Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

4. Tesis atas nama HENDRI, NIM : 067011040, dengan judul, “Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Fidusia Dalam Perjanjian Fidusia yang dibuat di Bawah Tangan”. 5. Tesis atas nama WINSTON, NIM : 067011106, dengan judul, “Aspek-Aspek Hak Perorangan Dan Hak Kebendaan Dalam Jaminan Fidusia”. 6. Tesis atas nama HERU PURNAMA, NIM : 055114072, dengan judul, “Tinjauan Yuridis Perjanjian Sewa Beli Dengan Penyerahan Hak Milik Secara Fidusia”.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui. 8 Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi 9 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. 10 Menurut Soerjono 8 M. Solly Lubis, “Filsafat Ilmu dan Penelitian”, Bandung : Mandar Maju, 1994, hal 80. 9 J.J.J.M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Jilid 1 Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hal 203. 10 Ibid, hal. 116. Universitas Sumatera Utara Soekanto, bahwa “kontinuitas perkembangan Ilmu Hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori. 11 Snelbecker mendefenisikan teori sebagai perangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan lainnya dengan tata dasar yang dapat diamati dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati. 12 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati, dan dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian Yuridis Normatif, maka kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum. Maksudnya penelitian ini berusaha untuk memahami mengenai jaminan Fidusia dan Penghapusan Jaminan Fidusia, dan mengenai permasalahan dari Penghapusan itu sendiri. Adapun teori menurut Maria S.W. Soemarjono, adalah seperangkat preposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefinisikan dan saling berhubungan antar variable sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh suatu variable dengan variable lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variable tersebut. 13 Mengenai Penghapusan Jaminan Fidusia dalam penulisan tesis ini juga menggunakan kerangka teori sebagai pisau analitis yakni pendafataran itu untuk suatu 11 Soerjono Soekanto, “Pengantar Penelitian Hukum”, Jakarta : UI Press, 1986, hal. 6. 12 Snelbecker dalam Lexy J Moleong, “Metodologi Penelitian Kualitatif”, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1993, hal 34-35. 13 Maria S.W. Soemarjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Yogyakarta, Gramedia, 1989, hal. 12. Universitas Sumatera Utara kepastian hukum. Radbruch menyatakan tentang kepastian hukum guna mewujudkan Legal Order sebagai berikut : “ Eksistensi suatu legal order adalah lebih penting daripada keadilan dan kelayakan itu sendiri, yang menetapkan tugas besar kedua dari hukum, sementara yang pertama sama - sama diakui oleh seluruhnya adalah kepastian hukum yakni ketertiban dan ketentraman” 14 . Selanjutnya Radbruch menyatakan bahwa : “ Kepastian hukum tidak hanya mensyaratkan keabsahan peraturan hukum yang dibuat melalui kekuasaan, melainkan juga menuntut pada seluruh isinya, dapat diadministrasikan dengan pasti sehingga dapat dilaksanakan” 15 Menurut Award, sistem diartikan sebagai hubungan yang berlangsung diantara satuan-satuan atau komponen secara teratur An Organized Functioning Relationship Among Units Or Components 16 , selanjutnya menurut Mariam Darus suatu sistem adalah kumpulan azas-azas yang terpadu, yang merupakan landasan, diatas mana dibangun tertib hukum. 17 Sebagaimana perjanjian hutang lainnya, seperti perjanjian gadai, hipotik, hak tanggungan, maka perjanjian fidusia juga merupakan suatu perjanjian assesoir perjanjian buntutan, Maksudnya adalah perjanjian 14 Lihat Radbruch, “Legal Philosophy” dalam Wilk Kurt, dikutip dalam Endang Purwaningsih ” Perkembangan Hukum Intelectual Property Right Kajian Hukum Terhadap hak Atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komperatif Hukum Paten, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2005, hal. 206. 15 Ibid, hal. 206. 16 Award, Elis M, dalam Ok. Saidin, “Aspek Hukum Haki”, Jakarta : Raja Grafindo Perkasa, 2004, hal. 19. 17 Mariam Darus Badrulzaman, “Mencari Sistem Hukum Benda Nasional” Bandung : Alumni, 1983, hal. 15. Universitas Sumatera Utara assesoir itu tidak mungkin berdiri sendiri, tetapi mengikuti perjanjian lainnya yang merupakan perjanjian pokok. Dalam hal ini yang merupakan perjanjian pokok adalah perjanjian hutang piutang. 