1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masyarakat Simalungun adalah salah satu kelompok etnis yang ada di wilayah Provinsi Sumatera Utara. Etnis Simalungun merupakan salah satu dari
lima kelompok masyarakat Batak lainnya, yaitu: Toba, Karo, Pakpak, Mandailing-Angkola Bangun, 1993:94. Setiap etnis yang ada di Sumatera
Utara memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Demikian juga halnya dengan etnis Simalungun, memiliki budaya yang
diwariskan secara turun-temurun oleh leluhurnya, baik secara lisan maupun tulisan.Salah satu bentuk kebudayaan tersebut adalah kesenian.Kesenian pada
masyarakat Simalungun terdiri dari berbagai bidang seperti: seni rupa, seni tari, seni ukir, dan seni musik.Dalam tulisan ini penulis berfokus untuk mengkaji seni
musiknya, khususnya alat musik Sarunei Buluh. Pada masyarakat Simalungun, seni musik terbagi atas dua bagian besar
yaitu musik vokal yang disebut inggou, dan musik instrumental yang disebut gual.Musik instrumen yang dimainkan secara ensambel, danmusik instrumen
dimainkan secara tunggal solo instrument.Alat-alat musik tersebut dapat dipakai untuk mengiringi upacara yang bersifat ritual dan hiburan, sebagai
contoh yaitualat yang dimainkan secara ensambel adalahgonrang sidua-dua dan gonrang sipitu-pitu. Kedua ensambel musik ini dapat dimainkan dalam upacara-
2
upacara adat masyarakat Simalungun baik upacara sukacita malas ni uhur maupun upacara dukacita pusok ni uhur.
Alat musik tunggal yang terdapat pada masyarakat Simalungun di antaranya adalah: garantung, sordam, tulila, husapi, arbab, dan saligung.
Ensambel musik gonrang sidua-dua maupun gonrang sipitu-pitu juga dapat mengiringi tari-tarian tortor dalam konteks hiburan, misalnya Tortor Huda-
huda atau disebut juga Toping-toping.Tortor ini ditampilkan pada upacara kematian, yaitu acara na matei sayur matua.
1
Salah satu alat musik tunggal yang akan penulis bahas adalah Sarunei Buluh. Alat musik ini merupakan salah satu alat musik yang tergolong dalam
aerophone single reedaerofon berlidah tunggalsesuai dengan sistem klasifikasi Curt Sachs dan Hornbostel. Menurut penjelasan Bapak Rabes Saragih,
Tortor ini berfungsi untuk menghibur masyarakat pada umumnya dan keluarga secara khusus agar tidak
larut dalam kesedihan.
2
1
Yaitu orang yang telah meninggal lanjut usia yang memiliki cucu dan anaknya sudah menikah semua.
Sarunei Buluh adalah alat musik tiup yang memiliki tujuh buah lubang nada, dalam
klasifikasi termasuk ke dalam aerofon yang getarannya berasal dari udara dan dimainkan dengan cara meniup end blown flute, sedangkan lubang untuk
meniup sarunei tidak memiliki diameter tetapi untuk lubang hembusan memiliki diameter, pembuatan lubang diameter yang dilakukan oleh Bapak Rabes Saragih
itu hanya dengan menggunakan dua jari tangan saja.
2
Yaitu informan pokok penulis yang juga pembuat alat musik sarunei buluh dan juga salah satu tokoh adat setempat.
3
Sarunei Buluh terbuat dari bambu buluh rogon dan kayu simardaruma. Instrumen ini dimainkan dengan ditiup dengan menggunakan teknik pernafasan
circular breathing.Bambu yang dipakai oleh Bapak Rabes Saragih ini memiliki daya tahan, umumnya dalam waktu jangka panjang, dan apabila retak
Sarunei Buluh tersebut tidak dapat digunakan lagi. Orang yang memainkan sarunei disebut parsarunei
3
3
Kata par menjadi awalan pada kata sarunei menunjukkan orang yang memainkan. Dalam konteks budaya dan bahasa Simalungun istilah seperti itu berlaku juga pada alat musik
lainnya contohnya, pargonrang orang yang ahli memainkan gonrang, pararbab orang yang ahli memainkan arbab, dan lain-lain.
