dan surat ukur tersebut harus sesuai dengan peta pendaftaran tanahnya. Surat ukur tersebut diberi tanggal dan nomor urut menurut tahun pembuatannya.
Bidang tanah yang telah diberi tanda batas, diukur dan dipetakan dan ditetapkan subyek haknya, kemudian haknya dibukukan dalam daftar buku tanah dari
Kelurahan yang bersangkutan, daftar buku tanah terdiri atas kumpulan buku tanah yang dijilid. Satu buku tanah hanya dipergunakan untuk mendaftar satu hak atas
tanah.Tiap-tiap hak atas tanah yang sudah dibukukan diberi nomor urut macam haknya. Semua hak-hak atas tanah telah dibukukan dibuatkan salinan dari buku tanah
yang bersangkutan. Salinan buku tanah itu dan surat ukurnya kemudian dijahit menjadi satu dengan diberi kertas sampul yang bentuknya telah ditentukan oleh
Menteri Dalam Negeri Cq. Direktur Jenderal Agraria.
B. Sistem Pendaftaran Tanah
Dengan terlaksananya pendaftaran tanah atau pendaftaran hak atas tanah diharapkan seseorang lebih merasa aman tidak ada gangguan atas hak yang dipunyai.
Jaminan kepastian hukum terhadap pemegang hak atas tanah adalah sangat digantungkan kepada sistem apakah yang dianut dalam melaksanakan pendaftaran
atau pendaftaran hak atas tanah. Menurut Bachtiar Effendie, sistem pendaftaran tanah yang dianut oleh banyak
Negara-negara yang menyelenggarakan pendaftaran tanah, yaitu:
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
1. Sistem Torrens
Adapun sertipikat tanah menurut sistem Torrens ini merupakan alat bukti pemegangan hak atas tanah yang paling lengkap serta tidak bisa
diganggu gugat. Untuk merubah buku tanah adalah tidak mungkin kecuali jika memperoleh sertipikat tanah dengan cara pemalsuan dengan
tulisan ataupun dengan cara pemalsuan.
2. Sistem Positif
Suatu sertipikat tanah yang telah diberikan itu adalah sebagai suatu tanda bukti hak atas tanah yang mutlak serta merupakan satu-satunya tanda
bukti hak atas tanah. Ciri pokok sistem positif ini ialah bahwa pendaftaran tanah adalah menjamin dengan sempurna bahwa nama yang
terdaftar dalam buku tanah adalah tidakdapat dibantah kendatipun ia ternyata bukanlah pemilik yang berhak atas tanah tersebut.
3. Sistem Negatif
Segala apa yang tercantum di dalam sertipikat tanah dianggap benar sampai dapat dibuktikan yang sebaliknya tidak benar di muka sidang
pengadilan. Ciri pokok sistem negatif ini adalah bahwa pendaftaran tanah tidaklah menjamin bahwa nama-nama yang terdaftar dalam buku tanah
tidak dapat untuk dibantah jika nama yang terdaftar bukanlah pemiliknya.
71
Pengertian negatif disini adalah bahwa adanya keterangan-keterangan yang
ada itu jika ternyata tidak benar masih dapat diubah dan dibetulkan sedangkan pengertian positif adalah bahwa adanya peranan aktif dari petugas pelaksana
pendaftaran tanah dalam hal penelitian terhadap hak-hak atas tanah yang didaftar tersebut.
Menurut pendapat Mariam Darus Badrulzaman, dalam buku Bachtiar Effendie, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-Peraturan Pelaksanaannya
bahwa: Sistem yang dianut di Indonesia adalam sistem campuran antara sistem positif
dan sistem negatif. Hal ini terlihat dengan adanya perlindungan hukum kepada pemilik sebenarnya sistem negatif sedangkan sisitem positifnya terlihat
71
Bachtiar Effendi, Op.Cit, hlm. 35
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
dengan adanya campur tangan dari pemerintah dimana Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Seksi Pendaftaran Tanah meneliti kebenaran setiap peralihan suatu
hak atas tanah.