18 Menurut Pasal 1313 KUH Perdata “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih”. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. 19 Jaminan Fidusia adalah sub system hukum jaminan kebendaan. Jaminan kebendaan tidak dapat terlepas dari hukum benda karena kaitannya sangat erat, terutama dalam jaminan kebendaan. Didalam literatur jaminan selalu dikaitkan dengan hak kebendaan, karena didalam KUHPerdata jaminan merupakan hak kebendaan dan merupakan bagian dari hukum benda yang diatur dalam Buku II KUH Perdata. Apabila melihat sistematika KUHPerdata, maka akan terlihat seolah-olah jaminan hanya merupakan jaminan kebendaan saja, karena pengaturan jaminan kebendaan tersebut terdapat dalam Buku II tentang Benda, sedangkan perjanjian jaminan perorangan Persoonlijke Zekerheidsrechten, personal guaranty seperti perjanjian penangguhan Bortoght di dalam KUH Perdata merupakan suatu jenis perjanjian yang diatur dalam Buku III tentang perikatan. 20 18 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung Citra Aditya Bakti 2005, hal. 19. 19 R. Subekti,” Hukum Perjanjian”, Jakarta : Intermasa, 1976, hal. 1. 20 Djuhaenan Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain, Bandung Citra Aditya Bakti, hal. 230. Universitas Sumatera Utara Dalam keanekaragaman bidang hukum yang mengatur mengenai hukum benda terdapat beberapa azas umum yang melandasinya. Azas umum dalam KUHPerdata antara lain: 21 1. Asas tertutup, dengan ini dimaksudkan bahwa tidak dapat dibuat hak kebendaan baru selain yang telah disebut secara limitatif dalam undang-undang. Azas ini dimaksudkan agar ada kepastian hukum dalam hak kebendaan. 2. Asas absolute, bahwa hak kebendaan dapat dipertahankan terhadap siapapun, setiap orang harus menghormati hak tersebut. 3. Asas dapat diserahkan, bahwa pemilikan benda mengandung wewenang untuk menyerahkan bendanya. 4. Asas mengikuti Droit de suite, bahwa hak kebendaan akan mengikuti bendanya di tangan siapapun berada. 5. Asas publisitas, bahwa pendaftaran benda merupakan kepemilikan 6. Asas individual, bahwa objek hak kebendaan hanya terhadap benda yang dapat ditentukan. 7. Asas totalitas, bahwa hak milik hanya dapat diletakkan terhadap benda secara totalitas atau secara keseluruhan dan tidak dapat pada bagian-bagian benda. 8. Asas pelekatan asesi, yaitu azas yang melekatkan benda pelengkap pada benda pokoknya. 21 Ibid, hal. 102. Universitas Sumatera Utara 9. Asas besit merupakan title sempurna, azas ini berlaku bagi benda bergerak dan terdapat dalam pasal 1977 KUHPerdata. Azas ini hanya berlaku bagi benda bergerak tidak atas nama ataupun tidak terdaftar. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, menyebutkan azas-azas umum itu sebagai berikut : 22 1. Asas pemaksa, berarti berlakunya ketentuan hukum benda merupakan hukum pemaksa, jadi tidak dapat disampingi. 2. Asas dapat dipindahkan, kecuali hak pakai dan hak mendiami hak benda dapat dipindahkan. 3. Asas individual, objek hak kebendaan selalu benda tertentu, artinya orang hanya dapat menjadi milik dari barang berwujud yang merupakan kesatuan 4. Asas totalitas, hak kebendaan selalu terletak pada keseluruhan objek. 5. Asas tidak dapat dipisahkan, yang berhak tidak dapat memindah tangankan sebagian wewenangnya termasuk hak kebendaan yang ada padanya. 6. Asas prioritas, semua hak kebendaan memberi wewenang yang sejenis dengan wewenang-wewenang dari egeindom meskipun luasnya berbeda. 7. Asas percampuran, hak kebendaan yang terbatas hanya mungkin terhadap benda milik orang lain, tidak dapat seseorang untuk kepentingannya memperoleh hak gadai atas barang miliknya sendiri. 22 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, “Hukum Benda”, Yogyakarta : Liberty, 1981, hal. 36. Universitas Sumatera Utara 8. Perlakuan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak adalah berlainan. Aturan mengenai pemindahan, pembebanan, bezit dan verjaring 9. Asas publisitas, mengenai benda tidak bergerak pembebanannya dan penyerahannya harus dengan pendaftaran di dalam register umum. 10. Sifat perjanjian zakelijk, yaitu perjanjian untuk mengadakan benda hak kebendaan. Pengertian hukum jaminan sendiri tidak dapat ditemukan dalam peraturan yang ada namun untuk menemukan rumusan hukum jaminan harus menelaahnya dari arti dan fungsi jaminan itu sendiri. Oleh karena tidak dapat menemukan rumusan tentang arti hukum jaminan di dalam literatur, maka hukum jaminan kiranya dirumuskan sebagai berikut : “ Perangkat hukum yang mengatur tentang jaminan dari pihak debitur atau dari pihak ketiga bagi kepastian pelunasan piutang kreditur atau pelaksanaan suatu prestasi”. 