Analisis Hukum Terhadap Upaya PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan PBI Nomor 11/28/PBI/2009

(1)

ANALISIS HUKUM TERHADAP UPAYA PT BANK SUMUT

CABANG UTAMA MEDAN DALAM PENCEGAHAN DAN

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN

UANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 8 TAHUN 2010 DAN PBI

NOMOR 11/28/PBI/2009

T E S I S

OLEH

MERRY ROSELINE PASARIBU 107005088/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ANALISIS HUKUM TERHADAP UPAYA PT BANK SUMUT

CABANG UTAMA MEDAN DALAM PENCEGAHAN DAN

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN

UANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 8 TAHUN 2010 DAN PBI

NOMOR 11/28/PBI/2009

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Dalam Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MERRY ROSELINE PASARIBU 107005088/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : ANALISIS HUKUM TERHADAP UPAYA PT BANK SUMUT CABANG UTAMA MEDAN DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 DAN PBI NOMOR 11/28/PBI/2009

Nama Mahasiswa : Merry Roseline Pasaribu Nomor Pokok : 107005088

Program Studi : Magister Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

(

Ketua

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH

(

Anggota

Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH (Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum Anggota

)

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH

Dekan

) (Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum)


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 10 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH Anggota : 1. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH

2. Dr. Mahmul Siregar, SH, M.HUm

3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum 4. Dr. Utary Maharany Barus, SH, M.Hum


(5)

ABSTRAK

Bank adalah salah satu lembaga keuangan yang lazim disebut sebagai perantara keuangan masyarakat (financial intermediary). Banyaknya kemudahan dalam bertransaksi yang ditawarkan oleh perbankan memungkinkan bank dijadikan sebagai tempat terjadinya tindak pidana pencucian uang, dan tidak menutup kemungkinan bahwa PT. Bank Sumut juga dapat dijadikan tempat pencucian uang. Oleh karena itu pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Terdapat 3 (tiga) permasalahan yakni : 1. Bagaimanakah pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum, 2. Bagaimana upaya yang dilakukan Bank Sumut dalam pencegahan pemberantasan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum, 3. Apa hambatan-hambatan Bank Sumut dalam melakukan pencegahan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan bagaimana upaya mengatasi hambatan tersebut.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dan data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan , yang mana data-data tersebut diambil secara kualitatif.

Pengaturan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan PBI No 11/28/PBI/2009 adalah dengan dibentuknya Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan dilaksanakannnya Customer Due Diligence, melakukan LTKT dan LTKM, serta memantau transaksi keuangan nasabah. Upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang di PT. Bank Sumut adalah dengan berpedoman pada Buku Pedoman Anti Pencucian Uang, Peraturan Direksi Nomor 002/DIR/DKEP-MR/PBS/2007 tanggal 25 Mei 2007, Peraturan Direksi PT. Bank Sumut Nomor 002/Dir/DKMR-CQA/PBS/2010 tanggal 17 Februari 2010, yang kesemuanya itu mewajibkan pembentukan PPATK, melaksanakan P4MN, menerapkan SOP yang ada di PT. Bank Sumut, menerapkan prinsip kehati-hatian, pemantauan terhadap transaksi keuangan nasabah. Upaya pemberantasan tindak pidana pencucian uang adalah dengan diberikannya data kepada PPATK, memastikan kinerja internal audit dan melakukan penundaaan transaksi keuangan selama proses penyidikan berlangsung.

Hambatan-hambatan yang dialami oleh PT. Bank Sumut antara lain: kurangnya sosialisasi ataupun pelatihan kepada pegawai operasional, kelemahan sistem dan prosedur yang digunakan, tidak adanya petugas khusus yang ditunjuk untuk melakukan pelaporan terhadap transaksi keuangan tunai dan transaksi keuangan mencurigakan serta kurangnya kesadaran dari pegawai operasional itu sendiri mengenai pentingnya pelaporan transaksi keuangan tersebut.


(6)

ABSTRACT

Bank is a financial institutions that commonly known as the financial intermediary. There are so many banking transactions offered by the bank which causes the crime of money laundering. Therefore the Indonesian government issued Law No. 8/2010 as the aw of prevention and eradication of money laundering.

There are 3 (three) problems: 1. How to prevent and to eradication money laundering as regulated in Law No. 8/2010 and PBI. 11/28/PBI/2009 as the Application of Anti-Money Laundering and Terrorism Financing Prevention for Banks, 2. How the efforts Bank of North Sumatra eradication in the prevention of money laundering as stipulated in Law No. 8/2010 and PBI. 11/28/PBI/2009 as the Application of Anti-Money Laundering and Terrorism Financing Prevention for Banks, 3. What barriers Bank of North Sumatra in combating money laundering and how to solve all the barriers

The research method used is a method of normative legal research using primary data obtained from interviews and secondary data obtained from the literature study, in which the data are taken in a qualitative way.