72
Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa Mariam Darus Badrulzaman,
berpendapat bahwa bahwa sistem yang dianut Undang-undang Pokok Agraria adalah sistem campuran antara sistem positif dan sistem negatif.
Sedangkan Boedi Harsono dalam buku Bachtiar Effendie Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-Peraturan Pelaksanaannya mengatakan “bahwasannya
sistem yang dipakai Undang-undang Pokok Agraria adalah sistem negatif bertendens positif. Pendaftaran tanah di negara kita menurut Pasal 19 ayat 1 bertujuan untuk
menjamin kepastian hukum tetapi bukan maksudnya akan mempergunakan apa yang disebut sistem positif.
73
Dengan demikian dapat disimpulkan Pasal 19 ayat 2 huruf c bahwa surat tanda bukti hak yang akan dikeluarkan berlaku sebagai pembuktian yang kuat. Ayat
tersebut tidak menyatakan bahwa surat-surat tanda bukti hak itu berlaku sebagai alat pembuktian yang mutlak.
Menurut Abdurrahman, dalam buku Bachtiar Effendie, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-Peraturan Pelaksanaannya bahwa, beliau lebih cenderung
kepada pendapat Mariam Darus Badrulzaman, yang telah menyatakan bahwa: “Sistem pendaftaran tanah yang sekarang dianut oleh Undang-undang Pokok
Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang telah disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 adalah
sistem campuran antara sistem positif dengan sistem negatif, dimana dalam
72
Ibid, hlm. 36
73
Ibid, hlm. 22
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
sistem yang demikian segala kekurangan yang ada pada sistem negatif dan positif sudah tertutup”.
74
Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa pendapat para sarjana tersebut bahwa sistem pendaftaran tanah yang sekarang dianut oleh Undang-undang pokok
Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang telah disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 adalah sistem campuran sistem
positif dan sistem negatif. Sedangkan pendapat Sunaryati Hartono dalam buku Bachtiar Effendie,
Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-Peraturan Pelaksanaannya menyatakan bahwa:
“Sudah saatnya kita berpegang pada sistem positif yang menjadikan sertipikat tanah satu-satunya alat bukti untuk membuktikan hak milik atas tanah dengan
perngertian bahwa apabila dapat dibuktikan bahwa sertpikat itu palsu atau dipalsukan atau diperoleh dengan jalan yang tidak syah karena paksaan atau
pungutan liar atau uang sogok misalnya maka tentu saja sertipikat itu dianggap tidak syah sehingga menjai batal dengan sendirinya van rechts
wegenietig.”
75
Berdasarkan uraian di atas sangat jelas sekali bahwa pendapat ini
menunjukkan bahwa sistem pendaftaran tanah adalah memakai sistem positif. Sedangkan A.P. Parlindungan berpendapat bahwa sistem yang dianut
Undang-undang Pokok Agraria adalah: Sistem Torrens karena sistem ini selain sederhana, efisien dan “murah” dan
selalu dilihat diteliti pada akta penjabatnya siapa-siapa yang bertanda tangan dan pada sertipikat hak atas tanahnya setiap mutasi diketahui dan oleh karena
pada sertipikat tanah jika terjadi mutasi maka nama yang sebelumnya dicoret
74
Ibid, hlm. 36
75
Ibid, hlm. 38
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
dengan tinta halus sehingga masih terbaca dan pada bagian bawahnya tertulis nama pemilik yang baru disertai dengan dasar hukumnya.
76
Sistem ini dapat diidentifikasi dari:
1. Orang yang berhak atas tanahnya harus memohon dilakukannya
pendaftaran tanah itu agar negara dapat membuktikan hak atas permohonan pendaftaran yang diajukan. Hal ini sejalan dengan ide dasar
sistem Torrens dimaksud dimana manakala seseorang mengklaim sebagai pemilik fee simple baik karena Undang-undang maupun hal lain harus
mengajukan permohonan agar tanah yang bersangkutan diletakkan atas namanya.
2. Dilakukan penelitian atas alas hak dan obyek bidang tanah yang diajukan
permohonan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang berifat sporadis. Penelitian ini dikenal dengan examiner of title. Sistem pendaftaran tanah
di Indonesia mengenal ini dengan nama Panitia Pemeriksa Tanah Panitia A untuk Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Pakai dan Hak Pengelolaan
dan Panitia B untuk Hak Guna Usaha.
