Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di sejumlah negara Muslim seperti Turki, Mesir, Sudan, Maroko, Pakistan, Aljazair, pada pertengahan abad ke- an, tepatnya sejak keruntuhan kolonialisme Barat, banyak mengalami kesulitan dalam upaya membangun hubungan yang memugkinkan viable antara Islam dan negara. Tak jarang di negara-negara itu hubungan Islam dan negara mengalami ketegangan, bahkan permusuhan. Padahal disaat yang sama di sejumlah negara itu Islam menduduki posisi penting, baik karena masa lalunya maupun karena Islam merupakan agama yang dianut oleh mayoritas penduduknya. Oleh karena itulah di kalangan pengamat kemudian muncul pertanyaan krusial: apakah Islam sesuai atau tidak dengan sistem politik modern, dimana ide tentang negara-bangsa nation-state merupakan unsur terpentingnya. 1 Dalam konteks Indonesia, bersitegang antara Islam dan negara tidak hanya telah berlangsung lama. Sejak negara ini merdeka masalah tersebut telah menyulut ketegangan, permusuhan, bahkan konflik fisik diantara kedunya. Dalam masa-masa formatif negara ini kaum muslim tidak hanya terus menerus menyuarakan aspirasinya untuk menjadikan Islam sebagai dasar negara, tetapi 1 Dr. Azyumardi Azra, Saiful Umam, ed. Menteri-menteri Agama RI Biografi Sosial – Politik Jakara: Badan Litbang Agama. Departemen Agama RI bekerjasama dengan PPIM-IAIN Jakarta, , h. juga menjadikan sistem politik Islam sebagai panduan dalam mengatur negara meskipun pada akhirnya terjadi kompromi-kompromi, aspirasi demikian itu tak kunjung padam, setiap ada kesempatan dan peluang sekecil apapun aspirasi demikian kembali muncul kepermukaan. Paling sedikit terdapat dua kesempatan dan peluang resmi yang digunakan kaum muslim Indonesia untuk mewujudkan aspirasi politiknya. Pertama, pada saat berlangsungnya diskusi mengenai dasar negara pada . Pada kesempatan ini wakil-wakil Islam mengusulkan agar Islam dijadikan ideologi atau agama negara. Kedua, pada dekade -an dalam sidang konstituante yang memberi peluang pada setiap kelompok untuk mendiskusikan ideologi dan undang-undang dasar. Pada kesempatan ini, melalui tokoh-tokoh Masyumi, aspirasi ideologi Islam kembali muncul. Bahkan jika dibandingkan dengan yang terjadi pada kesempatan pertama, kesempatan ini menyajikan perdebatan lebih luas dan mendalam mengenai pentingnya ideologi Islam dan konsepsi sistem politik dalam negara Indonesia. Akan tetapi, disamping peluang-peluang resmi tadi, kaum muslim juga terus menerus menyuarakan aspirasinya dalam berbagai forum dan kesempatan. 2 Setelah jaman revolusi berakhir, tuntutan trasformasi Islam kedalam bentuk ideologi politik semakin keras. Ini terjadi dalam dua konteks yang saling 2 Lepas dari berbagai analisis yang muncul, gerakan-geraka Islam DITII pada dekade -an dan PRRI Permesta pada dekade -an sering diidentifikasikan sebagai salah satu bentuk perjuangan Islam ideologis melalui kekuatan bersenjata. Bahkan higga dekade -an, aspirasi Islam ideologis ini masih kental disebagian kaum Muslim. Lihat Dr. Azyumardi Azra, saiful Umam, ed. Menteri- menteri Agama , h. berhubungan. Pertama, formasi kekuatan-kekuatan ideologis semakin mengkristal dengan munculnya partai-partai yang memang mendapatkan keabsahannya berdasarkan sistem demokrasi yang diperkenalkan pada masa itu. Dalam konteks ini, Islam dituntut untuk menunjukkan keunggulannya sebagai ideologi politik untuk menyelesaikan masalah-masalah Indonesia. Kedua, pencoretan kalimat-kalimat Piagam Jakarta pada tanggal Agustus — padahal sebelumnya telah tercapai konsensus dengan susah payah dalam sidang- sidang PPKI—dan berlakunya konsistensi yang masih bersifat sementara, membuka peluang untuk meningkatkan persaingan kelompok-kelompok ideologis. Pembubaran konstituante melalui dekrit juli mengakhiri perdebatan yang keras dan melelahkan. 