.

The way of Prevention of Money Laundering under Law No. 8/2010 and PBI 11/28/PBI/2009 is the establishment of Center for Financial Transaction Reports and Analysis (PPATK) and make the Customer Due Diligence worked well, do the report of suspectious transactions dan cash transactions, and always monitoring the transactions consumer finance. Efforts to prevent money laundering in Bank of North Sumatra is based on the Anti-Money Laundering Handbook, Rule No. 002/DIR/DKEP-MR/PBS/2007 Directors dated May 25, 2007, Regulation of the Board of Directors Bank of North Sumatra No.002/Dir/DKMR-CQA/PBS/2010 dated February 17, 2010, all of which require the establishment of Center for Financial Transaction Reports and Analysis (PPATK), P4MN implement, implement of Standart Operational in Bank of North Sumatra, to apply the precautionary principle, the monitoring of customers' financial transactions. Efforts to combat money laundering is the given data to the PPATK, ensure the performance of internal audit and conduct a financial transaction delays during the investigation takes place. Barriers experienced by PT. Bank of North Sumatra, among others: the lack of socialization or training to operational personnel, weaknesses in the system and procedures used, the absence of a special officer appointed to conduct the financial reporting of cash transactions and suspicious financial transactions and a lack of awareness of operational employees themselves about the importance of reporting. Key words: Prevention, Eradication, Money Laundering, PPATK, Bank of North


(7)

KATA PENGANTAR

Sujud sembah syukurku kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan semesta alam atas petunjuk-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul “Analisis Hukum Terhadap Upaya PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan PBI Nomor 11/28/PBI/2009”. Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih terlalu jauh dari sempurna, ini dikarenakan atas keterbatasan waktu, pengetahuan dan pengalaman. Tersusunnya tesis ini tidak terlepas dari dorongan dan bantuan beberapa pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa, yang telah menciptakan alam beserta isinya, yang menciptakan kehidupan di dunia maupun di akhirat, yang mempunyai segala apa yang ada di alam ini dan semua akan kembali pada-Nya.

2. Keluargaku tercinta, inspirasiku, pendorong semangatku, pelindungku, terima kasih atas curahan kasih sayang yang tak pernah putus.

3. Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menimba ilmu.

4. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.


(8)

5. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H., selaku Ketua Program Studi Magister Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Pembimbing II Penulis. 7. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, selaku Pembimbing I penulis.

8. Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum, selaku Pembimbing III penulis. 9. Ibu T. Keizerina Devi, selaku Komisi Penguji penulis.

10.Ibu Utary Maharani, selaku Komisi Penguji penulis.

11.Bapak Novans HR, Bapak Robin Purba, Bapak Muchsin, Bapak Sulaiman, Ibu Riski Ramadonna Pane, dan seluruh teman-teman kerja yang ada di PT. Bank Sumut, yang telah memberikan banyak masukan dan juga data untuk

keperluan penyelesaian tesis saya ini.

12.Seluruh dosen-dosen Magister Hukum Universitas Sumatera Utara, terima kasih atas segala bimbingan yang diberikan.

13.Guru-guruku mulai dari TK, SD, SMP, SMA sampai dengan Universitas terima kasih atas didikannya.

14.Untuk orang tuaku terkasih Ir. P. Pasaribu dan R. br. Sitompul, SH.MHum, yang selama ini memberikan dukungan, motivasi dan yang terbesar adalah memberikan doa yang tak putus-putusnya demi kesuksesan penulis. Yang selalu sabar membimbing dan menemani penulis dalam menulis skripsi, menemani riset dan memberikan nasehat yang terbaik apabila penulis menghadapi masalah dalam proses perkuliahan. I Love u all. Both of you are the best parents.


(9)

15.Abang-abangku terkasih Maju Hamonangan Pasaribu, SH, Marulam Pandapotan Pasaribu, ST, Manumpak Immanuel Pasaribu, SH, dan kekasihku Andyan Borisman Situmorang, SE, yang selalu memberikan dukungannya.

16.Opungdoli A. Pasaribu (+) dan Opungboru E. br. Pangaribuan (+) tercinta. 17.Opungdoli D. Sitompul (+) dan Opung R. br. Purba tercinta.

18.Teman-teman penulis yang ada di Magister Hukum, terima kasih buat support

dan kerjasama selama masa perkuliahan.

Semoga segala apa yang diberikan merupakan amal kebaikan yang dapat memberikan kemanfaatan. Kritik dan saran tentunya akan lebih mendekatkan tesis ini pada kesempurnaan.

Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang berkepentingan.

