Pengaruh Cahaya Matahari Terhadap Kadar Vitamin C Pada Tanaman Bayam (Amaranthus tricolor) Dengan Naungan Dan Tanpa Naungan
PENGARUH CAHAYA MATAHARI TERHADAP KADAR
VITAMIN C PADA TANAMAN BAYAM (Amaranthus tricolor)
DENGAN NAUNGAN DAN TANPA NAUNGAN
SKRIPSI
KHAIRUNNISYAH NASUTION
080822015
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010
(2)
PENGARUH CAHAYA MATAHARI TERHADAP KADAR VITAMIN C PADA TANAMAN BAYAM (Amaranthus tricolor)
DENGAN NAUNGAN DAN TANPA NAUNGAN
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar sarjana sains
KHAIRUNNISYAH NASUTION 080822015
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
(3)
PERSETUJUAN
Judul : PENGARUH CAHAYA MATAHARI
TERHADAP KADAR VITAMIN C PADA TANAMAN BAYAM (Amaranthus tricolor) DENGAN NAUNGAN DAN TANPA NAUNGAN.
Kategori : SKRIPSI
Nama : KHAIRUNNISYAH NASUTION
Nomor Induk Mahasiswa : 080822015
Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA EKSTENSI
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di Medan, Juli 2010
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Drs.Firman Sebayang, MS Dr. Ribu Surbakti, MS
NIP.195607261985031001 NIP.194507061980031001
Diketahui / Disetujui oleh
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
Dr.Rumondang Bulan Nst, MS NIP.195408301985032001
(4)
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh sinar matahari terhadap kandungan vitamin C pada tanaman bayam (Amaranthus tricolor). Kadar vitamin C ditentukan dengan metode titrasi Iodimetri. Dari hasil penelitian nilai rata-rata kadar vitamin C pada tanaman bayam (Amaranthus tricolor) yang ditanam dengan memakai naungan adalah 0,9944 mg/100 g bayam dan pada tanaman bayam (Amaranthus tricolor) yang ditanam tanpa naungan yaitu 0,7729 mg/100 g bayam hijau.
(5)
SUN LIGHT INFLUENCE ON VITAMIN C CONTENT IN PLANT SPINACH (Amaranthus tricolor)
ABSTRACT
Has conducted research on the effects of sunlight on vitamin C content in plants of spinach (Amaranthus tricolor). Vitamin C content determined by titration iodimetric method. From the research, the average levels of vitamin C in plants spinach (Amaranthus tricolor) are planted with shade is wearing 0.9944 mg/100 g of plant spinach and spinach (Amaranthus tricolor) are planted with no auspices of 0.7729 mg/100 g spinach green.
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan ii
Pernyataan iii
Abstrak iv
Abstract v
Daftar Isi vi
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 2
1.3. Pembatasan Masalah 2
1.4. Tujuan Penelitian 3
1.5. Manfaat Penelitian 3
1.6. Metodologi Penelitian 3
1.7. Lokasi Penelitian 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 2.1. Mengenal Tanaman Bayam 5 2.1.1 Jenis-jenis Bayam 5 2.1.2 Sistematika Tanaman Bayam 6
2.1.3 Kandungan Bayam 6 2.1.4 Khasiat Bayam 8
2.2. Vitamin 9
2.2.1 Analisa Vitamin 10 2.3. Vitamin C 11 2.3.1. Struktur Vitamin C 11 2.3.2. Sifat-sifat umum Vitamin C 11 2.3.3. Sumber Vitamin C 12 2.3.4. Fungsi Vitamin C 12 2.3.5. Metabolisme Vitamin C 13 2.3.6. Biosintesis Vitamin C 13
2.3.7. Akibat Kekurangan Vitamin C 14 2.3.8. Akibat Kelebihan Vitamin C 14
2.3.9. Analisis Vitamin C 14
2.4. Fotosintesis 15
2.5. Pengaruh Intensitas Cahaya 16
2.6. Analisa Titrimetri 17
2.6.1. Titrasi yang Melibatkan Iodium 17
2.7. Indikator Amilum 18
2.5.1 Reaksi antara vitamin C dan Iodin dengan menggunakan
Indikator Amilum 19
(7)
3.1. Alat 21
3.2. Bahan 21
3.3. Prosedur Penelitian 22
3.3.1. Pembuatan Larutan Pereaksi 22
3.3.1.1 Pembuatan Larutan Iodium 0,01N 22
3.3.1.2 Pembuatan Larutan Amilum 22
3.3.1.3 Prosedur Penanaman Tanaman Bayam Hijau (Amaranthus
tricolor) 22
3.3.1.4 Pengukuran Kadar Vitamin C dalam Tanaman Bayam
Hijau (Amaranthus tricolor) 22
3.4. Bagan Penelitian 23
3.4.1 Pembuatan Larutan Iodium 0,01N 23
3.4.2 Pembuatan Larutan Pati (Amilum) 23
3.4.3 Prosedur Penanaman Tanaman Bayam Hijau
(Amaranthus tricolor) 24
3.4.4 Pengukuran Kadar Vitamin C dalam Tanaman Bayam
(Amaranthus tricolor) 25
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 26
4.1. Hasil Penelitian 26
4.4.1 Perhitungan Kadar Vitamin C 27
4.2. Pembahasan 29
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 31
5.1. Kesimpulan 31
5.2. Saran 31
DAFTAR PUSTAKA 32
(8)
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh sinar matahari terhadap kandungan vitamin C pada tanaman bayam (Amaranthus tricolor). Kadar vitamin C ditentukan dengan metode titrasi Iodimetri. Dari hasil penelitian nilai rata-rata kadar vitamin C pada tanaman bayam (Amaranthus tricolor) yang ditanam dengan memakai naungan adalah 0,9944 mg/100 g bayam dan pada tanaman bayam (Amaranthus tricolor) yang ditanam tanpa naungan yaitu 0,7729 mg/100 g bayam hijau.
(9)
SUN LIGHT INFLUENCE ON VITAMIN C CONTENT IN PLANT SPINACH (Amaranthus tricolor)
ABSTRACT
Has conducted research on the effects of sunlight on vitamin C content in plants of spinach (Amaranthus tricolor). Vitamin C content determined by titration iodimetric method. From the research, the average levels of vitamin C in plants spinach (Amaranthus tricolor) are planted with shade is wearing 0.9944 mg/100 g of plant spinach and spinach (Amaranthus tricolor) are planted with no auspices of 0.7729 mg/100 g spinach green.
