Perilaku Menyimpang Di Kalangan Remaja Di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Bambu Apus Jakarta Timur

(1)

PANTI SOSIAL MARSUDI PUTRA HANDAYANI BAMBU

APUS JAKARTA TIMUR

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh :

Mira Humaira Azalia

NIM : 109052000008

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H./2014 M.


(2)

TIMUR

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh :

Mira Humaira Azalia NIM : 109052000008

Pembimbing :

Dr. Suparto, S.Ag, M.Ed NIP. 19710330 199803 1 004

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1435 H./2014 M.


(3)

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 05 Mei 2014


(5)

Mira Humaira Azalia

Peran Bimbingan Rohani Islam dalam Mengatasi Perilaku Menyimpang di Kalangan Remaja di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Bambu Apus Jakarta Timur.

Peran Bimbingan Rohani Islam dalam mengatasai perilaku menyimpang di kalangan remaja, sangat penting dalam menumbuhkan nilai-nilai keagamaan terhadap remaja agar bertindak sesuai dengan petunjuk agama Islam. Di era globalisasi ini yang berperilaku menyimpang sangat marak terjadi di kalangan remaja, maka akan berdampak besar bagi kehidupan bangsa kita. Oleh karena itu perlu adanya bimbingan rohani Islam terhadap remaja yang berperilaku menyimpang agar mereka dapat mengetahui mana perkara-perkara yang diharamkan dalam agama dan mana yang diperbolehkan.

Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Bambu Apus Jakarta Timur. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan. Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi. Yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah 2 orang pembimbing rohani Islam dan 5 orang remaja yang berperilaku menyimpang dengan kasus yang berbeda-beda diantaranya kasus pengeroyokan dan kasus penyalahgunaan narkoba.

Dari hasil analisis bimbingan rohani Islam di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Bambu Apus Jakarta Timur diketahui bahwa peran bimbingan rohani Islam adalah proses pemberian bantuan yang diberikan kepada klien dengan menjalankan fungsi preventif, kuratif, preservatif dan developmental agar kondisi psikologis dan kondisi sosial remaja dapat tumbuh dan berkembang secara wajar di masyarakat. Selain itu, remaja dapat menjadi sumber daya manusia yang berguna, produktif dan berkualitas, berakhlak mulia, serta menghilangkan stigma negatif masyarakat terhadap remaja yang berperilaku menyimpang yang dapat menghambat tumbuh kembang mereka untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat, secara langsung maupun tidak langsung.

Kata Kunci: Bimbingan, Rohani, Islam, Perilaku, Menyimpang.


(6)

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Dialah sumber tempat bersandar, Dialah sumber kenikmatan hidup yang tanpa batas, Rahman dan Rahim tetap menghiasi asma-Nya. Sehingga penulis diberikan kekuatan fisik dan psikis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul: “Peran Bimbingan Rohani Islam dalam Mengatasi Perilaku Menyimpang di Kalangan Remaja pada Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Bambu Apus Jakarta Timur.”

Shalawat beserta salam tetap tercurahkan atas penghulu umat Islam Nabi Muhammad SAW, beserta para keluarganya, sahabat dan para pengikutnya yang telah membuka pintu keimanan yang bertauhidan kebahagiaan, kearifan hidup manusia dan pencerahan atas kegelapan manusia serta uswatun hasanah yang dijadikan sebuah pembelajaran bagi muslim dan muslimah hingga akhir zaman.

Setulusnya dari hati yang paling dalam penulis menyadari, bahwa suksesnya penulisan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda Drs. RHE. Ghazali Thoyib (Alm) dan Ibunda Hj. Ida Rosyidah, Hsy yang telah mengantarkan penulis hingga seperti sekarang dengan penuh kasih sayang, do’a, kesabaran, keihklasan, dan perjuangan hidup demi kelangsungan pendidikan putra-putrinya, terimakasih semuanya. Dan kepada


(7)

1. Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

2. Bapak Dr. Suparto, S.Ag, M.Ed selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik sekaligus Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu, membimbing, memberikan masukan, ilmu dan motivasi selama penulis mengerjakan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si selaku Ketua Jurusan Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Bapak Drs. Sigiharto, MA selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.

4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, yang telah memberikan tenaga dan pikirannya untuk mendidik penulis. Semoga do’a dan didikannya menjadi berkah dan dapat menuntun penulis untuk memasuki kehidupan yang lebih baik.

5. Segenap pengelola Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan pelayanan, fasilitas kepada penulis dalam mencari literatur pustaka.

6. Seluruh karyawan, Pembina Panti Sosial Marsudi Putra Handayani yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan observasi di tempat ini, serta anak-anak didik yang telah meluangkan


(8)

7. Ibu Dewi Kania dan Ibu Nova yang telah meluangkan waktu, sehingga penyusunan skripsi ini berjalan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.

8. Teristimewa Suami tercinta H. Fuad Ubaidillah, Lc yang dengan tulus dan ikhlas mencurahkan perhatian, kasih sayang, doa dan dukungan moril maupun materil yang senantiasa mengiringi penulis.

9. Semua saudara penulis, Lia Hafiliani, S.Pd.I dan H. Asep Supriadi, Lc, MA., Meliani Thoyib, S.Pd.I dan Ismatullah, SE., Nadiana Fikriani dan H. Aom Romli, Lc., Ria Rizki Amalia, SH.I., dan H. Abdul Ghofur, Lc. yang telah membantu dengan doa dan materi serta memberikan motivasi kepada penulis.

10.Kepada teman-teman satu kelas BPI angkatan 2009 yang selalu memberikan kenangan yang tak terlupakan yaitu: Kantata Anita Maharani, Sri Yulianah, Abir, Sri Hesty Hardiyati, Dini Hayati Nufus, Dede Iskandar, Andrian Saputra, Yofie Novera, Muhammad Hari dan Zainal Abidin, terima kasih semuanya kawan atas motivasi dan doa-doanya, semangat terus Perisai 09 ku.

Akhirnya atas jasa dan bantuan semua pihak, baik berupa moril maupun materiil, penulis panjatkan doa semoga Allah SWT membalasnya dengan imbalan pahala yang berlipat ganda dan menjadikan sebagai amal jariah yang tidak pernah


(9)

Jakarta, Mei 2014 M 05 Rajab 1435 H

Mira Humaira Azalia NIM : 109052000008


(10)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

D. Tinjauan Pustaka ... 10

E. Metodologi Penelitian ... 12

F. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Teori Peran ... 20

1. Peran ... 20

2. Pengertian Bimbingan Rohani Islam ... 22

3. Fungsi dan Tujuan Bimbingan Rohani Islam... 25

4. Metode Bimbingan Rohani Islam ... 27

B. Akhlak ... 31

1. Pengertian Akhlak ... 31

2. Macam-macam Akhlak ... 33


(11)

C. Perilaku Menyimpang di Kalangan Remaja ... 40

1. Pengertian Perilaku Menyimpang ... 41

2. Bentuk Perilaku Menyimpang... 43

3. Faktor Penyebab berperilaku menyimpang ... 43

4. Langkah-langkah Dasar Pencegahan Perilaku Menyimpang ... 46

D. Penyalahgunaan Narkoba sebagai Bentuk Perilaku Menyimpang………... 49

BAB III GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL MARSUDI PUTRA A. Sejarah Berdirinya ... 53

B. Visi dan Misi ... 56

C. Maksud dan Tujuan ... 58

D. Tugas Pokok dan Fungsi ... 59

E. Sasaran Garapan ... 61

F. Sarana dan Prasarana... 63

G. Struktur Organisasi ... 65

H. Jadwal Kegiatan ... 66

BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA A. Profil Informan ... 67


(12)

2. Materi Bimbingan Rohani Islam ... 70 3. Metode Bimbingan Rohani Islam ... 74 4. Media Bimbingan Rohani Islam ... 75 C. Peran Bimbingan Rohani Islam Dalam Mengatasi Perilaku

Menyimpang di Kalangan Remaja di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Bambu Apus. ... 79

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 94 B. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

1.Table 1 Daftar Informan di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani……... 15 2.Table 2 Data Penerima Manfaat PSMP Handayani……… 56 3.Table 3 Sarana dan Prasarana PSMP Handayani……… 64 4.Tabel 4 Jadwal Kegiatan BimSos Kelas Taruna di PSMP Handayani…... 66


(14)

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada umumnya, masa remaja merupakan masa dimana seseorang sedang mencari jati dirinya dan mudah terpengaruh sehingga remaja merupakan kelompok yang rentan terlibat dalam perilaku menyimpang. Terlebih dalam era globalisasi sebagaimana yang digambarkan oleh Panti Sosial Marsudi Putra Handayani berikut ini.

“Arus globalisasi memberi sumbangan yang cukup besar terhadap permasalahan remaja. Ketidakstabilan emosi dan kondisi pada remaja seringkali menjadikan pemahaman mereka tentang makna dari arus globalisasi salah sehingga menyebabkan perilaku yang salah arah. Akibatnya menimbulkan berbagai permasalahan pada masyarakat umumnya dan khususnya remaja antara lain perkelahian, pencurian, narkotika, bahkan pelecehan seksual sehingga seorang remaja harus berhadapan dengan hukum.”1

Uraian di atas menegaskan bahwa transparansinya peradaban dunia saat ini dapat menimbulkan multi budaya, apakah ia cenderung kearah yang positif atau sebaliknya, cenderung ke arah yang negatif. Persoalan tersebut berkembang dan membawa akibat tersendiri sepanjang masa, sesuai dengan kelompok masyarakat yang terbentuk.

Terkait dengan remaja, berbagai gejala yang melibatkan perilaku remaja akhir-akhir ini tampak menonjol di masyarakat. “Perilaku-perilaku tersebut menonjol baik dalam bentuk kenakalan biasa maupun perilaku yang menjurus tindak kriminal. Masyarakat pun secara langsung ataupun tidak langsung menjadi

1 Panti Sosial Marsudi Putra Handayani, Petunjuk Teknis Penanganan Anak yang


(16)

gelisah menghadapi gejala tersebut.”2 Oleh sebab itu, seorang remaja perlu dibimbing dan diberi arahan agar tidak mengalami hambatan dari masalah-masalah yang kecil sampai pada persoalan yang besar, yang mungkin menimbulkan tekanan-tekanan dalam perkembangannya.

