Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009.
USU Repository © 2009
prinsip kehati-hatian. Padahal, istilah prudential banking prinsip kehati-hatian sudah lama dikenal. Tapi, memang, penerapannya masih jauh dari harapan.
106
Dalam Pedoman GCG Perbankan Indonesia yang dikeluarkan Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance disebutkan bahwa sebagai lembaga
kepercayaan, dalam operasionalnya, bank harus menganut prinsip keterbukaan transparancy, akuntabilitas accountability, tanggung jawab responsibility,
keobjektifan dalam pengambilan keputusan independency, serta kewajaran fairness. Untuk memenuhi lima prinsip tersebut, dalam aspek keterbukaan, bank
harus mengungkapkan informasi secara tepat waktu, jelas, akurat, dapat dibandingkan, serta mudah diakses stakeholders sesuai dengan haknya.
Kesadaran tersebut muncul karena sebelum krisis, penerapan prinsip GCG belum disadari sepenuhnya oleh kalangan perbankan. Padahal, perbankan merupakan
lembaga intermediasi yang memiliki karakteristik berbeda dengan perusahaan lain pada umumnya. Sebab, dalam operasionalnya, bank menghadapi banyak risiko, yakni
risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, dan risiko reputasi. Kondisi ini merupakan salah satu hal yang menyebabkan perbankan perlu mengimplentasikan
GCG.
107
B. Jenis-Jenis Kreditur Bank
106
Burhanuddin Abadullah, op.cit hlm 267
107
http:www2.kompas.comkompas-cetak040414finansial969532.htm diakses 27.02.2009
Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009.
USU Repository © 2009
Secara teoretis, kreditor dapat dibedakan menjadi dua kelompok: Pertama, kreditor dengan jaminan secured creditor yang terdiri dari pemegang hak gadai dan
atau fidusia jaminan benda bergerak, serta pemegang hak tanggungan dan atau hipotek jaminan benda tidak bergerak; Kedua, kreditor tanpa jaminan unsecured
creditor yang dapat memiliki hak istimewa baik umum, maupun khusus ataupun tidak.
108
Dalam proses kepailitan sendiri, dikenal tiga macam kreditor, yaitu kreditor separatis, kreditor preferen dan kreditor konkuren.
109
Pembedaan menurut UU No. 37 Tahun 2004, berhubungan dengan posisi kreditor bersangkutan dalam proses
pembagian harta pailit. Kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya atau kreditor dengan jaminan,
disebut kreditor separatis, karena, berdasarkan Pasal 55 Ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004,
110
108
Sentosa Sembiring , Hukum Kepailitan Dan Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan Kepailitan Bandung: Nuansa Aulia, 2006 hlm17,18
109
Lihat juga penjelasan Pasal 2 ayat 1 UU No. 372004: ”Yang dimaksud dengan “Kreditor” dalam ayat ini adalah baik kreditor konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen. Khusus
mengenai kreditor separatis dan kreditor preferen, mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta Debitor dan
haknya untuk didahulukan.”
110
Pasal 55 ayat 1 UU No. 372004: ”Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, setiap Kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia,
hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah- olah tidak terjadi kepailitan.”
kreditor tersebut berwenang untuk mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Separatis di sini berarti terpisahnya hak eksekusi atas benda-benda
yang dijaminkan dari harta yang dimiliki debitor yang dipailitkan. Dengan begitu, kreditor separatis mendapatkan posisi paling utama dalam proses kepailitan,
Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009.
USU Repository © 2009
sehubungan dengan hak atas kebendaan yang dijaminkan untuk piutangnya. Sepanjang nilai piutang yang diberikan oleh kreditor separatis tidak jauh melampaui
nilai benda yang dijaminkan dan kreditor berkuasa atas benda itu, maka proses kepailitan tidak akan banyak berpengaruh pada pemenuhan pembayaran piutang
kreditor tersebut. Apalagi, kalau pembayaran cicilan utang secara berkala juga telah dipenuhi oleh debitor.
Menurut UU No. 37 Tahun 2004, apabila kuasa atas benda yang dijaminkan ada pada debitor pailit atau pada kurator, maka hak eksekusi terpisah tersebut di atas,
ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 hari sejak pernyataan pailit dijatuhkan Pasal 56 Ayat 1. Sedang apabila nilai eksekusi benda tertentu tersebut
ternyata tidak cukup untuk menutup utang debitor, maka kreditor separatis dapat meminta dirinya ditempatkan pada posisi kreditor konkuren untuk menagih sisa
piutangnya.
111
Demi kepastian hukum, hak eksekusi langsung yang dimiliki oleh kreditor separatis hanya bisa digunakan dalam jangka waktu 2 bulan setelah terjadinya
keadaan insolvensi.
