Prevalensi Penyakit Tuberkulosis Pada Pasien HIV/AIDS Dengan Riwayat Penggunaan NAPZA di RSKO Cibubur Periode 2011–2012
PENGGUNAAN NAPZA DI RSKO CIBUBUR
PERIODE 2011
–
2012
Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Adinda Sofiatunnisa
NIM : 1110103000079
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(2)
(3)
(4)
(5)
v
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya serta nikmat yang tiada hentinya kepada manusia. Terutama nikmat akal yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna.Shalawat serta salam saya sanjungkan bagi makhluk termulia junjungan kita baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah mengajarkan ilmu dari Allah SWT kepada umatnya. Ilmu tersebut tidak akan habis sekalipun air laut dijadikan tinta untuk menuliskannya.
Alhamdulillah, saya dapat menyusun laporan hasil penelitian dengan judul
“Prevalensi Penyakit Tuberkulosis Pada Pasien HIV/AIDS Dengan Riwayat
Penggunaan NAPZA di RSKO Cibubur Periode 2011–2012”. Saya berharap penyusunan laporan ini bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi saya dan pembaca.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr (hc). dr. M.K Tadjudin, Sp.And selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih saya ucapkan kepada dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK selaku Kepala Program Studi Pendidikkan Dokter. Saya juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Lucky Brilliantina, M.Biomed dan dr. Achmad Zaki. M.Epid, Sp.OT selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan motivasi yang telah diberikan selama proses pengerjaan dan penyusunan laporan penelitian ini. Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada dr. Rita Kusuma, Sp.P, M.Kes selaku kepala diklat RSKO dan pembimbing riset dari pihak RSKO serta ibu Khairunisa, SKM, MKM selaku kepala bidang rekam medis RSKO.
Saya ucapan terima kasih kepada ayah Maskuri, ibu Nurdiana, kakak-kakak saya Anna Fauziah, M. Arief Wibowo dan Riana Handayani, keluarga besar saya, serta Ratu Qurroh A’in, Nadia Entus N.TB., Dhea Rachmawati, Mutia
(6)
vi
nasihat sehingga saya bisa menyelesaikan laporan ini tepat waktu.
”Tiada gading yang tak retak” demikian pepatah mengatakan. Oleh sebab itu tiada menutup kemungkinan jika dalam penulisan laporan ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, segala kritik dan saran saya harapkan demi kesempurnaan laporan ini saya terima dengan senang hati. Demikian laporan penelitian ini saya susun, semoga bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Dan semoga Allah SWT berkenan memasukkannya sebagai amal jariyah di Akhirat kelak. Amiin. Insya Allah.
Hormat Saya,
(7)
vii
Penyakit Tuberkulosis Pada Pasien HIV/AIDS Dengan Riwayat Penggunaan NAPZA di RSKO Cibubur Periode 2011–2012. 2013.
Indonesia merupakan Negara dengan epidemiologi HIV/AIDS yang cukup tinggi dan menempati urutan ke 8 berdasarkan angka estimasi HIV/AIDS di Negara ASEAN dan SEARO tahun 2009 menurut UNAIDS. Menurunnya sistem imun akibat infeksi HIV menyebabkan rentannya infeksi oportunistik pada pasien HIV/AIDS, seperti infeksi Mycobacterium tuberculosis. Penelitian ini bertujuan untuk melihat besar prevalensi pasien HIV/AIDS dengan riwayat penyalahgunaan NAPZA yang mengalami ko-infeksi TB. Terdapat 112 responden dengan kriteria inklusi dan ekslusi dari total responden 275. Terdapat 55 orang pasien HIV/AIDS dengan ko-infeksi TB (49,1%). Dari pola distribusi data didapatkan bahwa 89,1% berjenis kelamin laki-laki, mayoritas bertempat tinggal di Jakarta, berusia produktif antara 31-40 tahun (65,45%), berpendidikan terakhir SMA (63,63%), 51 % tidak bekerja dan berstatus belum menikah (45,54%). Tingginya prevalensi ko-infeksi TB pada pasien HIV/AIDS menyebabkan perlunya dilakukan tindakan preventif untuk mencegah meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas.
Kata kunci : Tuberkulosis, HIV/AIDS, NAPZA
ABSTRACT
Adinda Sofiatunnisa. Medical Study Program. Prevalence of Tuberculosis Disease In Patients with HIV / AIDS With a usage history of drug in RSKO Cibubur period 2011-2012. 2013.
Indonesia has a high quite of epidemiological of HIV/AIDS. Based on the estimated number of HIV/AIDS in ASEAN and SEARO (2009) according to UNAIDS, Indonesia occupied the eighth rank. The decline in the immune system caused by HIV has vulnerability to opportunistic infection like a Mycobacterium tuberculosis. This study aimed to examines the prevalence of the HIV/AIDS patients with a usage history of drug abuse who has a co-infection with tuberculosis. There were 112 respondents with an inclusion and exclusion criteria from 275 respondents. There are 55 HIV/AIDS patients (49.1%) who have a co-infection with tuberculosis. From the distribution pattern, we were realized that 89.1% were male, and the majority residing in Jakarta, 65.45% at productive age between 31-40 years, 63.63% in high school education level, 51% unemployment and 45.54% unmarried status. The high prevalence of tuberculosis co-infection in patients with HIV/AIDS led to the need for precautionary measures to prevent the increasing morbidity and mortality rate.
(8)
viii
LEMBAR JUDUL ... i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA SIDANG ... iv
KATA PENGANTAR ... v
ASBTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR TABEL DAN GRAFIK ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar belakang ... 1
1.2 Rumusan masalah ... 2
1.3 Pertanyaan penelitian ... 2
1.4 Tujuan ... 2
1.4.1 Tujuan Umum ... 2
1.4.2 tujuan khusus ... 3
1.5 Manfaat penelitian ... 3
1.5.1 Bagi Peneliti ... 3
1.5.2 Bagi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ... 3
1.5.3 Bagi RSKO Cibubur ... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Pengaruh Penyalahgunaan NAPZA Terhadap Angka Kejadian HIV/AIDS ... 4
2.2 HIV/AIDS ... 4
(9)
ix
2.2.4 Klasifikasi pasien HIV ... 9
2.2.5 Pemeriksaan HIV ... 12
2.3 Penyakit tuberulosis ... 13
2.3.1 Definisi dan etiologi tuberkulosis ... 13
2.3.2 Patofisiologi tuberkulosis ... 14
2.3.3 Manifestasi klinis tuberkulosis ... 17
2.4 Permasalahan ko-infeksi tuberculosis pada HIV/AIDS ... 17
2.5 Pemeriksaan tuberkulosis pada pasien HIV/AIDS ... 18
2.6 Kerangka teori ... 22
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 23
3.1 Desain penelitian ... 23
3.2 Waktu dan tempat penelitian ... 23
3.3 Populasi penelitian ... 24
3.3.1 Populasi target ... 24
3.3.2 Populasi terjangkau ... 24
3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi ... 24
3.4.1 Kriteria inklusi ... 24
3.4.2 Kriteria ekslusi ... 24
3.5 Besar sample ... 24
3.6 Cara pengambilan sample ... 25
3.7 Alur penelitian ... 25
3.8 Managemen dan analisis data ... 25
3.9 Definisi Operasional ... 26
3.10 Kerangka konsep ... 28
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
4.1 Prevalensi HIV/AIDS-TB dengan riwayat penggunaan NAPZA di RSKO Cibubur ... 29
(10)
x
4.3 Persebaran HIV/AIDS–TB pada pecandu NAPZA bersdasarkan
usia responden ... 31
4.4 Persebaran HIV/AIDS–TB pada pecandu NAPZA bersdasarkan tempat tinggal ... 32
4.5 Persebaran HIV/AIDS–TB pada pecandu NAPZA bersdasarkan pendidikkan terakhir ... 33
4.6 Persebaran HIV/AIDS–TB pada pecandu NAPZA bersdasarkan pekerjaan ... 34
4.7 Persebaran HIV/AIDS–TB pada pecandu NAPZA bersdasarkan status pernikahan ... 35
4.8 Persebaran HIV/AIDS–TB pada pecandu NAPZA bersdasarkan Jenis zat yang digunakan ... 36
4.9 Persebaran HIV/AIDS–TB pada pecandu NAPZA bersdasarkan cara penggunaan... 37
4.10 Kajian dokter muslim ... 37
4.11 Keterbatasan penelitian ... 41
BAB 5 PENUTUP ... 42
5.1 Simpulan ... 42
5.2 Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA ... 44
LAMPIRAN ... 48
(11)
xi
Gambar 1. Struktur badan virus HIV ... 5
Gambar 2. Fusi HIV pada sel target ... 6
Gambar 3. Perjalanan Penyait pada infeksi HIV yang tidak diobati ... 8
Gambar 4. Skema pemeriksaan HIV menurut UNAIDS dan WHO ... 13
Gambar 5. Mycobacterium tuberculosis ... 14
Gambar 6. Patogenesis Infeksi Mycobacterium ... 16
Gambar 7. Alur diagnosis sputum pada TB paru ... 18
Gambar 8. Alur diagnosis sputum negative pada TB paru ... 19
(12)
xii
Tabel 2.1 Klasifikasi pasien HIV/AIDS menurut CDC ……… 9
Tabel 2.2 WHO Clinical Staging of HIV/AIDS for Adults and
Adolescents ………... 10
Grafik
Grafik 4.1 Distribusi HIV/AIDS-TB pada pecandu NAPZA berdasarkan jenis kelamin di RSKO Cibubur Tahun 2011-2012 ………….. 30 Grafik 4.2 Distribusi HIV/AIDS-TB pada pecandu NAPZA berdasarkan
usia responden pada tahun 2013 ………... 31 Grafik 4.3 Distribusi HIV/AIDS-TB pada pecandu NAPZA berdasarkan
tempat tinggal responden ……….. 32
Grafik 4.4 Distribusi HIV/AIDS-TB pada pecandu NAPZA berdasarkan
pendidikkan terakhir ……….
33
Grafik 4.5 Distribusi HIV/AIDS-TB pada pecandu NAPZA berdasarkan
pekerjaan responden ……….
34
Grafik 4.6 Distribusi HIV/AIDS-TB pada pecandu NAPZA berdasarkan
status pernikahan responden ……….
35
Grafik 4.7 Distribusi HIV/AIDS-TB pada pecandu NAPZA berdasarkan
jenis zat yang digunakan ………...