, sementara orang yang membuat sarunei disebut pambahensarunei. Di Purba Tongah terdapat
banyak parsarunei, tetapi tidak semua parsarunei mengerti tentang cara-cara pembuatan Sarunei Buluh. Salah satu orang yang dapat membuat Sarunei
Buluh Simalungun adalah bapak Rabes Saragih. Beliau adalah salah satu pembahen sarunei dan parsarunei.Selain dikenal kepiawaiannya dalam
memainkan dan membuat Sarunei Buluh Simalungun beliau juga dikenal sebagai seorang tokoh masyarakat yang mendukung kelestarian musik
tradisional Simalungun seperti memperkenalkan kebudayaan musik Simalungun kepada muda-mudi, serta pertunjukan dalam berbagai peristiwa
budaya seperti rondang bintang, kegiatan pariwisata, hiburan dalam upacara perkawinan, dan lain-lainnya.Latar belakang keluarga yang menjadi dorongan
beliau untuk menjadi seorang pemain musik.Ayahnya seorang pemain sarunei, dan alat-alat musik tradisional Simalungun lainnya. Hal ini menjadi motivasi
beliau untuk menjadi seorang seniman musik Simalungun.
4
Sebagai seorang seniman musik tradisi Simalungun, Rabes Saragih memulai kinerjanya sebagai pemaian Sarunei Bolon. Kemudian sesuai dengan
pengalamannya berkesenian ia juga menjadi seorang pambahen sarunei. Sesudah itu kemudian beliau sering dipanggil untuk ikut tampil sebagai
pemaian saruneidi berbagai upacara adat Simalungun. Sejak tahun 1963 Bapak Rabes Saragih menjadi pemusik tradisi.
Kemudian sesuai perkembangan zaman pada tahun 1990-an ia masuk menjadi anggota pemusikpada Martile Keyboard Julia Group. Di dalam kelompok ini
ia ditugaskan sebagai pemain Sarunei Buluh, sarunei bolon, dan gonrang. Kapan ia memainkan alat-alat musik tersebut adalah sesuai dengan kehendak
pimpinan grup ini. Yang paling sering ia memainkan sarunei bolon. Bapak Rabes Saragih mulai mempelajari cara memainkan alat musikSarunei Buluh
secara ototidak pada saat berumur 18 tahun. Cara belajar digunakan beliau untuk mempelajari Sarunei Buluh adalah
dengan menghapal melodi-melodi lagu yang sering dimainkan oleh parsarunei didalam grup tersebut. Secara lambat laun beliau mulai bisa memainkan
Sarunei Buluh, dan mulai menggantikan parsarunei utama dengan memainkan dua atau tiga repertoar lagu, sehingga Bapak Rabes Saragih dipercaya oleh
grup untuk menjadi salah satu parsarunei didalam grup itu. Meskipun belajar secara otodidak dalam memainkan Sarunei Buluh beliau tetap menganggap
teman-temannya sebagai tempat belajar bermain dan membuat Sarunei Buluh. Hal tersebut dikarenakan banyaknya waktu yang sudah dilalui beliau dengan
5
teman-temannya, sehingga sedikit banyaknya telah mempengaruhi teknik permainan dan pembuatan Sarunei Buluh.
Bapak Rabes Saragih sering melihat dan bertanya tentang proses-proses pembuatan Sarunei Buluh kepada ayahnya, yaitu Bapak Hormat Saragih, yang
juga seorang pemusik tradisi Simalungun. Kemudian secara perlahan-lahan beliau mulai mencoba untuk membuat Sarunei Buluh hasil karya ciptanya
sendiri. Walaupun telah berkali-kali gagal, tetapi Bapak Rabes Saragih tidak pernah berhenti untuk mencoba hingga beliau menghasilkan Sarunei Buluh
yang dianggap beliau memenuhi syarat sebagai alat musik tradisi Simalungun.Untuk membuat satu buah Sarunei Buluh Bapak Rabes Saragih
membutuhkan waktu kurang lebih satu jam, dengan catatan bambu sudah harus kering.