Perkembangan tersebut erat kaitannya dengan pola asuh sebagaimana dijelaskan Astuti bahwa “proses pengasuhan sangat mempengaruhi perkembangan remaja. Pola asuh yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman yang terus berubah akan menyebabkan remaja tersebut melakukan hal-hal yang menyimpang.”3

Pandangan Astuti tersebut menegaskan bahwa pola asuh yang tepat merupakan usaha preventif terhadap perubahan tingkah laku remaja. Mengingat remaja merupakan suatu periode di mana individu mengalami perubahan, baik fisik maupun mental dari seorang anak yang menjadi dewasa. Perubahan tersebut dapat diketahui dari pembagian masa remaja bahwa “masa remaja (adolescent) dibagi menjadi dua, yaitu remaja awal dan remaja akhir, di mana perubahan tingkah laku terjadi lebih cepat pada masa awal dari pada masa akhir tersebut.”4

Pembagian masa remaja tersebut mengarahkan kita kepada pandangan bahwa pada remaja akhir seharusnya mereka telah mendapat ketenangan dalam menghadapi masalah-masalah dibandingkan dengan masa remaja awal. Mengingat remaja umumnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial, sebab remaja berada dalam masa transisi. Emosi remaja cenderung meninggi dan belum

2 Paulus Hadisuprapto, “Studi tentang Makna Penyimpangan Perilaku di Kalangan Remaja” Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 3 No. III (September 2004): h. 9.

3 Astuti, Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Gejala Kenakalan Anak/Remaja. (Semarang: Universitas Diponegoro, 2004), h. 91.

4 Charletty Choesyana Sofat, “Pengembangan Karakter Melalui Pendidikan Keluarga: Studi Komparatif Teori al-Ghazali dan Teori Kornadt,” (Disertasi Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 2.


(17)

stabil. Mereka cenderung kurang dapat menguasai diri dan tidak lagi memperhatikan keadaan sekitarnya.

Tentu kondisi perilaku dan kepribadian remaja yang demikian sangat jauh dari yang diharapkan. Apalagi jika terjadi perilaku yang cenderung menyimpang dari nilai-nilai ajaran agama, nilai-nilai sosial dan nilai-nilai budaya. Contohnya adalah remaja usia sekolah yang terjerumus pada pergaulan bebas atau bahkan seks bebas, pemakai dan pengedar narkoba, terlibat dalam kasus-kasus kriminal, seperti pencurian, perampokan dan pemerkosaan. Hal ini menunjukkan betapa kondisi anak-anak remaja usia sekolah pada saat ini berada dalam masalah besar sebagai akibat dari perilaku yang menyimpang.

Perilaku menyimpang di kalangan remaja merupakan salah satu problema lama yang senantiasa muncul ditengah-tengah masyarakat. “Masalah tersebut hidup, berkembang, dan membawa akibat tersendiri sepanjang masa yang sulit untuk dicari ujung pangkalnya, sebab kenyataan perilaku menyimpang telah merusak nilai-nilai susila, agama, dan hukum.”5

Sebagai contohnya adalah penyalahgunaan narkotika. “Tidak sedikit negara-negara di dunia, baik di negara-negara maju maupun berkembang, masalah narkotika ini merupakan problem sosial yang masing-masing negara tengah mencari upaya untuk menanggulangi dan begitu juga dengan Indonesia.”6 Narkoba merupakan racun yang tidak hanya merusak manusia secara fisik, tetapi juga merusak jiwa dan masa depannya. Bahaya narkoba nyata terlihat pada pemakainya bahwa “secara fisik semakin lama semakin ambruk, sedangkan

5

M. Thoyibi dan M. Ngemron, Psikologi Islam (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2001), h. 155.

6 M. Thoyibi dan M. Ngemron, Psikologi Islam (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2001), h. 155.


(18)

mentalnya sudah terlanjur ketergantungan dan membutuhkan pemenuhan narkoba yang semakin tinggi. Jika dia tidak menemukan narkoba maka tubuh akan mengadakan reaksi yang menyakitkan.”7

Bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh masalah narkotika sebagaimana disebutkan di atas bukan lagi merupakan masalah sosial. Fakta-fakta menunjukkan bahwa narkotika sudah merupakan masalah nasional dan nilainya pun sejalan dengan subversif dan hampir 25% korban penyalahgunaan narkotika di Indonesia adalah remaja sebagaimana yang diungkapkan oleh Gun Gun Siswandi berikut ini.

“Menurut data Badan Narkotika Nasional Pada tahun 2012 pengguna narkoba di Indonesia ada sekitar 4.000 orang atau sekitar 2,8% dari jumlah keseluruhan penduduk nasional, dimana 70% atau sekitar 2.800 orang merupakan pecandu dari kalangan pekerja, mulai dari karyawan perusahaan swasta, pegawai negeri (PNS) dan pegawai BUMN. Sementara sekitar 25% atau sekitar 1.000 orang merupakan pecandu narkoba dari kalangan pelajar dan mahasiwa se Indonesia. Baru 5% atau sekitar 200 orang merupakan penyalahguna narkoba dari kalangan ibu rumah tangga dan lainnya.”8

Terlepas dari data tersebut, maksud dari perilaku menyimpang dengan bentuk penyalahgunaan narkoba, baik dipandang buruk atau perbuatan dosa maupun sebagai manifestasi dari rasa tidak puas dan kegelisahan ialah perbuatan-perbuatan yang mengganggu ketenangan dan kepentingan orang lain, dan diri sendiri. Efek dari perilaku menyimpang inilah yang akan berdampak besar bagi kehidupan bangsa kita. Karena budaya mencerminkan bangsa dan yang seperti kita ketahui bahwa remaja adalah penerus generasi bangsa yang sangat di

7 Abu Al-Ghifari, Generasi Narkoba (Bandung, PT. Mujahid, 2003), cet. ke-3, h. 10. 8 Laporan Gun Gun Siswandi (Direktur Diseminasi BNN RI) pada seminar terbuka di Universitas Riau (UR) di Pekanbaru bertema "Mahasiswa dan Bahaya Narkotika", Senin,3/6/2013. http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/13/06/03/mntpkf-bnn-seribu-pelajar-indonesia-pengguna-narkoba. Diakses pada tanggal 3 Mei 2014. Lihat juga http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/03/25/n2zx7v-bnn-dki-gencar-bentuk-kader-antinarkoba. Diakses pada tanggal 3 Mei 2014.


(19)

harapkan dapat melanjutkan perjuangan bangsa ini agar lebih maju dan sejahtera. Oleh karena itu perlu adanya bimbingan keagamaan khususnya terhadap remaja yang berperilaku menyimpang, salah satu diantaranya adalah bimbingan rohani Islam, karena bertujuan untuk menuntun agar mereka mengenal dan mengetahui ilmu agama lebih dalam di kehidupan sehari-hari.

Bimbingan dapat diartikan sebagai “proses bantuan kepada seseorang agar mampu mengembangkan potensi dan kemampuan yang dimiliki mengenai dirinya sendiri, mengatasi persoalan sehingga mereka menentukan sendiri jalan hidupnya, serta bertanggung jawab tanpa tergantung kepada orang lain.”9 Berdasarkan definisi ini bimbingan yang diberikan kepada para remaja adalah dengan memberikan bekal ilmu akhlak, dengan itu mereka dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang dilarang, juga dapat menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya.

Akhlak yang dimaksud di atas adalah akhlak menurut Imam al-Ghazali – sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Mubarok- yaitu ‘keadaan yang bersemayam di dalam jiwa yang menjadi sumber keluarnya tingkah laku, dengan mudah tanpa berpikir untung ruginya.’10 Dari definisi ini jelas bahwa akhlak itu bukan perbuatan, tetapi keadaan rohani yang menjadi sumber lahirnya perbuatan. Apabila akhlak dan tingkah lakunya baik di dalam kehidupan seseorang itu, maka dia akan memperoleh hasil yang baik pula. Perbaikan akhlak adalah merupakan diantara misi Rasulullah diatas dunia ini, untuk memperbaiki tingkah laku, perbuatan dan kehidupan umat manusia.

9

Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Teori Konseling (Suatu Uraian Ringkasan), (Denpasar: Ghalia Indonesia, 1984), h. 17.

10 Ahmad Mubarok, Meraih Bahagia dengan Tasawuf (Jakarta: Dian Rakyat, 2010), h. 91.


(20)

Definisi akhlak tersebut menyiratkan bahwa terdapat akhlak yang baik atau akhlak yang buruk. “Akhlak buruk menjadi musuh Islam yang utama karena misi Islam pertama-tama untuk membimbing manusia berakhlak mulia, untuk itu Islam sangat memerangi akhlak yang buruk terutama terhadap orang tuanya sendiri. Misalnya seperti bohong atau dusta, takabbur, bakhil dan amarah.”11 Hal ini sesuai dengan sabda Nabi saw dimana beliau diutus menjadi Rosul adalah untuk menyempurnakan dan memperbaiki akhlak manusia,

ِإ

َ

ُ

ِ

ْ

ُ

ُ ِ

َ

َ

َﻣ

َ

ِر

َم

َ ا

ْ

َ

ِق

. 12

“Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”.13

Hadits ini menunjukkan kepada kita bahwa dalam Islam akhlak merupakan tolok ukur tingginya peradaban suatu masyarakat. Ketidakberdayaan masyarakat dalam memilih perbuatan baik atau buruk untuk dilakukan telah menjadi bukti bahwa masyarakat kita sedang mengalami demoralisasi (kemerosotan moral). Kurangnya pemahaman baik tentang nilai-nilai akhlak telah menjadikan sebagian masyarakat melakukan tindakan-tindakan yang sangat berlawanan dengan norma-norma yang ada. Oleh karena itu, sangat penting kiranya menumbuhkan nilai-nilai akhlakul karimah pada anak-anak terutama remaja agar mereka dapat bertindak sesuai dengan petunjuk agama.

Tentu memiliki akhlakul karimah tidaklah mudah sebagaimana yang dicita-citakan. Oleh karena itu, bimbingan rohani Islam menjadi sangat penting bagi remaja dalam menumbuhkan sikap sosial dan keagamaan yang baik

11 Ahmad Mahmud Subhi, Filsafat Etika: Tanggapan Kaum Rasionalis dan Intuisionalis

Islam (Jakarta: Serambi, 2001), h. 30.