36
Grafik 4.8 Distribusi HIV/AIDS-TB pada pecandu NAPZA berdasarkan
(13)
xiii
Lampiran 1. Hasil SPSS ... 48 Lampiran 2. Surat izin pengambilan data untuk RSKO ... 59 Lampiran 3. Surat izin pengambilan data dari RSKO ... 60
(14)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakangAIDS (Acquired Immuno-Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang diakibatkan oleh virus yang bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus). Penyebaran HIV/AIDS sudah meluas ke seluruh dunia terutama pada Negara-negara berkembang. Di Indonesia sendiri, prevalensi penderita HIV/AIDS setiap tahunnya semakin meningkat. Berdasarkan data yang didapatkan dari Ditjen PP & PL, Kemenkes RI tahun 2012, jumlah kasus baru AIDS di Indonesia sebanyak 4.162 kasus sedangkan jumlah kasus kumulatif sebanyak 29.879 kasus.Menurut Global Report 2010, UNAIDS Report on the Global AIDS Epidemic, Indonesia menempati urutan ke 8 berdasarkan angka estimasi HIV dan AIDS di Negara-negara ASEAN dan SEARO pada tahun 2009.1,2
Transmisi HIV/AIDS dapat melalui berbagai macam cara yaitu melalui jalur hubungan seksual baik heteroseksual dan homoseksual; transmisi melalui darah, produk darah, dan organ donor yang terinfeksi HIV; adanya faktor pekerjaan yang berhubungan dengan materi biologis yang berisiko menjadi media transmisi HIV; transmisi maternal-fetal melalui proses persalinan ataupun menyusui; serta transmisi dari cairan tubuh lain yang terkontaminasi dengan darah yang mengandung HIV. Selain itu, penyalahgunaan NAPZA merupakan salah satu faktor yang mendukung transmisi HIV baik NAPZA jenis jarum suntik maupun non-jarum suntik. Penyalahgunaan NAPZA non-jarum suntik dapat mempengaruhi perilaku pemakainya berupa peningkatan perilaku seksual yang berisiko.
Secara garis besar, HIV menyebabkan penurunan sistem imun tubuh. Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, ODHA (orang dengan HIV/AIDS) mulai menampakkan gejala-gejala akibat infeksi oportunistik seperti berat badan menurun, demam, rasa lemah, pembesaran kelenjar getah bening, diare, infeksi bakteri, infeksi jamur, herpes, dan lain-lain. Salah satu infeksi oportunistik bakteri yang paling sering terjadi pada ODHA adalah infeksi
(15)
Mycobacterium tuberculosis melalui mekanisme reaktivasi infeksi laten, progresivitas cepat pada infeksi primer atau reinfeksi.3,4
Indonesia merupakan negara dengan angka persebaran epidemiologi TB dan HIV/AIDS yang cukup tinggi. Oleh sebab itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk melihat berapa prevalensi pecandu NAPZA terdiagnosis HIV/AIDS yang juga terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Diharapkan data hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan pemetaan epidemiologi HIV/AIDS-TB di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berapa prevalensi penyakit tuberkulosis pada pasien HIV/AIDS dengan riwayat penggunaan NAPZA di RSKO Cibubur periode 2011-2012?
1.3 Pertanyaan Penelitian
1.Cara pemakaian NAPZA seperti apa yang mempunyai risiko tinggi menderita penyakit HIV/AIDS-TB di RSKO Cibubur periode 2011-2012?
2. Jenis zat apa yang paling banyak dikonsumsi pasien HIV/AIDS-TB di RSKO Cibubur periode 2011-2012?
3. Pada golongan usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, status pernikahan, dan pekerjaan seperti apa yang mempunyai prevalensi tinggi menderita HIV/AIDS-TB di RSKO Cibubur periode 2011-2012?
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui prevalensi penyakit Tuberkulosis pada pasien HIV/AIDS dengan riwayat penggunaan NAPZA di RSKO Cibubur periode 2011-2012.
(16)
1.4.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui jenis NAPZA yang mempunyai risiko tinggi dalam menyebabkan penyakit HIV/AIDS-TB di RSKO Cibubur periode 2011-2012.
Untuk mengetahui cara penggunaan NAPZA yang mempunyai risiko tinggi dalam menyebabkan penyakit HIV/AIDS-TB di RSKO Cibubur periode 2011-2012.
Untuk mengetahui karateristik pasien HIV/AIDS-TB bedasarkan pada golongan usia, jenis kelamin, pendidikkan terakhir, status pernikahan, dan pekerjaan pasien di RSKO Cibubur periode 2011-2012.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Peneliti
Sebagai syarat dalam menyelesaikan studi pendidikan dokter di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Mengetahui cara melakukan penelitian dan penyajian data hasil penelitian dengan baik dan benar sesuai dengan ilmu metodologi yang telah didapatkan selama masa perkuliahan.
Mendapatkan pengalaman melakukan penelitian di bidang kesehatan.
1.5.2 Bagi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Menambah referensi penelitian di FKIK UIN Syarif Hidayatullah tentang prevalensi penderita TB di kalangan pengguna NAPZA yang menderita HIV/AIDS di RSKO Cibubur periode 2011-2012.
Menambah informasi sebagai bahan untuk melakukan penelitian lebih dalam untuk peneliti lain mengenai infeksi Mycobacterium tuberculosis, NAPZA dan HIV/AIDS.
1.5.3 Bagi RSKO Cibubur
Sebagai informasi dan bukti medis mengenai prevalensi penderita TB di kalangan pengguna NAPZA yang menderita HIV/AIDS di RSKO Cibubur periode 2011-2012.
(17)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengaruh Penyalahgunaan NAPZA Terhadap Angka Kejadian HIV/AIDS
Penyalahgunaan NAPZA merupakan pemakaian narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lain yang tidak sesuai dengan indikasi dan melawan hukum serta menimbulkan ketergantungan. Ketergantungan NAPZA merupakan keadaan penggunaan zat tertentu secara terus-menerus serta peningkatan dosis yang bertujuan menghasilkan efek sama dan jika penggunaannya dikurangi/dihentikan secara tiba-tiba maka akan menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas (sakau). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Cook JA dan rekannya mengenai dampak penggunaan kokain pada wanita, didapatkan hasil bahwa wanita penggunan kokain persisten maupun non-persisten mempunyai keterkaitan erat dengan peningkatan kematian, infeksi HIV dan penyakit AIDS dibandingkan dengan wanita bukan pengguna kokain. Oleh sebab itu, disimpulkan bahwa penyalahgunaan NAPZA dapat meningkatkan angka kejadian HIV/AIDS baik yang digunakan secara injeksi (IDU) maupun non-injeksi (mempengaruhi perilaku seksual berisiko). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fikrifar pada tahun 2012 di RSKO Cibubur, mengenai prevalensi penyakit HIV/AIDS pada pengguna NAPZA, diketahui bahwa sebanyak 66,29% pengguna NAPZA menderita HIV/AIDS. Hal ini mendukung teori bahwa penggunan NAPZA dapat meningkatkan angka kejadian HIV/AIDS. 5,6
2.2 HIV/AIDS
2.2.1 Etiologi
AIDS (Acquired Immuno-Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala yang diakibatkan oleh menurunnya sistem kekebalan tubuh karena infeksi HIV tipe HIV-1 dan HIV-2. Istilah Human Immunodeficiency Virus (HIV) pertama kali diusulkan oleh Luc Montagnier pada tahun 1986 sebagai nama jenis retrovirus yang menyerang sistem pertahanan tubuh. Virus ini menginfeksi sel yang memiliki reseptor CD4+ T dengan afinitas tinggi untuk HIV.7
(18)
HIV memilik 2 tonjolan eksternal (knob) yang dibentuk dari 2 protein utama pembungkus virus (Virus envelope) yaitu gp120 di bagian luar dan p41 yang terletak di transmembran. Bagian virus yang berikatan dengan sel CD4+T adalah gp120 sedangkan yang berperan dalam proses internalisasi/adopsi adalah gp41. RNA dari HIV diselubungi oleh kapsul berbentuk seperti kerucut yang terdiri atas protein virus. 8
Gambar 1. Struktur badan virus HIV 8
2.2.2 Patofisiologi HIV/AIDS
Perjalanan infeksi HIV dapat digolongkan menjadi 3 fase yaitu: A. Fase infeksi akut
Interaksi antara gp120 dan reseptor CD4+ pada limfosit T menyebabkan terjadinya ikatan virus dengan reseptor kemokin (CXCR4 bertindak sebagai ko-reseptor spesifik pada jalur tropik sel T dan CCR5 pada jalur tropik makrofag yang juga terdapat di membran sel target virus). Hal ini menyebabkan terjadi perubahan konformasi dalam protein amplop virus yang mempengaruhi gp41 sehingga peptida fusi menembus sel dan menyebabkan membran fusion. Proses selanjutnya yaitu internalisasi (masuknya inti nukleokapsid ke dalam sitoplasma sel target). Proses ini yang dinamakan sel terinfeksi HIV. 7,8
(19)
Gambar 2. Fusi HIV pada sel target 8
Pada fase ini, HIV bereplikasi sangat cepat hingga membentuk virion baru dan menimbulkan viremia (± 4-11 hari). Kondisi ini bisa dideteksi setelah 8-12 minggu. Viremia menimbulkan sindroma infeksi akut (Sindrom mononukleosis akut) belangsung sekitar 3–6 minggu setelah infeksi primer dengan gejala umum berupa demam, faringitis, limfadenopati, atralgia, mialgia, letargi, malaise, nyeri kepala, mual, muntah, diare, anoreksia, dan penurunan berat badan.