Dalam proses pembuatan, Bapak Rabes Saragih masih tetap menggunakan alat-alat tradisional, yakni berupa:parang, pisau belati, pisau
cutter, dan bahan-bahan buluh rogon dan kayu simardaruma. Proses pembuatannya tergolong tradisional, yaitu menggunakan tenaga manusia, dan
tidakmenggunakan bantuan mesin. Proses pertama yang dilakukan pambahen Sarunei Buluhadalah
mencaribambu rogon yang sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan di sekitar desa, di pinggiran ladang para petani, yang biasanya tumbuh sendiri secara
alamiah. Bagian yang digunakan adalah ranting bambu. Ranting tersebut harus lurus tidak bengkok, kemudian ranting tersebut dilubangi untuk lubang nada,
dengan menggunakan pisau cutterkater yang tajam ujungnya.
6
Setelah bagian kulit luarnya dihaluskan dengan pisau kater cuter, barulah pembuat Sarunei Buluh mengukur dan memberi tanda untuk lobang
nada Sarunei Buluh tersebut. Setelah itu ujung bambu dikikis secara perlahan dengan menggunakan pisau kater pada bagian atas dan pangkal pada bambu.
Diukur sesuai garis tengah pada bambu dengan menggunakan dua jari tangan. Kemudian diukur lagi sebanyak lima kali sebagai tanda hasil dari yang diukur
pada bambu. Setelah selesai mengukur dan menggarisi pada bambu, Bapak Rabes Saragih membuat pengukuran dengan taksiran dengan berpedoman pada
lebar dua jari tangan, telunjuk dan tengah. Pembuatan lubang nadaSarunei Buluhbiasanya memakai pisau cutter.
Jarak untuk melubangi lubang nada menggunakan dua jari tangan. Lalu dibuat dahulu lubangnya yang kecil dengan menggunakan pisau kater. Kemudian
secara pelan-pelan dan hati-hati mengikis lubang nada, maka terbentuklah lubang tersebut.Pada bagian pangkal lubang hembusan, ditutup dengan kayu
simardaruma. Di bahagian ujung tiupan maka selanjutnya dibentuk lidah dari bambu itu sendiri, dengan menggunakan pisau kater.
Menurut penjelasan Bapak Rabes Saragih yang banyak memesan Sarunei Buluhkepada beliau adalah orang-orang yang hendak mempelajari
Sarunei Buluh Simalungun diantaranya pemuda-pemudi, begitu juga halnya dengan parsarunei yang sudah professional. Terdapat banyak upacara
maupun kegiatan adat masyarakat Simalungun di Purba Tongah yang selalu melibatkan musik tradisional dalam pelaksaannya seperti upacara pernikahan
dan upacara sayur matua.Sehingga membuat keberadaan dan
7
dilestarikanbegitu juga dengan instrumenSarunei Buluh yang kerap digunakan dalam setiap penyajian musik tradisional Simalungun di Purba
Tongah. Sampai saat ini Sarunei Buluh masih dipergunakan sebagai instrument
musik dalam kegiatan yang berhubungan dengan musik pada masyarakat Simalungun.Tidak hanya dalam hal penggunaan, pembuatan Sarunei Buluh
oleh Rabes Saragih masih berlangsung sampai saat ini di Purba Tongah. Dari uraian latar belakang atas, maka penulis tertarik unutuk meneliti
dan mengkaji, serta menuliskan dalam sebuah tulisan ilmiah dengan judul:“Kajian Organologi Sarunei Buluh Simalungun Buatan Bapak Rabes
Saragih di Desa Nagori Purba Tongah, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun.”
Penelitian ini secara ilmiah menggunakan disiplin etnomusikologi, yang salah satunya adalah mengkaji alat-alat musik. Apa itu etnomusikologi
dijelaskan oleh Alan P. Merriam 1964 sebagai sebuah disiplin ilmu yang mengkaji musik dalam konteks kebudayaan manusia. Artinya jika seorang
ahli etnomusikologi mengkaji musik, maka ia akan selalu melihatnya dalam perspektif kebudayaan di mana musik itu hidup, tumbuh, dan berkembang.
Musik tidak hanya fenomena bunyi yang dihasilkan manusia, tetapi musik adalah bahagian dari fenomena manusia yang menghasilkan musik tersebut.
mengkaji musik dalam kebudayaan berarti juga mengkaji eksistensi manusia yang menghasilkan musik tersebut. Tujuan akhir seorang etnomusikolog
bukan mengkaji musik sebagai bunyi dengan hukum-hukum internalnya
8
sendiri, tetapi adalah mengkaji manusia yang menghasilkan musik sedemikian rupa itu memiliki jati diri atau identitas yang khas.