12 Abu Bakar Ahmad Ibn al-Husain al-Baihaqi, Sunan al-Baihaqi al-Kubra (Makkah: Dar Al-Baz, 1994), Jilid X, h. 191.


(21)

khususnya dalam mengatasi perilaku yang menyimpang. Melalui bimbingan rohani Islam mereka mendapat bimbingan agama dengan cara berkesinambungan, karena bagaimanapun mereka adalah generasi penerus bangsa Indonesia.

Sikap keberagamaan sebagaimana yang disinggung di atas merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi remaja diluar masalah kesejahteraan. Hal ini dikarenakan “sikap keberagamaan ini dapat mengendalikan emosi yang kerap kali muncul karena soal kesejahteraan. Jika lingkungan mendukung untuk melakukan kegiatan keberagamaan, maka sikap itu akan muncul dengan sendirinya tetapi dapat hilang dengan sendirinya.”14

Sikap keberagamaan itulah yang menjadi salah satu fokus pembinaan di Panti Sosial. Panti Sosial adalah “lembaga pelayanan kesejahteraan sosial yang memiliki tugas dan fungsi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan memberdayakan penyandang masalah kesejahteraan sosial ke arah kehidupan normatif secara fisik, mental dan sosial.”15

Panti Sosial sebagaimana disinggung di atas berada di bawah pengawasan Direktorat Pelayanan Sosial Anak yang melakukan program rehabilitasi untuk anak-anak yang berhadapan dengan hukum melalui panti sosial. Di bidang perlindungan anak, Direktorat Pelayanan Sosial Anak memiliki child protection home (rumah perlindungan sosial anak). Rumah perlindungan anak ini akan menjadi rencana aksi nasional mengenai perlindungan anak. Sebagai contoh Panti Sosial Marsudi Putra Handayani (PSMP-Handayani) yang terletak di wilayah

14 Charletty Choesyana Sofat, “Pengembangan Karakter Melalui Pendidikan Keluarga: Studi Komparatif Teori al-Ghazali dan Teori Kornadt,” (Disertasi Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 4.

15 Jurnal (info Societa: informasi pembangunan kesejahteraan sosial) edisi khusus kaleidoskop 2009, h. 23


(22)

Cipayung, Jakarta Timur. Panti Sosial ini menerima anak-anak dan remaja dari penduduk setempat yang kurang mampu, pelimpahan keluarga dan hasil sidang.

Remaja yang ada di Panti ini diberikan pendidikan serta bimbingan rohani Islam. Karena pada masa remaja ini merupakan kesempatan yang sangat tepat untuk membentuk pengendalian agama, sehingga mereka dapat mengetahui mana pekara-perkara yang di haramkan dalam agama dan mana yang diperbolehkan.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana peran bimbingan rohani Islam dalam mengatasi perilaku menyimpang di kalangan remaja di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Bambu Apus dalam sebuah bentuk karya ilmiah skripsi yang berjudul :

“Peran Bimbingan Rohani Islam dalam mengatasi Perilaku Menyimpang di Kalangan Remaja di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Bambu Apus Jakarta Timur”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan pokok pemikiran pada latar belakang masalah tersebut, maka perlu adanya pembatasan untuk lebih mengarah pada titik poin yang diharapkan. Untuk itu, penulis membatasi pada masalah peran bimbingan rohani Islam dalam mengatasi perilaku menyimpang di kalangan remaja yang menyalahgunakan narkotika di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Bambu Apus Jakarta, pada aspek pembimbing, terbimbing/klien, metode dan materi.


(23)

2. Perumusan Masalah

Sesuai dengan pembatasan masalah diatas penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

“Bagaimana peran bimbingan rohani Islam dalam mengatasi perilaku menyimpang di kalangan remaja pada Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Bambu Apus?”

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran bimbingan rohani Islam dalam mengatasi perilaku menyimpang di kalangan remaja pada Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Bambu Apus.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini antara lain :

a. Manfaat Praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang pendidikan akhlak yang lebih baik dan dapat menjadi suri tauladan yang baik untuk anak-anak penerima manfaat.


(24)

b. Manfaat Akademis

Secara akademis hasil penelitian ini dapat menjadi bahan acuan untuk para penyuluh atau konselor dan diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi pengembangan keilmuan dan kurikulum di Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Tinjauan Kepustakaan

Dalam penelitian ini, penulis mengambil referensi dari beberapa pustaka dan menggunakan pendekatan teori tertentu untuk memperkuat dan mepertajam analisa. Penelitian ini terinspirasi dari beberapa skripsi yang telah ada sebelumnya, yaitu :

1. Peran Penyuluh Agama Dalam Pembinaan Akhlak Bagi Anak Pemulung Di Yayasan Media Amal Islami Lebak Bulus Jakarta Selatan oleh Rike Aryana mahasiswi jurusan BPI tahun 2007. Hasil

penelitiannya adalah penekanannya pada hal pola pendidikan, pola asuh orang tua dan pola perilaku mereka dengan menggunakan metode pendekatan perorangan, metode pendekatan kelompok dan metode pendekatan massal atau umum. Penelitiannya hanya difokuskan pada aktifitas seorang penyuluh agama dalam membina akhlak anak pemulung dengan menggunakan pola pendidikan, pola asuh orang tua dan pola perilaku mereka. Tentu catatan kritis perlu ditujukan pada karya ini, dimana faktor penghambat pembinaan akhlak yang


(25)

disebutkan dibab akhir perlu dianalisa lebih mendalam lagi. Dalam bab penutup semestinya diuraikan saran untuk peneliti selanjutnya.

2. Pembinaan Akhlak Remaja Melalui Dzikir Di Majelis Taklim Mahabbatur Rasul Menteng Atas Jakarta Selatan oleh

Rachmawati mahasiswi jurusan BPI tahun 2002. Hasil penelitiannya adalah dzikir yang digunakan berupa tahlil, pembacaan ratib, surat yaasin serta shalawat yang mana dengan dzikir tersebut remaja akan merasakan ketenangan dalam jiwa mereka sehingga mereka mampu berpikir dengan jernih dan melakukan hal yang baik. Penelitian ini bersifat khusus, karena pembinaan akhlaknya hanya melalui dzikir saja. Penulis karya ini dengan sangat baik memperkaya penelitiannya dengan tabel-tabel yang terkait dengan tema yang dibahas, akan tetapi alangkah lebih baik jika penulis karya ini menyertakan halaman tabel dibagian daftar isi sehingga mempermudah pembaca dalam mendapatkan informasi. Selain itu, kekurangan yang ada pada karya ini dapat ditelusuri dalam bab kesimpulan. Kesimpulan akhir dari penelitian ini dinilai masih mengambang dan kurang menggambarkan isi penelitian secara tegas.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian terhadap masalah peran bimbingan rohani Islam dalam mengatasi perilaku menyimpang di kalangan remaja. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah penulis lebih fokus dalam memberikan bimbingan rohani Islam, seperti kegiatan dzikir bersama dan pembinaan akhlak kepada remaja yang berperilaku


(26)

menyimpang dari norma-norma sosial maupun agama dengan menggunakan metode pendekatan individu dan kelompok agar terbentuk remaja yang berakhlakul karimah. Penelitian ini bersifat umum, karena kegiatan bimbingan rohani Islam nya tidak hanya memberikan materi akhlak dan kegiatan dzikir saja, melainkan seluruh materi agama seperti fiqih, tauhid, sirah nabawiyah dan belajar iqro’ pun mereka pelajari.

E. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor seperti yang dikutip Lexy J. Moleong penelitian kualitatif adalah ‘prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.’16

Penelitian kualitatif ini sebagaimana dijelaskan oleh Tohirin bermaksud:

“memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah serta dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.”17

16

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi (Bandung: RosdaKarya, 2008), h. 4.

17 Tohirin, Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), h. 3.


(27)

Dalam hal ini penulis mendeskripsikan tentang bagaimana peran bimbingan rohani Islam dalam mengatasi perilaku menyimpang di kalangan remaja pada Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Bambu Apus Jakarta.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Adapun jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 7 orang, diantaranya 2 orang pembimbing rohani dan 5 orang remaja. Kedua pembimbing rohani Islam ini menjadi subjek dalam penelitian ini karena para pembimbing lebih tahu keadaan mental para remaja di PSMP Handayani. Serta peneliti memilih subjek 5 orang remaja dengan kasus yang berbeda-beda, diantaranya remaja yang berhadapan dengan hukum karena kasus penyalahgunaan narkotika.

Kemudian yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah peran bimbingan rohani Islam dalam mengatasi perilaku menyimpang di kalangan remaja di PSMP Handayani Bambu Apus Jakarta Timur.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a. Observasi, yaitu “pengamatan dan pencatatan dengan sistematik terhadap fenomena-fenomena yang sedang diselidiki.”18 Dalam melakukan pengamatan, dalam hal ini penulis sebagai peneliti


(28)

tidak sepenuhnya sebagai pemeranserta tetapi melakukan fungsi pengamatan. “Peneliti sebagai anggota pura-pura, jadi tidak melebur dalam arti sesungguhnya. Peranan demikian masih membatasi para subjek menyerahkan dan memberikan informasi terutama yang bersifat rahasia.”19 Dalam melakukan observasi, peneliti pun ikut serta dalam kegiatan Bimbingan Rohani sebagai pembimbing rohani Islam di Panti Sosial Marsudi Putra Handayani. Peneliti melakukan observasi selama 10 kali, selain itu peneliti juga memperhatikan, mencatat, dan mempertimbangkan hubungan antara aspek dari fenomena yang ada pada pelaksanaan bimbingan rohani Islam.

b. Wawancara, merupakan “bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin mendapatkan informasi dengan seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu.”20 Wawancara ini bertujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Dalam hal ini, peneliti melakukan wawancara dengan 2 orang pembimbing rohani Islam di Panti Sosial Marsudi Putra Bambu Apus dan 5 orang remaja yang ada di panti tersebut.