112
Setelah lewat jangka waktu tersebut, eksekusi hanya dapat dilakukan oleh kurator, meskipun hak yang dimiliki kreditor separatis sebagai
kreditor dengan jaminan tidak berkurang.
113
111
Pasal 138 jo. pasal 189 ayat 5 UU No. 372004.
112
Pasal 59 ayat 1 UU No. 372004.
113
Pasal 59 ayat 2 UU No. 372004.
Perbedaan proses eksekusi tersebut akan
Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009.
USU Repository © 2009
berakibat pada perlu tidaknya pembayaran biaya kepailitan dari hasil penjualan benda yang dijaminkan.
114
Kreditor konkuren atau kreditor biasa adalah kreditor pada umumnya tanpa hak jaminan kebendaan atau hak istimewa. Menurut KUH Perdata, mereka memiliki
kedudukan yang setara dan memiliki hak yang seimbang proporsional atas piutang- Kreditor preferen berarti kreditor yang memiliki hak istimewa atau hak
prioritas. UU No. 37 Tahun 2004 memakai istilah hak-hak istimewa, sebagaimana diatur di dalam KUH Perdata. Hak istimewa mengandung arti “hak yang oleh
undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya”.
Menurut KUH Perdata, ada dua jenis hak istimewa, yaitu hak istimewa khusus Pasal 1139 dan hak istimewa umum Pasal 1149. Hak istimewa khusus berarti hak
istimewa yang menyangkut benda-benda tertentu, sedang hak istimewa umum menyangkut seluruh benda. Sesuai dengan ketentuan KUH Perdata pula, hak
istimewa khusus didahulukan atas hak istimewa umum Pasal 1138. Meskipun memiliki keistimewaan dibanding hak-hak yang dimiliki orang
berpiutang pada umumnya, posisi pemegang hak istimewa pada dasarnya masih berada di bawah pemegang hak gadai atau hipotek sehubungan dengan benda-benda
yang dijaminkan. Ada beberapa pengecualian untuk urutan tersebut, seperti misalnya, biaya-biaya perkara atau tagihan pajak.
114
Pasal 191 UU No. 372004.
Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009.
USU Repository © 2009
piutang mereka.
115
Sebagian praktisi hukum kepailitan berpendirian bahwa hak eksekusi kreditor separatis dimulai sejak debitor pailit dinyatakan dalam keadaan insolvensi
Ketentuan tersebut juga dinamakan prinsip “paritas creditorium”. Sehingga dapat disimpulkan, posisi pemegang hak jaminan kebendaan kreditor
separatis pada dasarnya lebih tinggi dari pemegang hak istimewa kreditor preferen untuk benda-benda yang dijaminkan, dengan beberapa pengecualian, seperti biaya-
biaya perkara atau tagihan pajak. Sedang posisi dua jenis kreditor tersebut berada di atas posisi kreditor konkuren atau kreditor biasa yang menunggu pembagian
pembayaran tagihan secara merata dari harta pailit menurut prinsip keseimbangan. Apabila tagihan kreditor separatis ternyata lebih tinggi dari nilai piutang mereka,
maka mau tidak mau mereka harus menagih sisa piutangnya sebagai kreditor konkuren. Dengan kata lain, posisi mereka menjadi di bawah posisi kreditor preferen.
Apabila dilihat sisi lain peranan kreditor dalam hal kepailitan yang terjadi di Indonesia, jarang sekali ditemui kreditor separatis yang melaksanakan sendiri hak
eksekutorial terhadap jaminan kebendaan yang dimilikinya. Walaupun UU No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
selanjutnya disebut UUK memberikan peluang untuk itu, namun kenyataannya tidak mudah diterapkan. Salah satu kendalanya adalah karena jangka waktu
pelaksanaan hak eksekutorial tersebut sampai saat ini masih menjadi perdebatan.
116
115
Pasal 1136 KUH Perdata.
hingga
116
Insolvensi dapat terjadi karena hal-hal; Berdasarkan pasal 178 1, insolvensi terjadi karena: 1 dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan perdamaian; 2 rencana perdamaian yang
Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009.