(10)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sosok tanaman bayam sangat mudah dikenali, yaitu berupa perdu yang tumbuh tegak, batangnya tebal berserat dan sukulen pada beberapa jenis mempunyai duri. Daunnya bisa tebal atau tipis, besar atau kecil, berwarna hijau atau ungu kemerahan (pada jenis bayam merah). Bunganya berbentuk pecut, muncul di pucuk tanaman atau pada ketiak daunnya. Bijinya berukuran sangat kecil berwarna hitam atau cokelat dan mengkilap (Bandini,Y., 2001).
Vitamin C merupakan senyawa yang sangat mudah larut dalam air, mempunyai sifat asam dan sifat pereduksi yang kuat. Vitamin C yang mempunyai rumus empiris C6H8O6
dalam bentuk murni merupakan kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada
suhu 190-1920C. Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam
(Andarwulan,N., 1992).
Japan Food Standarization Ingredients List menyatakan bahwa dewasa ini makanan-makanan alami kehilangan banyak zat gizi karena faktor lingkungan, kerusakan tanah dan pengolahan dengan zat tambahan seperti pupuk anorganik, zat perangsang tanah dan lain sebagainya. Pengurangan nilai gizi yang drastis khususnya vitamin C pada bayam telah diamati dari tahun ke tahun dan dapat disimpulkan bahwa penurunan kadar vitamin C cukup signifikan sebab pada tahun 1950 : 150 mg, tahun 1963 : 100 mg, tahun 1982 : 63 mg dan pada tahun 1994 menjadi 13 mg, masing-masing per 100 gram bahan, hal ini diduga akibat perubahan global dimana suhu udara semakin naik sehingga penguapan pada daun bayam yang bentuknya tipis semakin tinggi, sedangkan air merupakan bahan baku untuk proses fotosintesa serta merupakan media reaksi yang paling bagus (Packer,L., 2006).
Cahaya mempengaruhi susunan asam askorbat pada sayuran dan buah. Sayuran seperti bayam, pada sore hari mengandung asam askorbat lebih besar daripada waktu pagi, namun perubahan itu disebabkan adanya perubahan kadar air. Dalam tanaman terdapat suatu mekanisme yang mengubah sukrosa, heksosa dan senyawa lain menjadi asam askorbat.
(11)
Cahaya, suhu, karbondioksida dan air sangat mempengaruhi akumulasi asam askorbat dalam tanaman. Cahaya nampaknya merupakan satu-satunya faktor lingkungan yang mempengaruhi kadar asam askorbat dalam sayuran dan buah (Harris,R.1989).
Berdasarkan hal di atas, penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian tentang menghitung kadar vitamin C pada tanaman bayam (Amaranthus tricolor) dengan pengaruh cahaya matahari yaitu dengan membandingkan tanaman bayam (Amaranthus tricolor) yang diberikan naungan dan dengan tanaman bayam (Amaranthus tricolor) tanpa naungan. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode titrasi iodometri.
1.2 Permasalahan
• Bagaimana pengaruh cahaya matahari terhadap kadar vitamin C hasil biosintesis pada tanaman bayam (Amaranthus tricolor) yang diberikan naungan dengan tanaman bayam (Amaranthus tricolor) tanpa naungan.
• Seberapa besar pengaruh sinar matahari terhadap kandungan vitamin C pada bayam yang dinaungi dibandingkan daya control.
1.3 Pembatasan Masalah
Penulis membatasi masalah yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu :
• Jenis tanaman bayam (Amaranthus tricolor) yang digunakan adalah bayam hijau.
• Metode yang digunakan adalah metode titrasi iodimetri.
• Jumlah sinar matahari yang digunakan diatur sedemikian rupa dengan diberi naungan sehingga hanya terkena sinar antara jam 8-10 pagi dan jam 3-5 sore untuk tanaman bayam yang diberi naungan.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar vitamin C yang terdapat pada tanaman bayam (Amaranthus tricolor) dengan pengaruh cahaya matahari yaitu dengan membandingkan antara tanaman bayam (Amaranthus tricolor) yang diberikan naungan dan dengan tanaman bayam (Amaranthus tricolor) tanpa naungan.
(12)
1.5 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan para petani dan masyarakat dapat mengetahui tanaman bayam (Amaranthus tricolor) yang layak diproduksi dan dikonsumsi untuk memenuhi sumber vitamin C pada tubuh kita.
1.6 Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara eksperimen di lahan pertanian dan laboratorium yaitu : tanaman bayam (Amaranthus tricolor), sebagian ditanam dengan menggunakan naungan pada tanaman bayam (Amaranthus tricolor) dari jam 8-10 pagi dan dari jam 3-5 sore dan sebagian lagi ditanam dengan tanpa naungan atau langsung terkena cahaya matahari.
Kemudian ditentukan kadar vitamin C nya dengan metode titrasi dengan larutan Iodin 0,01N.
1.7 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Lahan Rumah Kaca Fakultas Pertanian dan Laboratorium Biokimia/Kimia Bahan Makanan FMIPA Universitas Sumatera Utara.
(13)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mengenal Tanaman Bayam
Tanaman bayam merupakan salah satu jenis sayuran komersial yang mudah diperoleh di setiap pasar, baik pasar tradisional maupun pasar swalayan. Ciri-ciri jenis bayam yang enak untuk dimakan adalah daunnya besar, bulat, dan empuk. Bayam ini dapat diolah sebagai sayur, pecel, atau gado-gado. Sedangkan bayam yang berdaunbesar, tipis, dan alot lebih enak digoreng campur tepung untuk rempeyek.
Berdasarkan cara penanamannya jenis bayam dibedakan menjadi bayam cabut dan bayam petik. Bayam cabut adalah bayam yang dipanen dengan cara dicabut seluruh bagian tanaman beserta akar-akarnya. Bayam petik adalah bayam yang pemanenannya dilakukan dengan cara dipetik daun atau pucuk daunnya saja sehingga dapat dilakukan berulang kali sepanjang tanaman masih produktif.
