelayanan Terhadap Remaja Terlantar Putus Sekolah.

C. Fungsi3

1. Pusat pemberdayaan dan pengembangan diri bagi remaja.

2. Pusat informasi, pendidikan pelatihan dan penelitian terutama yang berkaitan dengan kinerja organisasi, prilaku sosial remaja.

3. Pusat rujukan tenteng penangan masalah sosial remaja baik bagi upaya pencegahan, rehabilitasi, pemberdayaan, dukungan maupun pengembangan.

D. Tugas4

Memberikan bimbingan, pelayanan yang bersifat preventif, rehabilitative, dan promotif dalam bentuk bimbingan fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan, resosialisasi, serta bimbingan lanjut bagi remaja terlantar putus sekolah agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat serta pengkajian dan penyiapan standar pelayanan rujukan.

3

Brosur PSBR Bambu Apus Jakarta Timur tahun 2013 4


(60)

48

E. Program 5

Untuk melaksanakan tugas dan fungsi tersebut PSBR Bambu Apus Jakarta memiliki beberapa program antara lain:

1. Pengembangan sikap (Maju Kedepan) Mandiri, Jujur, Kreatif. 2. Disiplin dan pantang menyerah. Melalui: Pengembangan jiwa

kewirausahaan, keterampilan hidup praktis dan produktif serta ekonomos.

3. Ekstrakulikuler dengan aktivitas seni serta pengenalan komputer.

F. Ruang Lingkup Kegiatan Lembaga 6

PSBR Bambu Apus Jakarta Timur sebagai Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) dilingkungan Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial RI melaksanakan tugas memberikan pelayanan kesejahteraan sosial. Melalui kegiatan sosial, mental, fisik serta bimbingan sosial dan keterampilan kerja seperti keterampilan otomotif, elektro, las, jahit dan salon. Pihak panti menerima remaja terlantar putus sekolah yang tidak mampu dengan batas usia dari umur 15 thn s/d 18 thn. Remaja tersebut pun tanpa pernah menjenjang pendidikan hingga SLTA atau sederajat. Ruang lingkup panti ini mencakup nasional yang bekerja sama dengan dinas-dinas sosial terkait di beberapa daerah seluruh Indonesia.

5

Brosur PSBR Bambu Apus Jakarta Timur tahun 2013 6

Profil PSBR Bambu Apus Jakarta Timur. Artikel diambil dari


(61)

G. Mekanisme Penerimaan7 1. Penjangkauan dan Perekrutan

Menyadari perlunya pusat pemberdayaan dan pengembangan diri bagi remaja, sejak 1 September 1994 PSBR telah menerima sekitar 74 angkatan. Setiap tahun ada dua kali pendaftaran yang dilaksanakan setiap bulan November dan Desember untuk angkatan pertama, sedangkan angkatan kedua pada bulan Mei dan Juni. Berikut proses penjangkauan dan perekrutan yang dilakukan oleh PSBR Bambu Apus Jakarta.

2. Sosialisasi Program PSBR Bambu Apus Jakarta

Sosialisasi program adalah kegiatan diseminsi atau penyebarluasan informasi tentang PSBR secara umum kepada masyarakat. Tujuan sosialisasi ini adalah :

a. Peserta pertemuan mengetahui dan memahami tugas pokok dan Fungsi PSBR.

b. Peserta pertemuan mengetahui dan memahami Status PSBR sebagai UPT milik Kementrian Sosial RI.

c. Peserta pertemuan mengetahui dan memahami maksud dan tujuan PSBR.

3. Pendaftaran

Pendaftaran merupakan kegiatan membagikan formulir pendaftaran, mewawancarai, melakukan observasi sekaligus mencatat anak remaja calon binaan PSBR di lokasi (tempat tinggal calon binaan).

7

Wawancara pribadi dengan Bapak Namin ketua divisi Rehsos PSBR pada 4 September 2013


(62)

50

Beberapa aspek yang harus diperoleh dari kegiatan ini adalah :

a. Identitas calon binaan (nama calon, usia, pendidikan terakhir, permasalahan yang dihadapi anak pada waktu tersebut)

b. Identitas Orang tua/wali (nama, alamat orang tua/wali, usia, pekerjaan)

c. Jumlah saudara kandung calon (bila ada alamat keluarga/warga terdekat yang tinggal di sekitar PSBR Bambu Apus)

d. Penyebab keterlantaran (putus sekolah). 4. Seleksi

Seleksi adalah kegiatan untuk memilah dan memilih atau menentukan calon peserta atau penerima manfaat di PSBR Bambu Apus yang dilakukan tim seleksi. Tim Seleksi ini diketuai oleh seorang pekerja sosial yang ditunjuk berdasarkan SK Pimpinan PSBR.

