Rumusan Masalah NAPZA .1 Klasifikasi Narkotika

3 Rumah Sakit Ketergantungan Obat RSKO Jakarta merupakan rumah sakit rujukan utama yang khusus menangani ketergantungan NAPZA, terutama di wilayah DKI Jakarta yang menjadi tujuan terbesar peredaran NAPZA di Indonesia sekaligus sebagai provinsi dengan kasus AIDS terbanyak.

1.2 Rumusan Masalah

Berapakah prevalensi HIVAIDS pada pecandu NAPZA di RSKO Jakarta tahun 2010-2011? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui prevalensi HIVAIDS pada pecandu NAPZA di RSKO Jakarta tahun 2010-2011

1.3.2 Tujuan Khusus

 Untuk mengetahui banyaknya tipe NAPZA yang digunakan pada pasien HIVAIDS dengan pecandu NAPZA di RSKO Jakarta tahun 2010-2011  Untuk mengetahui jenis NAPZA yang digunakan pada pasien HIVAIDS dengan pecandu NAPZA di RSKO Jakarta tahun 2010-2011  Untuk mengetahui data demografi jenis kelamin, usia, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan dan status pernikahan pada pasien HIVAIDS dengan pecandu NAPZA di RSKO Jakarta tahun 2010-2011 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti  Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana kedokteran di Fakultas 4 Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta  Mengetahui cara membuat penelitian yang baik dengan menggunakan metodologi yang sudah diperoleh selama perkuliahan  Mendapatkan pengalaman melakukan penelitian terutama di bidang kesehatan

1.4.2 Bagi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 Menambah referensi penelitian di FKIK UINSH tentang prevalensi pasien HIVAIDS pada pecandu NAPZA di RSKO Jakarta  Menambah informasi sebagai bahan untuk melakukan penelitian lebih dalam untuk peneliti yang lain mengenai HIVAIDS dan NAPZA

1.4.3 Bagi RSKO Jakarta

 Sebagai informasi dan bukti medis mengenai prevalensi pasien HIVAIDS pada pecandu NAPZA di RSKO Jakarta tahun 2010-2011 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep HIVAIDS 2.1.1 AIDS Secara Umum Acquired Immuno-Deficiency Syndrome AIDS adalah kumpulan gejala akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang didapat akibat infeksi Human Immunodeficency Virus HIV. Virus ini terutama menyerang sel limfosit T4 yang memegang peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Virus dalam T4 lalu bereplikasi dan akhirnya menghancurkan sel limfosit itu sendiri. HIV juga menginfeksi sel Langerhans pada kulit, kelenjar limfe, alveolus paru, retina, serviks uteri dan otak. Gen Tat yang diketahui dimiliki HIV berfungsi dalam mempercepat replikasi virus hingga terjadi kerusakan T4 secara luas dan menimbulkan berbagai infeksi dan keganasan. Inilah kondisi yang disebut AIDS. 8 Meskipun diketahui adanya penurunan angka kematian CFR pasien AIDS dari 4,5 pada tahun 2010 menjadi 2,4 kasus tahun 2011 di Indonesia, tetap tidak dapat disangkal bahwa sejak tahun 2005 hingga sekarang terjadi peningkatan epidemik HIV secara nyata. 9,5 Selain itu, diketahui ada hal baru yang terlibat dalam penyebaran HIVAIDS, yaitu melalui penggunaan narkoba suntik Injecting Drug User-IDU dan mulai tahun 2002 HIV sudah menyebar hingga tingkat rumah tangga disebabkan hal tersebut Depkes RI, 2003. 10 6 Tabel 2.1 Jumlah kasus AIDS di Indonesia menurut faktor risiko 2005-2011 source : ht t p: w w w.aidsindonesia.or.id dow nload LT3Kem kes2011.pdf