2.1.1. Jenis-jenis Bayam
Jenis-jenis bayam yang ada sebenarnya sangatlah banyak, dari yang tumbuh liar maupun yang telah dibudidayakan. Secara ringkas jenis bayam dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Bayam Liar
Bayam ini tumbuh secara liar, dapat dijumpai di lahan-lahan kosong tak terurus, sebagai gulma di lahan pertanian, atau di tempat-tempat yang lembap, seperti di tepi selokan. Tanaman ini tumbuh cepat dan semakin subur jika musim hujan tiba. Bayam ini dapat dikonsumsi, tetapi rasanya agak getir sehingga lebih banyak digunakan sebagai obat atau bahan untuk kecantikan.
b. Bayam Budi Daya
Jenis ini memang sengaja dibudidayakan untuk dikonsumsi karena rasa daunnya enak, empuk, dan mempunyai kandungan gizi yang tinggi. Selain itu, daunnya yang segar
(14)
mempunyai nilai komersial yang tinggi. Jenis bayam yang telah banyak dibudidayakan di antaranya adalah bayam cabut (A. tricolor L) dan bayam petik/bayam tahunan (A. hybridus L) (Bandini,Y., 2001).
2.1.2. Sistematika Tanaman Bayam
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Caryophyllales
Family : Amaranthaceae
Upfamily : Amaranthoidoae
Genus : Amaranthus L
(Bandini,Y., 2001).
2.1.3. Kandungan Bayam
Kandungan zat nutrisi pada tanaman bayam dalam per 100 gram porsi bayam adalah :
No Kandungan Bayam Berat
1 Air 91,58 g
2 Energi 22 kcal
3 Protein 2,86 g
4 Total lemak 0,35g
5 Karbohidrat 3,5 g
6 Serat 2,7 g
(15)
Mineral
No Mineral Berat
1 Kalsium, Ca 99 mg
2 Besi, Fe 2,71 mg
3 Magnesium, Mg 79 mg
4 Phospor, P 49 mg
5 Potassium, K 558 mg
6 Sodium, Na 79 mg
7 Seng, Zn 0.53 mg
8 Tembaga, Cu 0.13 mg
9 Mangan, Mn 0.897 mg
Vitamin
No Vitamin Berat
1 Vitamin C, asam askorbat 28.1 mg
2 Thiamin 0.078 mg
3 Riboflavin Riboflavin 0.189 mg
4 Niacin 0.724 mg
5 Asam Pantothenic 0.065 mg
6 Vitamin B-6 0.195 mg
7 Folate 194.4 mcg
8 Vitamin B-12 0 mcg
9 Vitamin A 672 mcg_RE
10 Vitamin E 1.89 mg_ATE
(http://www.asiamaya.com).
Japan Food Standarization Ingredients List menyatakan bahwa dewasa ini makanan-makanan alami kehilangan banyak zat gizi karena faktor lingkungan, kerusakan tanah dan pengolahan dengan zat tambahan seperti pupuk anorganik, zat perangsang tanah dan lain sebagainya. Pengurangan nilai gizi yang drastis khususnya vitamin C pada bayam telah
(16)
diamati dari tahun ke tahun dan dapat disimpulkan bahwa penurunan kadar vitamin C cukup signifikan sebab pada tahun 1950 : 150 mg, tahun 1963 : 100 mg, tahun 1982 : 63 mg dan pada tahun 1994 menjadi 13 mg, masing-masing per 100 gram bahan, hal ini diduga akibat perubahan global dimana suhu udara semakin naik sehingga penguapan pada daun bayam yang bentuknya tipis semakin tinggi, sedangkan air merupakan bahan baku untuk proses fotosintesa serta merupakan media reaksi yang paling bagus (Journal of Enviromental & Occupational Medicine, 2006).
2.1.4. Khasiat Bayam
Bayam selain bermanfaat sebagai sayur juga berkhasiat obat. Adapun khasiat dari bayam adalah :
1. Mampu memperbaiki sistem pencernaan.
2. Menurunkan resiko terserang kanker.
3. Mengurangi kolesterol (masih sebatas pada hewan), dan bersifat antidiabetes. Cara kerjanya dalam menurunkan kolesterol pada hewan adalah dengan mengonversi kolesterol dalam tubuh menjadi koprostanol yang kemudian dibuang ke luar tubuh. Sedangkan yang membuatnya berkhasiat antidiabetes adalah kandungan mangan (Mn).
4. Untuk mengobati asma, bisa memakai bayam duri Amaranthus spinosus. Caranya
yaitu dengan memotong lima batang bayam duri muda, termasuk daun dan kembangnya. Rebus potongan itu dengan menggunakan lima gelas air selama 7 - 10 menit. Air hasil rebusan tadi diminum tiga kali sehari. Untuk anak-anak cukup diminum setengah gelas, sedangkan untuk orang dewasa satu gelas, dan bayi dua sendok makan saja (http://www.khasiatku.com).
Kegunaan bayam mentah yang lainnya ialah pengaruhnya pada gigi dan gusi (mencegah penyakit gusi). Penyakit gusi adalah sejenis scorbutus akibat kurangnya unsur-unsur yang ada pada bayam dan wortel. Sari bayam juga merupakan obat penawar bagus, karena mengandung banyak garam oksalat. Oleh karena itu, sari bayam disebut sebagai salah satu zat pembersih yang baik (Soehardi, S., 2004).
(17)
2.2. Vitamin
Vitamin adalah senyawa-senyawa organik tertentu yang diperlukan dalam jumlah kecil dalam diet seseorang tetapi esensial untuk reaksi metabolisme dalam sel dan penting untuk melangsungkan pertumbuhan normal serta memelihara kesehatan.
Kebanyakan vitamin-vitamin ini tidak dapat disintesis oleh tubuh. Beberapa di antaranya masih dapat dibentuk oleh tubuh, namun kecepatan pembentukannya sangat kecil sehingga jumlah yang terbentuk tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Oleh karenanya tubuh harus memperoleh vitamin dari makanan sehari-hari. Jadi vitamin mengatur metbolisme, mengubah lemak dan karohidrat menjadi energi, dan ikut mengatur
pembentukan tulang dan jaringan.
Vitamin dibagi ke dalam dua golongan. Golongan pertama oleh Kodicek (1971) disebut prakoenzim, dan bersifat larut dalam air, tidak disimpan oleh tubuh, tidak beracun, diekskresi dalam urine. Yang termasuk golongan ini adalah : tiamin, riboflavin, asam nikotinat, piridoksin, asam kolat, biotin, asam pantotenat, vitamin B12 dan vitamin C.
Golongan kedua yang larut dalam lemak disebutnya alosterin, dan dapat disimpan dalam tubuh. Kekurangan vitamin mengakibat terjadinya penyakit defisiensi, tetapi biasanya gejala penyakit akan hilang kembali apabila kecukupan vitamin tersebut terpenuhi (Poedjiadi,A, 1994).
