BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anak Pra Sekolah
1. Karakteristik Anak Usia Pra Sekolah
Menurut Widjaja 2002, periode sesudah masa bayi hingga berusia 5 tahun disebut periode masa pra sekolah. Istilah pra sekolah memang tak
sepopuler balita bawah lima tahun. Padahal keduanya membicarakan anak dalam kurun waktu usia yang kurang lebih sama. Anak pra sekolah adalah
mereka yang berusia 3-6 tahun Monks et al. 1994. Pada usia ini kebutuhan gizinya yang semakin besar sejalan dengan perkembangan fisiknya harus
diperhatikan. Seorang anak yang sehat dan cerdas tentu menjadi dambaan setiap
orang tua. Untuk membentuk anak yang sehat dan cerdas memang tidaklah mudah. Masa-masa yang sangat menentukan bagi kesehatan dan kecerdasan
manusia adalah pada usia 0 nol sampai dengan 5 lima. Pada masa-masa ini penting bagi seorang ibu untuk memberikan perhatiannya, seperti halnya
perawatan jasmani anak dalam bentuk pemberian gizi seimbang Wahyuni, 2001.
Menurut Hardinsyah dan Martianto 1992, masa seorang anak yang berada pada usia kurang dari lima tahun termasuk salah satu masa yang
tergolong rawan. Pada umumnya anak perempuan lebih susah makan atau hanya suka pada makanan jajanan yang tergolong hampa kalori dan gizi.
11
Perhatian terhadap makanan dan kesehatan bagi anak pada usia ini sangat diperlukan.
Papalia dan Olds 1987 membagi masa kanak-kanak dalam lima tahap, yaitu :
a Masa Prenatal, yaitu diawali dari masa konsepsi sampai masa lahir.
b Masa Bayi atau Tatih, masa bayi 0-18 bulan sedang masa tatih 18-36
bulan. c
Masa Kanak-kanak Pertama, yaitu rentang usia 3-6 tahun, masa ini dikenal juga dengan masa prasekolah.
d Masa Kanak-kanak Kedua, yaitu usia 6-12 tahun, dikenal pula sebagai
masa sekolah. e
Masa Remaja, yaitu masa rentang usia 12-18 tahun. Karakteristik anak pra sekolah ditinjau dari teori perkembangan
Psikososial Erikson adalah mampu melakukan partisipasi dalam berbagai kegiatan fisik dan mampu mengambil inisiatif untuk suatu tindakan yang
akan dilakukan Latifah Hastuti 2004. Keinginan anak untuk mengambil tindakan sendiri tidak selamanya disetujui oleh orangtuanya. Hal ini dapat
menghambat kebebasan mereka, sehingga mereka menjadi ragu dan timbul perasaan bersalah.
Pasal 12 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional mencantumkan bahwa selain
pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, juga terdapat pendidikan pra sekolah Mendikbud, 1989. Menurut Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 27 tahun 1990, tujuan pendidikan pra sekolah adalah untuk meletakan dasar perkembangan sikap, pengetahuan,
keterampilan dan daya cipta anak didik di dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungan Mendikbud, 1990. Di samping hal tersebut, pendidikan
pra sekolah juga membantu untuk pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik di luar lingkungan keluarga Hawadi, 2001.
Pelchat dan Pliner menemukan beberapa masalah tentang konsumsi makan pada anak yaitu :
a Anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah bahan makanan yang
terbatas b
Kebiasaan makan anak agar makanan secara teratur sangat sulit sekali c
Anak tidak menyukai beberapa makanan seperti sayuran dan buah d
Anak lebih suka mengkonsumsi makanan jenis junk food. Suhardjo 1989 menyatakan anak yang makan 2 kali sehari
merupakan anak yang sering jajan. Di mana jajan yang sering digemari anak-anak adalah jajan yang dibuat sebagian besar bahannya yaitu tepung
terigu dan gula yang hanya mendapatkan tambahan energi sedangkan tambahan zat pembangun dan pengatur sangat sedikit.
Menurut Luke 1984 anak harus diperkenalkan variasi makanan sejak dini. Variasi yang dimaksud tekstur, warna, dan jenis makanan.
Sehingga dapat merangsang makanan yang ditawarkan oleh anak dan membuat suasana makan menjadi hal yang menyenangkan.
Berikan jumlah makanan yang normal pada anak, bukan merupakan masalah jika makanan tersebut tidak dihabiskan. Orang tua terutama ibu
jangan memaksakan makanan pada anak, jika ia tidak menyukai makanan tersebut, hilangkanlah dari menunya untuk sementara waktu, sebelum
mencobanya kembali Addy, 1996. Lund dan Burk dalam Suhrdjo 1989 mengatakan kebutuhan makan
pada anak terbentuk karena adanya motivasi yang ditentukan oleh beragam proses kognitif mencakup persepsi, memori, berfikir dan memutuskan untuk
bertindak. Faktor yang berkaitan langsung dengan kognitif anak yaitu pengetahuan dan kepercayaan anak terhadap makanan, sikap penilaian anak
terhadap makanan.
2. Zat Gizi dan Angka Kecukupan Gizi AKG