Medan, Juli 2012 Penulis,


(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama : Merry Roseline Pasaribu Tempat/Tgl. Lahir : Medan, 12 Januari 1987 Nama Ayah : Ir. P. Pasaribu

Nama Ibu : R. Sitompul, SH, M.Hum

Alamat : Jl. A.R. Hakim Gg. Pendidikan No. 79

II. PENDIDIKAN FORMAL

1994 – 1999 : SD St. Antonius Medan 1999 – 2002 : SMP Negeri 3 Medan 2002 – 2005 : SMA Negeri 5 Medan


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 7

C. Tujuan Penelitian... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Keaslian Penelitian ... 10

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 11

1. Kerangka Teori ... 11

2. Konsepsi ... 22

G. Metode Penelitian ... 25

1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 25

2. Sumber Data ... 26

3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ... 27


(12)

BAB II : PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG YANG DIATUR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 DAN PBI NO. 11/28/PBI/2009 TENTANG PENERAPAN PROGRAM PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN

TERORISME BAGI BANK UMUM ... 30

A. Tinjauan Terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang ... 30

1. Pengertian Pencucian Uang ... 30

2. Sejarah Ringkas Praktik Pencucian Uang ... 37

3. Obyek Pencucian Uang ... 55

4. Tujuan Pencucian Uang ... 59

5. Alasan Pencucian Uang Harus Diberantas... 61

6. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang ... 65

B. Pengaturan Pencegahan Tindak Pencucian Uang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 ... 68

C. Pengaturan Pemberantasan Tindak Pencucian Uang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 ... 78

D. Pengaturan Pencegahan Tindak Pencucian Uang dalam PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum. 87 BAB III : UPAYA PT BANK SUMUT DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 DAN PBI NO. 11/28/PBI/2009 ... 96

A. Kedudukan Bank Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ... 96

B. Upaya Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang Pada PT. Bank Sumut ... 103

C. Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Pada PT. Bank Sumut ... 116


(13)

BAB IV : HAMBATAN-HAMBATAN PT. BANK SUMUT DALAM MELAKUKAN PENCEGAHAN PEMBERANTASAN

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ... 121

A. Hambatan Hukum ... 121

1. Hambatan dari Sisi Materi Huku m ... 121

2. Hambatan dari Sisi Struktur Hukum ... 124

3. Hambatan dari Sisi Budaya Hukum ... 130

B. Hambatan-hambatan PT. Bank Sumut Dalam Melakukan Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang . 130 C. Upaya Mengatasi Hambatan yang Dialami oleh PT. Bank Sumut Dalam Melakukan Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ... 134

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 136

A. Kesimpulan ... 136

B. Saran ... 138


(14)

ABSTRAK

Bank adalah salah satu lembaga keuangan yang lazim disebut sebagai perantara keuangan masyarakat (financial intermediary). Banyaknya kemudahan dalam bertransaksi yang ditawarkan oleh perbankan memungkinkan bank dijadikan sebagai tempat terjadinya tindak pidana pencucian uang, dan tidak menutup kemungkinan bahwa PT. Bank Sumut juga dapat dijadikan tempat pencucian uang. Oleh karena itu pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Terdapat 3 (tiga) permasalahan yakni : 1. Bagaimanakah pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum, 2. Bagaimana upaya yang dilakukan Bank Sumut dalam pencegahan pemberantasan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum, 3. Apa hambatan-hambatan Bank Sumut dalam melakukan pencegahan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan bagaimana upaya mengatasi hambatan tersebut.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dan data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan , yang mana data-data tersebut diambil secara kualitatif.

Pengaturan Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan PBI No 11/28/PBI/2009 adalah dengan dibentuknya Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan dilaksanakannnya Customer Due Diligence, melakukan LTKT dan LTKM, serta memantau transaksi keuangan nasabah. Upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang di PT. Bank Sumut adalah dengan berpedoman pada Buku Pedoman Anti Pencucian Uang, Peraturan Direksi Nomor 002/DIR/DKEP-MR/PBS/2007 tanggal 25 Mei 2007, Peraturan Direksi PT. Bank Sumut Nomor 002/Dir/DKMR-CQA/PBS/2010 tanggal 17 Februari 2010, yang kesemuanya itu mewajibkan pembentukan PPATK, melaksanakan P4MN, menerapkan SOP yang ada di PT. Bank Sumut, menerapkan prinsip kehati-hatian, pemantauan terhadap transaksi keuangan nasabah. Upaya pemberantasan tindak pidana pencucian uang adalah dengan diberikannya data kepada PPATK, memastikan kinerja internal audit dan melakukan penundaaan transaksi keuangan selama proses penyidikan berlangsung.

Hambatan-hambatan yang dialami oleh PT. Bank Sumut antara lain: kurangnya sosialisasi ataupun pelatihan kepada pegawai operasional, kelemahan sistem dan prosedur yang digunakan, tidak adanya petugas khusus yang ditunjuk untuk melakukan pelaporan terhadap transaksi keuangan tunai dan transaksi keuangan mencurigakan serta kurangnya kesadaran dari pegawai operasional itu sendiri mengenai pentingnya pelaporan transaksi keuangan tersebut.