Vitamin yang larut dalam lemak banyak terdapat dalam daging ikan, minyak ikan dan biji-bijian sumber minyak seperti kacang tanah, kacang kedelai, dan sebagainya. Sekali diserap dalam tubuh, vitamin-vitamin tersebut disimpan dalam hati atau jaringan-jaringan lemak. Seperti halnya lemak, vitamin memerlukan protein pengangkut untuk memindahkannya dari satu tempat ke tempat lain. Karena sifatnya yang tidak larut dalam air, maka vitamin-vitamin tersebut tidak dikeluarkan atau diereksikan, akibatnya vitamin ini dapat ditimbun dalam tubuh bila dikonsumsi dalam jumlah banyak. Kekurangan vitamin yang larut dalam lemak terjadi terutama bila daya serap tubuh terhadap lemak tidak baik atau bila badan terlalu banyak mengkonsumsi minyak mineral.
(18)
Vitamin-vitamin yang larut dalam air bergerak bebas dalam badan, darah, dan limpa. Karena sifatnya yang larut dalam air, vitamin mudah rusak dalam pengolahan dan mudah hilang karena tercuci atau terlarut oleh air, keluar dari bahan (Winarno, F.G., 2004).
2.2.1 Analisa Vitamin
Vitamin mempunyai sifat fisis maupun kimiawi yang spesifik maka cara analisanya juga spesifik. Ada beberapa cara analisa vitamin yaitu cara kimiawi, cara biologis maupun cara mikrobiologis.
Analisa vitamin secara kimiawi atau fisiko kimia didasarkan pada sifat vitamin baik sifat fisis maupun kimiawi. Analisa cara biologis mempunyai kelebihan yaitu dapat langsung diketahui peranan vitamin tersebut dalam zat hidup, serta secara kuantitatif dapat diketahui jumlahnya. Sedangkan cara kimiawi hanya sekedar menentukan jumlah (kuantitas) saja. Oleh karenanya sering kedua cara ini dilakukan secara bersama agar diperoleh data yang lebih lengkap.
Analisa vitamin secara mikrobiologis menggunakan bakteri atau yeast ataupun jamur. Akan tetapi harus diketemukan jenis mikroba yang spesifik untuk pengujian satu jenis bahan makanan tertentu. Bahan makanan yang dianalisa harus dimurnikan dahulu dari bahan yang lain yang besar kemungkinannya mempengaruhi aktivitas biologis mikrobia yang digunakan untuk percobaan
(Sudarmadji, S., 1989).
2.3. Vitamin C
2.3.1. Struktur Vitamin C
Vitamin C merupakan senyawa yang sangat mudah larut dalam air, mempunyai sifat asam dan sifat pereduksi yang kuat. Sifat-sifat tersebut terutama disebabkan adanya struktur enediol yang berkonyugasi dengan gugus karbonil dalam cincin lakton. Bentuk vitamin C yang ada di alam terutama adalah L-asam askorbat. D-asam askorbat jarang terdapat di alam
(19)
dan hanya memiliki 10 persen aktivitas vitamin C. Biasanya D-asam askorbat ditambah ke dalam bahan pangan sebagai antioksidan, bukan sebagai sumber vitamin C.
O O
C C OH C C O
O O
C C OH C C O
H H
CHOH CHOH
CH2OH CH2OH
L-asam askorbat L-dehidro asam askorbat
(Andarwulan, N, 1992).
2.3.2. Sifat-sifat Umum Vitamin C
Vitamin C yang mempunyai rumus empiris C6H8O6 dalam bentuk murni merupakan
kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada suhu 190-1920C. Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam.
Vitamin C sangat mudah larut dalam air (1 gram dapat larut sempurna dalam 3 ml air), sedikit larut dalam alcohol (1 gram dalam 50 ml alcohol absolute atau 100 ml gliserin) dan tidak larut dalam benzene, eter, kloroform, minyak dan sejenisnya. Walaupun vitamin C stabil dalam bentuk kristal tetapi mudah rusak atau terdegradasi jika berada dalam bentuk larutan, terutama jika terdapat udara, logam-logam seperti Cu dan Fe dan cahaya ( terutama jika vitamin C terdapat bersama-sama dengan riboflavin). Sifat yang paling utama dari vitamin C adalah kemampuan mereduksinya yang kuat dan mudah teroksidasi yang dikatalis oleh beberapa logam, terutama Cu dan Ag (Andarwulan, N., 1992).
Vitamin berperan dalam reaksi-reaksi metabolism dalam tubuh, bertindak sebagai katalisator atau sebagai koenzim. Kebanyakan vitamin tidak dapat disintesis oleh tubuh. Oleh karena itu, bersifat esensial sehingga harus disediakan dalam pangan atau pakan. Hanya ada beberapa vitamin yang dapat disintesis oleh hewan yaitu vitamin D (oleh semua ternak) vitamin C oleh unggas (Prawirokusumo, S,1993).
(20)
2.3.3. Sumber Vitamin C
Vitamin C tidak terdistribusi secara luas dalam bahan makanan seperti kebanyakan vitamin yang lain. Vitamin C hamper sepenuhnya dalam makanan nabati, yaitu sayuran dan buah-buahan segar, tetapi tidak ditemukan dalam serealia atau sayuran kacang-kacangan yang kering. Jumlah yang sangat sedikit dalam terdapat dalam makanan hewani seperti hati da ginjal mentah. Susu segar mengandung sedikit vitamin C dan beberapa dari vitamin C ini tidak rusak setelah pasteurisasi (Gaman, P.M., 1992).
2.3.4. Fungsi Vitamin C
Salah satu fungsi utama dari vitamin C adalah berperan dalam pembentukan kolagen. Kolagen adalah sejenis protein yang merupakan salah satu komponen utama dari jaringan ikat, tulang-tulang rawan, matriks tulang, lapisan endothelium pembuluh darah dan lain-lain. Vitamin ini bertindak sebagai koenzim atau kofaktor pada proses hidroksilasi, baik secara aktif sebagai zat reduktor. Vitamin C sangat esensial dalam proses penyembuhan luka dan kemampuan tubuh untuk menghadapi stress dari injeksi (Tjokronegoro,1985).