Seleksi terhadap calon penerima pelayanan PSBR didasarkan pada aspek-aspek sbb :

a. Calon penerima pelayanan harus memenuhi syarat-syarat sbb: 1) Laki/perempuan

2) Usia antara 15 – 18 tahun

3) Sehat jasmani menurut keterangan dokter

4) Siap tinggal di asrama PSBR selama waktu pelayanan 5) Siap mengikuti segala peraturan yang ada

b. Keluarga calon penerima manfaat:


(63)

2) Siap mendukung proses pelayanan yang diberikan selama anaknya berada PSBR

3) Siap menerima dan melanjutkan proses pelayanan yang telah diberikan PSBR setelah anak selesai mengikuti pelayanan nanti.

5. Registrasi

Registrasi adalah kegiatan mencatat, menyimpan serta mengagendakan data-data calon penerima manfaat PSBR ke dalam buku register. Kegiatan registrasi dilakukan di PSBR Bambu Apus dan dilakukan oleh tim yang ditunjuk berdasarkan SK Kepala panti. 6. Orientasi

Orientasi adalah proses yang diselenggarakan oleh PSBR untuk melakukan penyesuaian fisik, psikis dan mental anak calon penerima pelayanan ke dalam metode pelayanan yang ada.

a. Kriteria Pemilihan 1) Laki-laki

2) Usia 15-18 tahun

3) Putus sekolah SD, SMP, SLTA 4) Sehat jasmani dan rohani 5) Tidak bertato

6) Tidak narkoba


(64)

52

8) Sanggup mengikutu peraturan yang berlaku di PSBR Bambu Apus.

9) Lulus seleksi

7. Waktu pendaftaran

a. Angkatan I : Pendaftaran bulan Desember, Mulai belajar bulan Januari s/d Juni

b. Angkatan II : Pendaftaran bulan Juni, Mulai belajar bulan Juli s/d Desember

8. Pengasuhan / Bimbingan

Setiap rumah asuh terdapat orang tua asuh. Sistem pengasuhan adalah menganggap anak seperti keluarganya sendiri, mengayomi anak. Orang tua asuh dapat menjadi teman, sahabat dan guru bagi para penerima manfaat. Yang menjadi orang tua asuh adalah pegawai PSBR Bambu Apus Jakarta yang bersedia menjadi orang tua asuh.


(65)

H. Staff Lembaga dan Struktur lembaga8 Bagan 1 Struktur Lembaga

Sumber: Dokumentasi PSBR Tahun 2013

I. Profil Pegawai PSBR Bambu Apus Tahun 20139 Tabel 1 Pegawai PSBR

No Pegawai Jumlah

1 Laki-laki 23

2 Perempuan 26

Sumber: Dokumentasi PSBR Bambu Apus Tahun 2013

8

Profil PSBR Bambu Apus Jakarta Timur. Artikel diambil dari

http://bambuapus.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=13 pada 13 9

Profil PSBR

Kepala Lembaga

Dra.Ignatia Sri Wuwuh P , M.Si

Kepala Sub Bagian Tata Usaha Dra. Kokom Komalawati, M.Si

Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Namin Sunarto, AKS Kepala Seksi Program dan

Advokasi sosial

Dyah Wijayanti A.KS,M.Kesos

Koordinator Jabatan Fungsional


(66)

54

Tabel 2 Jabatan Pegawai

No Jabatan Jumlah

1 Eselon IV 3

2 Eselon III 1

3 Fungsional 16

4 Staff 29

Sumber: Dokumentasi PSBR Bambu Apus Tahun 2013 Tabel 3

Pangkat/Golongan

No Pangkat/Golongan Jumlah

1 Golongan IV 5

2 Golongan III 31

3 Golongan II 11

4 Golongan I 2

Sumber: Dokumentasi PSBR Bambu Apus Tahun 2013 Tabel 4

Pendidikan Pegawai

No Pendidikan Jumlah

1 S2 8

2 S1/D4 20

3 Sarjana Muda / D3 7

4 SLTA 11

5 SLTP 3

6 SD

-Sumber: Dokumentasi PSBR Bambu Apus Tahun 2013

J. Deskripsi Pekerjaan10 1. Sub Bagian Tata Usaha

Melakukan penyiapan penyusunan rencana anggaran, urusan surat menyurat, kepegawaian, keuangan, perlengkapan dan rumah tangga serta kehumasan.

10


(67)

2. Seksi Program dan Advokasi Sosial

Melakukan penyusunan rencana program rehabilitasi sosial, pemberian informasi, advokasi sosial dan kerja sama, penyiapan standar oprasional pelayanan, resosialisasi, pemantauan serta evaluasi pelaporan. 3. Seksi Rehabilitasi Sosial

Melakukan observasi, identifikasi, registrasi, pemeliharaan jasmani dan penetapan diagnosa, perawatan, bimbingan, pengetahuan dasar pendidikan, mental, sosial, fisik, keterampilan, penyaluran dan bimbingan lanjut.