23 Dalam rumusan ini tercakup pengertian jaminan kebendaan dan jaminan perorangan jaminan pihak ketiga. Satrio juga memberikan rumusan tentang hukum jaminan yaitu : “ Peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan – jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur.” 24 23 Djuhaendah hasan, Op.Cit, hal. 231. 24 J. Satrio, Op,Cit, hal. 3. Universitas Sumatera Utara Jadi hukum jaminan mengatur tentang jaminan piutang seseorang. Mariam darus juga mengemukakan pengertian jaminan adalah : “ Suatu tanggungan yang dibebankan oleh seorang debitur dan atau pihak ketiga kepada kreditur untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan” 25 . Lembaga jaminan ini diberikan untuk kepentingan kreditur guna menjamin dananya melalui suatu perikatan khusus yang bersifat assesoir dari perjanjian pokok Perjanjian kredit atau pembiayaan oleh debitur dan kreditur. Jaminan adalah sarana perlindungan bagi keamanan kreditur, yaitu kepastian akan pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau oleh penjamin debitur. 26 Jelas bahwa jaminan berfungsi untuk memberikan perlindungan bagi kreditur yang meminjamkan uangnya, perlindungan yang dimaksud adalah adanya kepastian hukum dan rasa aman bagi kreditur bahwa uang yang dipinjamkannya akan dilunasi oleh debitur, apabila ternyata tidak dilunasi oleh debitur, maka kreditur dapat menjual barang jaminan tersebut sebagai upaya pelunasan hutang. Dalam Pasal 1 butir 1 UUJF telah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan fidusia adalah “pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan 25 Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit 26 J. Satrio, Op.Cit, hal. 3. Universitas Sumatera Utara dengan ketentuan bahwa benda yang kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilk benda”. Sedangkan pengertian jaminan fidusia menurut UUJF Pasal 1 butir 2 adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. Pada prinsipnya, system hukum jaminan terdiri dari jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan termasuk jaminan fidusia mempunyai ciri- ciri kebendaan dalam arti memberikan hak mendahului diatas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat serta mengikuti benda-benda yang bersangkutan. Karakter kebendaan pada jaminan Fidusia dapat dilihat dalam Pasal 1 ayat 2, Pasal 20, Pasal 27 UUJF. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa jaminan Fidusia memiliki identitas sebagai lembaga jaminan yang kuat dan akan digemari oleh para pemakainya. 27 Jaminan Fidusia juga menganut azas droit de suite, yaitu jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda 27 Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Alumni, Bandung, 2006, hal. 21-22. Universitas Sumatera Utara tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek Jaminan fidusia. Sebagai hak kebendaan, Jaminan fidusia mempunyai hak didahulukan terhadap kreditur lain Droit de Preference untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda jaminan. Hak tersebut tidak hapus walaupun terjadi kepailitan pada debitur. Pemegang fidusia merupakan kreditur separatis sebagaimana yang dicantumkan dalam Pasal 56 Undang-Undang Kepailitan. Pengakuan hak separatis akan memberikan perlindungan hukum bagi kreditur pemegang Fidusia. 28 Beberapa prinsip utama dalam Jaminan fidusia yakni : a. Pemegang fidusia berfungsi sebagai jaminan bukan sebagai pemilik sebenarnya b. Pemegang Fidusia berhak mengeksekusi barang jaminan jika ada wanprestasi dari debitur, c. Objek jaminan fidusia wajib dikembalikan kepada pemberi fidusia jika hutang sudah dilunasi, d. Jika hasil eksekusi barang fidusia melebihi jumlah hutang, maka sisanya harus dikembalikan kepada pemberi Fidusia. 