metode disc diffusion dan secara kuantitatif dengan metode tube dilution terhadap bakteri gram positif Bacillus cereus dan Bacillus megatrium dan gram negatif
Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa. Hasil pengujian menunjukkan adanya aktivitas antibakteri dengan konsentrasi hambatan minimum berkisar 100–800
μgml dan konsentrasi lethal minimum berkisar 400–800 μgml. Hal ini menunjukkan potensi pemakaian daun tanaman ini sebagai pengawet makanan alami.
Ekstrak etanol dan metanol dari bunga, daun dan rhizome tanaman ini diuji aktivitas antioksidannya dengan cara mengukur Ferric-Reducing Antioxidant Power
FRAP dan Ascorbic Acid Equivalent Antioxidant Capacity AEAC. Hasil penelitian tersebut megindikasikan semua ekstrak mengandung aktivitas antioksidan
dimana ekstrak yang berasal dari daun menunjukkan aktivitas tertinggi diikuti ekstrak bunga dan terrendah adalah ekstrak rimpang Chan et al. 2007. Dibuktikan bahwa
senyawa-senyawa aktif 1,7-bis 4-hydroxyphenyl- 2,4,6- heptatrienone, demethoxycurcumin dan 1,7-bis 4-hydroxyphenyl- 1,4,6-heptatrien- 3-one dari
rimpang tanaman ini mempunyai kekuatan menghambat peroksidasi pada lemak yang lebih kuat daripada
α-tocopherol sebagai kontrol positif Habsah et al. 2005.
2.3. Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi
yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu bahan dari campurannya, ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai
cara. Ekstraksi menggunakan pelarut didasarkan pada kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam campuran Suyitno et al. 1989.
Ekstraksi tumbuhan adalah proses penarikan zat aktif dalam tumbuhan dengan menggunakan pelarut tertentu. Senyawa atau kandungan dalam tumbuhan memiliki
kelarutan berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Pelarut-pelarut yang biasa digunakan antara lain: kloroform, eter, aseton, alkohol, metanol, etanol dan etil asetat
Harbone, 2006. Metode ektraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserasi.
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat yang mudah larut dalam cairan penyari. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, air-
etanol, pelarut lain. Keuntungan metode ini adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diperoleh. Namun, kerugian metode ini yaitu
pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna Endah, 2008. Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah air. Air adalah pelarut
yang kuat, melarutkan banyak jenis zat kimia. Zat-zat yang bercampur dan larut dengan baik dalam air misalnya garam-garam disebut sebagai zat-zat hidrofilik
larut air, dan zat-zat yang tidak mudah tercampur dengan air misalnya lemak dan minyak, disebut sebagai zat-zat hidrofobik tidak larut dalam air. Kelarutan suatu
zat dalam air ditentukan oleh dapat tidaknya zat tersebut menandingi kekuatan gaya tarik-menarik listrik gaya intermolekul dipol-dipol antara molekul-molekul air. Jika
suatu zat tidak mampu menandingi gaya tarik-menarik antar molekul air, molekul- molekul zat tersebut tidak larut dan akan mengendap dalam air Azis, 2009.
2.4. Uji BSLT Brine Shrimp Lethality Test
Metode uji
Brine Shrimp Lethality Test BSLT diperkenalkan oleh Meyer
pada tahun 1982 yang digunakan untuk memantau adanya aktifitas farmakologi terutama anti kanker dari suatu fraksi atau fraksi-fraksi tanaman. Metode BSLT ini
mempunyai keunggulan: waktu pelaksanaan cepat, biaya relatif murah, praktis, tidak memerlukan teknik aseptis, tidak memerlukan perawatan khusus, menggunakan
sampel relatif sedikit, tidak memerlukan serum hewan, hasil uji berkorelasi baik dengan beberapa metode uji sitotoksik. Prinsip uji BSLT adalah menarik hubungan
antara konsentrasi larutan fraksi atau ekstrak terhadap respon kematian Artemia salina
Wahyono dan Rahman, 1995. Artemia
salina Leach merupakan organisme sejenis udang-udangan yang
berukuran kecil dan dikenal dengan nama brine shrimp. Artemia salina Leach digunakan sebagai hewan uji untuk menentukan ketoksikan suatu senyawa dalam
ekstrak tumbuhan yang diwujudkan sebagai racun terhadap hewan uji. Senyawa bioaktif kebanyakan bersifat toksik pada dosis tinggi. Jadi, pengujian dengan
organisme yang sederhana secara zoologis dapat digunakan secara monitor yang meyakinkan untuk skrining dan fraksinasi dalam penemuan senyawa bioaktif yang
baru Baraja, 2008. Juniarti et al. 2009 melakukan uji BSLT terhadap ekstrak daun saga Abrus
precatorius L . menggunakan konsentrasi 10 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 500 ppm dan
1000 ppm serta kontrol 0 ppm. Konsentrasi ini dilakukan untuk mengetahui
konsentrasi terkecil LC
10
dan konsentrasi terbesar LC
90
yang dapat mematikan Artemia salina
. Hasil uji BSLT akan diketahui adanya senyawa bioaktif dengan mengetahui
nilai LC
50
. Nilai LC
50
merupakan angka yang menunjukan konsentrasi ekstrak yang dapat menyebabkan kematian sebesar 50 dari jumlah hewan uji. Dalam Meyer
1982 dalam Juniarti et al. 2009, suatu zat dikatakan aktif bila nilai LC
50
1000 ppm untuk ektrak dan 30 ppm untuk suatu senyawa.
2.5. Antioksidan