HIV mempunyai topisme dalam beberapa sel target, khususnya sel yang mengekspresikan reseptor CD4+ yaitu sistem saraf (astrosit, mikroglia, dan oligodendroglia), sirkulasi sistemik (limfosit B, limfosit T, monosit, dan makrofag), serta kulit (sel langerhans, fibroblast, dan dendritik). Penurunan jumlah Limfosit T-CD4+ dapat melalui beberapa mekanisme yaitu:4
1. Kematian sel karena hilangnya integritas membran plasma akibat penonjolan dan perobekan oleh virion.
2. Syncytia formation, yaitu terjadiya fusi antar membran sel yang terinfeksi HIV dengan limfosit T-CD4+ yang tidak terinfeksi
3. Disfungsi respon imun humoral dan seluler.
4. Autoimun, dengan cara pembentukan autoantibodi untuk mengeliminasi sel yang terinfeksi.
5. Apoptosis, akibat pengikatan gp120 dengan reseptor CD4+ Limfosit T yang menghasilkan sinyal apoptosis.
(20)
Selama periode awal setelah infeksi primer, ada penyebarluasan virus dan penurunan tajam dalam jumlah CD4+ T sel dalam darah perifer secara signifikan namun sekitar 1 minggu – 3 bulan setelah infeksi terjadi penurunan viremia dalam plasma sehingga terjadi rebound CD4+.8
B. Fase infeksi laten
Adanya pembentukkan respon imun spesifik HIV dan terperangkapnya virus di dalam sel dendritik folikuler (di pusat germinativum limfe) menyebabkan virion dapat dikendalikan (memasuki fase laten) dan Sindrom mononukleosis akut akan hilang. Pada fase ini virion terakumulasi di kelenjar limfe namun tetap bereplikasi. Hal ini menyebabkan jarang ditemukannya virion dalam plasma sehingga terjadi rebound CD4+ dan dapat mencapai keadaan normal. Fase ini dapat berlangsung selama 8-10 tahun. Biasanya pada akhir masa fase laten mulai timbul gejala klinis seperti demam, berkeringat di malam hari, penurunan berat badan, diare, lesi pada mukosa dan kulit yang berulang. Gejala-gejala ini merupakan awal dari infeksi oportunistik atau neoplasma.
C. Fase infeksi kronik
Pada tahap lanjut, virus yang sudah bereplikasi di kelenjar limfe akan kembali ke darah sehingga mengakibatkan jumlah virion di sirkulasi meningkat pesat. Respon imun sudah tidak mampu membendung invasi dari HIV dan virus yang ditemukan pada pasien dengan tahap akhir penyakit ini biasanya jauh lebih virulen dan cytopathic dari strain virus yang ditemukan pada awal infeksi. Sering ditemukannya pergeseran tropik monosit atau tropik makrofag strain (M-tropik) dari HIV-1 untuk varian limfosit-tropik (T-tropik) menemani perkembangan AIDS.
(21)
Gambar 3. Perjalanan Penyakit pada infeksi HIV yang tidak diobati8
2.2.3 Perubahan Sistem Imunitas Tubuh Terhadap Infeksi HIV
Sel target HIV adalah sel yang mempunyai reseptor CD4+ (limfosit CD4+ dan monosit/makrofag) sehingga terjadi penurunan jumlah dan fungsi dari sel-sel tersebut. Fungsi limfosit CD4+ (Th) adalah merangsang aktivasi respon imun seluler maupun humoral namun terganggunya fungsi dan jumlah Th menyebabkan terjadinya abnormalitas pada imunitas selular dan humoral. Abnormalitas imunitas selular meliputi:9,4
1. terganggunya proses Cell Mediated Immunity (CMI) yang dilakukan oleh makrofag dan CTLs (cytotoxic T Lymphocyte atau Tc).
2. Terganggunya aktivasi NK (Natural Killer) dalam membunuh sel yang terinfeksi virus melalui mekanisme ADCC (antibody dependent call mediated cytotoxicity) dan sel ganas secara langsung non-spesifik. 3. Kadar dan fungsi Th menurun. AIDS umumnya terjadi setelah kadar
CD4 mencapai 100-200/uL.
4. Fungsi fagositosis dan kemotaksis makrofag menurun.
5. Kemampuan sel T sitotoksik (sel Tc) untuk menghancurkan sel yang terinfeksi virus menurun terutama pada infeksi stadium lanjut sehingga sering terjadi reaktivasi virus laten.
(22)
HIV menyebabkan stimulasi limfosit B secara poliklonal dan non-spesifik sehingga terjadi hipergammaglobulinemia (terutama IgA dan IgG) namun respon yang diberikan tidak tepat. Pada ODHA (orang dengan infeksi HIV/AIDS) juga ditemukan perubahan IgM menjad IgA dan IgG sehingga tubuh tidak mampu memberi respon terhadap infeksi bakteri dan parasit intrasel (misalnya reaktivasi Toxoplasma gondii dan CMV). Fungsi netrofil juga terganggu sehingga tubuh mudah terinfeksi Stafilokokus aureus. 9
2.2.4 Klasifikasi Pasien HIV
Berdasarkan gejala klinis dan jumlah CD4, maka CDC mengklasifikasikan pesien HIV/AIDS menjadi 3 kategori.
Table 2.1 Klasifikasi Pasien HIV/AIDS menurut CDC10
CD4 Kategori Klinis
Total % A
(simptomati, infeksi akut)
B (Simptomatik)
C (AIDS)
≥ 500/mL ≥ 29 A1 B1 C1
200-499/mL 14-28 A2 B2 C2
< 200/mL < 14 A3 B3 C3
Kategori A adalah infeksi HIV asimtomatik (tanpa riwayat gejala maupun keadaan AIDS). Pada stadium ini dapat ditemukan persistent generalized lymphadenopathy maupun infeksi HIV akut primer. Kategori B adalah kondisi pasien dengan gejala-gejala yang terkait HIV, termasuk diare, angiomatosis basiler, kandidiasis orofaring, kandidiasis vulvovaginal, pelvic inflammatory disease (PID) termasuk klamidia, GO, atau gardnerella, neoplasma servikal, leukoplakia oral (EBV), purpura trombositopenik, neuropati perifer, dan herpes zoster. Kategori C adalah infeksi HIV dengan gejala yang menandakan AIDS misalkan sarkoma kaposi, pneumonia pneumocystis carinii, kandidiasis esofagus, dan lain-lain .
(23)
WHO mengklasifikasikan pasien HIV menjadi beberapa golongan yaitu: 11
Tabel 2.2 WHO Clinical Staging of HIV/AIDS for Adults and Adolescents Primary HIV Infection
Asymptomatic
Acute retroviral syndrome
Clinical Stage 1
Asymptomatic
Persistent generalized lymphadenopathy
Clinical Stage 2
Moderate unexplained weight loss (<10% of presumed or measured body weight)
Recurrent respiratory infections (sinusitis, tonsillitis, otitis media, and pharyngitis)
Herpes zoster Angular cheilitis
Recurrent oral ulceration Papular pruritic eruptions Seborrheic dermatitis Fungal nail infections
Clinical Stage 3
Unexplained severe weight loss (>10% of presumed or measured body weight)
Unexplained chronic diarrhea for >1 month
Unexplained persistent fever for >1 month (>37.6ºC, intermittent or constant)
(24)
Oral hairy leukoplakia
Pulmonary tuberculosis (current)
Severe presumed bacterial infections (e.g., pneumonia, empyema, pyomyositis, bone or joint infection, meningitis, bacteremia) Acute necrotizing ulcerative stomatitis, gingivitis, or periodontitis Unexplained anemia (hemoglobin <8 g/dL)
Neutropenia (neutrophils <500 cells/µ L)
Chronic thrombocytopenia (platelets <50,000 cells/µ L)
Clinical Stage 4
HIV wasting syndrome, as defined by the CDC (see Table 1, above) Pneumocystis pneumonia
Recurrent severe bacterial pneumonia
Chronic herpes simplex infection (orolabial, genital, or anorectal site for >1 month or visceral herpes at any site)
Esophageal candidiasis (or candidiasis of trachea, bronchi, or lungs) Extrapulmonary tuberculosis
Kaposi sarcoma
Cytomegalovirus infection (retinitis or infection of other organs) Central nervous system toxoplasmosis
HIV encephalopathy
Cryptococcosis, extrapulmonary (including meningitis) Disseminated nontuberculosis mycobacteria infection Progressive multifocal leukoencephalopathy
Candida of the trachea, bronchi, or lungs Chronic cryptosporidiosis (with diarrhea) Chronic isosporiasis
Disseminated mycosis (e.g., histoplasmosis, coccidioidomycosis, penicilliosis)
(25)
Recurrent nontyphoidal Salmonella bacteremia Lymphoma (cerebral or B-cell non-Hodgkin) Invasive cervical carcinoma
Atypical disseminated leishmaniasis Symptomatic HIV-associated nephropathy Symptomatic HIV-associated cardiomyopathy
Reactivation of American trypanosomiasis (meningoencephalitis or myocarditis)
2.2.5 Pemeriksaan HIV
Human immunodeficiency virus (HIV) antibodi dapat dideteksi dengan ELISA atau enzim immunoassay (EIA), aglutinasi partikel, dan chemiluminescent immunoassay (CIA). Dalam pengujian antibodi menggunakan metode EIA, bahan uji berasal dari darah, serum, plasma, air liur, ataupun urin.Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis HIV/AIDS adalah hitung kadar CD4+, viral load (VL), pemeriksaan PA dengan ditemukannya nodus limfa yang mengalami kerusakan/hiperplasia, sel T multinuklear raksasa (khas pada HIV ensefalopati), mikrogliosis, serta hilangnya gambaran folikuler dendritik yang normal. Pemeriksaan lainnya dapat berupa kadar BUN, kreatinin serum, serta urinalisis lengkap untuk mengetahui nefropati yang terasosiasi HIV. Jika dicurigai adanya infeksi sekunder maka dapat dilakukan beberapa pemeriksaan, misalkan skin test, tes serologi CMV, RPR (rapid plasma reagent) untuk sifilis, serologi hepatitis A, B dan C, antibodi anti-toxoplasma, dan lain-lain.12,13
Pemeriksaan HIV dilakukan menggunakan 3 strategi. Strategi 1 digunakan sebagai skrining sebelum dilakukannya transfusi darah, transplantasi organ dan pengawasan. Strategi 2 digunakan untuk diagnosis dan pengawasan sedangkan strategi 3 digunakan sebagai diagnosis pasti.
(26)
Gambar 4. Skema pemeriksaan HIV menurut UNAIDS dan WHO 14
2.3 Penyakit Tuberkulosis 2.3.1 Definisi dan Etiologi
Tuberkulosis merupakan penyakit yang yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini dapat menyerang paru (TB Paru) maupun organ lain (TB Ekstra-Paru) seperti kelenjar getah bening, tulang belakang, kulit, saluran kemih, dan otak. Mycobacterium tuberculosis berbentuk basil kecil dengan ukuran 0.4 x 3 μm dan bersifat aerob obligat (mendapatkan energi dari
(27)
proses oksidasi dengan mengubah komponen karbon). Mycobacterium tuberculosis merupakan basil tahan asam.
