Kebiasaan Makan Fast food

Tabel 2.1 Klasifikasi Berat Badan berdasarkan IMT untuk orang Asia Dewasa menurut WHO- Regional Office for the Western Pasific 2000 WHO- WPRO 2000 Kategori IMT BB kurang BB normal BB lebih Obesitas 1 Obesitas 2 18,5 18,5 – 22,9 23,0 – 24,9 25,0 – 29,9 30,0

2.1.6 Kebiasaan Makan

Kebiasan makan adalah cara individu atau kelompok individu memilih pangan apa yang dikonsumsi sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, dan social budaya Suhardjo, 1989. Perubahan kebiasaan makan dapat disebabkan oleh factor pendidikan gizi dan kesehatan serta aktivitas pemasaran atau distribusi pangan. Kebiasaan makan remaja dipengaruhi oleh banyak faktor. Pertumbuhan remaja meningkatkan partisipasi dalam kehidupan sosial dan aktivitas remaja sehingga dapat menimbulkan dampak terhadap apa yang dimakan remaja tersebut. Remaja mulai dapat memilih dan mempersiapkan makanan untuk mereka sendiri, dan biasanya remaja lebih suka makanan serba instan yang berasal dari luar rumah seperti fast food Worthington, 2000.

2.1.7 Fast food

Fast food adalah makanan cepat saji yang dikonsumsi secara instan. Fast food memiliki ciri kandungan gizi tidak seimbang. Kebanyakan mengandung kalori tinggi, tetapi sangat rendah serat. Juga, tinggi kandungan lemak termasuk kolesterol, gula dan garam Hermina, 1997. Fast food merupakan makanan yang disiapkan dalam waktu singkat kurang dari 1 menit setelah pemesanan. Menu yang ditawarkan dalam restoran fast food umumnya terbatas, dan sebagian besar sistem pelayanannya berupa self- service by costumer . Selain itu, fast food didefinisikan sebagai makanan yang dapat dikonsumsi secara cepat Yuliati, 1998. Secara umum, fast food dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu fast food yang berasal dari luar negeri yang lebih dikenal dengan sebutan fast food modern seperti McDonald’s, KFC, Texas fried chicken, pizza hut, AW, serta fast food tradisional lokal seperti rumah makan padang, warung tegal, bakul sunda dan lainnya yang biasa menyediakan makanan seperti pecel lele, ayam bakar, baso, somay dan lainnya Karnaeni, 2005. Fast food biasanya mengandung zat gizi yang terbatas atau rendah, diantaranya adalah kalsium, riboflavin, vitamin A, magnesium, vitamin C, folat dan serat. Selain itu, kandungan lemak dan natrium cukup tinggi dalam berbagai fast food Worthington, 2000. Sebagai contoh, komposisi nutrisi pada hamburger McDonald’s mengandung 250 kalori, lemak total 9 g, kolesterol 25 mg, garam 520 mg, karbohidrat 31 g, serat 2 g, gula 6 g, protein 12 g, vitamin A 0 mg, vitamin C 2 mg, kalsium 10 mg, zat besi 15 mg. Kebutuhan kolesterol harian sebesar 9 mg sedangkan kolesterol yang terkandung dalam hamburger 25 mg, kebutuhan garam harian sebesar 22 mg sedangkan garam dalam hamburger 520 mg, kebutuhan serat harian sebesar 6 g sedangkan serat dalam hamburger 2 g. Dari data tersebut dapat dilihat, hamburger memiliki kandungan kolesterol dan garam yang tinggi, sedangkan kandungan seratnya rendah http:nutrition.mcdonalds.com. Fast food yang berasal dari pangan hewani ternak sebagai menu utama merupakan pangan sumber lemak dan kolesterol. Fried chicken yang umumnya digoreng dengan kulitnya mengandung kolesterol cukup tinggi Khomsan, 2004. Sepotong ayam goreng bagian paha bawah drumstick KFC mengandung 130 kalori, lemak total 21 g, karbohidrat 1 g dan serat 0 g http:mobile.kfc.com. Lemak dan kolesterol memang dibutuhkan oleh tubuh kita, namun bila dikonsumsi berlebihan akan mendatangkan gangguan kesehatan seperti terjadinya penyumbatan pembuluh darah. Konsumsi lemak sebaiknya dibatasi maksimum 25 dari kebutuhan kalori total atau sekitar 500-550 kal dan 300 mgoranghari untuk kolesterol Khomsan, 2004. Ketidakseimbangan gizi dalam tubuh dapat terjadi jika fast food dijadikan sebagai pola makan setiap hari. Kelebihan kalori, lemak dan natrium akan terakumulasi di dalam tubuh sehingga dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti tekanan darah tinggi, jantung koroner, aterosklerosis dan DM serta obesitas. Namun konsumsi pangan tersebut tidak akan merugikan jika disertai dengan menu seimbang, frekuensi yang rendah dan disertai dengan aktivitas fisik olahraga yang teratur dan disesuaikan dengan usia Mahdiyah, Zulaikah dan Asih, 2004. Serat yang rendah dapat menimbulkan masalah pencernaan. Serat dibutuhkan tubuh untuk membantu fungsi pencernaan dengan mengurangi kemungkinanan sulit buang air besar, selain peran lainnya dalam menurunkan kadar kolesterol dan gula darah Siswono, 2002. Akibat tingginya kandungan kalori dalam fast food terutama dalam bentuk karbohidrat, lemak dan protein, menyebabkan bila dikonsumsi secara sering dan dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan masalah obesitas atau kegemukan. Dalam jangka panjang, obesitas ini memicu timbulnya berbagai penyakit, seperti diabetes dan jantung koroner. Selain itu, kadar garam yang tinggi kadar natrium yang tinggi dalam fast food akan memicu terjadinya hipertensi. Berdasarkan rekomendasi pemerintah Inggris, kadar maksimal garam yang boleh dikonsumsi setiap harinya adalah 6 gram untuk dewasa, 5 gram untuk anak berusia 7-10 tahun, serta 3 gram untuk anak berusia 4-6 tahun Siswono, 2002. Fast food tidak harus dihindari, tapi dibatasi. Tidak dikonsumsi setiap hari, tetapi sebaiknya cukup sekali atau 2 kali sebulan. Pada prinsipnya, segala sesuatu bila dikonsumsi secara seimbang dan tidak berlebihan, termasuk fast food, akan aman bagi kesehatan tubuh. Kita perlu lebih selektif dalam memilih makanan, lalu dikombinasikan dengan kebiasaan hidup sehat lainnya. Misalnya, berolahraga secara teratur akan memberikan hasil lebih optimal pada kesehatan tubuh Siswono, 2002.

2.1.8 Survey konsumsi makanan