2.3.5. Metabolisme Vitamin C
Bila jaringan tubuh ada dalam kondisi jenuh oleh vitamin C maka dari dosis yang diberikan parenteral, sebagian besar akan dieksresikan di dalam urine, sebaliknya bila suplai vitamin ini di dalam jaringan tidak mencukupi, maka sebagaian besar dari dosis vitamin C yang diberikan akan diretensi di dalam tubuh dan sedikit sekali yang dieksresikan di dalam urine (Sediaoetama,A.D.,2004).
2.3.6. Biosintesis Vitamin C
CHO CHO
6CO2 + H2O Fotosintesis H C OH enzim H C OH
HO C H 1 HO C H
6O2 H C OH H C OH
H C OH H C OH
CH2OH HO C O
(21)
O
CHO C
H C OH HO C H
Enzim C H Enzim HO C H O Enzim 2 H C OH 3 H C 4
O H C OH HO C H
C O CH2OH
Asam D-glukuronat lakton L-gulonolakton oksidasi
O O
C C
C O O C OH
O H C OH enzim C OH
C H C H
H C OH H C OH
CH2OH CH2OH
2-keto L-gulonolakton Asam L-askorbat (Goodman,S.,1994).
2.3.7. Akibat Kekurangan Vitamin C
Skorbut dalam bentuk berat sekarang jarang terjadi, karena sudah diketahui cara mencegah dan mengobatinya. Tanda-tanda awal antara lain lelah, lemah, nafas pendek, kejang otot, tulang, otot dan persendian sakit serta kurang nafsu makan, kulit menjadi kering, kasar dan gatal, perdarahan gusi. Di samping itu, luka sukar sembuh, terjadi anemia, kadang-kadang jumlah sel darah putih menurun, serta depresi dan timbul gangguan saraf. Gejala Skorbut akan terlihat bila taraf asam askorbat dalam serum turun dibawah 0,20 mg/dl (Almatsier,1998).
2.3.8. Kelebihan Vitamin C
Kelebihan vitamin C berasal dari makanan tidak menimbulkan gejala. Tetapi konsumsi vitamin C berupa suplemen secara berlebihan tiap hari dapat menimbulkan hiperoksaluria dan resiko lebih tinggi terhadap batu ginjal. Dengan konsumsi 5-10 gram vitamin C baru sedikit asam askorbat yang dikeluarkan melalui urin. Resiko batu oksalat dengan suplemen vitamin C dosis tinggi dengan demikian rendah, akan tetapi hal ini dapat menjadi berarti pada seseorang mempunyai kecendrungan untuk pembentukan batu ginjal (Almatsier,S, 1998).
(22)
2.3.9. Analisis Vitamin C
Metode analisis vitamin C dalam bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi metode fisik, metode kimia, metode biokimia dan metode biologis.
Adapun pembagian dari metode-metode diatas adalah :
1. Metode fisik terdiri atas metode spektroskopis dan metode polarografik.
2. Metode kimia terdiri atas titrasi dengan iodin, titrasi dengan 2,6-dikhlorofenol indofenol, titrasi dengan biru metilen, pengukuran kuantitatif dengan pereaksi Folin, pengukuran dengan asam phosfotungstat-Molibdat, metode giri (test ferrisianida dan ammonium molybdat), test asam fosfomolibdat, metode Bachstez-Carallini, test vanadium, test azo, test sulfatilamida, test asam selinida, test Emas-triklorida, test mercury chlorida, metode pita kelli, metode szent-gyorgy, metode tauber, test furfural, test cocathelin, pengukuran vitamin C dengan cara dioksidasi menjadi asam oksalat, metode biru-prusia.
3. Metode biokimia terdiri atas metode asam askorbat oksidase, metode ini berdasarkan kemampuan enzim asam oksidase untuk mengoksidasi asam askorbat.
4. Metode biologi terdiri atas metode preventif, metode kuratif, metode histologi (Andarwulan, N., 1992).
2.4. Fotosintesis
Fotosintesis pada hakekatnya merupakan satu-satunya mekanisme masuknya energi ke dalam dunia kehidupan. Dalam proses fotosintesis, organisme hidup mengubah energi cahaya menjadi energi kimia dari molekul organik. Proses ini memanfaatkan sinar matahari untuk menghasilkan energi bagi reaksi kimia fisika yang kompleks (Lawlor, D.W, 1993).
Energi matahari yang ditangkap oleh fotosintesis merupakan lebih dari 90% sumber energi yang dipakai oleh manusia untuk pemanasan, cahaya dan tenaga. Keseluruhan proses fotosintesis dituliskan dengan persamaan reaksi :
6 CO2 + 6H2O CAHAYA MATAHARI C6H12O6 + 6O2
(23)
Secara umum, reaksi fotosintesis dapat dibagi menjadi 2 tahap yaitu tahap utama disebut reaksi terang dan tahap kedua disebut reaksi gelap.
1. Reaksi terang
Reaksi terang pada fotosintesis ini mengikuti cara yang sama seperti mekanisme penangkapan elektron oleh mitokondria. Mekanisme reaksi terang meliputi :
• Produksi elektron pada tingkat energi yang lebih tinggi.
• Sistem perpindahan elektron yang menangkap energi dari elektron dan digunakan
untuk membentuk H+.
• Penggunaan H+ sebagai sumber energi untuk sintesis ATP.
Karena mekanisme pada tahap ini tergantung pada cahaya, dan berhenti jika sumber cahaya terhambat, maka reaksi ini disebut reaksi terang.
2. Reaksi gelap
Dalam tahap ini, CO2 direduksi dan diubah menjadi senyawa organik kompleks.
Reaksi pada tahap ini sangat tergantung pada produksi ATP, NADPH dan O2 dan tidak
memerlukan cahaya secara langsung, sehingga reaksi ini disebut reaksi gelap.
ATP dan NADPH yang dihasilkan pada reaksi terang, dengan hadirnya CO2 akan
berperan sebagai pereaksi untuk reaksi gelap. Selanjutnya ADP, Pi dan NADP+ yang
dihasilkan oleh reaksi gelap, dengan hadirnya H2O akan bertindak sebagai pereaksi untuk
reaksi terang. Dalam reaksi terang dan reaksi gelap akan membentuk siklus dimana H2O dan
CO2 berfungsi sebagai sumber utama untuk menghasilkan molekul organik (karbohidrat) dan
O2 (Wolfe,S.L, 1993).
