Kriteria Diagnosis HIV Konsep HIVAIDS .1 AIDS Secara Umum

9 Mikosis yang luas coccidiomikosis atau histoplasmosis Karsinoma servikal invasif Leishmaniasis atipikal yang luas Bakteremia salmonella non-tifoid yang berulang Limfoma serebral atau sel B non-Hodgin atau tumor lain terkait HIV Nefropatikardiomiopatisimptomatik terkait HIV

2.1.3 Kriteria Diagnosis HIV

HIV sebagian besar terdiagnosis dengan mengecek darah atau air liur untuk mendeteksi ada atau tidaknya antibodi terhadap HIV. Namun, tipe diagnosis seperti ini tidak akurat untuk infeksi baru mengingat tubuh yang membutuhkan waktu agar antibodi bisa terbentuk, biasanya hingga 12 minggu. Dalam beberapa kasus hingga 6 bulan sampai terbentuknya antibodi. Pemeriksaan terhadap antibodi biasanya menggunakan teknik ELISA Enzyme-Link Immunoabsorbent Assay yang biasa digunakan di Indonesia, aglutinasi atau dot-blot immunobinding assay. Sedangkan tes untuk keberadaan virus dapat mengonfirmasi diagnosis dalam hitungan hari setelah infeksi. Tes ini dapat menggunakan isolasi dan biakan virus, deteksi antigen dan deteksi materi genetik pada darah. WHO menganjurkan pemakaian salah satu dari 3 strategi pemeriksaan antibodi terhadap HIV yang disesuaikan dengan tujuan dan kondisi pasien, yaitu sebagai berikut: Keamanan transfusitransplantasi : strategi I Surveilans : 10 prevalensi : Strategi I 10 prevalensi : Strategi II Diagnosis : Terdapat gejala klinik infeksi HIV : 10 30 prevalensi : Strategi I 30 prevalensi : Strategi II Tanpa gejala klinik infeksi HIV : 10 prevalensi : strategi II 10 prevalensi : Strategi III Strategi I. 1. Serum atau plasma pasien diperiksa dengan menggunakan simplerapid SR tes atau dengan Enzyme Immuno AssayEIA disebut tes A1 2. Untuk tujuan transfusi darah atau transplantasi organ, gunakan reagen yang dapat mendeteksi HIV-1 dan HIV-2 serta mempunyai sensitivitas yang tinggi 99 3. Bila tes A1 menunjukkan hasil reaktif, laporkan dengan reaktif, sedangkan bila hasilnya non-reaktif maka laporkan NEGATIF Strategi II. 1. Serum atau plasma pasien diperiksa dengan menggunakan simplerapid SR atau dengan Enzyme Immuno AssayEIA disebut tes A1 2. Bila hasil tes A1 menunjukkan non-reaktif, laporkan NEGATIF, sedangkan bila hasil tes menunjukkan reaktif harus dilakukan tes ulang dengan menggunakan reagen dengan preparasi antigen yang berbeda dari tes pertama disebut tes A2 3. Bila hasil tes A2 menunjukkan reaktif, laporkan hasil tersebut dengan reaktif. Sedangkan bila hasil tes A2 menunjukkan non-reaktif, ulangi tes dengan menggunakan reagen yang digunakan pada tes A1 dan tes A2 4. Bila pada tes ulang menunjukkan hasil tes A1 dan A2 reaktif, laporkan sebagai reaktif, bila salah satu hasil tes tes A1 atau A2 menunjukkan non- reaktif, laporkan sebagai INDETERMINATE. Dan bila ke dua tes A1 dan A2 menunjukkan non-reaktif, laporkan sebagai NEGATIF 11 5. Reagen untuk tes A1 memiliki sensitivitas yang tertinggi, sedangkan untuk tes A2 harus memiliki spesifisitas yang lebih tinggi daripada tes A1 Strategi III. 1. Serum atau plasma pasien di tes dengan menggunakan simplerapid SR tes atau dengan Enzyme Immuno Assay disebut tes A1 2. Bila hasil tes A1 menunjukkan non-reaktif, laporkan NEGATIF. Sedangkan bila hasil tes menunjukkan reaktif, harus dilakukan tes ulang dengan menggunakan reagen dengan preparasi antigen yang berbeda dari tes pertama disebut tes A2 3. Bila hasil tes A2 menunjukkan non-reaktif, ulangi tes menggunakan reagen yang digunakan pada tes A1 dan tes A2. Pada tes ulang, bila hasil tes A1 dan A2 menunjukkan non-reaktif, laporkan sebagai NEGATIF 4. Bila hasil tes A1 dan A2 menunjukkan reaktif atau salah satu tes tes A1 atau A2 menunjukkan non-reaktif, lakukan tes ulang menggunakan reagen dengan preparasi antigen yang berbeda dari tes pertama maupun kedua disebut tes A3 5. Bila hasil tes A1, A2 dan A3 menunjukkan reaktif, laporkan REAKTIF 6. Bila hasil tes A1 dan A2 reaktif serta A3 non reaktif, atau tes A1 dan A3 reaktif serta A2 non-reaktif, laporkan sebagai INDETERMINATE 7. Bila hasil tes A2 dan A3 non-reaktif serta pasien dari daerah dengan prevalensi 10 beresiko tinggi, laporkan sebagai INDETERMINATE. Sedangkan bila pasien berasal dari daerah dengan prevalensi 10 beresiko rendah, dapat dianggap sebagai NEGATIF 8. Reagen untuk tes A2 harus memilki spesifisitas yang lebih tinggi daripada tes A1 dan untuk tes A3 harus memiliki spesifisitas yang lebih tinggi dari tes A2 9. Bila hasil tes dilaporkan indeterminate, maka tes perlu diulangi 6 bulan dan 12 bulan kemudian. 14,15 12 2.2 NAPZA 2.2.1 Klasifikasi