19 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi (Bandung: RosdaKarya, 2008), h. 177


(29)

Tabel 1

DAFTAR INFORMAN DI PANTI SOSIAL MARSUDI PUTRA HANDAYANI BAMBU APUS

No Nama Subjek Status Asal

1 Bpk. Sudirman Pembimbing Kebumen 2 Bpk. Jubaidi Pembimbing Bogor

3 Andika Riski Pratama Penerima Manfaat Kelapa Gading 4 Dwi Akbar Penerima Manfaat Cakung

5 Rizky Kurnianto Penerima Manfaat Ciamis 6 Usman Ari Penerima Manfaat Banten 7 M. Gilang Maulana Penerima Manfaat Jakarta Timur

Sumber: Wawancara pribadi dengan para informan Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Bambu Apus Jakarta Timur.

c. Dokumentasi, merupakan “catatan peristiwa yang sudah berlalu.”21 Dengan mencari data berupa buku, majalah, agenda yang berhubungan dengan bimbingan rohani islam bagi remaja yang berperilaku menyimpang di Panti Sosial tersebut. “Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.”22

Dengan mengumpulkan data-data mengenai hal-hal yang akan diteliti dan juga berhubungan dengan objek penelitian.

4. Teknik Analisis Data

Analisa data sebagaimana dijelaskan oleh Sugiyono adalah: “proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan

21

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi: Mixed Methods (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 326

22 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi: Mixed Methods (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 326


(30)

dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan di pelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.23

Dalam menganalisis data dari hasil observasi dan wawancara, penulis menginterpretasikan catatan lapangan yang ada kemudian menyimpulkan, setelah itu menganalisa kategori-kategori yang tampak pada data tersebut. Dimana seluruh data yang penulis peroleh dari hasil pengamatan dan wawancara, lebih dahulu penulis kelompokkan sesuai dengan persoalan yang telah di tetapkan lalu menganalisanya secara sistematis.

Adapun proses analisis dimulai dengan :

a. Reduksi Data, berarti “merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.”24 Selain itu reduksi data juga merupakan suatu kegiatan yang berupa penajaman analisis, penggolongan data, pengarahan data, pembuangan data yang tidak perlu, dan pengorganisasian sedemikian rupa untuk bahan penarikan kesimpulan.

b. Penyajian Data, maksudnya adalah “data mentah diolah sedemikian rupa dengan kalimat yang mudah dicerna, selanjutnya

23

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2007), Cet. Ke-3, h. 244.

24 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi: Mixed Methods (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 247.


(31)

penulis menganalisa masing-masing kasus tersebut.”25 Dalam penyajian data ini, penulis kembali melakukan analisa dengan mengombinasikan berbagai kasus yang selanjutnya data tersebut dijadikan panduan untuk menjawab semua pertanyaan yang terdapat pada perumusan masalah dengan cara menganalisanya dalam bentuk narasi yang bersifat deskriptif sehingga tujuan dari penelitian ini dapat terjawab.

c. Penarikan Kesimpulan, yaitu “pada tahap akhir data yang telah dianalisa khususnya yang berisi jawaban atas tujuan penelitian ini diuraikan secara lebih padat dan ringkas,”26 sehingga penulis mendapatkan kesimpulan mengenai peran bimbingan rohani islam dalam mengatasi perilaku menyimpang di kalangan remaja pada Panti Sosial Marsudi Putra Handayani.

5. Teknik Penulisan

Untuk lebih memudahkan penulisan ini, penulis menggunakan teknik penulisan yang didasarkan pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi yang disusun oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Januari, 2007”.

25

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi: Mixed Methods (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 247.

26Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi: Mixed Methods (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 247.


(32)

6. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan, maka penulis membagi pembahasan skripsi ini menjadi lima bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan terdiri dari: Latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Teoritis terdiri dari: Teori Peran, pengertian

bimbingan rohani Islam, tujuan bimbingan rohani Islam, metode bimbingan rohani Islam, pengertian akhlak, pembagian akhlak, tujuan pembinaan akhlak, manfaat akhlakul karimah, faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak, pengertian remaja, pengertian perilaku menyimpang, bentuk perilaku menyimpang, faktor penyebab berperilaku menyimpang, langkah-langkah dasar pencegahan dan penanganan perilaku menyimpang di kalangan remaja, penyalahgunaan narkoba sebagai bentuk perilaku menyimpang.

BAB III Gambaran Umum tentang profil Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Bambu Apus terdiri dari: Sejarah didirikannya Panti

Sosial Marsudi Putra, visi dan misi, maksud dan tujuan, pelaksanaan kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial, sasaran pelayanan, indikator keberhasilan, monitoring dan evaluasi.

BAB IV Peran bimbingan rohani Islam dalam mengatasi perilaku menyimpang di kalangan remaja pada Panti Sosial Marsudi


(33)

Putra Handayani Bambu Apus – Jakarta Timur, terdiri dari: Deskripsi

data, analisis data, analisis bimbingan rohani Islam di PSMP, analisis remaja yang berperilaku menyimpang di PSMP Handayani, peran bimbingan rohani Islam dalam mengatasi perilaku menyimpang di kalangan remaja pada Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Bambu Apus).


(34)

(35)

TINJAUAN TEORITIS

Pada bab ini akan diuraikan kajian teori mengenai peran dan bimbingan rohani Islam serta perilaku menyimpang agar penelitian yang dilakukan mempunyai dasar yang kokoh. Kajian ini bersumber dari pandangan para ahli maupun organisasi terkemuka dalam bidang atau disiplin terkait sebagaimana dijelaskan dalam bab ini.

A. Teori Peran 1. Peran

“Peran (role) merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan (status). Artinya, seseorang telah menjalankan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka orang tersebut telah melaksanakan sesuatu peran.”1 Pandangan ini mengantarkan kita kepada pemahaman bahwa peran sangat penting, karena dapat mengatur perikelakuan seseorang, disamping itu peran menyebabkan seseorang dapat meramalkan perbuatan orang lain pada batas-batas tertentu, sehingga seseorang dapat menyesuaikan perilakunya sendiri dengan perilaku orang-orang sekeloompoknya.

Adapun dalam Kamus Bahasa Indonesia, peran didefinisikan sebagai “beberapa tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat dan harus dilaksanakan.’2 Dengan mengacu

1

J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan (Jakarta: Kencana, 2007), h. 158-159.

2 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h. 667.


(36)

kepada definisi jelas bahwa setiap manusia pasti mempunyai kegiatan yang ia ikuti karena apabila ia tidak ikut serta dalam kegiatan tersebut maka ia tidak mempunyai peranan yang baik dalam lingkungan masyarakatnya. Peranan yang dimaksud adalah tindakan yang dilakukan seseorang atau sesuatu yang terutama dalam terjadinya suatu hal atau peristiwa.

Selanjutnya, peran lebih banyak menunjuk pada fungsi, artinya seseorang menduduki suatu posisi tertentu dalam masyarakat dan menjalankan suatu peran. Suatu peran paling sedikit mencakup tiga hal, yaitu :

a) Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.

b) Peran adalah suatu konsep ikhwal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat.

c) Peran dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.3

Cakupan di atas menunjukkan kepada kita bahwa seseorang yang mempunyai peran tertentu diharapkan agar seseorang tadi berperilaku sesuai dengan peran tersebut, karena perilaku ditentukan oleh peran sosial.

3 Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-teori Psikologi Sosial (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), cet. Ke-3, h. 209.


(37)

2. Pengertian Bimbingan Rohani Islam

Menurut Kamus Istilah Pendidikan dan Umum, bimbingan adalah “bantuan kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapi agar tercapai pemahaman diri, realisasi diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya dalam mencapai perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri yang lebih baik dengan lingkungannya.”4

Dalam buku Prayitno dan Erman Amti Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling yang mengutip pendapat Crow & Crow, bimbingan dapat diartikan sebagai:

‘bantuan yang diberikan oleh seseorang, baik pria maupun wanita, yang memiliki pribadi yang baik dan pendidikan yang memadai, kepada seorang individu dari setiap usia untuk menolongnya mengemudikan kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri, membuat pilihannya sendiri dan memikul bebannya sendiri.’5

Sementara Rochman Natawidjaja mengartikan bimbingan sebagai: “suatu proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh

orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja maupun dewasa, agar orang orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.”6

Dari dua definisi di atas, dapat dipahami bahwa pada dasarnya esensi bimbingan itu merupakan suatu proses pemberian bantuan kepada

4 M. Sastra Pradja, Kamus Istilah Pendidikan dan Umum (Surabaya: Usaha Nasional, 1978), h. 65.

5

Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 94.

6 Abu Bakar M. Luddin, Dasar-dasar Konseling (Bandung: Ciptapustaka Media Perintis, 2010), h. 15.


(38)

orang lain dalam segala usia secara terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk memahami dirinya, kemampuan untuk menerima dirinya, kemampuan untuk mengarahkan dirinya dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya sesuai dengan potensi dan kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan lingkungan, baik keluarga, sekolah maupun masyarakat. Untuk itu, sejak lahir hingga akhir hayatnya setiap orang di dunia ini jelas membutuhkan bimbingan dan bantuan, supaya potensi yang ada pada dirinya dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan optimal.

Selanjutnya, secara etimologis rohani berasal dari bahasa arab yaitu ور yang mempunyai arti “mental”.7 Adapun secara terminologi definisi rohani terkait erat dengan definisi ruh sebagaimana diuraikan Samudra berikut ini.

“Ruh adalah bagian yang halus dari susunan kehalusan manusia yang memiliki kecenderungan kepada sifat-sifat Allah. Wujud dari ruh secara riil pada jasmani ialah dalam bentuk sifat/akhlak atau perilaku manusia yang baik sesuai pandangan Al-Qur’an. Sedangkan kata rohani menunjuk kepada bendanya yaitu tubuh roh itu sendiri. Kedua kata tersebut yakni ruh dan rohani pada prinsipnya bermakna sama. Allah meniupkan ruh dan sekaligus dengan inti hidup dan kecerdasan kepada setiap rohani manusia. Dengan kata lain, setiap manusia yang hidup, masing-masing memiliki ruh beserta inti hidup dan kecerdasan.”8

Berdasarkan uraian mengenai bimbingan dan rohani diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan rohani Islam adalah suatu proses

7

8 Azhari Aziz Samudra, Eksistensi Rohani Manusia (Jakarta: Yayasan Majelis Taklim HDH, 2004), h. 92-93.


(39)

pemberian bantuan kepada orang lain dalam segala usia secara sistematis kepada individu dalam membentuk akhlak atau perilaku manusia yang baik sesuai pandangan Islam, serta meningkatkan keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT.