Sama halnya dengan ilmu-ilmu lain di dunia ilmu pengetahuan, etnomusikologi memiliki wilayah atau jangkauan pengkajian. Seorang
etnomusikolog mestilah paham tentang wilayah penyelidikan etnomusikologi. Apa pun yang dikerjakan oleh etnomusikolog di lapangan, pada hakekatnya
ditentukan oleh rumusan metodenya sendiri dalam arti yang luas. Maka sebuah penelitian etnomusikologis dapat diarahkan seperti perekaman suara musik, atau
masalah peran sosial pemusik di dalam masyarakat.Jikalau suatu penelitian diarahkan kepada kajian mendalam di suatu daerah penelitian, dan jika peneliti
menganggap studi etnomusikologi bukan hanya sebagai kajian musik dari aspek lisan, tetapi juga terhadap aspek sosial, kultural, psikologi, dan estetika—paling
tidak ada enam wilayah penyelidikan yang menjadi perhatian etnomusikologi Merriam 1964.
Yang pertama adalah kebudayaan material musik. Ini pula yang menjadi fokus kajian dalam penelitian penulis, yaitu kebudayaan material musik, berupa
Sarunei Buluh di dalam konteks kebudayaan Simalungun di Sumatera Utara. Wilayah ini meliputi kajian terhadap alat musik yang disusun oleh peneliti
dengan klasifikasi yyang biasa digunakan, yaitu: idiofon, membranofon, aerofon, dan kordofon. Selain itu pula, setiap alat musik harus diukur,
dideskripsikan, dan digambar dengan skala atau difoto; prinsip-prinsip pembuatan, bahan yang digunakan, motif dekorasi, metode dan teknik
pertunjukan, menentukan nada-nada yang dihasilkan, dan masalah teoretis perlu
9
pula dicatat. Selain masalah deskripsi alatmusik, masih ada sejumlah masalah analisis lain yang dapat menjadi sasaran penelitian lapangan etnomusikologi. Di
antaranya adalah apakah terdapat konsep untuk memperlakukan secara khusus alat-alat musik tertentu di dalam suatu masyarakat? Adakah alat musik yang
dikeramatkan? Adakah alat-alat musik yang melambangkan jenis-jenis aktivitas budaya atau sosial alain selain musik? Apakah alat-alat musik tertentu
merupakan pertanda bagi pesan-pesan tertentu pada masyarakat luas? Apakah suara-suara atau bentuk-bentuk alat musik tertentu berhubungan dengan emosi-
emosi khusus, keberadaan manusia, upacara-upacara, atau tanda-tanda tertentu? Nilai ekonomi alat musik juga penting dikaji dalam etnomusikologi.
Mungkin ada beberapa spesialis yang mencari nafkahnya dari membuat alat musik. Apakah ada atau tidak spesialis pada suatu masyarakat? Apakah proses
pembuatan alat musik melibatkan waktu pembuatnya? Alat musik dapat dijual dan dibeli, dapat dipesan; dalam keadaan apa pun, produksi alat musik
merupakan bagian dari kegiatan ekonomi di dalam masyarakatnya secara luas. Alat musik mungkin dianggap sebagai lambang kekayaan; mungkin dimiliki
perorangan; jika memilikinya mungkin diakui secara individual akkan tetapi untuk kepentingan praktis diabaikan; atau mungkin alat-alat musik ini menjadi
lambang kekayaan suku bangsa atau desa tertentu. Penyebaran alat musik mempunyai makna yang sangat penting di dalam kajian-kajian difusi dan di
dalam rekonstruksi sejarah kebudayaan, dan kadang-kadang dapat memberi petunjuk atau menetukan perpindahan penduuduk melalui studi alatmusik.
10
Kategori kedua adalah kajian tentang teks nyanyian. Kajian ini meliputi kajian teks sebagai peristiwa linguistik, hubungan linguistik dengan suara musik,
dan berbagai masalah isi yang dikandung oleh teks tersebut. Masalah hubungan antara teks dengan musik telah banyak diteliti di dalam etnomusikologi karena
memberi manfaat yang jelas. Namun hingga kini belum pernah dilakukan kajian yang menggunakan linguistik modern dan teknik-teknik etnomusikologis.