Gambar 5. Mycobacterium tuberculosis15
Komponen dinding sel Mycobacterium tuberculosis terdiri dari lipid, protein dan polisakarida. Dinding sel Mycobacterial dapat menginduksi reaksi hipersensitivitas yang tertunda dan reaksi resistensi/perlawanan terhadap infeksi lain. Lipid dinding sel meliputi asam mikolat (asam lemak rantai panjang C78-C90), lilin, dan fosfat. Muramil dipeptida (yang berasal dari peptidoglikan) akan membuat kompleks dengan asam mikolat dan menyebabkan pembentukan granuloma. Fosfolipid menginduksi terbentuknya proses nekrosis kaseosa. Virulensi strain basil tuberkulum berbentuk mikroskopis serpentine cords dimana basil tahan asam (BTA) diatur dalam bentuk rantai yang paralel. Sebuah cord factor (trehalose-6,6'-dimycolate) diambil dari basil virulen menggunakan petroleum eter. Hal ini dapat menghambat migrasi leukosit yang menyebabkan timbulnya granuloma kronis serta dapat berfungsi sebagai immunologicadjuvant.8
2.3.2 Patofisiologi Tuberkulosis
Transmisi Mycobacterium tuberculosis berasal dari satu orang ke orang lainnya melalui udara. Penyebaran Mycobacterium tuberculosis dapat melalui berbagai cara misalkan kontak secara langsung yaitu menghirup droplet secara langsung (Directly inhales droplets generated) dari pasien TB positif ketika bersin/batuk; menghirup droplet secara tidak langsung (Indirectly inhales droplets
(28)
generated) dari pasien TB infeksius karena menghirup debu atau udara yang sudah tercemar oleh Mycobacterium tuberculosis yang dapat menempel di lantai, baju, sprei dll.
Daya penularan seorang pasien TB positif sebanding dengan tingkat kepositifan hasil pemeriksaan sputum. Semakin tinggi tingkat kepositifan hasil pemeriksaan sputum maka semakin tinggi risiko pasien tersebut untuk menularkan TB. Risiko penularan TB setiap tahunnya ditunjukan melalui Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, mempunyai arti 10 orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. Menurut WHO, ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.16,17
Faktor lingkungan juga mempengaruhi penyebaran Mycobacterium tuberculosis. Lingkungan yang lembab dan jarang/tidak terkena sinar matahari merupakan tempat yang cocok bagi pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis.
Fase awal dari tuberkulosis primer pada individu yang belum tersentisisasi ditandai dengan proliferasi bakteri di dalam makrofag alveolar dan alveolus. Walaupun telah terjadi bakteremia, mayoritas pasien tidak menunjukkan gejala/asimptomatik dan beberapa diantaranya hanya menampilkan gejala ringan seperti pada penyakit influenza. Perkembangan sistem imun dari cell-mediated immunity (CMI)timbul 3 minggu setelah terpapar.
Mycobacterium tuberculosis masuk ke dalam makrofag secara endositosis yang dimediasi oleh reseptor mannosa makrofag yang berikatan dengan mannose- capped glycolipid pada dinding sel bakteri. Organisme mampu menghambat respon mikrobisidal dengan cara memanipulasi pH endosomal dan menghentikan maturasi endosomal (endosomal manipulation). Akan tetapi terjadi kegagalan formasi fagilisosom sehingga proliferasi mikobakterial tidak terhindarkan. Gen NRAMP-1 (Natural resistance-associated macrophage protein-1) terlibat pada aktivitas mikrobisidal awal dan memegang peranan pada progresi Mycobacterium tuberculosis. Polimorfisme NRAMP-1 berkaitan dengan peningkatan insiden tuberkulosis sedangkan variasi genotip NRAMP-1 menurunkan fungsi mikrobisidal.
(29)
Antigen mikobakterial mencapai nodus limfatikus dan dipresentasikan pada MHC II oleh makrofag. Adanya pengaruh IL 12 yang dikeluarkan oleh makrofag mengubah sel Th0 menjadi Th1 CD4+ yang dapat mensekresikan IFN- dan mengaktivasi makrofag sehingga mengeluarkan beberapa mediator yaitu:
TNF : memangil monosit yang kemudian berdiferensiasi menjadi histiosit epitelioid yang merupakan ciri khas pada respon granulomatosa IFN- dan TNF menstimulasi gen inducible nitric oxide synthase
(iNOS) sehingga meningkatkan level nitric oxide dan menyebabkan destruksi konstituen mikobakterial dari dinding sampai DNA
Selain aktivasi makrofag, sel T CD4+ memfasilitasi perkembangan sel T sitotoksik untuk dapat membunuh/merusak makrofag yang terinfeksi. Imunitas pada infeksi tuberkulosa terutama dimediasi oleh sel T yang ditandai oleh reaksi hipersensitivitas dan resisten terhadap organisme.
(30)
2.3.3 Manisfestasi Klinis TB
Pesien dengan infeksi Mycobacterium tuberculosis dapat memperlihatkan manifestasi klinis umum berupa demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam/serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul; penurunan nafsu makan dan berat badan; batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah); perasaan tidak enak (malaise); dan lemah. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan suara napas bronkial, amforik, suara napas yang melemah, dan ronki basah. Gejala khusus TB tergantung dari organ mana yang terkena infeksi
Mycobacterium tuberculosis.18
Gejala yang mungkin timbul pada meningitis TB meliputi sakit kepala berulang atau menetap selama 2-3 minggu, perubahan status mental dan dapat mencapai keadaan koma dalam beberapa hari maupun minggu, serta demam ringan atau tidak demam. Pada TB tulang dapat dijumpai sakit punggung atau kekakuan, paralisis di ekstremitas bawah, serta artritis tuberkulosis yang mengenai 1 sendi (misalkan panggul atau lutut yang diikuti pergelangan kaki, siku, pergelangan tangan, dan bahu).14,26
Pada TB di daerah genito-urinari dapat ditemukan gejala klinis berupa nyeri panggul, sering BAK yang disertai nyeri. Pada laki-laki dapat dijumpai nyeri pada skrotum, prostatitis, orchitis, dan epididimitis, sedangkan pada wanita dapat dijumpai gejala-gejala seperti pelvic inflammatory disease. Infeksi TB pada gastrointestinal dapat ditemukan gejala-gejala berupa ulserasi pada mulut/anus yang tidak kunjung sembuh, kesulitan menelan (esophageal disease), nyeri pada abdomen seperti pada penyakit ulkus peptikum (dapat disertai infeksi pada gaster maupun duodenal), malabsorpsi (dapat disertai infeksi pada intestinal), diare, serta perdarahan saat BAB (dapat disertai infeksi pada kolon).15,19
2.4 Permasalahan ko-Infeksi TB pada HIV
Infeksi TB merupakan salah satu infeksi oportunistik yang sering kali terjadi pada penderita HIV/AIDS. TB merupakan salah satu penyebab meningkatnya morbiditas dan mortalitas pasien HIV/AIDS. Hal ini dikarenakan infeksi TB dapat mempercepat aktivitas HIV sehingga sistem imun tubuh akan
(31)
semakin buruk. Di Indonesia pada tahun 2008 sampai 2010 terjadi peningkatan jumlah pasien HIV/AIDS-TB secara signifikan. Berdasarkan clinical staging
HIV/AIDS yang dikeluarkan WHO, pasien HIV dengan TB paru menempati stage 3 sedangkan pasien HIV dengan TB ekstra paru menempati stage 4.(11,20,28)
2.5 Pemeriksaan TB pada Pasien HIV/AIDS
Diagnosis TB paru maupun TB ekstra paru sulit ditegakkan jika dari hasil pemeriksaan sputum dan pembiakan tidak ditemukan adanya Mycobacterium tuberculosis. Sampai saat ini, belum ditemukan pemeriksaan pasti untuk mendiagnosis infeksi Mycobacterium tuberculosis. Oleh karena itu, pada beberapa kasus perlu dilakukan tindakan invasi, misalkan biopsy, sehingga penegakkan diagnosis TB biasanya ditunda.
Diagnosis tuberkulosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologi, radiologi (foto toraks, CT-Scan, MRI),
Tuberculin Skin Test, dan pemeriksaan penunjang lainnya/Adjunctive Diagnostic Tests (diagnosis serologi) seperti pemeriksaan BACTEC, PCR (Polymerase Chain Reaction), ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay), ICT (Immunochromatographic Tuberculosis), Mycodot, PAP (Peroksidase Anti Peroksidase), Nucleic Acid Amplification Test (NAAT), Interferon-gamma release assays (IGRAs)dan IgG TB.(14-15, 19-20, 21)
(32)
(33)
(34)
Keterangan gambar 9
a. Tanda-tanda bahaya termasuk : frekuensi pernapasan > 30/menit, demam > 39°C, frekuensi denyut nadi > 120/menit dan tidak mampu berjalan tanpa bantuan.
b. Untuk negara-negara dengan tingkat prevalensi HIV pada dewasa ≥ 1% atau tingkat prevalensi HIV pada pasien tuberkulosis ≥ 5%.
c. Jika tidak adanya tes HIV, pengelompokkan status HIV tidak diketahui maka HIV-positif tergantung pada penilaian klinis atau nasional dan / atau kebijakan daerah.
d. AFB-positif didefinisikan setidaknya satu positif dan AFB-negatif sebagai dua atau lebih apusan negatif.
e. CPT = terapi pencegahan Kotrimoksazol.
f. Penilaian HIV termasuk stadium klinis HIV, penentuan jumlah CD4 jika tersedia dan rujukan untuk perawatan HIV.
g. Penyelidikan harus dilakukan pada saat yang sama untuk mengurangi jumlah kunjungan dan mempercepat diagnosis.
h. Antibiotik (kecuali fluoroquinolon) untuk menutupi kedua bakteri tipikal dan atipikal harus dipertimbangkan
i. PCP: Pneumocystis carinii pneumonia, juga dikenal sebagai Pneumocystis jirovecii pneumonia.
(35)
2.6 Kerangka Teori
NAPZA
(Narkoba, Psikotropika, dan Zat adiktif lain)
Suntik Non-suntik
Transmisi langsung Perubahan prilaku seksual berisiko
Infeksi HIV
Menyerang sel yang mempunyai reseptor CD4+
CMI dan aktivasi NK
cell terganggu
Fagositosis & kemotaksis makrofag
Fungsi Tc Jumlah
Limfosit CD4
Sistem imun tubuh menurun
Infeksi Mycobacterium
tuberculosis (laten / baru) Gagal mengeliminasi infeksi oportunistik
Infeksi berkermbang menjadi penyakit tuberkulosis
Pemeriksaan BTA (-)
Gejala khas TB tidak ditemukan
Delay diagnostic
(36)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain penelitianPenelitian ini berupa penelitian epidemiologi deskriptif retrospektif kategorik menggunakan desain cross sectional (potong lintang) dengan pengambilan data hanya satu kali pada setiap responden.