Bimbingan rohani Islam dilakukan oleh manusia dan kepada manusia. Oleh karena itu Al- Qur’an dan Hadist menganjurkan pada manusia agar memberikan bimbingan dan nasehat dengan wajar. Kedua hal tersebut merupakan sumber segala sumber pedoman hidup umat Islam, Al- Qur’an dan Sunnah Rasul dapat diistilahkan sebagai landasan ideal dan konseptual bimbingan rohani Islam. Dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasul itulah gagasan, tujuan dan konsep (pengertian makna hakiki) bimbingan rohani Islam bersumber. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al- Imran ayat 104:

3

t

F

9

u

ρ

Ν3ΨΒ

πΒ

&

t

βθ

ã‰

t

ƒ

n

<

)

Ž



s

ƒ

:

$

#

t

βρ



Β

'

t

ƒ

u

ρ

∃ρ

è

p $

$/

t

βθ

y

γΖ

t

ƒ

u

ρ

t

ã



s

3Ψϑ9

$

#

y

s

9

'

ρ

&

u

ρ

Νδ

š

χθ

s

= ϑ9

$

#

∩⊇⊃⊆∪

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar9 merekalah orang-orang yang beruntung”.

Dari ayat-ayat tersebut dapat diketahui bahwa kita diwajibkan menyeru atau mengingatkan kepada kebaikan. Dan itu dapat kita lakukan melalui bimbingan rohani Islam atau bimbingan penyuluhan Agama. Karena dengan agama dapat menuntun kita kearah jalan kebenaran sehingga kita akan meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

9 Ma'ruf adalah segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan


(40)

Bimbingan Rohani Islam memfokuskan pembahasannya pada pengalaman hidup dalam hubungannya dengan Allah SWT atau dengan kata lain kehidupan religius yang lebih diperhatikan. Selain itu, bimbingan rohani Islam juga membicarakan tentang kehidupan pribadi pada masalah hidup dan bagaimana mengubah sikap untuk membuka diri kepada hubungan yang bersifat personal dengan Allah. Dengan cara itulah dapat dicari penyembuhan, penjelasan dan arah hidup.

3. Fungsi dan Tujuan Bimbingan Rohani Islam

a. Fungsi bimbingan rohani Islam

Bimbingan rohani Islam sifatnya hanyalah membantu individu dalam menemukan alternatif pemecahan masalah, yaitu menemukan jalan pemecahan tertentu. Untuk dapat menemukan pemecahan tersebut pasti ada jalan keluarnya. Dengan demikian bimbingan Islam merupakan tujuan umum dan tujuan khusus, sehingga dapat dirumuskan fungsi bimbingan Islam itu sebagai berikut:

1) Fungsi preventif yaitu membantu individu menjaga atau mencegah timbulnya masalah bagi dirinya.

2) Fungsi kuratif atau korektif yaitu membantu individu memecahkan masalah yang sedang dihadapi atau dialaminya.

3) Fungsi presertatif yaitu membantu individu menjaga agar situasi dan kondisi yang semula tidak baik (mengandung masalah) menjadi baik (terpecahkan) dan kebaikan itu bertahan lama.

4) Fungsi developmental atau pengembangan yaitu membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang


(41)

telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik sehingga tidak memungkinkannya menjadi sebab munculnya masalah baginya.10 Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan rohani Islam mempunyai fungsi sebagai pencegahan, membantu dan memecahkan masalah, membantu dan mengembangkan situasi dan kondisi yang sedang dihadapi oleh klien. Selain hal tersebut yang menjadi fungsi fundemental bimbingan rohani Islam adalah membantu individu dalam memecahkan masalahnya sehingga tidak memungkinkan menjadi sebab munculnya masalah baru baginya.

b. Tujuan bimbingan rohani Islam

Adapun tujuan dari bimbingan rohani Islam menurut M. Hamdani Bakran Adz-Dzaky adalah sebagai berikut :

1) Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang dan damai

(mutmainah), bersikap lapang dada (rodliyah) dan mendapat taufik

dan hidayah tuhannya (mardliyah).

2) Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan kesopanan tingkah laku yang dapat memberi manfaat pada diri sendiri, lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial dan alam sekitarnya.

10 Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam (Yogyakarta: VII Press, 2001), cet. Ke-2, h. 37.


(42)

3) Untuk menghasilkan kecerdasan (emosi) pada individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi, kesetiakawanan, tolong menolong dan rasa kasih sayang.

4) Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada individu sehingga muncul dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat taat kepada Allah SWT, serta tabah dalam menerima ujiannya.11

Tujuan yang diuraikan di atas menggambarkan kepada kita bahwa pada kenyataannya di dalam setiap diri manusia, disadari atau tidak pastilah memiliki berbagai kekuatan postif di dalam dirinya. Dengan adanya bimbingan rohani Islam tersebut individu dibantu untuk menyadari segala potensi yang ada di dalam dirinya.

4. Metode Bimbingan Rohani Islam

Dalam kegiatan bimbingan seorang pembimbing dapat menggunakan metode-metode, diantaranya sebagai berikut :

a. Metode Wawancara (Interview)

Wawancara adalah “melakukan dialog dengan terbimbing untuk mendapatkan masalah-masalah yang dihadapi oleh terbimbing. Dengan melakukan dialog, pembimbing akan masuk dalam kehidupan terbimbing dan akan mengetahui sebab-sebab terbimbing.”12

Seperti yang dilakukan di Panti ini yaitu dengan tanya jawab antara pembimbing dan terbimbing mengenai masalah yang dihadapi oleh terbimbing, baik masalah interpersonal maupun intrapersonal.

11

Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling Dan Psikoterapi Islam (Yogyakarta: Fajar pustaka, 2004), h. 168.

12 H.M. Arifin, Pedoman dan Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama (Jakarta: PT. Golden Terayon Pers), h. 44.


(43)

b. Metode Kelompok

Yaitu bimbingan melalui metode kelompok ini merupakan komunikasi langsung antara pembimbing dan para remaja dalam bentuk kelompok. Pendekatan kelompok ini dilakukan dengan beberapa teknik berikut, yaitu :

1) Metode Ceramah

Ceramah merupakan “teknik pembinaan dan bimbingan yang memberikan uraian atau penjelasan secara lisan yang banyak diwarnai oleh karakteristik dan gaya bicara seorang da’i atau pembimbing.”13 Pada metode ini mereka hanya mendengarkan penjelasan-penjelasan materi yang sedang dijelaskan pembimbing. Istilah ceramah di zaman mutakhir ini sedang ramai-ramainya dipergunakan instansi pemerintah ataupun swasta, organisasi (jam’iyah), baik melalui televisi, radio maupun ceramah secara langsung.” Hal ini menunjukkan bahwa istilah ceramah sudah sangat luas penggunaannya.

2) Metode Tanya Jawab (Dialog) sebagaimana didefinisikan oleh Asmuni Syukir sebagai berikut.

“penyampaian dakwah dengan cara mendorong audience (peserta pengajian) untuk menyatakan sesuatu masalah yang dirasa belum dimengerti agar lebih aktif dan bersungguh-sungguh memperhatikan materi yang diberikan. Sehingga dengan metode ini pendengar akan langsung memahami persoalan-persoalan yang dihadapinya.”14

13

Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), cet. Ke-1, h. 104.

14 Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), cet. Ke-1, h. 124.


(44)

Dialog atau tanya jawab sebagaimana definsi di atas merupakan tindak lanjut dari teknik ceramah, teknik ini dilakukan setelah pembimbing memberikan penjelasan terhadap materi yang disampaikan kemudian mereka diberi kesempatan untuk bertanya mengenai materi yang telah dibahas, yang mereka anggap kurang jelas dan sulit untuk dipahami. “Dalam metode ini terdapat komunikasi dua arah maka penyampaian materi dengan efektif akan dapat dipahami oleh terbimbing.” Sehingga pokok-pokok persoalan agama dapat lebih luas dan lebih dalam diketahui.15

Komunikasi dua arah tersebut juga harus memperhatikan keadaan terbimbing. “Dalam proses bimbingan seorang pembimbing hendaknya mengarahkan minat dan perhatian mereka kepada hidup kebersamaan dan saling tolong menolong dalam memecahkan permasalahan yang menyangkut kepentingan mereka bersama.”16 Dengan adanya komunikasi dua arah dan pengarahan pembimbing terhadap minat dan perhatian terbimbing ini maka tujuan bimbingan akan sangat mudah tercapai.

c. Metode Direktif (metode yang bersifat mengarahkan)

Metode ini lebih bersifat mengarahkan terbimbing untuk berusaha mengatasi kesulitan (problem) yang dihadapi. Pengarahan yang diberikan kepada terbimbing ialah dalam memberikan secara langsung jawaban-jawaban terhadap permasalahan yang menjadi sebab

15

Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), cet. Ke-1, h. 126-127.

16 H.M. Arifin, Pedoman dan Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama (Jakarta: PT. Golden Terayon Pers), h. 45.


(45)

kesulitan yang dialaminya. “Pada metode ini, pembimbing memberikan saran-saran atau solusi dan nasehat bagaimana sebaiknya bersikap dalam mengahadapi masalahnya tersebut.”17 Metode inilah yang seharusnya diterapkan dalam mengatasi perilaku menyimpang. Agar anak mengetahui mana yang baik dan buruk.

d. Metode Non Direktif

Metode ini lebih bersifat tidak mengarahkan, dan terbagi menjadi dua bagian yaitu :

1) Client Centered : dilakukan dengan cara memancing klien dengan mengajukan satu atau dua pertanyaan, selanjutnya klien di beri kesempatan untuk mengungkapkan masalah-masalahnya yang menjadi penghambatnya, seorang pembimbing hanya mendengarkan dan mencatat.18

2) Metode Edukatif : dilakukan dengan cara mengoreh sampai tuntas apa yang menjadi penyebab hambatan, dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam hal ini pembimbing harus bersikap agak santai dan memberikan kesempatan klien untuk mengungkapkan masalah-masalah yang menjadi penghambatnya.19

Penjelasan diatas menegaskan bahwa metode ini berasumsi bahwa terbimbing mau bertanggungjawab atas proses belajarnya dan

17 H.M. Arifin, Pedoman dan Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama (Jakarta: PT. Golden Terayon Pers), h. 49.

