Perbuatan Pidana, digunakan oleh Moeljatno dalam berbagai tulisan Tinjauan Umum Tentang Kepolisian Sebagai Aparat Penegak Hukum

22 dalam buku Pelajaran tentang Hukum Pidana Indonesia, A. Zainal Abidin, dalam buku beliau Hukum Pidana. Pembentuk UU juga pernah menggunakan istilah peristiwa pidana, yaitu dalam Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950 baca Pasal 14 ayat 1. 3. Delik, yang sebenarnya berasal dari bahasa latin delictum juga digunakan untuk menggambarkan tentang apa yang dimaksud dengan strafbaar feit. Istilah ini dapat dijumpai dalam berbagai literatur, misalnya E. Utrecht, walaupun juga beliau menggunakan istilah lain yakni peristiwa pidana dalam buku Hukum Pidana I. A. Zainal Abidin dalam buku beliau Hukum Pidana I. Moeljatno pernah juga menggunakan istilah ini, seperti pada judul buku beliau Delik-Delik Percobaan Delik-Delik Penyertaan walaupun menurut beliau lebih tepat dengan istilah perbuatan pidana. 4. Pelanggaran pidana, dapat dijumpai dalam buku Pokok-Pokok Hukum Pidana yang ditulis oleh Mr. M.H. Tirtaamidjaja. 5. Perbuatan yang boleh dihukum, istilah ini digunakan oleh Mr. Karni dalam buku beliau Ringkasan tentang Hukum Pidana. Begitu juga Schravendijk dalam bukunya Buku Pelajaran Tentang Hukum Pidana Indonesia. 6. Perbuatan yang dapat dihukum, digunakan oleh Pembentuk Undang- undang dalam Undang-Undang No. 12Drt1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak baca Pasal 3.

7. Perbuatan Pidana, digunakan oleh Moeljatno dalam berbagai tulisan

beliau, misalnya dalam buku Asas-Asas Hukum Pidana, yang didefinisikan 23 beliau sebagai “perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut”. 18 Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut. 19 Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan, yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang, sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu. Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat, oleh karena antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu, ada hubungan yang erat pula. Di satu sisi tidak dapat dipisahkan dengan sisi yang lain. Kejadian tidak dapat dilarang jika yang menimbulkan bukan orang dan orang tidak dapat diancam pidana, jika tidak karena kejadian yang ditimbulkan olehnya. Dan justru untuk menyatakan hubungan yang erat itu; maka dipakailah perkataan perbuatan, yaitu suatu pengertian abstrak yang menunjuk kepada dua keadaan konkrit: pertama, adanya kejadian yang tertentu dan kedua, adanya orang yang berbuat, yang menimbulkan kejadian itu. 18 Ibid., hlm. 67-68. 19 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta : PT Bina Aksara, 1985, hlm. 54. 24