3.2 Waktu dan tempat
Pengambilan data dilakukan dengan cara pengambilan data sekunder dari pihak RSKO dengan rincian waktu penelitian sebagai berikut:
No. Tanggal Kegiatan Tempat Hasil
1. 1-30 Januari 2013 Pembuatan proposal
penelitian Rumah Proposal
2. 1 - 10 Februari 2013
Persetujuan proposal
penelitian dari pembimbing Kampus FKIK Proposal
3. 11-24 Februari
2013 Revisi Proposal Rumah Proposal
4. 25 Februari -12 Maret 2013
Pengurusan perizinan penelitian dari fakultas untuk RSKO
Kampus FKIK Surat izin
5. 13-31 Maret 2013 Persetujuan proposal dari
pihak RSKO RSKO Surat izin
6. 1 Juni – 31 Juli
2013 Pengambilan data
RSKO bagian rekam medik
Data penelitian
7. 1–17 Agustus 2013
Pengolahan data dan penyusunan laporan penelitian
Rumah Laporan
8. 19 Agustus – 5
September 2013 Revisi Hasil Penelitian Rumah Laporan
(37)
N =Zα2 X P X Q2 3.3 Populasi penelitian
3.3.1 Populasi target
Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh penguna NAPZA yang menderita HIV/AIDS di Indonesia.
3.3.2 Populasi terjangkau
Populasi terjangkau untuk penelitian ini adalah seluruh pecandu NAPZA berstatus pasien rawat inap maupun rawat jalan di RSKO Cibubur yang terdiagnosis HIV/AIDS periode 2011-2012.
3.4 Kriteria inklusi dan ekslusi 3.4.1 Kriteria Inklusi
Data pasien pecandu NAPZA berstatus pasien rawat inap maupun rawat jalan di RSKO Cibubur yang terdiagnosis HIV/AIDS periode 2011-2012.
3.4.2 Kriteria Ekslusi
Data pasien pecandu NAPZA yang tidak lengkap meliputi nama, jenis kelamin, alamat, usia, pendidikkan terakhir, status pernikahan, dan pekerjaan.
3.5Besar sampel
N = ,9 2 � , � ,, 2 = 9
Jumlah sampel minimal yang diperlukan pada penelitian ini sebesar 96 orang dengan estimasi sampel yang akan diambil sejumlah n + 10% = 96 + (96 x 10%) = 105 orang. Penelitian ini akan memperoleh prevalensi sebesar 50% ± 10% = 40% - 60%.
Keterangan : N : besar Sampel
Zα : derivate baku alfa (1,96) interval kepercayaan (IK) 95% P : proporsi kategori variabel yang
diteliti
Q : adalah 1-P d : presisi
(38)
Penyusunan proposal penelitian Persetujuan proposal dari pihak pembimbing dan fakultas Revisi proposal penelitian Pengurusan surat perizinan penelitian Persetujuan proposal penelitian dari pihak
RSKO Pengambilan data
sekunder dari bagian rekam medik RSKO Mengelompokkan
sampel berdasarkan ketegori inklusi dan
ekslusi Pengubahan data numerik yang diperoleh menjadi data kategorik Analisis data menggunakan program SPSS Penyusunan hasil penelitian berupa laporan penelitian Presentasi hasil penelitian Revisi laporan penelitian
3.6 Cara pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling. Seluruh data yang sudah dipisahkan berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi akan diambil seluruhnya sebagai sampel dalam penelitian ini.
3.7 Alur penelitian
3.8 Managemen dan analisis data
Pengambilan data rekam medis seluruh pasien HIV/AIDS pada pecandu NAPZA di RSKO sepanjang tahun 2011-2012. Data di input ke dalam SPSS ver. 16.0 yang kemudian diverifikasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan prevalensi dan distribusi frekuensi. Data lalu disajikan secara deskriptif dalam bentuk narasi, teks, tabel dan grafik.
(39)
3.9 Definisi operasional
No. Variable Definisi Alat ukur Skala
1 HIV/AIDS
AIDS adalah kumpulan gejala akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang didapat dari infeksi Human Immunodeficency
Virus (HIV)
Buku Kohort pasien HIV/AIDS di RSKO periode
2011-2012
[hasil pemeriksaan titer HIV sebanyak
3 kali dengan 3 reagen yang
berbeda]
Kategorik nominal:
Posistif HIV Negatif HIV
2 Riwayat Pecandu NAPZA Pecandu NAPZA adalah seorang penyalahguna narkoba yang telah mengalami ketergantungan terhadap satu atau lebih narkotik, psikotropika, dan bahan adiktif lain, baik secara
fisik maupun psikis sesuai UU
RI No. 35 tahun 2009 dan UU RI No. 5 tahun 1997
Hasil Urinalisis Form Riwayat Penggunaan Zat & Penanggulangan Laporan Kunjungan Rumah Formulir Asesmen Wajib Lapor dan Rehabilitasi Medis Form IGD
Kategorik nominal : Pernah menjadi pecandu NAPZA Tidak pernah
menjadi pecandu NAPZA
3 Jenis NAPZA
NAPZA sesuai UU RI No. 35 tahun 2009 dan
UU RI No. 5 tahun 1997 baik
single maupun
poly drugs
Hasil Urinalisis Form Riwayat Penggunaan Zat & Penanggulangan Laporan Kunjungan Rumah Formulir Asesmen Wajib Lapor dan Rehabilitasi Medis Form IGD
Kategorik nominal : Opiat Metadon Ganja Amfetamin Nikotin Ectasy Sedative hipnotik Heroin Alkohol
(40)
4
Cara penggunaan
NAPZA
Diklasifikasikan atas suntik dan
non-suntik (inhalan dan
oral)
Form Riwayat Penggunaan Zat dan
Penanggulangan Kategorik nominal : Injeksi Oral Inhalasi
5 TB
TB adalah suatu penyakit yang diakibatkan oleh
infeksi
Mycobacterium tuberculosis
Buku Kohort pasien TBC di RSKO periode 2011-2012
[hasil pemeriksaan BTA 3 kali (sewaktu-pagi-sewaktu), rontgen toraks, gejala klinis]
Kategorik nominal :
Posistif TBC Negatif TBC
6 Jenis Kelamin
Diklasifikasikan atas laki-laki dan
perempuan Data administrasi pasien RSKO [Form Biodata Pasien] Kategorik nominal : Laki-laki Perempuan
7 Usia
Usia pasien saat bulan Agustus
2013
Data administrasi pasien RSKO yang dikonversi menurut
Laporan Perkembangan HIV
AIDS Triwulan 1 tahun 2012 Kemenkes RI
Kategorik ordinal : 20-30thn 31 - 40 thn 41-50 thn > 50 thn
8 Pendidikan terakhir Pendidikan terakhir ketika pasien terdaftar di RSKO Data administrasi pasien RSKO [Form Biodata Pasien] Kategorik ordinal : SD SMP SMA D-1 / D-3 PT
9 Jenis Pekerjaan
Pekerjaan pasien ketika terdaftar sebagai pasien di
RSKO Data administrasi pasien RSKO [Form Biodata Pasien] Kategorik nominal : Tidak bekerja Wiraswasta Karyawan Kary. Swasta
(41)
3.10 Kerangka konsep
Pasien HIV/AIDS
Riwayat penggunaan NAPZA (+)
Riwayat penggunaan NAPZA (-)
Diagnosis TB (-) Diagnosis TB (+)
Jenis Zat yang digunakan:
- Opiat - Ectasy - Metadon - Nikotin - Ganja/cannabis - Heroin - Amfetamin - Alkohol - Sedative hipnotik
- Usia - Pekerjaan - Jenis Kelamin - Pendidikkan terakhir - Status pernikahan
(42)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Prevalensi HIV/AIDS-TB dengan riwayat penggunaan NAPZA di RSKO Cibubur
Jumlah data rekam medik pasien yang menderita HIV/AIDS di RSKO Cibubur periode 2011-2012 sebanyak 275 orang, sedangkan pasien HIV/AIDS yang mempunyai riwayat penyalahgunaan NAPZA ada 139 orang (50,5% dari seluruh pasien HIV/AIDS). Namun selama periode tersebut ditemukan ada 16 orang pasien yang telah meninggal dunia dan 123 orang pasien yang masih hidup. Berdasarkan kriteria ekslusi yang telah ditetapkan sebelumnya didapatkan jumlah data rekam medik yang dijadikan sampel sebanyak 112 orang.
Rumus prevalensi rate HIV/AIDS–TB
Keterangan:
Σ = Jumlah
K = Konstanta (100%)
Dari 112 data rekam medik yang diambil sebagai sampel didapatkan prevalensi HIV/AIDS–TB dengan riwayat penyalahgunaan NAPZA periode 2011-2012 sebesar:
WHO memperkirakan ada 10 juta orang pasien HIV/AIDS mengalami ko-infeksi tuberkulosis dan lebih dari 90% berasal dari Negara berkembang. CDC menduga bahwa jumlah minimum kasus AIDS yang berkaitan dengan ko-infeksi
Mycobasterium tuberculosis mencapai 30%. Di Indonesia, infeksi oportunistik yang sering dijumpai pada pasien HIV/AIDS adalah jamur saluran cerna dan TB. Angka kejadian infeksi oportunistik TB di RS Cipto Mangunkusumo mencapai
� � �/ � − � � � � � −
� � � � � � � � � − �
���������� ���� = % = ��,�%
(43)
0 20 40 60 80 100
TB positif dengan jenis kelamin Responden dalam %
Perempuan Laki-laki
37,1%. Pasien dengan imunokompeten yang terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis mempunyai risiko 10% berkembang menjadi tuberkulosis, dan 50% dari kasus tersebut terjadi pada 1-2 tahun pertama setelah terinfeksi.9,23
4.2 Persebaran HIV/AIDS–TB pada pecandu NAPZA berdasarkan jenis kelamin
Dari 55 pasien yang menderita HIV/AIDS–TB, ditemukan bahwa perbandingan antara laki dan perempuan sebesar 8,2 : 1 yaitu 49 orang laki-laki dan 6 orang perempuan.
Grafik 4.1 Distribusi HIV/AIDS-TB pada pecandu NAPZA berdasarkan jenis kelamin di RSKO Cibubur Tahun 2011-2012.
Berdasarkan hasil penelitian WHO, didapatkan bahwa progresivitas dari fase infeksi Mycobacterium tuberculosis hingga terdiagnosis TB aktif pada perempuan lebih cepat jika dibandingkan pada laki-laki. Pelaporan kasus TB paru pada perempuan hampir lebih rendah dibandingkan laki-laki. Namun, jumlah angka kejadian TB pada perempuan dan laki-laki tidak ada perbedaan.
Kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol, serta prilaku seksual berisiko merupakan faktor risiko meningkatnya penyalahgunaan NAPZA dan infeksi HIV/AIDS. Angka kejadian tuberkulosis meningkat pada pasien HIV/AIDS dikarenakan menurunnya sistem imunitas tubuh untuk melawan ko-infeksi Mycobacterium tuberculosis. Pola distribusi HIV/AIDS-TB berdasarkan jenis kelamin (table 4.1) diketahui bahwa mayoritas pasien berjenis kelamin laki-laki. Hal ini diakibatkan karena laki-laki mempunyai risiko 30 kali besar untuk merokok, 10 kali lebih besar untuk minum minuman beralkohol, 20 kali lebih
89,1%
(44)
0 10 20 30 40 50 60 70
HIV/AIDS-TB berdasarkan Usia reponden tahun 2013
20-30 31-40 41-50 >50
besar untuk menyalahgunakan narkoba, dan 5 kali lebih berisiko untuk melakukan seks bebas dibandingkan dengan perempuan.24-25
4.3 Persebaran HIV/AIDS–TB pada pecandu NAPZA berdasarkan usia responden
Dari 55 pasien yang menderita HIV/AIDS–TB yang digolongkan berdasarkan usia, ditemukan bahwa rentang usia 31-40 tahun mempunyai prevalensi tertinggi yaitu 65,45% sedangkan pada usia 20-30 sebesar 21,81%; usia 41-50 tahun sebesar 10,9% dan pada usia >50 tahun sebesar 1,8%.
Grafik 4.2 Distribusi HIV/AIDS-TB pada pecandu NAPZA berdasarkan usia responden pada tahun 2013.
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Berdasarkan kelompok umur responden diketahui bahwa pasien HIV/AIDS dengan riwayat penggunaan NAPZA yang mengalami ko-infeksi Mycobacterium tuberculosis mayoritas berusia 31-40 tahun. Hal ini diakibatkan pada rentang usia 31-40 tahun merupakan periode umur individu paling berisiko mengalami stress/tekanan sosial yang tinggi sehingga peluang untuk menggunakan NAPZA dan seks berisiko merupakan pilihan yang banyak diambil oleh masyarakat. Meningkatnya risiko penyalahgunaan NAPZA dan seks berisiko pada usia 31-40 tahun menyebabkan terjadinya peningkatan risiko ko-infeksi TB (grafik 4.2). 17
Semakin bertambah usia, imunitas tubuh semakin turun. Hal ini diakibatkan oleh menurunnya fungsi timus karena proses atrofi. Involusi timus menyebabkan jumlah sel T naif dan kualitas respon sel T semakin berkurang
65,45%
21,81%
10,9%
(45)
0 10 20 30 40 50 60 70 80
HIV/AIDS-TB berdasarkan tempat tinggal responden tahun 2013
Jakarta Bogor Depok Tanggerang Bekasi Pontianak
walaupun jumlah sel T memori meningkat akan tetapi sel T sulit untuk berkembang. Oleh sebab itu, semakin tua usia seseorang maka risiko terinfeksi semakin besar. Defisiensi imunitas selular ini sering disertai meningkatnya infeksi tuberkulosis, herpes zoster, gangguan penyembuhan infeksi, fenomena autoimun, dan kanker. 7
4.4 Persebaran HIV/AIDS–TB pada pecandu NAPZA berdasarkan tempat tinggal
Dari 55 pasien yang menderita HIV/AIDS–TB, ditemukan bahwa mayoritas responden bertempat tinggal di Jakarta sebesar 67,3%; 5,45% tinggal di Bekasi; 1,8% di Bogor, Tanggerang dan Pontianak sedangkan 21,8% tinggal di Depok.
Grafik 4.3 Distribusi HIV/AIDS-TB pada pecandu NAPZA berdasarkan tempat tinggal responden.
Jakarta merupakan kota metropolitan yang menampung berbagai macam budaya, baik budaya asli Indonesia maupun budaya luar yang dibawa oleh warga negara asing (WNA) yang bertempat tinggal di Jakarta. Masuknya budaya asing ke Indonesia menyebabkan terjadinya proses akulturasi (penggabungan 2 kebudayaan tanpa menghilangkan ciri khas dari kebudayaan lama). Akan tetapi, masuknya kebudayaan asing dengan cepat akibat perkembangan teknologi dan
67,3%
1,8% 1,8% 5,45% 1,8%
(46)
0 10 20 30 40 50 60 70
HIV/ADIS-TB derdasarkan pendidikkan terakhir responden
SD SLTP/SMP SLTA/SMA STM D-3 PT
informasi yang pesat menyebabkan terjadinya culture syok. Oleh sebab itu, banyak masyarakat yang merasa bahwa menganut kebudayaan asing merupakan salah satu proses modernisasi yang patut untuk dilakukan. Namun, kurangnya pengontrolan dari pemuka agama dan pemerintah mengakibatkan masyarakat berperilaku menyimpang, seperti mengkonsumsi alkohol, obat-obatan terlarang dan seks bebas. Ketiga perilaku tersebut dapat meningkatkan angka kejadian infeksi HIV/AIDS. 29
Jakarta merupakan kota dengan populasi yang padat. Jumlah penduduk Jakarta pada tahun 2013 mencapai 9,041 juta jiwa dengan kepadatan penduduk berkisar 13.667 jiwa/Km2, akibat proses urbanisasi (perpindahan penduduk dari desa ke kota) yang tidak terkonrol. Tingginya tingkat kepadatan penduduk Jakarta meningkatkan risiko penyebaran TB lebih cepat.26-27
4.5 Persebaran HIV/AIDS–TB pada pecandu NAPZA berdasarkan pendidikkan terakhir
Dari 55 pasien yang menderita HIV/AIDS–TB, ditemukan bahwa mayoritas responden berpendidikkan terakhir SMA yaitu sebesar 63,63%; 5,45% D-3; 7,3% perguruan tinggi (PT); 1,8% SD; 5,45% STM; dan 16,4% SMP.
Grafik 4.4 Distribusi HIV/AIDS-TB pada pecandu NAPZA berdasarkan pendidikkan terakhir
Pendidikan merupakan salah satu sarana dalam pembentukkan karakter/pribadi individu. Semakin tinggi tingkat pendidikan diharapkan tingkat
63,63%
1,8%
16,4%
5,45% 5,45%
(47)
0 10 20 30 40 50 60
HIV/AIDS-TB berdasarkan pekerjaan responden
Karyawan Wiraswasta Kary. Swasta Tidak bekerja
pengetahuan mengenai hidup sehat juga ikut meningkat. Namun pada beberapa kasus, tidak ditemukan kesetaraan dalam hal tingkat pendidikan dan perilaku hidup sehat. Perilaku hidup sehat dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, beberapa diantaranya adalah pergaulan dan perilaku masyarakat di lingkungan sekitar.
Pada masa SMA, rasa solidaritas antarteman cukup tinggi sehingga banyak individu yang mudah terpengaruh oleh teman. Selain itu, rasa keingintahuan individu juga sangat tinggi sehingga banyak didapatkan banyaknya individu yang mencoba-coba menggunakan NAPZA serta perilaku seksual berisiko yang dapat meningkatkan angka kejadian infeksi HIV/AIDS. Oleh karena itu, dari grafik 4.4 didapatkan hasil mayoritas pasien HIV/AIDS-TB berpendidikan terakhir SMA.
4.6 Persebaran HIV/AIDS–TB pada pecandu NAPZA berdasarkan pekerjaan
Dari 55 pasien yang menderita HIV/AIDS–TB, ditemukan bahwa mayoritas responden tidak bekerja (pengangguran) yaitu sebesar 51%; 23,63% bekerja sebagai karyawan swasta; 10,9% karyawan; dan 14,54% wiraswasta.
Grafik 4.5 Distribusi HIV/AIDS-TB pada pecandu NAPZA berdasarkan pekerjaan responden
Tingginya persaingan di dunia kerja menyebabkan lulusan SMA sulit untuk mendapatkan perkerjaan. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia
51%
23,63% 14,54%
(48)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
HIV/AIDS-TB berdasarkan status pernikahan responden
Belum menikah Menikah Cerai
pada Februari 2013 mencapai 5,92%. Hal ini mengakibatkan tingkat perekonomian masyarakat menjadi rendah sehingga individu tidak mendapatkan tempat tinggal yang layak dengan risiko infeksi tinggi. Tempat tinggal yang lembab dan tidak mendapat sinar matahari merupakan salah satu faktor predisposis tingginya angka kejadian TB. Oleh karena itu, pola persebaran ko-infeksi TB pada pasien HIV/AIDS mayoritas pada individu yang tidak bekerja dengan tingkat perekonomian rendah. 27
4.7 Persebaran HIV/AIDS–TB pada pecandu NAPZA berdasarkan status pernikahan
Dari 55 pasien yang menderita HIV/AIDS–TB, ditemukan bahwa mayoritas responden belum menikah sebesar 45,45%; sudah menikah 43,63% dan berstatus cerai 10,9%.
Grafik 4.6 Distribusi HIV/AIDS-TB pada pecandu NAPZA berdasarkan status pernikahan responden
Status pernikahan tidak berhubungan secara langsung dengan penyebaran infeksi TB. Adanya anggota keluarga yang mengalami TB dapat mempermudah infeksi oportunistik Mycobacterium tuberculosis pada pasien HIV/AIDS. Selain itu, adanya permasalahan-permasalahan dalam keluarga dapat meningkatkan
10,9% 43,63%
(49)
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
HIV/AIDS-TB berdasarkan jenis zat yang digunakan
Opiat Metadon Ganja Amfetamin Nikotin Ekstasi Sedatif hipnotik Heroin Alkohol
stress pada pasien dan dapat membuat terganggunya sistem kekebalan tubuh dan mempermudah infeksi TB.29
4.8 Persebaran HIV/AIDS–TB pada pecandu NAPZA berdasarkan Jenis zat yang digunakan
Dari 55 pasien yang menderita HIV/AIDS–TB, ditemukan bahwa responden HIV/AIDS-TB yang menggunakan opiat sebanyak 48,57%; metadon 71,33%; ganja/Canabis 39,13%; amfetamin 42%; nikotin 38,35%; ekstasi 35,71%; sedatif hipnotik 28,57%; heroin 50%; dan alkohol sebanyak 42,5%.