K. Sarana dan Prasarana Lembaga11

PSBR Bambu Apus mempunyai lokasi tanah dan bangunan dengan surat ukur situasi No.1 /437/1979 dengan luas 103.400 m2, terdiri atas bangunan-bangunan sebagai berikut :

Tabel 5

Sarana dan Prasarana Lembaga

No Gedung atau bangunan Jumlah

1 Gedung kantor dan ruang aula 1 unit

2 Rumah asuh (cottage) 23 unit

3 Poliklinik 1 unit

4 Dapur umum dan ruang makan 1 unit

5 Gedung instalasi produksi (shelter workshop) 1unit

6 Ruang bimbingan / praktek keterampilan 5 unit

7 Ruang ibadah (masjid) 1 unit

8 Gedung fungsional PekSos dan Konseling 1 unit

9 Pos jaga / keamanan 1 unit

11


(68)

56

No Gedung atau bangunan Jumlah

10 Rumah dinas kepala panti 1 unit

11 Rumah dinas type 45 10 unit

12 Rumah dinas type 70 9 unit

13 Lapangan futsal 1 unit

14 Lapangan volley ball/ basket 1 unit

15 Gedung olah raga bulu tangkis 1 unit

16 Taman kanak kanak ( TK ) 1 unit

17 Taman anak sejahtera 1 unit

18 Kendaraan roda empat 3 unit

Sumber: Dokumentasi PSBR Bambu Apus Tahun 2013

L. Kerja Sama dan Layanan Lembaga12 1. Internal

Lintas Program antar Direktorat Jendral dan Jaringan Antar Unit Pelaksana Teknis Lingkungan Kementrian Sosial RI.

2. Eksternal

Antar instansi terkait baik pemerintah maupun swasta seperti Puskesmas, Koramil, Kepolisian, Kementrian Agama, Dinas Sosial dan sub Dinas Sosial, Balai Latihan Kerja (BLK), Perusahaan swasta di lingkungan Jabodetabek.

12


(69)

57 Pada bab ini penulis akan membahas tentang peran orang tua asuh dalam mendukung perkembangan kemandirian remaja putus sekolah dan pola pengasuhan yang diterapkan di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur. Analisis dilakukan dengan menggabungkan dan mengkaji antara temuan hasil wawancara, observasi dan dokumentasi dengan teori-teori yang telah dijelaskan pada Bab II. Dari hasil penelitian, penulis menemukan beberapa hal mengenai peran orang tua asuh dalam mendukung perkembangan kemandirian remaja putus sekolah, dan pola pengasuhan yang diterapkan di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur.

A. Data Informan Penelitian

Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan, pada bagian pertama ini penulis akan mendeskripsikan profil penerima manfaat maupun informan lainnya yang menjadi partisipan penelitian.

Tabel 6 Penerima Manfaat 1

No Data Penerima Manfaat 1

1 Nama Inisial AB

2 Tempat tanggal lahir 21 Mei 1995

3 Jenis kelamin Laki-laki

4 Gambaran Fisik Tinggi sedang, berbadan kurus,

rambut hitam, kulit sawo matang, penglihatan dan pendengaran normal

5 Alamat Cirebon

6 Umur 18 tahun

7 Agama Islam

8 Orang tua Asuh Bapak Suroso, S.Sos.

9 Tanggal masuk PSBR 24 Juni 2013


(1)

Patung selamat datang PSBR Bambu Apus Jakarta Timur (tampak depan)


(2)

Rumah asuh seruni 2, salah satu rumah asuh (Cottage) di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur

Salah satu kamar tidur untuk penerima manfaat di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur


(3)

Ruang berkumpul orang tua asuh dan anak asuhnya (penerima manfaat) di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur

Bapak Suroso selaku orang tua asuh dan pekerja sosial di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur


(4)

Wawancara dengan Bapak Suroso pada 31 Oktober 2013 pukul 14:00 di ruang Pekerja Sosial PSBR Bambu Apus Jakarta Timur

Wawancara dengan ATA salah seorang penerima manfaat di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur pada 2 Nopember 2013


(5)

Wawancara dengan YK, salah seorang penerima manfaat di PSBR Bambu Apsu Jakarta Timur pada 2 Nopember 2013

Wawancara dengan AB, salah seorang penerima manfaat di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur pada 2 Nopember 2013


(6)

Wawancara dengan AIH penerima manfaat PSBR Bambu Apus Jakarta Timur pada 2 Nopember 2013