2.5. Pengaruh Intensitas Cahaya
Cahaya bukan merupakan faktor esensial untuk sintesis asam askorbat dalam tanaman. Dalam tanaman terdapat suatu mekanisme yang mengubah sukrosa, heksosa, dan prazat lain menjadi asam askorbat. Cahaya, suhu, dan karbondioksida mempengaruhi akumulasi asam askorbat dalam tanaman. Suatu prazat asam askorbat dihasilkan oleh proses fotosintesis dan senyawa ini kemudian diubah secara hayati menjadi asam askorbat. Karena
(24)
pengurangan asam askorbat lebih cepat pada daun yang dipetik dibandingkan yang masih tinggal pada tanaman, kemungkinan penururnan ini lebih diakibatkan oleh aktivitas metabolisme, bukan oksidasi.
Keragaman intensitas cahaya dapat mengubah laju pembentukkan prazat dan hal ini tidak mempengaruhi pengubahan prazat menjadi asam askorbat atau jumlah yang terbentuk dalam proses metabolism tanaman. Keragaman suhu dapat mengubah aktivitas metabolisme atau laju pembentukan prazat, tetapi nampaknya tidak berpengaruh penting pada jumlah asam askorbat yang disintesis dari prazat ini. Hal tersebut dapat menjelaskan mengapa sering terjadi dalam pertentangan dalam pustaka tentang pengaruh cahaya terhadap asam askorbat. Cahaya nampaknya merupakan satu-satunya faktor lingkungan yang mempengaruhi kadar asam askorbat dalam sayuran daun dan buah (Harris, R., 1989).
2.6. Analisis Titrimetri
Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap disebut titrasi, dan zat yang akan ditetapkan, dititrasi. Titik (saat) pada mana reaksi itu tepat lengkap disebut titik ekuivalen (setara) atau titik-akhir teoretis. Lengkapnya titrasi, lazimnya harus terdeteksi oleh larutan standart itu sendiri (misalnya kalium permanganate), atau lebih lazimnya lagi, oleh penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai indkator. Setelah reaksi antara zat dan larutan standar praktis lengkap, indikator harus memberi perubahan visual yang jelas, dalam cairan yang sedang dititrasi. Titik (saat) pada mana ini terjadi, disebut titik akhir titrasi (Vogel, 1994).
2.6.1. Titrasi yang Melibatkan Iodium
Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu titrasi langsung (iodimetri) dan titrasi tidak langsung (iodometri).
a) Titrasi Langsung
Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang merupakan potensial reduksi yang lebih kecil dibandingkan iodium. Vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil daripada iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium.
Larutan baku iodium yang telah dibakukan dapat digunakan untuk membakukan larutan natrium tiosulfat. Deteksi titik akhir pada iodimetri ini dilakukan dengan
(25)
menggunakan indikator amilum yang akan memberikan warna biru pada saat tercapainya titik akhir. Dalam farmakope Indonesia, titrasi iodimetri digunakan untuk menetapkan kadar : asam askorbat; natrium askorbat; metampiron (antalgin); serta natrium tiosulfat dan sediaan injeksinya.
b) Titrasi Tidak Langsung
Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar daripada sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4.5H2O. Pada
iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodide berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat. Banyaknya volume natrium tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan iodium yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel (Gandjar, G.,2007).
I2 adalah oksidator lemah sedangkan iodida secara relatif merupakan reduktor lemah.
Kelarutannya cukup baik dalam air dengan pembentukan triodida (KI3). Iodium dapat
dimurnikan dengan sublimasi. Ia larut dalam KI dan harus disimpan dalam tempat yang dingin dan gelap. Berkurangnya iodium akibat penguapan dan oksidasi udara menyebabkan banyak kesalahan analisis. Biasanya indikator yang digunakan adalah amilum. Iodida pada konsentrasi <10-5 M dapat dengan mudah ditekan oleh amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Komplek iodium-amilum mempunyai kelarutan yang kecil dalam air sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir titrasi (Khopkar, S.M., 2003).
2.7. Indikator Amilum
Warna larutan 0,1N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut seperti karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan amilum, karena biru tua dari kompleks amilum-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam daripada dalam larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida.
Larutan amilum mudah terurai oleh bakteri, suatu proses yang dapat diperlambat dengan jalan sterilisasi atau penambahan zat pengawet. Hasil-hasil peruraian memakai iodium dan berubah menjadi kemerah-merahan. Merkuri(II) iodida, asam borat atau asam
(26)
furoat dapat digunakan sebagai bahan pengawet. Keadaan-keadaan yang menyebabkan hidrolisa atau koagulasi dari amilum harus dihindarkan. Kepekaan indikator berkurang dengan kenaikan suhu dan oleh beberapa zat organik, seperti metal dan etil alkohol (Underwood, A.L, 1986).
Asam Askorbat + I2
O O
C C OH C C O
O + I2 O + 2HI
C C OH C C O
H H
5CHOH CHOH
6CH2OH CH2OH
L-asam askorbat L-dehidro asam askorbat
Amilum + I2
CH2OH CH2OH
H O H H O H
H H OH H OH H + 2I2
O O O H OH H OH
Larutan Bening n
CH2OI CH2OI
H O H H O H
H H OH H OH H + nHI O O O H OH H OH
Larutan biru n
2.7.1 Reaksi antara vitamin C dan Iodin dengan menggunakan indikator amilum (Andarwulan,N,1992).
(27)
BAB 3
BAHAN DAN METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. Bahan-bahan
1. Bayam Hijau (Amaranthus tricolor) 2. Akuades
3. Iodin 0,01N 4. Amilum 1%
5. Kertas saring Whatman
3.2.Alat-alat
1. Gelas Erlenmeyer Pyrex
2. Labu takar Pyrex
3. Gelas Ukur Pyrex
4. Beaker Gelas Pyrex
5. Buret Pyrex
6. Neraca Analitis Mettler Toledo
7. Pipet tetes -
8. Pipet Volume Pyrex
9. Magnetik stirer -
10. Hot plate -
11. Corong Pyrex
12. Alu dan lumpang -
(28)
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Pembuatan larutan pereaksi
3.3.1.1. Pembuatan larutan Iodium 0,01N
Sebanyak 1,66 g KI dan 1,26 g Iodida dimasukkan ke dalam labu ukur 1L dilarutkan dengan akuades, lalu dijadikan menjadi 1 L.