Grafik 4.7 Distribusi HIV/AIDS-TB pada pecandu NAPZA berdasarkan jenis zat yang digunakan
Mayoritas pasien di RSKO adalah multi drug user, yaitu pengguna napza lebih dari 1 jenis zat pada waktu yang bersamaan dalam periode tertentu. Jenis zat yang paling banyak digunakan pasien NAPZA di RSKO adalah opiat dengan cara penggunaan berupa injeksi. IDU adalah faktor risiko terbesar penularan HIV antara sesama penggunan narkoba. Oleh sebab itu, dari penelitian ini didapatkan bahwa mayoritas pasien HIV/AIDS yang mengalami ko-infeksi TB mempunyai riwayat penggunaan Opiat.
92,72%
9,1% 32,73%
38,2% 27,27%
9,1% 14,54% 7,27% 31%
(50)
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
HIV/AIDS-TB berdasarkan cara penggunaan
Injeksi Inhalasi Oral
4.9 Persebaran HIV/AIDS–TB pada pecandu NAPZA berdasarkan cara penggunaan
Dari 55 pasien yang menderita HIV/AIDS–TB, ditemukan bahwa mayoritas responden menggunakan NAPZA dengan cara injeksi yaitu 50,50%, 48,15% dengan cara inhalasi, dan 39,3% dengan cara oral.
Grafik 4.8 Distribusi HIV/AIDS-TB pada pecandu NAPZA berdasarkan cara penggunaan
Infeksi Mycobacterium tuberculosis melalui inhalasi droplet dari pasien TB. Akan tetapi dari data yang didapatkan pada penelitian ini, mayoritas pasien HIV/AIDS dengan riwayat penyalahgunaan NAPZA menggunakan narkoba dengan cara injeksi. Sehingga didapatkan bahwa persentase tertinggi penyakit TB berdasarkan cara penggunaan zat adalah injeksi.
4.10 Kajian Dokter Muslim
Dalam hidup ini, tak semua sejalan sesuai dengan kemauan kita. Banyak cobaan dan rintangan yang menghadang. Salah satunya adalah sakit. Sakit merupakan salah satu cobaan dan ujian yang diberikan Allah SWT kepada umatnya untuk mengukur kadar keimanan, ketakwaan dan ketabahan. Akan tetapi, Allah SWT senantiasa memberikan cobaan tersebut sesuai dengan kemampuan
40% 91%
(51)
umat-Nya, seperti yang tertuang di dalam ayat suci Al-Quran surat Al-Baqarah (2): 286 yang berbunyi :30
Artinya “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.”
Sebagai umat beragama, kita seharusnya tabah dan bertawakal ketika Allah SWT sedang menguji kita. Ujian yang diberikan Allah adalah bukti cinta kasih kepada umat-Nya. Jika umat manusia mampu menghadapinya dan bertambah keimanannya kepada Allah SWT maka sesungguhnya telah menanti imbalan yang luar biasa besar dari-Nya. HR. Tirmidzi, “Besarnya pahala sesuai dengan besarnya ujian dan cobaan. Sesungguhnya Allah ’Azza wa jalla bila menyenangi suatu kaum Allah menguji mereka. Barangsiapa bersabar maka baginya manfaat kesabarannya dan barangsiapa murka maka baginya murka Allah.”
Allah SWT telah berfirman dalam surat A-zumar ayat 10 yang berbunyi: 30
Artinya : Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.
Sama halnya ketika cobaan itu berupa sakit. Setiap penyakit pasti ada penyembuhnya dan tugas kita sebagai umat manusia adalah mencari obatnya. Berdasarkan HR. Imam Bukhari di dalam shahihnya, dari shahabat Abu Hurairah bahwasanya Nabi bersabda,
(52)
Artinya: “Tidaklah Allah turunkan penyakit kecuali Allah turunkan pula
obatnya”. Riwayat Imam Muslim dari Jabir bin Abdillah, dia berkata bahwa Nabi bersabda,
Artinya: “Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan
penyakitnya maka dia akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)
Derasnya arus modernisasi yang tidak terkontrol menyebabkan terjadinya pergeseran nilai-nilai moral yang ada di masyarakat. Saat ini, banyak masyarakat yang telah salah mempresepsikan modernisasi sehingga mereka melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Beberapa diantaranya adalah minum minuman beralkohol, berjudi, dan berzina.
Secara kontekstual, napza disetarakan dengan khamr. Napza merupakan zat yang dapat menimbulkan efek memabukkan dan bahkan dapat membuat pemakainya kehilangan kontrol atas dirinya. Allah SWT telah secara tegas melarang umat manusia untuk minum minuman yang memabukkan (khamr) dalam surat Al-Maidah ayat 90, yang berbunyi: 30
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman khamr, judi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
(53)
Alasan Allah SWT melarang manusia mengkonsumsi napza (khamr) karena zat ini menimbulkan keresahan, permusuhan, dan kebencian yang akan menghancurkan persatuan dan kesatuan umat serta memalingkan manusia dari bertakwa kepada Allah SWT. Diterangkan dalamQS Al Maidah ayat 91 : 30
Artinya: “Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran minuman khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu lantaran minuman khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sholat, maka berhentilah kamu dari mengerjakan pekerjaan itu.”
Zina merupakan perbuatan yang dilaknat oleh Allah SWT. Siapa pun yang melakukan zina akan mendapatkan sanksi dunia berupa hukuman rajam (dilempar dengan batu) dan sesungguhnya siksa Allah di akhirat jauh lebih perih dibandingkan dengan siksa di dunia. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Isra' (17): 32 yang berbunyi : 30
Artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk".
Penggunaan napza dan seks berisiko merupakan salah satu faktor utama penyebaran HIV. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa, virus ini membuat sistem imunitas tubuh menjadi lemah sehingga lebih mudah untuk terjadi infeksi-infeksi lainnya (infeksi-infeksi oportunistik, misalkan infeksi-infeksi Mycobacterium tuberculosis).
Semua yang terjadi pada diri kita merupakan hasil dari perbuatan kita sendiri. Seperti kata pepatah, “Siapa yang menanam maka ia yang akan menuai hasilnya.” Oleh karena itu, sebelum melakukan sesuatu hendaknya dipikirkan manfaat dan mudaratnya terlebih dahulu sebelum menyesal kemudian. Hal ini
(54)
juga sudah dijelaskan di dalam Al-Quran pada surat Yunus (10) : 44 yang berbunyi : 30
Artinya: "Sesungguhnya Allah tidak berbuat dzalim kepada manusia sedikit pun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat dzalim kepada diri mereka sendiri.”
4.11 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian epidemiologi deskriptif retrospektif kategorik. Dalam proses penyelesaian penelitian ini, didapatkan beberapa keterbatasan dalam memperoleh data responden dari rekam medik. Jumlah pasien yang mayoritas berjenis kelamin laki-laki menyebabkan proporsi antara sampel laki-laki dan perempuan sangat berbeda jauh. Penulisan rekam medik yang tidak terstruktur menyebabkan peneliti kesulitan dalam menentukan diagnosis awal responden. Selain itu, metode pengambilan sampel tidak dimungkinan untuk digunakannnya metode probabilitas dengan menggunakan sistem randomize
(55)
BAB 5
PENUTUP
5.1 KesimpulanDari penelitian yang sudah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
Jumlah pasien HIV/AIDS yang terdiagnosis TB serta mempunyai riwayat penyalahgunaan NAPZA sebanyak 55 orang (49,1%) dari total sampel yang diambil yaitu 112 orang. Sebagian besar responden merupakan multi drug users (menggunakan lebih dari 1 jenis zat dalam jangka waktu bersamaan/tertentu) sedangkan zat yang paling banyak digunakan adalah opiat/putaw yakni sebanyak 92,7% dengan cara penggunaan berupa injeksi.
Jika dilihat dari segi penyebaran demografi diketahui bahwa dari seluruh responden, 89,1% berjenis kelamin laki-laki, mayoritas bertempat tinggal di Jakarta, berusia produktif antara 31-40 tahun (65,45%) dengan 63,63% berpendidikan terakhir SLTA/SMA, 51 % tidak bekerja (pengangguran) dan berstatus belum menikah (45,54%)
Cobaan dan ujian yang diberikan Allah SWT kepada umatnya yang hendak bertobat adalah bukti cinta kasih-Nya dan ujian atas keimanan, ketakwaan dan ketabahan kepada umat Islam. Jika kita mampu untuk menghadapinya sesuai dengan ajaran agama Islam maka niscaya Allah SWT akan memberikan imbalan yang tak ternilai harganya.
5.2 Saran
1. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan pada infeksi Mycobacterium tuberculosis antara laki-laki maupun perempuan diperlukan jumlah sampel yang sama antara laki-laki dan perempuan.
2. Diperlukannya deteksi dini TB pada pasien HIV maupun infeksi HIV pada pasien TB untuk mecegah diagnosis yang terlambat yang dapat memperparah kondisi pasien dengan cara pemeriksaan sputum, rontgen dan pemeriksaan lainnya.
3. Diperlukan pemberian obat (contohnya obat kortimoksazol) serta pencatatan konsumsi obat yang lengkap sebagai tindakan preventif infeksi oportunistik pada pasien HIV/AIDS.
(56)
4. Diperlukan perencanaan khusus dalam penatalaksanaan TB pada pasien HIV/AIDS untuk mencegah meningkatnya morbiditas dan mortalitas akibat progresivitas penyakit.
5. Diperlukan metode pencatatan terbaru dengan cara merekapitulasi data secara lengkap terhadap semua pasien HIV/AIDS baik sebelum maupun sesudah melakukan terapi tuberkulosis dan HIV untuk melihat perjalanan dan progresivitas penyakit.
6. Diperlukan kontrol terhadap faktor risiko yang dapat mempermudah penyebaran infeksi Mycobacterium tuberculosis pada pasien HIV/AIDS dengan cara meningatkan kebersihan diri dan lingkungan serta meningkatkan status kesehatan lingkungan dengan menggunakan metode penyuluhan maupun lomba lingkungan sehat.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya. Selain itu, penelitian ini juga dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk membuat rancangan langkah-langkah pencegahan infeksi Mycobacterium tuberculosis yang dapat menimbulkan penyakit TB pada pasien HIV/AIDS sehingga insidensi infeksi oportunistik dapat ditekan.
(57)
DAFTAR PUSTAKA
1. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. Rangkuman Eksekutif Upaya Penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia 2006 - 2011: Laporan 5 Tahun Pelaksanaan Peraturan Presiden No. 75/2006 Tentang Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. Oktober 2011.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil kesehatan Indonesia tahun 2012. Diunduh dari www.depkes.go.id pada tanggal 10 Januari 2013 pukul 13.00 WIB. 2012.