29 Pemberi fidusia dilakukan dengan Constitutum Possessorium yang artinya penyerahan kepemilikan benda tanpa menyerahkan fisik benda sama sekali. Dengan demikian dari apa yang telah disampaikan diatas maka Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari perjanjian pokok yakni perjanjian piutang dan hal ini disebutkan didalam Pasal 4 UUJF yaitu: ”Jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para 28 Ibid, hal. 29. 29 Munir Fuady, Op.Cit, hal. 151. Universitas Sumatera Utara pihak untuk memenuhi suatu prestasi”. Perjanjian yang dapat menimbulkan hutang piutang dapat berupa perjanjian pinjam meminjam maupun perjanjian lainnya. Berkaitan dengan azas dari Jaminan Fidusia tersebut bahwa objek Jaminan Fidusia mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya jika debitur cidera janji. Obyek yang terdapat didalam jaminan fidusia meliputi : a. Benda dapat dimiliki dan dapat dialihkan b. Benda berwujud dan tidak berwujud, c. Benda bergerak dan tidak bergerak yang dapat diikat dengan hak Tanggungan, hipotik , d. Benda yang sudah ada maupun benda yang akan ada, e. Benda persediaanStok barang dagangan 30 Berdasarkan Pasal 1131 KUH Perdata, maka semua benda milik debitur, bergerak atau tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Akan tetapi, Pihak kreditor umumnya tidak puas dengan jaminan umum berdasarkan Pasal 1131 KUH Perdata tersebut, dengan alasan sebagai berikut : 1. Benda tidak khusus. Dalam hal ini didalam Pasal 1131 KUH Perdata tidak menunjuk terhadap suatu barang khusus tertentu, tetapi menunjuk terhadap semua barang milik debitur 2. Benda tidak diblokir Jika dibuat jaminan hutang khusus, maka dapat ditentukan bahwa benda tersebut tidak dapat dialihkan kecuali izin pihak kreditur. 30 Ibid, hal. 23. Universitas Sumatera Utara 3. Jaminan tidak mengikuti benda Apabila benda obyek jaminan hutang dialihkan kepada pihak lain oleh debitor, maka hak kreditur tetap melekat pada benda tersebut, terlepas ditangan siapapun benda tersebut berada. 4. Tidak ada kedudukan preferensi dari Kreditur. Berbeda dengan jaminan umum yang didasarkan atas Pasal 1131 KUHPerdata, maka terhadap pemegang jaminan hutang yang khusus oleh hukum diberikan hak preferensi, artinya krediturnya diberikan kedudukan yang lebih tinggi didahulukan pembayaran hutangnya yan diambil dari hasil penjualan benda jaminan hutang. 31 Untuk memberikan kepastian hukum Pasal 11 UUJF mewajibkan benda yang dibebani dengan jaminan Fidusia didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia yang terletak di Indonesia. Pendaftaran memiliki arti yuridis sebagai suatu rangkaian yang tidak terpisah dari proses terjadinya perjanjian jaminan fidusia, selain itu Pendaftaran Jaminan Fidusia merupakan perwujudan dari azas publisitas dan kepastian hukum. 32 Hak kebendaan dari jaminan Fidusia baru lahir sejak dilakukannya pendaftaran pada Kantor Pendaftaran Fidusia dan sebagai buktinya adalah diterbitkannya Sertifkat Jaminan Fidusia. Pendaftaran Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaril, Pendaftaran fidusia yang tidak dibuat dengan akta notaril maka aktanya tidak dapat didaftarkan. Secara 31 Ibid, hal. 138. 32 Tan Kamello, Op.Cit, hal. 213. Universitas Sumatera Utara teoritis fungsi akta adalah untuk kesempurnaan perbuatan hukum Formalitas Causa dan sebagai alat bukti Probationis Causa. 33 Dengan demikian akta yang dibuat di bawah tangan akan mengakibatkan jaminan fidusia ini tidak dapat didaftarkan karena akta di bawah tangan tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat karena tanda tangan pada akta di bawah tangan masih bisa dipungkiri. Akta di bawah tangan juga tidak mempunyai kekuatan hukum dan kepastian hukum. Jaminan Fdusia bersifat hak kebendaan, itu dibuktikan dengan adanya kewajiban untuk mendaftarkan fidusianya, dan memiliki hak di dahului atas benda- benda tertentu.Jaminan itu hanya menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertenu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap kekayaan debitur seumumnya. Pendaftaran dilakukan setelah akta Jaminan Fidusia telah ditandatangani oleh para pihak pada Kantor Pendaftaran Fidusia ditempat kedudukan pihak pemberi fidusia. Terhadap objek jaminan Fidusia yang berada diluar wilayah Indonesia, Pendaftarannya tetap dilakukan dimana kedudukan pemberi fidusia. Untuk selanjutnya dilakukan penghapusannya ditempat mana fidusia itu didaftarkan.

2. Konsepsi