3.3.1.2 Pembuatan larutan pati (amilum)
Sebanyak 10 g pati dicampur dengan 10 mg HgI dan 30 ml akuades, ditambahkan pada 1 L akuades lalu dipanaskan sambil diaduk perlahan-lahan sampai semua pati larut.
3.3.1.3 Prosedur Penanaman Tanaman Bayam Hijau (Amaranthus tricolor)
Ditanam bibit bayam hijau pada kedalaman 2-3cm yang berisi campuran tanah dan pupuk kompos pada 12 buah polybag, kemudian disiram dengan air.
Kemudian, 6 polybag dengan naungan dan 6 polybag lagi tanpa naungan.
Dibuat naungan, dengan bambu sebagai tiangnya dan plastik hitam sebagai atapnya, untuk tanaman bayam yang memakai naungan.
Disiram dengan air tanaman bayam tersebut setiap pagi dan sore hari sampai waktu panen yaitu selama 3 minggu.
3.3.1.4 Penentuan kadar vitamin C dalam tanaman Bayam Hijau (Amaranthus tricolor)
Dihaluskan tanaman bayam hijau utuh yang telah dicuci kemudian ditimbang sebanyak 100 gram.
Dilarutkan dengan 200 ml akuades, diaduk dengan magnetik strirer selama 20 menit kemudian disaring.
Diambil 10 ml filtrat kemudian dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer. Ditambahkan 2 ml amilum 1 %.
Dititrasi dengan larutan Iodin 0,01 N, titrasi dilakukan sebanyak 3 kali. Dihentikan titrasi sesuda h terbentuk warna biru selama 15 detik.
(29)
3.4. Bagan Penelitian
3.4.1. Pembuatan Larutan Iodium 0,01N
Ditambahkan 1,26 g Iodida
Dimasukkan ke dalam labu ukur 1L
Dilarutkan dengan akuades
3.4.2. Pembuatan Larutan Pati (Amilum)
Ditambahkan 10 mg HgI dan 30 ml akuades
Ditambahkan 1L akuades
Dipanaskan sambil diaduk perlahan-lahan sampai semua pati larut
1,66 g KI
Hasil
10 g Pati
(30)
3.4.3. Prosedur Penanaman Tanaman Bayam Hijau (Amaranthus tricolor)
Ditanam dalam 12 polybag yang berisi
campuran tanah dan pupuk kompos dengan kedalaman 2-3 cm
Dibagi ke dalam 2 bagian
Diletakkan 6 polybag Diletakkan 6 polybag
dibawah naungan dibawah sinar mata-
hari/tanpa naungan
Disiram dengan air setiap Disiram dengan air
pagi dan sore hari sampai setiap pagi dan sore
masa panen selama 3 minggu hari sampai masa
panen selama
3 minggu
Bibit Bayam Hijau
Bagian I Bagian II
(31)
3.4.2 Penentuan Kadar Vitamin C dalam tanaman Bayam Hijau (Amaranthus tricolor)
Dihaluskan
Ditimbang sebanyak 100 g Ditambahkan akuades Diaduk menggunakan magnetik stirer selama 20 menit
Disaring
Dipipet sebanyak 10 ml lalu diencerkan dalam labu takar 100ml
Dipipet sebanyak 10 ml
Dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer Ditambahkan 2 ml amilum 1%
Dititrasi dengan larutan standart Iodin 0,01N sampai larutan berwarna biru selama 15 detik menggunakan stopwatch Dicatat volume titrasi larutan standart Iodin 0,01N Dihitung kadar vitamin C
Bayam Hijau
Filtrat
Residu
Larutan yang telah diencerkan
(32)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian pengaruh cahaya matahari terhadap kadar vitamin C pada tanaman bayam (Amaranthus tricolor) dengan naungan dan dengan tanpa naungan, diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 4.1 Data hasil titrasi tanaman bayam (Amaranthus tricolor) yang memakai naungan dengan larutan Iodin 0,01N
Perlakuan
Volume Iodin 0,01N Yang terpakai
V1(ml) V2(ml) V3(ml)
Volume rata-rata Yang terpakai
(ml)
Kadar Vitamin C
Yang Diperoleh
(mg)
I 11,4 11,5 11,4 11,4 1,0032
II 11,4 11,5 11,5 11,4 1,0032
III 11,4 11,3 11,5 11,4 1,0032
IV 11,2 11 11,3 11,1 0,9768
V 11,1 11,3 11,3 11,2 0,9856
(33)
Tabel 4.2 Data hasil titrasi tanaman bayam (Amaranthus tricolor) yang tidak memakai naungan dengan larutan Iodin 0,01N
Perlakuan
Volume Iodin 0,01N Yang terpakai
V1(ml) V2(ml) V3(ml)
Volume Rata-rata yang terpakai (ml) Kadar Vitamin C Yang Diperoleh (mg)
I 8,9 9 9 8,9 0,7832
II 9 8,8 8,9 8,9 0,7832
III 8,8 8,7 8,9 8,8 0,7744
IV 8, 6 8,7 8,8 8,7 0,7656
V 8,7 8,9 8,8 8,8 0,7744
VI 8,5 8,6 8,7 8,6 0,7568
4.1.1 Perhitungan kadar vitamin C
Penentuan kadar vitamin C pada tanaman bayam (Amaranthus tricolor) adalah sebagai berikut :
Kadar vitamin C :
g sampel
ml I2 0,01N x Fp x 0,88 mg
Fp : Faktor pengenceran = 100 ml(labu takar)
10 ml
= 10 x
a. Kadar vitamin C pada tanaman bayam (Amaranthus tricolor) yang memakai naungan : Perlakuan I : kadar vitamin C = 11,4 ml x 10 x 0,88 mg
100 g
= 1,0032 mg
Perlakuan II : kadar vitamin C = 11,4 ml x 10 x 0,88 mg 100 g
= 1,0032 mg
Perlakuan III: kadar vitamin C = 11,4 ml x 10 x 0,88 mg 100 g
= 1,0032 mg
Perlakuan IV : kadar vitamin C =
100 g
(34)
= 0,9768 mg Perlakuan V : kadar vitamin C =
100 g
11,2 ml x 10 x 0,88 mg = 0,9856 mg
Perlakuan VI : kadar vitamin C =
100 g
11,3 ml x 10 x 0,88 mg = 0,9944 mg
b. . Kadar vitamin C pada tanaman bayam (Amaranthus tricolor) yang tidak memakai naungan :
Perlakuan I : kadar vitamin C =
100 g
8,9 ml x 10 x 0,88 mg = 0,7832 mg
Perlakuan II : kadar vitamin C =
100 g
8,9 ml x 10 x 0,88 mg = 0,7832 mg
Perlakuan III : kadar vitamin C =
100 g
8,8 ml x 10 x 0,88 mg = 0,7744 mg
Perlakuan IV : kadar vitamin C =
100 g
8,7 ml x 10 x 0,88 mg = 0,7656 mg
Perlakuan V : kadar vitamin C =
100 g
8,8 ml x 10 x 0,88 mg = 0,7744 mg
Perlakuan VI : kadar vitamin C =
100 g
8,6 ml x 10 x 0,88 mg = 0,7568 mg
(35)
4.2Pembahasan
Gambar 4.1 Diagram Kadar Vitamin C Pada Bayam Hijau
Dari hasil penelitian ternyata bahwa tanaman bayam(Amaranthus tricolor) yang diberikan naungan, memiliki kadar vitamin C yang lebih tinggi 28,6% daripada tanaman bayam(Amarantuhs tricolor) yang tidak diberikan naungan yaitu dengan nilai rata-rata 0,9944 mg/100 g bayam untuk tanaman bayam yang memakai naungan dan 0,7729 mg/100 g bayam untuk tanaman bayam yang tidak memakai naungan. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh cahaya matahari terhadap tanaman bayam tersebut. Diketahui bahwa sinar matahari merupakan energi yang sangat penting untuk proses fotosintesis pada tumbuhan hijau daun, dimana kadar air pada tanaman bayam tersebut akan mengalami penguapan sehingga kadar glukosa sebagai bahan baku sintesis akan mempengaruhi kadar vitamin C (berkurang). Dimana air adalah sebagai bahan baku dan media reaksi pada tanaman bayam tersebut.