USU Repository © 2009
paling lambat 2 bulan setelah dimulainya keadaan insolvensi. Artinya, kesempatan kreditor separatis melaksanakan hak eksekutorialnya hanya 2 bulan
117
Selama debitor pailit belum dinyatakan dalam keadaan insolvensi, maka peluang tercapai perdamaian selalu terbuka. Dalam situasi yang demikian, rencana
perdamaian yang diajukan debitor pailit atau investor baru, menjadi tidak ada artinya apabila kreditor separatis melaksanakan eksekusi terhadap jaminan kebendaan yang
dimilikinya. Apalagi jika benda yang dieksekusi merupakan modal vital si debitor pailit untuk melaksanakan rencana perdamaian. Oleh karenanya, guna memperbesar
peluang terjadinya perdamaian dan untuk menghindari adanya kreditor separatis yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitor tanpa memperhatikan
kepentingan debitor atau para kreditor lainnya, maka hak eksekutorial kreditor separatis terhadap jaminan kebendaan yang dimilikinya baru dapat dilaksanakan
setelah perdamaian tidak dimungkinkan lagi. . Limitasi
jangka waktu ini, didasarkan pada penafsiran yang keliru, atau setidaknya pemahaman yang sepotong, terhadap Pasal 59 ayat 1 UUK.
ditawarkan tidak diterima; 3 pengesahan perdamaian ditolak berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap; Berdasarkan pasal 175 1 dan 2, insolvensi terjadi karena adanya
pembatalan perdamaian sebagaimana dimaksud pasal 172 1; Berdasarkan pasal 292 berikut penjelasannya, diatur bahwa suatu putusan pernyataan pailit yang
diputuskan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 285, pasal 286 dan 291 mengakibatkan harta pailit debitor langsung berada dalam keadaan insolvensi.
Namun demikian, belum jelas apakah suatu putusan pernyataan pailit yang diputuskan berdasarkan ketentuan pasal 230 1 dan pasal 255 6 UUK juga menyebabkan harta pailit debitor langsung berada
dalam keadaan insolvensi. Mengenai hal tersebut akan dibahas dengan tulisan tersendiri.
117
Pendapat yang demikian penulis jumpai dalam beberapa diskusi, baik formal maupun informal, antara beberapa Kurator dan Pengurus. Selain itu, dapat dilihat dari pendapat Imam Nasima
Eryanto Nugroho 2008, “Pembayaran upah Buruh dalam Proses Kepailitan”, rubrik Kolom, Hukum Online, edisi Selasa, 26 Agustus 2008.
Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009.
USU Repository © 2009
Ada dua implikasi dari penerapan Prinsip Structured Creditors. Pertama, pengaturan tentang pengelompokan kreditor berdasarkan kelas masing-masing
kreditor. UUK mengklasifikasikan kreditor dalam 3 kelas, yaitu: a Kreditor separatis atau secured creditors; b Kreditor preferen atau preferred creditors; c Kreditor
konkuren atau unsecured creditors. Kedua, pengaturan tentang tata cara dan prioritas penyelesaiannya.
Berdasarkan pasal 55 ayat 1 UUK, kreditor separatis tidak perlu khawatir bilamana debitornya dinyatakan pailit oleh suatu putusan Pengadilan, karena ia dapat
melaksanakan hak eksekutorialnya sendiri seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Frasa “seolah-olah tidak terjadi kepailitan”, tidak berarti bahwa benda yang diikat dengan
jaminan kebendaan tertentu menjadi kebal dari kepailitan Bankruptcy Proof. Benda tersebut tetap merupakan bagian dari harta pailit, namun kewenangan eksekusinya
diberikan kepada kreditor pemegang jaminan kebendaan tersebut. Inilah dasar hubungan hukum antara hukum kepailitan dan hukum jaminan.
Perlindungan atas hak eksekutorial kreditor separatis telah ada sejak periode Stb. 1905 Nomor 217 jo Stb. 1906 No. 348 tentang Faillissementsverordening
selanjutnya disebut FV, sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 ayat 1 dan 3 FV
118
118
Pasal 56 ayat 1 dan 3 FV, mengatur demikian: 1 Setiap berpiutang hipotik, yang telah membuat janji sebagai tersebut dalam pasal 1178 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, begitu pula
setiap pemegang gadai, dibolehkan melaksanakan hak-hak mereka, seolah-olah tiada kepailitan. 2 Begitupun setiap pemegang ikatan-panenan dibolehkan melaksanakan haknya, seolah-olah tiada
kepailitan.”
. Pengaturan tersebut masih tetap diikuti dalam Perpu nomor 1 tahun 1998, UU No. 4 tahun 1998, maupun UU No. 37 tahun 2004. Dari sini nampak jelas, para
Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009.
USU Repository © 2009
pembentuk undang-undang kepailitan memberikan penghormatan yang cukup tinggi terhadap eksistensi hukum jaminan, khususnya hak eksekutorial kreditor separatis.
Hak eksekutorial kreditor separatis untuk mengambil pelunasan piutangnya dari barang agunan milik debitor tidak tak berakhir. Menilik dari sejarah hukum
kepailitan di Indonesia, keleluasaan kreditor separatis untuk melaksanakan hak eksekutorial terhadap jaminan kebendaannya diberikan hingga jangka waktu 2 bulan
sesudah insolvensi dan dapat diperpanjang berdasarkan penetapan hakim pengawas
119
C. Peranan Kreditur Bank