2.1.2 Penularan HIVAIDS

HIV pertama ditemukan pada simpanse dan kera di Afrika yang darahnya kontak dengan manusia ketika hewan tersebut disembelih atau dimasak oleh orang Afrika sehingga terjadi penyebaran virus Cross Infection dari hewan ke manusia dan menjadi HIV. HIV hanya dapat ditemukan pada cairan tubuh. Contohnya dalam darah termasuk darah haid dan darah plasenta pada wanita, air manicairan lain yang keluar dari alat kelamin laki-laki, kecuali air seni dan cairan vagina serta cairan serviks uteri. HIV dapat ditularkan melalui:  Hubungan seksual. Sebagian besar penularan terjadi melalui hubungan seksual, baik melalui vagina, dubur maupun mulut. Pada saat hubungan seks, mungkin terjadi mikrolesi akibat gesekan dan melalui lesi tadi virus yang terdapat dalam cairan tubuh pasangan seks yang mengidap HIV dengan mudah akan ditularkan kepada pasangannya  Parenteral, terjadi melalui penggunaan jarum suntik, transfusi darah dan alat-alat tusuk lainnya seperti alat tindik, pisau cukur, alat tato dan 7 alat khitan yang terinfeksi HIV. Penularan melalui jarum suntik atau alat kedokteran yang tidak steril dapat terjadi pada jarum suntik bekas pengidap HIV  Perinatal. Bayi dalam kandungan mendapat zat makanan dan O 2 dari darah ibu yang dipompakan ke darah bayi. Pada umumnya, darah bayi tidak tercampur dengan darah ibu sehingga tidak semua bayi yang dikandung ibu dengan HIV positif tertular HIV saat dalam kandungan. Perlindungan plasenta dapat rusak bila ada infeksi virus, bakteri ataupun parasit pada plasenta atau pada keadaan dimana daya tahan ibu sangat rendah. Bayi dapat juga tertular HIV saat persalinan maupun via ASI meskipun diketahui konsentrasi HIV pada ASI lebih rendah dari darah, 10-20 bayi akan terinfeksi HIV bila disusui sampai 18 bulan atau lebih Seseorang dikatakan terinfeksi HIV yang berlanjut menjadi AIDS bila kadar CD4 di bawah 200 atau telah mengalami komplikasi seperti Pneumocystis pneumonia, Cytomegalovirus, Tuberculosis, Toxoplasmosis, Cryptosporidiosis, dan lain lain. 11,12 WHO mengklasifikasikan HIVAIDS pada remaja dan dewasa berdasarkan pada tanda dan gejala klinis yang muncul pada pasien sebagai berikut : 13 Clinical Stage 1 Asimptomatik Limfadenopati generalisata yang persisten Clinical Stage 2 Berat badan turun yang tidak jelas penyebabnya 10 dari berat badan semula Infeksi saluran nafas berulang, sinusitis, tonsillitis, otitis media dan faringitis Herpes zooster Angular Cheilitis 8 Ulserasi oral yang berulang Dermatitis seboroik Infeksi jamur pada kuku Clinical Stage 3 Berat badan turun yang tidak jelas penyebabnya 10 dari berat badan semula Diare kronik yang tidak jelas penyebabnya selama lebih dar 1 bulan Demam persisten yang tidak diketahui penyebabnya 37,6 o C intermiten atau konstan selama lebih dari 1 bulan Infeksi bakteri berat Pneumonia, Empyema, Pyomyositis, infeksi sendi atau tulang, meningitis atau bacteremia Stomatitis ulseratif Nekrotik Akut, gingitivitis atau periodontitis Anemia yang tidak jelas penyebabnya 8 gdl, neutropenia 0,5 x 10 9 per liter Atau trkombositopenia kronik 50 x 10 9 per liter Clinical Stage 4 Wasting Syndrome Pneumocystis Pneumonia Bakterial Pneumonia berat berulang Infeksi Herpes Simplex kronik orolabial, genital, anorektal selama lebih dari 1 bulan atau bagian visceral lainnya Kandidiasis Esofageal atau Kandidiasis trakea, bronkus atau paru Tuberkulosis paru Sarcoma Kaposi Infeksi CMV retinitis atau infeksi di organ lain Toxoplasmosis di sistem saraf pusat HIV ensefalopati Cryptococcosis ekstrapulmo termasuk meningitis Infeksi bakteri non-TB yang luas Leukoensefalopati multifokal progresif Cryptosporodiasis Kronik dengan diare Isosporiasis Kronik 9 Mikosis yang luas coccidiomikosis atau histoplasmosis Karsinoma servikal invasif Leishmaniasis atipikal yang luas Bakteremia salmonella non-tifoid yang berulang Limfoma serebral atau sel B non-Hodgin atau tumor lain terkait HIV Nefropatikardiomiopatisimptomatik terkait HIV

