33
meningkatkan  kemungkinan  kekerasan  dalam  rumah  tangga  sehingga menjadikan  itu  sebagai  salah  satu  alasan  perceraian.  Semua  tersebut  diatas
bersesuaian dengan hasil penelitian kami.
4.2.5 Pola Distribusi HIVAIDS pada  Pecandu NAPZA Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Menurut Biro Pusat Statistik BPS, pengangguran di Indonesia masih didominasi  oleh  lulusan  SMA.
26
Tingginya  persaingan  di  dunia  kerja membuat  lulusan SMA  ini  memilliki kecenderungan instant untuk  mencari
pekerjaan  yang  cepat  menghasilkan  uang,  salah  satunya  sebagai  pengedar sekaligus  pecandu  NAPZA.  Hal  ini  dibenarkan  oleh  penelitian  Direktorat
Tindak Pidana Narkoba Bareskrim POLRI bahwa pelaku kejahatan narkoba berdasarkan latar belakang pendidikan terakhir didominasi oleh lulusan SMA
sepanjang tahun 2006-2011.
27
4.2.6 Gambaran Jenis NAPZA Berdasarkan Banyaknya Tipe NAPZA per- Pasien
Diketahui  50  dari  sampel  merupakan  pengguna  NAPZA  tunggal single  drug  user.  Menurut  data  DUMA  Drugs  Use  Monitoring  in
Australia  tahun  2009  tentang  pecandu  NAPZA  lebih  dari  satu  poly  drug User, pengguna NAPZA lebih dari satu baik selama 1 tahun, 30 hari maupun
48  jam  sebelum  pengambilan  sampel  lebih  sedikit  dibandingkan  pecandu NAPZA  tunggal.
28
Di  samping  itu,  bila  sejak  awal  sudah  mengonsumsi Putauw  Fentanyl  sebagai  NAPZA  tunggal,  periode  abstinennya  dapat
diatasi  cukup  dengan  suntikan  tunggal  morfin  atau  heroin  saja  sama-sama golongan Opioid.
34
4.1.8  Gambaran  Jenis  NAPZA  Berdasarkan  Jumlah  Pecandu  Fentanyl Putauw, Ganja Canabis, Amfetamin Shabu dan Zat Adiktif Alkohol
Faktor risiko kedua terbesar HIV positif setelah heteroseksual adalah pecandu NAPZA suntik meskipun berdasarkan survey BNN 2011 hubungan
seks berisiko mayoritas terjadi pada pecandu NAPZA suntik. Untuk NAPZA non-suntik yang terbanyak digunakan adalah ganja, lalu berikutnya shabu dan
ekstasi. NAPZA non-suntik lebih dipilih karena diketahui  median  pertama kali  menggunakan  NAPZA  adalah  usia  15  tahun  belum  berpenghasilan
dimana  untuk  biaya  pecandu  NAPZA  non-suntik  biaya  pertahun  yang dikeluarkan  lebih  sedikit  dibandingkan  pecandu  NAPZA  suntik  ditambah
NAPZA suntik  lebih sulit diperoleh. Sementara untuk zat adiktif alkohol, pecandu NAPZA suntik lebih cenderung pernah mengonsumsinya meskipun
alkohol diketahui lebih menyebabkan kecanduan pada pecandu NAPZA non- suntik.  Sedangkan  untuk  prevalensi  4  tidak  diperhitungkan.  Prevalensi
laki-laki homoseksual dan biseksual 4 kali lebih besar dibandingkan laki-laki heteroseksual  dalam  menggunakan  NAPZA  suntik.  Di  samping  itu,  sekitar
tiga  perempat  laki-laki  homobiseksual  lebih  banyak  melakukan  hubungan seks berisiko dibandingkan laki-laki pengguna NAPZA suntik heteroseksual.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian kami.
29,5
4.3 Keterbatasan Penelitian