18

H.M. Arifin, Pedoman dan Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama (Jakarta: PT. Golden Terayon Pers), h. 47.

19 H.M. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan (Jakarta: UIN Jakarta Press,2005), h. 179-180.


(46)

keberhasilannya sangat tergantung kepada keinginan terbimbing dan pembimbing untuk berbagi gagasan secara terbuka dan berkomunikasi secara jujur dan terbuka dengan orang lain.

B. Akhlak

Manusia tidak bisa menghindar dari berhubungan dengan yang lain karena manusia adalah makhluk sosial. Manusia dalam pergaulan hidupnya dengan sesama manusia ada kalanya saling membantu, ada kalanya bersaing secara sehat, tak jarang menindas serta mengeksploitasi yang lain untuk kepentingan dirinya.

1. Pengertian Akhlak

Menurut bahasa perkataan akhlak ialah bentuk jamak dari khuluq (khuluqun) yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi’at. Khuluq merupakan gambaran sifat batin manusia, gambaran bentuk lahiriah manusia, seperti raut wajah, gerak anggota badan dan seluruh tubuh. Dalam bahasa Yunani pengertian khuluq ini disamakan dengan kata ethicos atau ethos, artinya adab kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan.

Menurut Imam al-Ghazali sebagaimana dikutip Ahmad Mubarok akhlak ialah ‘keadaan yang bersemayam di dalam jiwa yang menjadi sumber keluarnya tingkah laku, dengan mudah tanpa dipikir untung ruginya.’20 Dari definisi itu jelas bahwa akhlak itu bukan perbuatan, tetapi keadaan ruhani yang menjadi sumber lahirnya perbuatan.

Adapun pengertian akhlak menurut istilah ialah,


(47)

“suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian. Dari sini timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pikiran, dan dapat dirumuskan pula bahwa akhlak ialah ilmu yang mengajarkan manusia berbuat baik dan mencegah perbuatan jahat dalam pergaulannya dengan Tuhan, manusia dan makhluk sekelilingnya.”21

Dari pengertian tersebut, akhlak sesuai fungsinya diharapkan dapat mewujudkan cita-cita pengembangan kemampuan dalam bentuk watak pribadi menuju peradaban yang bermartabat dan dalam rangka mencerdaskan umat

Selanjutnya selain akhlak, ada beberapa istilah yang sering digunakan untuk mengatakan akhlak atau Ilmu akhlak tersebut. Istilah-istilah itu ialah :

a. Moral, yaitu berasal dari bahasa Latin “Mores” yang berarti adat kebiasaan. Yang dimaksud dengan moral “ialah kelakuan yang sesuai dengan nilai-nilai masyarakat, yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab atas tindakan tertentu.”22 Dari pengertian ini jelas bahwa dalam kehidupan sehari-hari dikatakan bahwa orang yang mempunyai tingkah laku yang baik disebut orang yang bermoral. Selain itu dalam ajaran agama, moral sangat penting dimana kejujuran, kebenaran, keadilan dan pengabdian adalah diantara sifat-sifat yang terpenting dalam agama.

21

Din Zainudin, Menembus Ruang & Waktu menuju Pencerahan Spiritual (Jakarta: Almawardi Prima, 2005),h. 210

22 Prof. Dr. H. Moh. Ardani, Nilai-nilai Akhlak/Budipekerti dalam Ibadat (Jakarta: CV. Karya Mulia, 2001), h. 30.


(48)

b. Etika, yaitu berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti adat kebiasaan. Yang dimaksud etika adalah “ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran.”23 Pengertian tersebut menegaskan bahwa etika sebagai salah satu cabang dari filsafat yang mempelajari tingkah laku manusia untuk menentukan nilai perbuatan tersebut baik atau buruk, maka ukuran untuk menentukan nilai itu adalah akal pikiran.

Dari uraian di atas, maka dapat dilihat persamaan antara akhlak, etika dan moral, yaitu menentukan hukum atau nilai perbuatan manusia dengan keputusan baik atau buruk. Perbedaan terletak pada tolok ukurnya masing-masing, dimana ilmu akhlak dalam menilai perbuatan manusia dengan tolok ukur ajaran Al-Qur’an dan Sunnah, etika dengan pertimbangan akal pikiran dan moral dengan adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat.

2. Macam-macam Akhlak

a. Akhlak Al-Karimah (Akhlak Mulia)

Akhlak yang mulia itu dapat dibagi kepada tiga bagian. Pertama, akhlak terhadap Allah, kedua akhlak terhadap diri sendiri, dan ketiga akhlak terhadap sesama manusia. Ketiga akhlak yang mulia ini dapat dikemukakan sebagai berikut:


(49)

1) Akhlak terhadap Allah. Akhlak mulia kepada ini harus dimiliki dengan alasan sebagaimana diungkapkan Ardani berikut ini.

“Banyak alasan mengapa manusia harus berakhlak mulia terhadap Allah. Diantaranya karena Allah telah menciptakan manusia dengan segala keistimewaan dan kesempurnaannya. Sebagai yang diciptakan sudah sepantasnya manusia berterima kasih kepada yang menciptakannya. Selain itu, karena Allah menyediakan berbagai bahan dan sarana kehidupan yang terdapat di bumi, seperti tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang dan lain sebagainya.”24

Dengan alasan-alasan tersebut diatas, sudah sepantasnya dan sewajarnya manusia berakhlak mulia terhadap Allah.

2) Akhlak terhadap Diri Sendiri

Berakhlak yang baik pada diri sendiri dapat diartikan dengan “menghargai, menghormati, menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, karena dirinya itu sebagai ciptaan dan amanah Allah yang harus dipertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya.”25 Untuk menjalankan perintah-Nya maka setiap umat Islam harus berakhlak dan bersikap seperti berikut:

a) Hindarkan minuman keras

b) Hindarkan perbuatan yang tidak baik c) Memelihara kesucian jiwa

d) Pemaaf dan pemohon maaf e) Sikap sederhana dan jujur f) Hindarkan perbuatan tercela.

24

Prof. Dr. H. Moh. Ardani, Nilai-nilai Akhlak/Budipekerti dalam Ibadat (Jakarta: CV. Karya Mulia, 2001), h. 44.

25 Prof. Dr. H. Moh. Ardani, Nilai-nilai Akhlak/Budipekerti dalam Ibadat (Jakarta: CV. Karya Mulia, 2001), h. 45.


(50)

Berakhlak yang baik terhadap diri sendiri erat hubungannya dengan pembinaan sumber daya manusia, yaitu pembinaan manusia agar fisik, akal dan mentalnya terbina secara seimbang dan optimal.

3) Akhlak terhadap Sesama Manusia

Manusia sebagai makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya secara fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lain. Dan Islam menganjurkan kita untuk berakhlak yang baik kepada saudara, karena ia berjasa dalam ikut serta mendewasakan kita, dan merupakan orang yang paling dekat dengan kita. “Caranya dapat dilakukan dengan memuliakannya, memberikan bantuan, tolong-menolong, menghargainya dan sebagainya.”26 Dalam istilah agama akhlak ini tergolong ke dalam hablun minannas.

b. Akhlak Al-Mazmumah (akhlak yang tercela)

Akhlak al-mazmumah (akhlak yang tercela) adalah sebagai lawan atau kebalikan dari akhlak yang baik seagaimana tersebut di atas. Dalam ajaran Islam tetap membicarakan secara terperinci dengan tujuan agar dapat dipahami dengan benar, dan dapat diketahui cara-cara menjauhinya. Berdasarkan petunjuk ajaran Islam dijumpai berbagai macam akhlak yang tercela, di antaranya:

1) Berbohong, ialah memberikan atau menyampaikan informasi yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya.

26 Prof. Dr. H. Moh. Ardani, Nilai-nilai Akhlak/Budipekerti dalam Ibadat (Jakarta: CV. Karya Mulia, 2001), h. 45.


(51)

2) Takabur (sombong), ialah merasa atau mengaku dirinya besar, tinggi, mulia, melebihi orang lain. Pendek kata merasa dirinya lebih hebat.

3) Dengki, ialah rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang diperoleh orang lain.

4) Bakhil atau kikir, ialah sukar baginya mengurangi sebagian dari apa yang dimilikinya itu untuk orang lain.27

Sebagaimana diuraikan di atas maka akhlak dalam wujud pengamalannya dibedakan menjadi dua: akhlak terpuji dan akhlak yang tercela. Jika sesuai dengan perintah Allah dan rasul-Nya yang kemudian melahirkan perbuatan yang baik, maka itulah yang dinamakan akhlak yang terpuji, sedangkan jika ia sesuai dengan apa yang dilarang oleh Allah dan rasul-Nya dan melahirkan perbuatan-perbuatan yang buruk, maka itulah yang dinamakan akhlak yang tercela.

3. Tujuan Pembinaan Akhlak

Tujuan akhlak yang dimaksud ialah melakukan sesuatu atau tidak melakukannya, yang dikenal dengan istilah ketinggian akhlak. Ketinggian akhlak diartikan dengan “meletakkan kebahagiaan pada pemuasan nafsu makan, minum, dan syahwat (seks) dengan cara yang halal. Ada pula yang meletakkan ketinggian akhlak itu pada kedudukan dan tindakan ke arah pemikiran atau hikmah.”28

27

Prof. Dr. H. Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf (Jakartra: PT. Mitra Cahaya Utama, 2005), Cet. Ke-2, h.57-59.

28 Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an (Jakarta: Amzah, 2007), h. 10.


(52)

Jadi, tujuan akhlak diharapkan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat bagi pelakunya sesuai ajaran Al-Qur’an dan Hadits. Ketinggian akhlak terletak pada hati yang sejahtera dan ketentraman hati.