2. Tinjauan Umum Tentang Kepolisian Sebagai Aparat Penegak Hukum

Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak hukum dan aparat penegak hukum. Dalam arti sempit, aparatur penegak hukum yang terlibat dalam proses tegaknya hukum itu dimulai dari saksi, polisi, penasehat hukum, jaksa, hakim, dan petugas sipir pemasyarakatan. Setiap aparat dan aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas atau perannya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta upaya pemasyarakatan kembali resosialisasi terpidana. Dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum itu, terdapat tiga elemen penting yang mempengaruhi, yaitu: 20 a. Institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya. b. Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan aparatnya, dan c. Berangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum materilnya maupun hukum acaranya. 1. Pengertian Polisi Istilah Polisi sepanjang sejarah ternyata mempunyai arti yang berbeda- beda. Pengertian Polisi yang sekarang misalnya adalah berbeda dengan pengertian 20 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung: 2001, Citra Aditya Bakti, hlm. 46. 25 Polisi pada awal ditemukannya istilah Polisi itu sendiri. Adapun pengertian Polisi diantaranya adalah sebagai berikut : 21 a. Pertama kali ditemukannya Polisi dari perkataan Yunani “Politea” yang berarti seluruh pemerintahan negara kota. Pada masa itu yaitu abad sebelum Masehi, negara Yunani terdiri dari kota-kota tidak saja menyangkut pemerintahan negara kota saja, tetapi juga termasuk urusan-urusan keagamaan. Baru setelah timbul agama Nasrani, maka pengertian Polisi sebagai pemerintahan negara kota dikurangi urusan agama. b. Di negara Belanda pada zaman dahulu istilah Polisi dikenal melalui konsep Catur Praja dan Van VOLLENHONEN yang membagi pemerintahan menjadi 4 empat bagian, yaitu : 1 Bestuur 2 Politea 3 Rechtspraak, dan 4 Regeling Dengan demikian Politie dalam pengertian ini sudah dipisahkan dari Bestuur dan merupakan bagian pemerintahan tersendiri. Pada pengertian ini Polisi termasuk organ-organ pemerintah yang mempunyai wewenang melakukan pengawasan terhadap kewajiban-kewajiban umum. c. Charles Reith dalam bukunya The Blind Eye of History mengemukakan pengertian Polisi dalam bahasa Inggris : “Police Indonesia the English language came to mean of planning for improving ordering communal 21 Warsito, Op.Cit., hlm. 5-7. 26 existence”, yaitu sebagai tiap-tiap usaha untuk memperbaiki atau menertibkan susunan kehidupan masyarakat. Pengertian ini berpangkal tolak dari pemikiran, bahwa manusia adalah mahluk sosial hidup berkelompok, membuat aturan-aturan yang disepakati bersama. Ternyata diantara kelompok itu terdapat anggota yang tidak mau mematuhi aturan bersama sehingga timbul masalah siapa yang berkewajiban untuk memperbaiki dan menertibkan kembali anggota kelompok yang telah melanggar. Berdasarkan pemikiran ini kemudian diperlukan Polisi baik organnya maupun tugasnya untuk memperbaiki dan menertibkan tata susunan kehidupan masyarakat tersebut. d. Analog dalam pengertian-pengertian diatas, untuk jelasnya dapat disimak pengertian yang tertuang dalam Undang-Undang Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia No.13 Tahun 1961 pada pasal 1 ayat 1 yang dinyatakan, bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia, selanjutnya disebut Kepolisian Negara, ialah alat negara penegak hukum yang terutama bertugas memelihara keamanan di dalam negeri. 22 2. Fungsi dan Tugas Kepolisian Fungsi Kepolisian dapat diartikan sebagai yang menyangkut tugas dan wewenang, termasuk pula di dalamnya pelampauan batas-batas wewenang yang diberikan. 23 Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. 24 22 Ibid., hlm. 5-7. Pada abad ke V sebelum Masehi fungsi Kepolisian adalah meliputi seluruh kegiatan-kegiatan dan 23 Ibid., hlm. 85. 24 Undang-undang No. 2 Tahun 2002. 27 usaha yang dilakukan oleh seluruh pemerintahan negara kota. Dengan demikian fungsi Kepolisian masih meliputi seluruh urusan kesejahteraan, keamanan dan ketertibas serta tugas-tugas pemerintahan lainnya. Tugas Kepolisian adalah menjaga serta menjamin ketertiban dan keamanan umum dalam rangka usaha untuk kemakmuran rakyat, sebagai usaha- usaha yang dilakukan oleh tugas dari bestuur. 25 Untuk dalam merealisir tugas Polisi tersebut maka fungsi Kepolisian menjalankan tugas : Preventive recht zirg yaitu memaksa penduduk suatu wilayah menaati ketertiban hukum serta mengadakan penjagaan sebelumnya preventif supaya tata tertib masyarakat tetap terpelihara. 3. Wewenang Kepolisian Di dalam Undang-Undang No.13 tahun 1961 tentang ketentuan-ketentuan pokok Kepolisian negara, maupun Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Undang-Undang Hukum Acara Pidana, terdapat wewenang-wewenang Kepolisian Negara dalam penyelidikan suatu perkara. 26 Polri diberikan wewenang seperti tercantum pada pasal 15 ayat 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Kewenangan yang dipunyai oleh Polri ini semata-mata digunakan hanya untuk kepentingan mencari Wewenang yang sifatnya umum tidak terdapat di dalamnya, dan dalam kata-kata secara logis dapat dipastikan bahwa dimana ada penugasan haruslah ada wewenang-wewenang yang menyertainya. Sebab tanpa tugas yang mendasar Polisi untuk bertindak, tugas tidak akan dapat dilaksanakan dengan baik. 25 Ibid., hlm. 91. 26 Ibid., hal. 98. 28 kebenaran dari suatu peristiwa pidana. Dengan keluarnya hasil dari penyelidikan yang menyatakan suatu peristiwa pidana dan harus diadakan penyidikan maka tindakan pertama yang diambil adalah pengumpulan bukti-bukti untuk membuat terang suatu tindak pidana dan mencari dan menemukan pelaku tindak pidana tersebut. 27 Wewenang untuk melakukan tindakan yang diberikan kepada Polri umumnya dapat dibedakan menjadi 2 2 yaitu : wewenang-wewenang umum yang mendasarkan tindakan yang dilakukan polisi dengan asas Legalitas dan Plichmatigheid yang sebagian besar bersifat preventif dan yang kedua adalah wewenang khusus sebagai wewenang untuk melaksanakan tugas sebagai alat negara penegak hukum khususnya untuk kepentingan penyelidikan, dimana sebagian besar bersifat represif. Sedangkan istilah umum dan khusus hanyalah untuk memudahkan mempelajarinya atau memahami kewenangan yang ada pada Polri, tetapi keduanya juga saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. 4. Tanggung Jawab Kepolisian Seorang Kepolisian bertanggung jawab kesalahan yang dibuatnya menurut sistem pertanggungjawaban, dan untuk jelasnya adalah sebagai berikut : 28 1 Pelanggaran dari norma hukum pidana akan menghadapkan ia kemuka Pengadilan Perdata Pengadilan Negeri 2 Apabila ia merugikan orang lain dalam melaksanakan tugas atau perintah jabatan yang sah, maka negaralah yang bertanggung jawab, sehingga setiap 27 Mahmud Mulyadi, Kepolisian Dalam Sistem Peradilan Pidana, Medan: USU Press, 2009, hlm. 16-17. 28 Ibid., hlm. 104. 29 orang yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi dari negara berdasarkan suatu “onrechtmatig overheidsdaad”. Melalui Peradilan Tata Usaha Negara.

3. Tinjauan Hukum Mengenai Tindak Pidana Narkotika