3. Dirjen Bina Pelayanan Medik. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Skrining HIV di Rumah Sakit Dalam Upaya Pencegahan Penyebaran HIV [Hasil kajian HTA tahun 2009]. Dipresentasikan pada Konvensi HTA 16 Juni 2010.
4. Fauci AS, Lane HC. Human Immunodeficiency Virus Disease: AIDS and related disorders. In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hause SL, Jameson JL. editors. Dalam Harrison’s Principles of Internal
Medicine. 18th ed. The United States of America: McGraw-Hill.2011.
5. Cook JA, Burke-Miller JK, Cohen MH, et al. Crack cocaine, disease progression, and mortality in a multicenter cohort of HIV-1 positive women. AIDS.2008; 22 (11):1355–1363. Chicago: University of Illinois Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18580615 pada tanggal 17 Januari 2013 pukul 09.00 WIB
6. Fikrifar Rizki Faridho. Prevalensi HIV/AIDS pada pecandu NAPZA di RSKO Cibubur tahun 2010-2011. [SKRIPSI] Program Studi Pendidikan Dokter. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidatullah. 2012.
7. Karnen Garna Baratawidjaja dan Iris Rengganis. Imunologi Dasar. Edisi 10. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2012.
8. Jawetz, Melnick and Adelbergs. Medical Microbiology. 24th edition.Chapter 44.AIDS & Lentiviruses. The United States of America: McGraw-Hill 2010.
9. Tuti Parwati Merati dan Samsuridjal Djauzi. Respon imun infeksi HIV. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi V. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2010.421-427
(58)
10.Pusat Data dan Informasi. Departemen Kesehaan Republik Indonesia. Situasi HIV/AIDS di Indonesia tahun 1987-2006. Jakarta. 2006. Di unduh dari www.depkes.go.id pada tanggal 1 September 2013 pukul 10.00 WIB
11.World Health Organization. WHO Case Definitions of HIV for Surveillance and Revised Clinical Staging and Immunological Classification of HIV-Related Disease in Adults and Children; 2007. Diakses 17 Januari 2013: http://www.who.int/hiv/pub/guidelines/HIVstaging150307.pdf pukul 23.00 WIB
12.Higuita, Nelson Ivan Agudelo MD. HIV Testing. Diakses 17 Januari 2013: http://emedicine.medscape.com/article/2061077-overview#aw2aab6b5pukul 22.30 WIB
13.Wolfgang Preiser. HIV Medicine 2005. Page 41-59. Paris : Flying publisher. Diunduh dari www.HIVMedicine.com pada tanggal 20 Mei 2013 pukul 17.55 WIB
14.WHO. Weekly Epidemiological Record. No. 12. 21 march 1997. Di akses dari www.who.int/diagnostics.../Selection_HIV_tests.pdf pada tanggal 26 Mei 2013 pukul 18.45 WIB. 1997
15.Herchline, Thomas E. Tuberculosis. update Aug 5, 2013. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/230802-overview#a0156 pada tanggal 30 Agustus 2013 pukul 21.54 WIB
16.Internasional Standards For Tuberculosis Care. Diagnosis, Treatment and Public Health Report. 2nd edition. November, 2009. Developed by the Tuberculosis Coalition for Technical Assistance (TBCTA).
17.Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2. 2007
18.Chapman, Stephen; Robinson, Grace; Stradling, John; West, Sophie.
Mycobacterial respiratory infection. Chapter 22. Oxford Handbook of Respiratory Medicine, 1st Edition. United States: Oxford University press. 228-258. 2005
19.Raviglione, Mario C. and Richard J. O’Brien. Tuberculosis. Chapter 150.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th ed.953-966. The United States of America: McGraw-Hill.2008.
(59)
20.LoBue, Philip A. Michael F. Iademarco. Kenneth G. Castro. The Epidemiology, Prevention, and Control of Tuberculosis in the United States.
Chapter 138. Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorder. Volume 1 and 2. 4th edition. Page 2447-2457. University of Pennsylvania Medical Center. Philadelphia, Pennsylvania. Mc Graw Hill.
21.Faraine, Varaine (MD). Michael L. Rich (MD). Tuberculosis. Practical guide for clinicians, nurse, laboratory technicians and medical auxiliaries. 2013 edition. Medecines Sans Frontieres and Partners In Health March, 2013.
22.Improving the diagnosis and treatment of smear-negative pulmonary and extrapulmonary tuberculosis among adults and adolescent. Recommendation of HIV-prevalent and resource-constrained setting. WHO/HTM/TB/2007.379. and WHO/HIV/2007.01
23.Daley, Charles L. Lisa Goozé. Tuberculosis and HIV. University of California, San Francisco. 2003
24.Weiss, Mitchell G. Auer, Christian. Somma, Daryl B. Abouihia, Abdallah.
Gender and tuberculosis: Cross-site analysis and implications of a multi-country study in Bangladesh, India, Malawi, and Colombia. Report series No 3. Special Programme for Research & Training in Tropical Diseases (TDR). WHO. 2006
25.Heny Lestary Dan Sugiharti. Perilaku erisiko remaja Indonesia menurut srvey kesehatan reproduksi remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007. Diakses pada tanggal 31 Agustus 2013. Pukul 20.55 WIB dari http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/kespro/article/download/1389/ 696
26.Badan Kependudukkan Daerah. Kepadatan penduduk Jakarta tahun 2013. Diakses dari www.bappedajakarta.go.id pada tanggal 1 September 2013 pukul 11.00 WIB
27.Badan Pusat Statistik. Pengangguran Terbuka menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, dan 2011. Diunduh dari : http://www.bps.go.id/ diakses pada tanggal 29 Agustus 2013 pukul 17.00 WIB. 2012
28.WHO Reports. TB Country Profile. 2011. Diunduh dari www.who.int/tb/data pada tanggal 5 September 2013 pukul 11.48 WIB.
(60)
29.Kiren Mitruka, John E. Oeltmann, Kashef Ijaz, Maryam B. Haddad.
Tuberculosis Outbreak Investigations in the United States 2002–2008.
Emerging Infectious Diseases. 2011;17(3):425-431. Diakses dari www.medscape.com pada tanggal 2 September 2013 pukul 12.50 WIB.
30.Al-Quran dan terjemahannya, surat Al-Baqarah (2): 286; surat A-zumar:10; surat Al-Maidah:90; surat Al-Isra' (17): 32; surat Yunus (10): 44.
(61)
LAMPIRAN
Prevalensi HIV/AIDS-TB dengan riwayat penggunaan NAPZA di RSKO Cibubur di RSKO Cibubur Tahun 2011-2012
Pola Distribusi Pasien HIV/AIDS-TB Positif dengan Riwayat Penyalahgunaan NAPZA Berdasarkan Jenis Kelamin di RSKO Cibubur Tahun 2011-2012
48
(62)
(lanjutan)
Pola Distribusi Pasien HIV/AIDS-TB Positif dengan Riwayat Penyalahgunaan NAPZA Berdasarkan Usia Responden di RSKO Cibubur Tahun 2011-2012
Pola Distribusi Pasien HIV/AIDS-TB Positif dengan Riwayat Penyalahgunaan NAPZA Berdasarkan Tempat Tinggal di RSKO Cibubur Tahun 2011-2012
(63)
(lanjutan)
Pola Distribusi Pasien HIV/AIDS-TB Positif dengan Riwayat Penyalahgunaan NAPZA Berdasarkan Pendidikkan Terakhir di RSKO Cibubur Tahun 2011-2012
Pola Distribusi Pasien HIV/AIDS-TB Positif dengan Riwayat Penyalahgunaan NAPZA Berdasarkan Pekerjaan di RSKO Cibubur Tahun 2011-2012
(64)
(lanjutan)
Pola Distribusi Pasien HIV/AIDS-TB Positif dengan Riwayat Penyalahgunaan NAPZA Berdasarkan Status Pernikahan di RSKO Cibubur Tahun 2011-2012
(65)
(lanjutan)
Pola Distribusi Pasien HIV/AIDS-TB Positif dengan Riwayat Penyalahgunaan NAPZA Berdasarkan Cara Penggunaan di RSKO Cibubur Tahun 2011-2012
(66)
(67)
(lanjutan)
Pola Distribusi Pasien HIV/AIDS-TB Positif dengan Riwayat Penyalahgunaan NAPZA Berdasarkan Jenis Zat yang Digunakan di RSKO Cibubur Tahun 2011-2012
(68)
(69)
(70)
(lanjutan)
(71)
(72)
(73)
(74)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Adinda Sofiatunnisa
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 17 Januari 1992
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat : Kompleks Pertamina Tugu Blok X No. 14 RT 007/RW 016, Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja Jakarta Utara 14260
Nomor Telepon/HP : +6285693303392
Email : adinda.sofiatunnisa@gmail.com
adinda.dark.knight@gmail.com
RIWAYAT PENDIDIKAN
1996 – 1998 : TK Permata Indonesia
1998-2004 : SD NEGERI TUGU UTARA 15 PG
2004-2007 : SMP NEGERI 30 JAKARTA
2007-2010 : SMA NEGERI 13 JAKARTA
2010-Sekarang : Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
PENGALAMAN ORGANISASI
2004-2007 :Anggota OSISSMP NEGERI 30 JAKARTA
2008-2010 : Wakil ketua Ekstrakulikuler Teater SMA NEGERI 13 JAKARTA
2007-2010 :Anggota OSIS SMA NEGERI 13 JAKARTA
(1)
(2)
(lanjutan)
(3)
(4)
(5)
(6)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Adinda Sofiatunnisa
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 17 Januari 1992
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat : Kompleks Pertamina Tugu Blok X No. 14 RT
007/RW 016, Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja Jakarta Utara 14260
Nomor Telepon/HP : +6285693303392
Email : adinda.sofiatunnisa@gmail.com
adinda.dark.knight@gmail.com
RIWAYAT PENDIDIKAN
1996 – 1998 : TK Permata Indonesia
1998-2004 : SD NEGERI TUGU UTARA 15 PG
2004-2007 : SMP NEGERI 30 JAKARTA
2007-2010 : SMA NEGERI 13 JAKARTA
2010-Sekarang : Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
PENGALAMAN ORGANISASI
2004-2007 :Anggota OSISSMP NEGERI 30 JAKARTA
2008-2010 : Wakil ketua Ekstrakulikuler Teater SMA NEGERI 13 JAKARTA
2007-2010 :Anggota OSIS SMA NEGERI 13 JAKARTA