Teks nyanyian mengekspresikan perilaku kebahasaan yang dapat dianalisis dari sudut struktur dan isi. Bahasa teks nyanyian cenderung mempunyai
perbedaan sifat dengan ungkapan harian, dan kadangkala, seperti pada nama- nama pujian, atau bunyi pertanda gendang, teks tersebut merupakan bahasa
“rahasia” yang hanya diketahui sekelompok tertentu saja dari masyarakatnya. Dalam teks nyanyian, bahasa yang digunakan sering lebih elastis dibandingkan
dengan bahasa sehari-hari, dan bahasa tersebut tidak hanya mengungkapkan proses kejiwaan seperti pengendoran tekanan, akan tetapi juga informasi tentang
sifat yang tidak mudah diungkapkan. Dengan alasan yang sama, teks nyanyian sering mengungkapkan nilai-nilai yang dalam dan tujuan-tujuan yang hanya
boleh dinyatakan dalam keadaan terpaksa di dalam ungkapan sehari-hari. Hal ini selanjutnya dapat mengarahkan kepada kepekaan terhadap simbol yang
mengandung etos dari suatu kebudayaan, atau terhadap suatu jenis generalisasi karakter nasional. Pemahaman mengenai perilaku ideal dan nyata sering dapat
diungkap mellaluiteks nyanyian, dan akhirnya teks juga digunakan sebagai catatan sejarah bagi kelompok tertentu, sebagai cara-cara untuk menanamkan
nilai-nilai, dan sebagai cara untuk membudayakan generasi muda.
11
Aspek ketiga adalah meliputi kategori-kategori musik yang dibuat oleh peneliti yang sesuai dengan kategori yang berlaku dalam kelompok tersebut. Di
dalam hubungan ini tentunya peneliti menyusun acara rekamannya, yang diklasifikasikan utuk menyertakan contoh-contoh akurat dari semua jenis musik
di dalam situasi-situasi pertunjukan yang direncanakan dan dipertunjukkan sebenarnya.
Pemain musik atau musisi dapat menjadi sasaran keempat bagi etnomusikolog. Dari sekian hal yang penting adalah latihan untuk menjadi
pemusik.Apakah seseorang dipaksa oleh masyarakatnya untukmenjadi pemusik, atau ia memilih sendiri karirnya sebagai pemusik? Bagaimana metode
latihannya, apakah sebagai pemain musik potensial yang mengandalkan kepada kemampuan sendiri; apakah ia mendapatkan pengetahuan dasar tentang teknik
memainkan alat musiknya atau teknik menyanyi dari orang lain, atau apakah ia menjalani latihan yang ketat dalamwaktu tertentu? Siapa saja pengajarnya, dan
bagaimanakan metode mengajarnya? Hal ini mengarahkan kepada masalah profesionalisme dan penghasilan. Sebuah masyarakat mungkin saja
membedakan beberapa tingkatan kemampuan pemusik, membuat klasifikasi dengan istilah-istilah khusus, dan memberikan penghargaan tertinggi kepada
sesuatu yang dianggap benar-benar profesional; atau pemusik dapat saja tidak dianggap sebagai spesialis. Bentuk dan cara memberi penghargaan dapat sangat
berbeda untuk setiap masyarakat, dan dapat terjadi bahwa pemusik sama sekali tidak mendapat bayaran.
12
Kajian ini dalam rangka penulisan skripsi digunakan dalam rangka mendeskripsikan biografi musikal Bapak rabes Saragih di dalam kebudayaan
Simalungun. Deskripsi tersebut meliputi apakah ia dipaksa menjadi pemusik atau karena minat dan kesenangannya akan musik, demikian pula apakah ia
memilih karirnya sebagai pemusik atau dalam bidang musik hanya sambilan saja, bagaimana ia berlatih, bagaiman ia membuata alat-alat musik, dan berbagai
pertanyaan sejenis. Wilayah studi kelima adalah mengenai penggunaan dan fungsi musik
dalam hubungannya dengan aspek budaya lain.Informasi yang kita dapatkan, menunjukkan bahwa didalam hubungan dengan penggunaan, musik meliputi
semua aspek masyarakat; sebagai perilaku manusia, musik dihubungkan secara sinkronik dengan perilaku lainnya, termasuk religi, drama tari, organisasi sosial,
ekonomi, struktur politik, dan berbagai aspek lainnya. Dalam mengadakan studi tentangmusik, peneliti dipaksa untuk mengadakan pendekatan budaya secara
lengkap dalam mencari hubungan musik, dan di dalam maknanya yang dalam, ia mengetahui bahwa musik mencerminkan kebudayaan, sedangkan musik menjadi
bagiannya. Fungsi musik di dalam masyarakat merupakan objek penyelidikan lain
dari penyelidikan tentang penggunaan tersebut, karena penelitiannya diarahkan kepada masalah-masalah yang jauh lebih dalam. Telah dinyatakan bahwa salah
satu fungsi utama musik adalah untuk membantu mengintegrasikan masyarakat, suatu proses yang secara kontinu dilakukan di dalam kehidupan manusia.