4. Manfaat Akhlakul karimah

Al-Qur’an dan al-Hadits banyak sekali memberi informasi tentang manfaat akhlak yang mulia itu. Allah berfirman dalam surat An-Nahl ayat 97:

ٍ َ َذ ْ ِ ً ِ َ

َ ِ َ ْ َ

ْ ُھَ ْ َأ ْ ُ ﱠ َ ِ!ْ"َ َ َو ۖ ً$َ%ﱢ'َط ًة َ'َ ُ*ﱠ َ'ِ'ْ ُ َ+َ, ٌ ِ ْ.ُ َ/ُھَو ٰ َ1ْ ُأ ْوَأ

َن/ُ+َ ْ3َ ا/ُ َ َ ِ َ5ْ َ6ِ7

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl [16]: 97)

Ayat tersebut jelas menggambarkan manfaat dari akhlak yang mulia, yang dalam hal ini beriman dan beramal shaleh. Mereka itu akan memperoleh kehidupan yang baik, mendapatkan rezeki yang melimpah ruah, mendapatkan pahala yang berlipat ganda di akhirat dengan masuknya ke dalam surga. Hal ini menggambarkan bahwa manfaat dari akhlak mulia itu adalah keberuntungan hidup di dunia dan di akhirat.

Selanjutnya di dalam Hadits juga banyak keterangan tentang manfaatnya dari akhlak. Diantaranya ialah :


(53)

ُ8َ َر َ9 ْ:ِإ َ َ3َ< َﷲ ﱠنِإ

ُ*ﱠ ِ>َ, ِء َ@ﱠ5 اَو ِAُ+ُ@ْ ا ِ ْ5ُ ِ7 ُهْ/ُ ِ ْ َ6َ, ً ْ ِد َمَEْFِGا ْ

. َ ِ ِ7ﱠIِإ ُ ُ ْ8َ َI

29

“Allah telah memilihkan agama Islam untuk kamu, hormatilah agama dengan akhlak dan sikap dermawan, karena Islam itu tidak akan sempurna kecuali dengan akhlak dan sikap dermawan itu.”30

b. Mempermudah perhitungan amal di akhirat. Nabi bersabda :

َJَ َ َ ْ َ KِLْ3ُ< َ$ﱠ َ"ْ ا ُ*َ+َ:ْدَأَو اً ْ'ِ5َ ً7 َ5ِ ُﷲ ُ*َ%َF َ ِ*ْ'ِ, ﱠ ُ ْ َ ٌثَEَN

ْ َ ُ ِOَ<َو َJَ َ+َظ ْ ﱠ َ اْ/ُQْ3َ<َو

ْ ا ُهاَوَر) َJَ3َLَS

.( ِUَ ْ'َ%

31

“Ada tiga perkara yang membawa kemudahan hisab (perhitungan amal di akhirat) dan akan dimasukkan ke surga yaitu engkau memberi sesuatu kepada orang yang tak pernah memberi apa pun kepadamu (kikir), engkau memaafkan orang yang pernah menganiayamu, dan engkau menyambung tali silaturahmi kepada orang yang tak pernah kenal padamu. (HR. Al-Baihaqi).”32

c. Menghilangkan kesulitan. Nabi bersabda :

ُ*ْ َ ُﷲ َVﱠQَ َ'ْ ﱡX ا ِبَ ُ ْ ِ ً$َ7 ْ ُ ٍ ِ ْ.ُ ْ َ َVﱠQَ ْ َ

ِم ْ/َ ِبَ ُ ْ ِ ً$َ7 ْ ُ

.(ٌ ِ+ْ5ُ ُهاَوَر) ِ$َ َ'ِUْ ا

33

“Barangsiapa melepaskan kesulitan orang mukmin dari kehidupannya di dunia ini, maka Allah akan melepaskan kesulitan orang tersebut pada hari kiamat. (HR. Muslim).34

d. Selamat hidup di dunia dan di akhirat. Nabi bersabda :

29

Al-Mawardi, adab ad-Dunya wa ad-Diin editor Muhammad Karim Rajih (Beirut: Daar Iqra`, 1985), Cet. Ke-4.

30 Berdasarkan terjemahan hadits yang dikutip dalam H. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), h. 173.

31

Abu Bakr Ahmad ibn al-Husain al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra, editor Muhammad Abdul Qadir 'Atha (Beirut: Dar el-Kutub, 2003), Jilid X. Cet.Ke-3, h. 235.

32 Berdasarkan terjemahan hadits yang dikutip dalam H. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), h. 174.

33 Muslim Ibn al-Hajjaj, al-Jami’ ash-Shahih (Beirut: Daar el-Jayl, t.th), Jilid VIII, h. 71. 34 Berdasarkan terjemahan hadits yang dikutip dalam H. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), h. 174.


(54)

َZﱢ ا ِ, َلْXَ3ْ اَو ِ$َ'ِ َEَ3ْ اَو ﱢ ِ5 ا ِ, َ َ3َ< ِﷲ ُ$َ'ْ\َ: : ٍت َ'ِ"ْ ُ ُثَEَN

. َ ِ_ْ اَو ِ ْUَQْ ا ِ, ِXَOَUْ اَو ِ`َaَ_ْ اَو

35

“Ada tiga perkara yang dapat menyelamatkan manusia, yaitu takut kepada Allah di tempat yang tersembunyi maupun di tempat yang terang, berlaku adil pada waktu rela maupun pada waktu marah, dan hidup sederhana pada waktu miskin, maupun waktu kaya.36

Banyak bukti yang dapat dikemukakan yang dijumpai dalam kenyataan sosial bahwa “orang yang berakhlak mulia itu semakin beruntung, pasti disukai oleh masyarakatnya, kesulitan dan penderitaannya akan dibantu untuk dipecahkan, walaupun ia tidak mengharapkannya.”37 Dari kenyataan ini jelas bahwa jika akhlak yang mulia itu telah sirna dan berganti dengan akhlak yang tercela, maka kehancuran pun akan segera datang menghadangnya. Tentu perubahan tersebut terjadi karena berbagai macam fakor sebagaimana yang akan diuraikan berikut ini.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak

Faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak pada remaja ada dua, yaitu,

a. Faktor internal (dari dalam diri) yaitu potensi fisik, intelektual dan hati (rohaniah) yang di bawa si anak dari sejak lahir.

b. Faktor eksternal (dari luar) dalam hal ini yaitu kedua orang tua di rumah, guru di sekolah, dan tokoh-tokoh serta pemimpin di masyarakat. Melalui kerja sama yang baik antara tiga lembaga

35 Al-Baihaqi, Syu’ab al-Iman (Beirut: Daar el-Kutub el-Ilmiyah, 1410 H), Jilid V, h, 452. 36

Berdasarkan terjemahan hadits yang dikutip dalam H. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), h. 175.

37 Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an(Jakarta: Amzah, 2007), h. 15.


(55)

pendidikan tersebut, maka aspek kognitif (pengetahuan), afektif (penghayatan), dan psikomotorik (pengamalan) ajaran yang diajarkan akan terbentuk akhlak pada diri anak.38

Bertolak dari dua faktor tersebut di atas, jelas bahwa pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap perubahan perilaku akhlak seseorang. Sebelum mengenyam pendidikan, kita belum banyak mengetahui nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi, setelah memasuki jenjang pendidikan kita akan banyak mengetahui ilmu mengenai nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi. Kemudian dengan bakal ilmu tersebut kita dapat memiliki wawasan luas dan diterapkan dalam tingkah laku sehari-hari agar tidak terjerumus dalam perilaku menyimpang sebagaimana yang penulis uraikan berikut ini.

C. Perilaku Menyimpang di Kalangan Remaja

Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan karena remaja belum memiliki status dewasa tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak, karena secara fisik mereka sudah seperti orang dewasa. Perkembangan fisik dan psikis menimbulkan kebingungan di kalangan remaja sehingga masa ini disebut oleh orang barat sebagai “periode sturm und drung dan akan membawa akibat yang tidak sedikit terhadap sikap, perilaku, kesehatan, serta kepribadian remaja.”39

38 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), h. 166.

39 F.J Monks, dkk, PsikologiPerkembangan (Yogyakarta:GadjahMada University Press, 2002), h.


(56)

Hal tersebut terjadi karena umur remaja adalah sebenarnya umur yang goncang karena pertumbuhan pribadi yang sedang dilaluinya dari berbagai segi, baik jasmani, mental maupun pribadi dan sosial. Kegoncangan tersebut ditandai bahwa “kebanyakan dari para remaja yang sering bersikap tidak sabar, sehingga bertindak keras atau kasar dan kadang-kadang melanggar nilai-nilai yang dianut oleh masyarakatnya, disinilah timbulnya perilaku menyimpang yang biasa disebut nakal.”40

1. Pengertian Perilaku Menyimpang

Suatu perbuatan disebut menyimpang bilamana “perbuatan itu dinyatakan sebagai menyimpang. Penyimpang (orang yang menyimpang) adalah seorang yang memenuhi kriteria definisi itu secara tepat.”41 Perilaku menyimpang secara tegas diartikan Sadli sebagai:

“Tingkah laku yang melanggar atau bertentangan dari aturan-aturan normatif, dari pengertian-pengertian normatif maupun dari harapan-harapan lingkungan sosial yang bersangkutan. Perilaku menyimpang tidak pernah berdiri sendiri tanpa ada kaitannya dengan aturan-aturan normatif yang berlaku didalam lingkungan sosial tertentu.”42

Dengan mengacu pengertian di atas, penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai suatu pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat. Seorang remaja yang pernah melakukan tindakan-tindakan yang menyeleweng dari pada norma-norma sosial disebut juga perilaku delinkuen. Sedangkan menurut M. Gold dan J. Petronio, perilaku delinkuen yaitu “kenakalan remaja sebagai tindakan

40

Dr. Zakiah Daradjat, Pembinaan Remaja (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 46. 41 Aminuddin Ram dan Tita Sobari, Sosiologi (Jakarta: Erlangga, 1991), h. 191.

42 Saparinah Sadli, “Persepsi Sosial Mengenai Perilaku Menyimpang,” (Thesis Ilmu Psikologi, Universitas Indonesia Jakarta, 1976), h. 36-37.