3 Jika di masa kolonial, Islam menjadi kekuatan pembebasan dan simbol perjuangan melawan penjajahan yang kafir, maka di masa revolusi, Islam dijadikan semangat perjuangan, dan di masa dua dasawarsa pertama kemerdekaan Islam telah mengambil bentuk ideologi politik, maka di masa Orde Baru, Islam mengambil bentuk sebagai kekuatan spiritual untuk menghadapi arus modernisasi, dan nilai-nilai tuntunan berprilaku dalam kehidupan berpolitik. Islam sebagai kekuatan sejarah tidak berubah. Bahkan di tengah memudarnya penampilan Islam dalam wajah politik kepartaian saat itu, justru diimbangi dengan tuntutan makin meluasnya wilayah pengaruh dimensi-dimensi spiritual 3 Yusril Ihza Mahendra, “Makna dan Peranan Islam dalam Proses Sosio-Politik di Indonesia” Kontekstualisasi Ajaran Islam: Tahun Prof. Dr. H. Munawir Sjadzali MA. ed. M. Wahyuni Nafis, dkk. Jakarta: IPHI dan Paramadina, , cet. Ke- , h. - dan intelektual Islam. Tuntutan agar segala sesuatu berkembang ditengah masyarakat disesuaikan dengan nilai-nilai Islam yang semakin luas. sementara kekuatanya juga dipertegas. Ini semua mendorong kaum Muslimin beramai-ramai kembali kepada agamaya, dengan peningkatan yang luar biasa minat untuk mengamalkan ibadah-ibadah yang diajarkan Islam. Kenyataan ini penting bagi Munawir, sebab ia berpandangan bahwa menempatkan suatu agama sebagai agama negara merupakan salah satu prasarat penting. Untuk itu, dalam pandangannya, kenyataan bahwa Konstitusi Madinah tidak menyebut Islam sebagai agama negara, hal ini menujukkan bahwa Nabi Muhammd SAW, tidak menganjurkan berdirinya sebuah negara teokratis dimana Islam akan berfungsi sebagai dasar satu-satunya. Pada era awal -an Munawir pernah melontarkan gagasan tentang reaktualisasi ajaran Islam yang ditanggapi beragam oleh berbagai lapisan masyarakat. Titik sentral dari agenda reaktualisasi Munawir itu adalah untuk menegaskan kembali gagasan tentang ijtihad. Ide-ide Munawir sebenarnya diarahkan untuk mendorong para pemikir atau aktifis politik Islam agar merumuskan kembali dasar-dasar ideologi baru politik Islam; mendefinisi ulang cita-cita politik Islam; dan menilai kembali pendekatan politik Islam yang pada dasarnya lebih berorientasi pada masalah-masalah keagamaan dan teologis. 4 4 Bahtiar Effendy, “Islam dan Negara di Indonesia: Munawir Sjadzali dan Pengembangan Dasar-dasar Teologi Baru Politik Islam ”, dalam M Wahyuni Nafis, ed. Kontekstualisasi Ajaran Gagasan Munawir di atas, sejatinya hendak meninjau kembali sejarah para pemimpin dan aktifis politik Islam Indonesia. Pijakan-pijakan dari semangat politik saat itu menggunakan pandangan holistik Islam—Islam dianggap melulu memberikan pandagan terhadap setiap aspek kehidupan. Dalam konteks tersebut dapat dimengerti jika Islam senantiasa dijadikan sebagai patokan sebuah konsepsi yang final dan konvrehensif tentang negara atau sistem pemerintahan. Lebih dari itu, sebagian bahkan beranggapan bahwa negara merupakan bagian integral, atau perpanjangan dari Islam. Hal ini merupakan suatu posisi politik-keagamaan, yang disejumlah belahan dunia dikemas dalam jargon inn al-Islam al-din wa al- dawlah —bahwa Islam adalah agama negara. 5 Tetapi pada kenyataanya keinginan tersebut gagal. Saat partai-partai Islam sudah tidak hadir lagi di panggung percaturan politik nasional pada masa Orde Baru, ternyata ada capaian-capaian yang diharapkan kalangan umat Islam dapat terwujud, seperti penetapan Undang-undang Peradilan Agama. Hal ini adalah jasa-jasa Munawir saat beliau menjadi Menteri Agama RI. Kiranya aspirasi politik semacam itu pulalah yang diingikan oleh Munawir Sjadzali yang dalam berbagai kesempatan menegaskan, tanpa partai politik Islam, kepentingan umat Islam justru lebih berhasil diperjuangkan. Untuk itulah dalam skripsi ini, kami akan mengkaji pemikiran Munawir Sjadzali tentang Islam dan Politik khususnya dalam kaca mata keIndonesiaan. Islam: Tahun Prof. Dr. H. Munawir Sjadzali MA Jakarta: IPHI dan Paramadina, , cet. Ke- , h. 5 Bahtiar Effendy, Islam dan Negara, h. Dan studi ini dilakukan selain karena ketertarikan penulis terhadap pemikiran juga atas pertimbangan posisi dan sosok Munawir sebagai cendikiawan, intelektual, diplomat, dan juga sebagai menteri Agama RI selama dua periode berturut-turut - dan - . Beliau telah beberapa kali mengeluarkan kebijakan berkenaan dengan kehidupan keagamaan dan lembaga- lembaga keagamaan. Namun secara umum kebijakan-kebijakan itu berada dibawah semangat Munawir untuk merumuskan hubungan yang viable antara Islam dan negara. 6 Penulis berharap bahwa hasil skripsi ini dapat bermanfaat dalam upaya membangun hubungan Islam dan Politik di negeri yang demokratis ini. Berdasarkan latar belakang ini penulis sangat tertarik dan optimis untuk melakukan penelitian dengan judul “Islam dan Politik dalam Pemikiran Politik Prof. Dr. H. Munawir Sjadzali, MA”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah