1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi ini berpengaruh pada pertumbuhan
fisik, perkembangan mental dan kecerdasan. Menurut Depkes 2003, status gizi masyarakat merupakan salah satu faktor penentu kualitas Sumber Daya
Manusia SDM. Kualitas sumber daya manusia SDM memainkan peran penting
dalam pembangunan bangsa. Perkembangan ilmu dan pengetahuan iptek yang kini berlangsung amat cepat dan menjadi barometer kemajuan suatu
bangsa, membutuhkan SDM berkualitas tinggi. Seiring dengan itu peningkatan derajat kesehatan yang didukung status gizi yang baik menjadi
investasi SDM guna membangun keunggulan kompetitif itu. Sutikno 2009, menyatakan bahwa:
“Sumber Daya Manusia merupakan faktor yang sangat menentukan dalam upaya menciptakan pembangunan yang lebih
mantap dan maju. Karena manusialah sebagai pelaku yang secara langsung akan memanfaatkan alam berikut isinya. Tanpa sumber daya
manusia yang baik tidak mungkin suatu bangsa bisa berkembang dan mampu bersaing di tetengah-tengah percaturan ekonomi dunia
internasional.” Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia di masa mendatang
ditentukan oleh kualitas generasi penerus, yaitu anak dan cucu kita. Dalam agama Islam anak didefinisikan sebagai manusia yang belum mencapai akil
baligh dewasa. Laki-laki dikatakan dewasa jika telah mengalami mimpi basah. Dan perempuan dikatakan dewasa jika telah mengalami menstruasi
Solikhah, 2008. Menurut Sunarwati 2009, anak adalah pewaris, penerus dan calon
pengemban bangsa. Olah karena itu, tumbuh kembang dan gizi anak harus diperhatikan, karena tumbuh kembang dan gizi anak yang bagus akan
memberi kontribusi pada peningkatan kualitas SDM sejak dini. Sebaliknya, akibat kurang gizi berdampak pada penurunan sumber daya manusia.
Masalah gizi di Indonesia dan di negara berkembang pada umumnya masih didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein KEP, masalah
Anemia Besi, masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium GAKY, masalah Kurang Vitamin A KVA dan masalah obesitas terutama di kota-kota
besar Harahap, 2004. Masalah gizi buruk di Indonesia memang harus mendapat perhatian
khusus. Sampai dengan November 2008, sedikitnya tercatat 4 juta anak Indonesia yang menderita kurang gizi terancam jatuh derajatnya ke gizi buruk.
Sekurang-kurangnya ada 27 persen bayi di bawah lima tahun balita di Indonesia mengalami gizi buruk Raditya, 2008.
Hingga akhir 2009, penderita gizi buruk di Provinsi Banten mencapai 8.737 balita. Jumlah ini menurun sekitar 510 orang dibanding 2008 yang
mencapai 9.247 orang dari total 839.857 balita. Jika dilihat berdasarkan jumlah penderita, Kabupaten Tangerang menduduki posisi terbanyak 2.598
orang. Selanjutnya di Kabupaten Pandeglang 1.689 orang, Kabupaten Serang
1.482 orang dan Kota Tangerang 1.314 orang Admin, 2009. Hasil penimbangan bayi usia di bawah lima tahun balita tahun 2005,
dari 291.634 balita di wilayah Kabupaten Tangerang sebanyak 1120 orang bergizi buruk, dan 16.239 balita bergizi kurang. Sejumlah kecamatan di
wilayah Pantai Utara Pantura seperti Kronjo, Sepatan, Teluk Naga, atau Pakuhaji menjadi daerah dengan tingkat kasus gizi buruk balita tertinggi. Dan
kecamatan Kronjo menjadi wilayah dengan kasus gizi buruk terbesar, di mana terdapat 108 balita dengan gizi buruk dari 9.922 balita tertimbang. Disusul
Kecamatan Sepatan dengan 90 kasus dan Pasar Kemis dengan 75 kasus gizi buruk Siswono, 2006.