77
Sedangkan menurut Suardi dalam buku Muhammad Yamin Lubis dan Abdul
Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah mengatakan: “Tujuan ditelitinya alas hak ini ternyata akan memperkokoh keabsahan
formalitas data yuridis dan data teknis, sehingga pada akhirnya panitia dapat berkesimpulan:
1.
Tanah yang hendak didaftar tersebut baik dan jelas tanpa keraguan untuk memberikan haknya;
2. Permohonan tersebut tidak dijumpai ada sengketa kepemilikan;
3. Tanah yang dimohon diyakini sepenuhnya oleh tim ajudikasi atau Panitia
pemeriksaan tanah untuk dapat diberikan haknyasesuai yang dimohonkan pemilik tanah;
4. Tanah tersebut diadministrasikan dengan pemberian bukti haknya tidak
ada yang bersengketa lagi dan tidak ada yang keberatan terhadap kepemilikannya;
76
AP Parlindungan, Komentar Atas dst. Tahun 1993, hlm. 115
77
Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis., Op.Cit, hlm. 114
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
5. Indikator ini berarti atau bermakna mendukung asas publisitas dan asas
spesialitas dari pelaksanaan pendaftarn tanah yang dilakukan di Indonesia.
78
Keberadaan sistem pendaftaran model Torrens, persis apa yang disebutkan atas permohonan seseorang untuk memperoleh hak milik sebagaimana yang
disebutkan dalam Pasal 22 Undang-undang Pokok Agraria: 1.
Terjadinya hak milik menurut hak adat diatur dengan peraturan pemerintah.
2. Selain menurut cara sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini
hak milik terjadi: a.
Penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
b. Ketentuan Undang-undang.
Dengan kata lain setiap akan terjadinya hak milik diproses pendaftaran untuk hak miliknya harus melalui penetapan pemerintah, agar permohonan dapat disetujui
untuk dikeluarkan bukti haknya setelah diajukan seseorang kekantor pertanahan setempat.
Sehubungan dengan hal tersebut maka sudah saatnya kita meninggalkan sistem yang dianut oleh Undang-undang Pokok Agraria sekarang ini
sebagaimana yang dikatakan oleh Bachtiar Effendie yaitu ”telah tiba saatnya untuk meninggalkan sistem yang dianut Undang-undang Pokok Agraria
sekarang ini, karena dengan sistem positif sertipikat tanah merupakan satu- satunya tanda bukti hak atas tanah dengan demikian demikian dihindari
tumpang tindihnya sertipikat tanah sehingga apa yang diharapkan suatu kepastian hukum dalam pemegangan hak atas tanah akan dapat terlaksana”.
79
Hal ini dapat kita lihat dari Penjelasan Umum dari Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang mana antara lain menyatakan
78
Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, op.cit, hal. 207
79
Bachtiar Effendi, Ibid. 36
Muaz Effendi : Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertipikat Di Kecamatan Medan Johor Dan Pendaftaran Haknya Di Kantor Pertanahan Medan, 2009
bahwa pembukuan sesuatu hak dalam daftar buku tanah atas nama seseorang tidak mengakibatkan seseorang yang sebenarnya berhak untuk atas tanah itu akan
dihilangkan haknya, orang tersebut masih dapat menggugat orang yang berhak. Jadi pendaftaran yang diatur dalam peraturan pemerintah ini tidaklah mutlak maka sistem
pendaftaran kita adalah sistem negatif yang bertendensi positif. Berdasarkan uraian di atas diharapkan bagaimanapun sistem yang dianut
dalam pendaftaran tanah yang paling penting disamping selain berfungsi untuk melindungi pemilik, juga mengetahui status sebidang tanah, siapa pemiliknya, apa
haknya, berapa luasnya, untuk apa dipergunakan dan sebagainya,
80
sehingga akhirnya tujuan pendaftaran tanah sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 3 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun dapat dicapai.
C. Subyek Pendaftaran Tanah