2.1.3 Kriteria Diagnosis HIV

HIV sebagian besar terdiagnosis dengan mengecek darah atau air liur untuk mendeteksi ada atau tidaknya antibodi terhadap HIV. Namun, tipe diagnosis seperti ini tidak akurat untuk infeksi baru mengingat tubuh yang membutuhkan waktu agar antibodi bisa terbentuk, biasanya hingga 12 minggu. Dalam beberapa kasus hingga 6 bulan sampai terbentuknya antibodi. Pemeriksaan terhadap antibodi biasanya menggunakan teknik ELISA Enzyme-Link Immunoabsorbent Assay yang biasa digunakan di Indonesia, aglutinasi atau dot-blot immunobinding assay. Sedangkan tes untuk keberadaan virus dapat mengonfirmasi diagnosis dalam hitungan hari setelah infeksi. Tes ini dapat menggunakan isolasi dan biakan virus, deteksi antigen dan deteksi materi genetik pada darah. WHO menganjurkan pemakaian salah satu dari 3 strategi pemeriksaan antibodi terhadap HIV yang disesuaikan dengan tujuan dan kondisi pasien, yaitu sebagai berikut: Keamanan transfusitransplantasi : strategi I Surveilans : 10 prevalensi : Strategi I 10 prevalensi : Strategi II Diagnosis : Terdapat gejala klinik infeksi HIV : 10 30 prevalensi : Strategi I 30 prevalensi : Strategi II Tanpa gejala klinik infeksi HIV : 10 prevalensi : strategi II 10 prevalensi : Strategi III Strategi I. 1. Serum atau plasma pasien diperiksa dengan menggunakan simplerapid SR tes atau dengan Enzyme Immuno AssayEIA disebut tes A1 2. Untuk tujuan transfusi darah atau transplantasi organ, gunakan reagen yang dapat mendeteksi HIV-1 dan HIV-2 serta mempunyai sensitivitas yang tinggi 99 3. Bila tes A1 menunjukkan hasil reaktif, laporkan dengan reaktif, sedangkan bila hasilnya non-reaktif maka laporkan NEGATIF Strategi II. 1. Serum atau plasma pasien diperiksa dengan menggunakan simplerapid SR atau dengan Enzyme Immuno AssayEIA disebut tes A1 2. Bila hasil tes A1 menunjukkan non-reaktif, laporkan NEGATIF, sedangkan bila hasil tes menunjukkan reaktif harus dilakukan tes ulang dengan menggunakan reagen dengan preparasi antigen yang berbeda dari tes pertama disebut tes A2 3. Bila hasil tes A2 menunjukkan reaktif, laporkan hasil tersebut dengan reaktif. Sedangkan bila hasil tes A2 menunjukkan non-reaktif, ulangi tes dengan menggunakan reagen yang digunakan pada tes A1 dan tes A2 4. Bila pada tes ulang menunjukkan hasil tes A1 dan A2 reaktif, laporkan sebagai reaktif, bila salah satu hasil tes tes A1 atau A2 menunjukkan non- reaktif, laporkan sebagai INDETERMINATE. Dan bila ke dua tes A1 dan A2 menunjukkan non-reaktif, laporkan sebagai NEGATIF 11 5. Reagen untuk tes A1 memiliki sensitivitas yang tertinggi, sedangkan untuk tes A2 harus memiliki spesifisitas yang lebih tinggi daripada tes A1 Strategi III. 1. Serum atau plasma pasien di tes dengan menggunakan simplerapid SR tes atau dengan Enzyme Immuno Assay disebut tes A1 2. Bila hasil tes A1 menunjukkan non-reaktif, laporkan NEGATIF. Sedangkan bila hasil tes