(57)

oleh seseorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatan itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman.”43

Seorang remaja digolongkan remaja delinkuen “apabila tampak padanya kecenderungan-kecenderungan antisosial yang demikian memuncaknya sehingga yang berwajib terpaksa atau hendaknya mengambil tindakan terhadapnya.”44 Penggolongan ini disebabkan karena gangguan kepribadian sosial yang dialaminya sebagaimana penjelasan Wade dan Tavris berikut ini.

“Gangguan kepribadian antisosial menunjukkan suatu pola yang bersifat menyebar yang tidak menghiraukan, dan atau melanggar hak-hak orang lain. Mereka yang menderita gangguan kepribadian antisosial akan berulangkali melanggar hukum, mereka bersifat impulsif dan mencari ketegangan sesaat, mereka menunjukkan perilaku mengabaikan keamanan diri mereka sendiri dan keamanan diri orang lain, mereka sering kali terlibat dalam perkelahian fisik atau serangan fisik terhadap orang lain,serta menunjukkan perilaku tidak bertanggung jawab.”45

Uraian tersebut menggambarkan dengan jelas bahwa secara keseluruhan, semua tingkah laku yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dalam masyarakat dapat disebut sebagai perilaku menyimpang. Akan tetapi, jika penyimpangan itu terjadi terhadap norma-norma hukum pidana barulah disebut kenakalan. Dengan demikian, penulis membatasi pengertian kenakalan pada tingkah laku-tingkah laku yang jika dilakukan oleh orang dewasa disebut sebagai kejahatan. Diluar itu, penyimpangan-penyimpangan lainnya akan disebut perilaku menyimpang saja.

43

Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja (Jakarta: Radja Grafindo Persada, 2001), h. 205.

44 Gerungan, Psychologi Sosial (Jakarta: PT Eresco, 1981), h. 199.


(58)

2. Bentuk Perilaku Menyimpang

Dalam masyarakat luas, kita menyaksikan berbagai macam perilaku menyimpang. Berikut ini adalah bentuk-bentuk dari penyimpangan perilaku, antara lain:

a. Perilaku menyimpang yang bersifat amoral dan asosial yang tidak diatur dalam undang-undang, sehingga tidak dapat digolongkan ke dalam pelanggaran hukum. Contohnya: berbohong, kabur dari rumah, berpakaian tidak pantas, dan lain-lain.

b. Perilaku menyimpang yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum, yang biasa disebut dengan kenakalan remaja (deliquency). Contohnya: membunuh, mencuri, dan lain-lain.46

Senada dengan itu, menurut Elida bentuk-bentuk perilaku menyimpang adalah sebagai berikut:

a. Perilaku yang merusak kehidupan orang lain, b. Perilaku yang merusak diri sendiri,

c. Perilaku yang merusak lingkungan alam sekitar.47

3. Faktor Penyebab Berperilaku Menyimpang

Ada tiga faktor penyebab perilaku menyimpang, yaitu :

46

Singgih D. Gunarsa dan Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis: Anak, Remaja

dan Keluarga (Jakarta: Gunung Mulia, 2008), h. 146.

47 Elida Prayitno, Psikologi Perkembangan Remaja (Padang: Angkasa Raya, 2006),h. 141.


(59)

a. “Lingkungan keluarga sebagai tempat pertama kali seorang remaja mengenal lingkungan. Seorang remaja beradaptasi dengan lingkungan keluarga setiap harinya.”48 Lingkungan keluarga ini merupakan tempat mereka mengembangkan diri dan berinteraksi dengan anggota keluarga yang lainnya. Baik buruknya seorang anak paling pertama dipengaruhi oleh lingkungan keluarganya. Bila lingkungan baik maka anak akan menjadi baik pula dan sikap orang tua yang terlalu memberikan kebebasan kepada anaknya membuat anak tersebut tidak mendapatkan keputusan-keputusan yang bijak dan tepat bagi dirinya sendiri, sehingga anak lebih cenderung berperilaku menyimpang.

b. Lingkungan sekolah adalah lingkungan yang diartikan sebagai “kesatuan ruang suatu benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya.”49 Adapun sekolah sebagaimana definisi Jonaidi diartikan sebagai,

“Lembaga pendidikan formal yang sistematis melaksanakan program bimbingan, dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya baik yang menyangkut aspek moral, spiritual, intelektual, emosional maupun sosial.50

48 Jonaidi, “Analisis Sosiologis terhadap Perilaku Menyimpang Siswa pada SMA Pembangunan Kabupaten Malinau,” eJournal Sosiatri-Sosiologi, Volume 1, No 3 (Maret 2013): h, 16.

49

Munib, Lingkunan Sekolah dan Proses Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 76. 50 Jonaidi, “Analisis Sosiologis terhadap Perilaku Menyimpang Siswa pada SMA Pembangunan Kabupaten Malinau,” eJournal Sosiatri-Sosiologi, Volume 1, No 3 (Maret 2013): h, 16.


(60)

Faktor lingkungan sekolah sebagaimana dijelaskan di atas adalah faktor objektif. Seseorang yang tinggal dalam lingkungan sekolah yang baik, warganya taat dalam melakukan ibadah agama dan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik maka keadaan ini akan memengaruhi kepribadian seseorang menjadi baik sehingga terhindar dari penyimpangan sosial dan begitu juga sebaliknya.

c. Teman Sebaya, sebagaimana yang didefinisikan oleh Tirtarahardja berikut ini:

“suatu kelompok yang terdiri dari orang-orang yang bersamaan usianya, antara lain: kelompok bermain pada masa kanak-kanak, kelompok monoseksual yang hanya beranggotakan anak-anak sejenis kelamin, atau gang yaitu kelompok anak-anak nakal.”51

Pengaruh teman sebaya ini membuat remaja mempunyai kecenderungan untuk memakai norma teman sebaya dibandingkan norma sosial yang ada. Selain itu, beberapa penyebab yang dapat kita catat sebagaimana yang diuraikan oleh Kartono ialah faktor-faktor sebagai berikut:

“Disorganisasi familial, struktur keluarga yang berantakan, lingkungan tetangga yang rusak dan buruk, subkultur delinkuen sebagai manifestasi ekstrim dari kebudayaan remaja, konstitusi jasmaniah dan rohaniah yang lemah, efek mental dan beberapa jenis gangguan kejiwaan yang merangsang para remaja menjadi delinkuen, penggunaan mekanisme pelarian diri dan pembelaan diri yang negatif oleh anak-anak remaja yang mengalami gangguan

51 Umar Tirtarahardja, Lingkungan Teman Sebaya dan Fungsinya (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 181.


(61)

emosional, yang kemudian menstimulir anak-anak remaja dan adolesens menjadi kriminal.52

Dari faktor-faktor yang disebutkan di atas bisa jadi semuanya memberikan andil dalam munculnya perilaku yang menyimpang. “Jarang sekali penyebabnya hanya satu faktor saja, sebaliknya pada umumnya sebabnya merupakan kombinasi dari beberapa faktor.”53 Oleh karena itu dibutuhkan langkah-langkah untuk merespon faktor-faktor tersebut.

4. Langkah-langkah Dasar Pencegahan terhadap Perilaku Menyimpang.

Dalam menghadapi remaja ada beberapa hal yang harus selalu diingat, yaitu bahwa jiwa remaja adalah jiwa yang penuh gejolak. Lingkungan sosial remaja yang ditandai dengan perubahan sosial yang cepat yang mengakibatkan kesimpangsiuran norma. Kondisi intern dan ekstern yang sama-sama bergejolak inilah yang menyebabkan masa remaja memang lebih rawan dari pada tahap-tahap lain dalam perkembangan jiwa manusia. Maka dari itu agar tidak terjadi penyimpangan perilaku atau kenakalan remaja perlunya pencegahan dan penanganan terhadap para remaja.

Tindakan pencegahan yang pertama yaitu menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga dengan sebaik-baiknya, karena keadaan keluarga yang ditandai dengan hubungan suami istri yang harmonis akan lebih menjamin remaja yang bisa melewati masa transisinya dengan mulus dari

52

Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja (Jakarta: Rajawali, 1992), cet. Ke-2, h. 94.

53 Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja (Jakarta: Rajawali, 1992), cet. Ke-2, h. 93.


(1)

LAMPIRAN DAFTAR PENERIMA MANFAAT PANTI SOSIAL MARSUDI PUTRA

HANDAYANI (MARET 2013)

No Nama Tempat Tgl Lahir Kelas Asal

90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 Wahyu Ginanjar Ilham Julhiddrian Haryanto Hermawan Irwansyah

Handrianus Ravelino F

Palentino

Dwi Bakhtiar

Abdul Malik Apriyan Muhammad Yusuf

Erwin Syah Hutapea Redi Sofian

Candra Yahya Rompah Vicky Ramadhan

Ciamis, 19 April 1996 Jakarta, 9 Mei 1995 Jakarta, 18 Juli 1996 Jakarta, 9 Agustus 1996

Jakarta, 17 Juni 1997 Jakarta, 26 Agustus 1996

Bogor, 8 Februari 1997

Jakarta, 26 Juli 1996 Jakarta, 23 April 1995 Jakarta, 31 Januari 1995

Jakarta, 14 Juli 1995 Belinyu, 28 Desember 1996

Kutai, 24 Juli 1998 Jakarta, 31 januari 1997 Taruna Taruna Taruna Taruna Taruna Taruna Taruna Taruna Taruna Taruna Taruna Taruna Taruna Taruna Taruna Ciamis Duren Sawit Duren Sawit Kebon Jeruk Ps. Rebo Ps. Rebo Ps. Rebo Ps. Rebo Jakarta Timur Duren Sawit Jatinegara, Jaktim Bangka Belitung Riau

Tn. Abang Jakarta Pusat


(2)

LAMPIRAN

PINTU GERBANG PANTI SOSIAL MARSUDI PUTRA HANDAYANI – JAKARTA

MASJID ISTIQOMAH FATIH SEBAGAI PUSAT BIMBINGAN ROHANI ISLAM DI PANTI SOSIAL MARSUDI PUTRA HANDAYANI – JAKARTA


(3)

GEDUNG KONSULTASI


(4)

GEDUNG KETERAMPILAN OTOMOTIF MOTOR


(5)

MIX FARMING / AULA PERTANIAN


(6)