Pernyataan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
Fotosintesis Enzim+Cahaya 6CO2 + 6H20 C6H12O6 + 6O2 C6H8O6
(berkurang) Glukosa berkurang Vitamin C berkurang
Perlu diperhatikan bahwa keadaan lingkungan sangat mempengaruhi kadar zat gizi tanaman. Peranan faktor lingkungan meliputi jumlah dan intensitas cahaya, suhu, musim, pengaruh lokasi, dan lain-lain.
(36)
Beberapa sayuran seperti buncis, brokoli, kol bunga dan bayam pada sore hari mengandung asam askorbat lebih besar daripada waktu pagi, namun perubahan itu disebabkan adanya perubahan kadar air.
2. Suhu
Kadar asam askorbat pada semua daun menurun bila daun ditempatkan dalam terang, namun penurunnya lebih lambat pada suhu 5oC dibandingkan pada suhu 15oC.
3. Musim
Peningkatan kadar asam askorbat terjadi selama musim pertumbuhan koro, kubis dan bayam. Hal ini diakibatkan oleh perbedaan suhu, lamanya siang hari, intensitas dan spektrum cahaya serta faktor kecil lain.
4. Pengaruh Lokasi
Lokasi tumbuh dapat mempengaruhi kadar asam askorbat pada tanaman tetapi pada umumnya pengaruhnya kecil.
Kadar vitamin C pada tanaman bayam hijau (Amaranthus tricolor) berdasarkan penelitian berbeda dengan sumber literatur yang diperoleh. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Tidak menggunakan pupuk tambahan, seperti pupuk urea. 2. Musim
Jika musim hujan maka kadar air meningkat sehingga karbohidrat (glukosa) yang terbentuk akan besar dan kadar vitamin C yang terbentuk akan besar juga. Sebaliknya, jika musim kemarau maka kadar air menurun (menguap) sehingga karbohidrat (glukosa) yang terbentuk relatif kecil dan kadar vitamin C yang terbentuk akan relatif kecil juga.
(37)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa:
Kadar vitamin C pada tanaman bayam (Amaranthus tricolor) yang ditanam dengan menggunakan naungan yang berat rata-ratanya adalah : 0,9944 mg per 100 g bayam hijau. Sedangkan kadar vitamin C pada tanaman bayam (Amaranthus tricolor) yang ditanam tanpa menggunakan naungan dengan berat rata-ratanya adalah 0,7729 mg per 100 g bayam hijau.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada bayam yang menggunakan pengaruh cahaya dari lampu.
Bagi para petani agar menanam tanaman bayam (Amaranthus tricolor) dengan menggunakan naungan sehingga nilai kadar vitamin C pada bayam tersebut terjaga.
Bagi masyarakat agar dapat membedakan tanaman bayam hijau (Amaranthus tricolor) mana yang memakai naungan mana yang tidak memakai naungan, yaitu dengan cara melihat warna dari daunnya. Daun bayam hijau yang memakai naungan, berwarna lebih hijau pekat daripada daun bayam hijau yang tidak memakai naungan. Sedangkan daun bayam hijau yang tidak memakai naungan berwarna hijau pucat.
(38)
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 1998.Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.
Andarwulan, N. 1992.Kimia Vitamin.Jakarta: CV Rajawali.
Bandini, Y. 2001.Bayam. Cetakan kelima. Jakarta: Penebar Swadaya. Gaman,P.M. 1992. Ilmu Pangan. Edisi kedua. Yogyakarta: UGM-Press. Gandjar, G.I. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Cetakan II.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Goodman,S. 1994. Ester C. Jakarta : Erlangga.
Harris, R. S. 1989. Evaluasi Gizi Pada Pengolahan Bahan Pangan. Bandung: Penerbit ITB.
Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press.
http://www.asiamaya.com/nutrients/bayam1/2005.
Lawlor, D.W. 1993. Photosynthesis : Molecular, Physiological and Environment Process. Second Edition. Hongkong : Longman Scientific & Technical.
Packer,L,. Journal of Enviromental & Occupational Medicine. 2006. Packer,L,. Journal of Enviromental & Occupational Medicine. 2006.
Poedjiadi, A. 1994.Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI-Press.
Sediaoetama,A.D. 2004 Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia. Jilid I. Cetakan Kelima. Jakarta : Penerbit Dian Rakyat.
Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Yogyakarta : Liberty Yogyakarta. Underwood, A. L. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga. Vogel. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.
Winarno ,F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Wirahadikusumah. 1985. Metabolisme Energi, Karbohidrat & Lipid. Bandung: ITB Press.
Wolfe, S.L. 1993. Molecular and Cellular Biology. California : Wadsworth Publishing Company.
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)