Menurut UNICEF 1998 gizi kurang pada anak balita disebabkan oleh beberapa faktor yang kemudian diklasifikasikan sebagai penyebab
langsung, penyebab tidak langsung, pokok masalah dan akar masalah. Gizi kurang secara langsung disebabkan oleh kurangya konsumsi makanan dan
adanya penyakit infeksi. Makin bertambah usia anak maka makin bertambah pula kebutuhannya. Konsumsi makanan dalam keluarga dipengaruhi jumlah
dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga dan kebiasaan makan secara perorangan Supariasa, 2002.
Penyebab tidak langsung yaitu tidak cukupnya persediaan pangan di rumah tangga, pola asuh yang kurang memadai dan sanitasi atau kesehatan
lingkungan kurang baik serta akses pada pelayanan kesehatan yang terbatas. Akar masalah dari faktor-faktor yang mempengaruhi gizi buruk tersebut
adalah masih rendahnya tingkat pendidikan, pendapatan dan kemiskinan
keluarga Supariasa, 2002. Di atas telah dikatakan bahwa salah satu penyebab timbulnya masalah
gizi pada anak yaitu kebiasaan makan yang salah. Menurut Suyatno 2010, kebiasaan makan adalah suatu pola perilaku konsumsi pangan yang diperoleh
karena terjadinya berulang-ulang. Kebiasaan makan seseorang terbentuk sejak masih kecil. Suatu kebiasaan makan yang teratur dalam keluarga akan
membentuk kebiasaan yang baik bagi anak-anak. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada
sepuluh sampel anak usia pra sekolah dalam menentukan kebiasaan makan dengan menggunakan food recall 2x24 jam di TK Al Amanah Sindang Jaya
tahun 2010, terdapat 4 anak 40 dengan kebiasaan makan buruk Energi dan Protein 80 dan anak dengan kebiasaan makan baik Energi dan
Protein ≥ 80 sebanyak 6 anak 60. Kebiasaan makan anak dipengaruhi multifaktor, salah satunya yaitu
peran ibu. Faktor kepercayaan dan pengetahuan ibu berpengaruh terhadap macam bahan pangan yang dikonsumsi keluarga sehari-hari terutama
pemberian makan anak. Ada pula faktor ekonomi, seperti terbatasnya dana untuk membeli makanan yang sarat gizi terutama sumber protein hewani
Khomsan, 2003. Dalam penelitian Hermina 1997 disebutkan bahwa kecenderungan
makanan modern banyak dikonsumsi oleh anak-anak pra sekolah. Lebih dari 60 anak-anak di TK favorit sudah biasa mengkonsumsi fried chicken,
burger, pizza, steak dan spagetti dengan frekuensi konsumsi yang bervariasi.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Fatmawati 2001 disebutkan bahwa rata-rata jumlah konsumsi sayuran pada anak sebesar 89,72 gram
masih lebih rendah dari anjuran. Selain itu, penelitian Munawaroh 2006, tingkat pengetahuan gizi ibu berhubungan dengan pola makan balita. Tingkat
pengetahuan gizi ibu baik dengan pola makan balitanya tidak baik 41,5, dan pola makan balitanya baik 58,5, sedangkan pengetahuan gizi ibu kurang
baik dengan pola makan balitanya tidak baik 89,8, dan pola makan balitanya baik 10,2.
TK Al Amanah terletak di kelurahan Sukaharja dan masuk dalam wilayah kerja Puskesmas Sindang Jaya, jaraknya pun sangat dekat yaitu
sekitar 100 m. Salah satu program Puskesmas Sindang Jaya yaitu Posyandu. Para ibu aktif dalam mengikuti kegiatan Posyandu, seperti penyuluhan tentang
gizi dll. Dengan begitu, seharusnya para ibu telah mengetahui tentang gizi dan hal lain terkait dengan kesehatan anak. Meskipun tidak semua ibu dari murid
TK Al Amanah tinggal di Kelurahan Sukaharja, tetapi sekitar 30 berdomisili di Kelurahan Sukaharja. Dan setelah dilakukan penelitian pendahuluan
terhadap 10 orang anak di TK Al Amanah, 4 diantaranya memiliki kebiasaan makan buruk
. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan kebiasaan makan anak usia pra sekolah di TK Al Amanah Kecamatan
Sindang Jaya Kabupaten Tangerang tahun 2011 ”.
B. Rumusan Masalah