Fungsi lain adalah untuk melepaskan tekanan-tekanan jiwa. Perbedaan antara
13
penggunaan dan fungsi musik belum banyak dibicarakan di dalam etnomusikologi, dan studi-studi pada wilayah yang luas cenderung untuk
memusatkan kepada masalah pertama dan mengenyampingkan masalah yang kedua. Studi-studi tentang fungsi jauh lebih menarik di antara keduanya, oleh
karena studi tersebuts eharusnya mengarahkan kepada pengertian yanglebih dalam tentang mengapa musik merupakan suatu gejala universal dii dalam
masyarakat. Wilayah studi kelima etnomusikologi ini, penulis ap-likasikan dalam
mendeskripsikan fungsi alat musik Sarunei Buluh di dalam kebudayaan Simalungun. Menurut hemat penulis fungsi alat musik ini adalah: komunikasi,
hiburan, rekasi jasmani, dan penguingkapan emosional. Akhirnya, keenam, peneliti lapangan dapat mempelajari musik sebagai
aktivitas kreatif di dalam kebudayaan. Yang penting di sini adalah tahap-tahap dari studi musik yang memusatkan pada konsep-konsep musik yangdigunakan di
dalam masyarakat yang sedang diteliti. Yang mendasari semua pertanyaan adalah berbagai masalah perbedaan yang dibuat oleh pemusik dan bukan
pemusik di antara apa yang dianggap musik dan bbukan musik, merupakan sasaran yang baru mendapatkan sedikit perhatian di dalam etnomusikologi. Apa
sumber-sumber musik itu? Apakah musik disusun hanya melalui perantaraan bantuan dan persetujuan manusia super, atau apakah musik merupakan gejala-
gejala manusia biasa? Bagaimana nyanyian-nyanyian baru muncul? Apabila penyusun musik mempunyai status tinggidi dalam masyarakat, bagaimana ia
menyusun musik, dan bagaimana pendapatnya tentang proses penyusunan
14
musik? Ukuran-ukuran kemampuan di dalam pertunjukan adalah penting sekali karena melalui pengertian ukuran ini peneliti dapat melihat musik yang baik dan
buruk serta dapat melihatnya dengan cara-cara yang digunakan di dalam masyarakat. Masalah-masalah ini mengarahkan kepada evaluasi rakyatnya dan
evaluasi analitis dari suatu teori tentang musik di dalam masyarakat tersebut; juga mengarahkan kepada berbagai masalah khusus di mana bentuk
divisualisasikan sebagai sesuatu yang dapat dimanipulasikan, dan terhadap apakah aspek-aspek bentuk seperti interval musik atau pola-pola ritme inti
khusus digunakan di dalam pemikiran pemusik dan bukan pemusik. Dengan demikian fenomena dan eksistensi Sarunei Buluh ini, sangat
menarik didekati dengan pendekatan ilmiah yaitu disiplin etnomusikologi. Tujuan dari penelitian seperti ini adalah mengungkapkan fakta-fakta tersurat dan
tersirat di balik keberadaan Sarunei Buluh Simalungun. Selanjutnya masyarakat yang memiliki kebudayaan material musik sedemikian rupa memiliki identitas
yang khas yang membedakannya dengan masyarakat-masyarakat lain. Di dalamnya terkandung ide-ide kebudayaan yang dinamis dan memilii kearifannya
tersendiri.
1.2 Pokok Permasalahan