menunjukkan reaktif, harus dilakukan tes ulang dengan menggunakan reagen dengan preparasi antigen yang berbeda dari tes pertama disebut tes A2 3. Bila hasil tes A2 menunjukkan non-reaktif, ulangi tes menggunakan reagen yang digunakan pada tes A1 dan tes A2. Pada tes ulang, bila hasil tes A1 dan A2 menunjukkan non-reaktif, laporkan sebagai NEGATIF 4. Bila hasil tes A1 dan A2 menunjukkan reaktif atau salah satu tes tes A1 atau A2 menunjukkan non-reaktif, lakukan tes ulang menggunakan reagen dengan preparasi antigen yang berbeda dari tes pertama maupun kedua disebut tes A3 5. Bila hasil tes A1, A2 dan A3 menunjukkan reaktif, laporkan REAKTIF 6. Bila hasil tes A1 dan A2 reaktif serta A3 non reaktif, atau tes A1 dan A3 reaktif serta A2 non-reaktif, laporkan sebagai INDETERMINATE 7. Bila hasil tes A2 dan A3 non-reaktif serta pasien dari daerah dengan prevalensi 10 beresiko tinggi, laporkan sebagai INDETERMINATE. Sedangkan bila pasien berasal dari daerah dengan prevalensi 10 beresiko rendah, dapat dianggap sebagai NEGATIF 8. Reagen untuk tes A2 harus memilki spesifisitas yang lebih tinggi daripada tes A1 dan untuk tes A3 harus memiliki spesifisitas yang lebih tinggi dari tes A2 9. Bila hasil tes dilaporkan indeterminate, maka tes perlu diulangi 6 bulan dan 12 bulan kemudian. 14,15 12 2.2 NAPZA 2.2.1 Klasifikasi NAPZA Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain adalah bahanzatobat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan adiksi serta ketergantungan dependensi terhadap NAPZA. Istilah NAPZA umumnya digunakan oleh sektor pelayanan kesehatan, yang menitik beratkan pada upaya penanggulangan dari sudut kesehatan fisik, psikis dan sosial. NAPZA sering disebut juga sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan dan pikiran. NAPZA secara umum menurut dampaknya pada tubuh digolongkan atas 4, yaitu: 1. Opiat Opioid yang memiliki kemampuan menghilangkan rasa sakit, euforia dan menyebabkan ketergantungan fisik. 2. Depressan yang menyebabkan suatu tingkatan rasa kantuk dan tenang atau rasa santai yang menyenangkan. 3. Stimulan yang memberi rasa riang dan mengurangi rasa lelah dan lapar. 4. Halusinogen yang menyebabkan dampak psikologis yang buruk, halusinasi dan gangguan berfikir meskipun tidak menyebabkan ketergantungan fisik dan golongan terakhir, yaitu NAPZA lainnya. 16 13 Berikut adalah penjelasan mengenai NAPZA:

a. Narkotika

Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika dibedakan kedalam golongan-golongan : Narkotika Golongan I : Narkotika yang dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dalam jumlah terbatas. Contoh : heroinputauw, kokain, ganja, amfetamin dan metamfetamin. Narkotika Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan Contoh : metadon, morfin, dan petidin. Narkotika Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan Contoh : kodein, buprenorfin. 17

b. Psikotropika