(15)

ABSTRACT

Bank is a financial institutions that commonly known as the financial intermediary. There are so many banking transactions offered by the bank which causes the crime of money laundering. Therefore the Indonesian government issued Law No. 8/2010 as the aw of prevention and eradication of money laundering.

There are 3 (three) problems: 1. How to prevent and to eradication money laundering as regulated in Law No. 8/2010 and PBI. 11/28/PBI/2009 as the Application of Anti-Money Laundering and Terrorism Financing Prevention for Banks, 2. How the efforts Bank of North Sumatra eradication in the prevention of money laundering as stipulated in Law No. 8/2010 and PBI. 11/28/PBI/2009 as the Application of Anti-Money Laundering and Terrorism Financing Prevention for Banks, 3. What barriers Bank of North Sumatra in combating money laundering and how to solve all the barriers

The research method used is a method of normative legal research using primary data obtained from interviews and secondary data obtained from the literature study, in which the data are taken in a qualitative way.

.

The way of Prevention of Money Laundering under Law No. 8/2010 and PBI 11/28/PBI/2009 is the establishment of Center for Financial Transaction Reports and Analysis (PPATK) and make the Customer Due Diligence worked well, do the report of suspectious transactions dan cash transactions, and always monitoring the transactions consumer finance. Efforts to prevent money laundering in Bank of North Sumatra is based on the Anti-Money Laundering Handbook, Rule No. 002/DIR/DKEP-MR/PBS/2007 Directors dated May 25, 2007, Regulation of the Board of Directors Bank of North Sumatra No.002/Dir/DKMR-CQA/PBS/2010 dated February 17, 2010, all of which require the establishment of Center for Financial Transaction Reports and Analysis (PPATK), P4MN implement, implement of Standart Operational in Bank of North Sumatra, to apply the precautionary principle, the monitoring of customers' financial transactions. Efforts to combat money laundering is the given data to the PPATK, ensure the performance of internal audit and conduct a financial transaction delays during the investigation takes place. Barriers experienced by PT. Bank of North Sumatra, among others: the lack of socialization or training to operational personnel, weaknesses in the system and procedures used, the absence of a special officer appointed to conduct the financial reporting of cash transactions and suspicious financial transactions and a lack of awareness of operational employees themselves about the importance of reporting. Key words: Prevention, Eradication, Money Laundering, PPATK, Bank of North


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bank sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara, yaitu sebagai perantara dari pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus of fund) dengan pihak yang kekurangan dana

(lack of fund), sehingga peranan dari bank sebenarnya adalah sebagai perantara

keuangan masyarakat (financial intermediary).1

Perbankan sebagai lembaga kepercayaan masyarakat memang peranan yang penting dalam sistem perekonomian suatu negara, sehingga sering dikatakan bahwa bank merupakan jantung sistem keuangan. Peran bank adalah sangat strategis dalam menyerasikan, menyelaraskan dan menyeimbangkan unsur pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, stabilitas nasional, ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.2

Terintegrasinya sistem keuangan suatu negara seperti Indonesia, membuka peluang masuknya kejahatan internasional dengan motif transaksi keuangan, di antaranya praktik pencucian uang, yaitu upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana, sehingga

1

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 77.

2

Retnowulan Sutantio, Rahasia Bank Suatu Tinjauan dari Segi Hukum Perdata dan Pidana, (Jakarta: Mahkamah Agung RI, 1994), hal. 67.


(17)

jelas tujuannya untuk melindungi atau menutupi aktivitas kriminal yang menjadi sumber dana/ uang yang akan dibersihkan. IMF sendiri telah memprediksi skala transaksi pencucian uang mencapai 2-5 % Gross Domestic Product (GDP) dunia.3

Menyadari dampak buruk dari kejahatan pencucian uang, pemerintah telah mengeluarkan berbagai ketentuan termasuk Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sejalan dengan undang-undang tersebut, dalam rangka mencegah disalahgunakannya jasa perbankan (antara lain rekening bank, surat berharga perbankan, dan lain-lain) sebagai sarana penyimpanan uang hasil kejahatan, maka satu tahun sebelum ditetapkannya UU TPPU, pada tanggal 10 Juni 2001 dan 13 Desember 2001.

Fenomena era globalisasi ditambah adanya kemajuan pengetahuan dan teknologi memiliki dampak tersendiri bagi dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara. Di bidang perbankan misalnya, era globalisasi telah melahirkan produk-produk inovatif baru sebagai upaya meningkatkan layanan jasa kepada nasabah. Begitu juga dengan industri peyedia jasa keuangan lainnya seperti produk asuransi, baik jiwa maupun kerugian dan pasar modal, engineering dalam sistem keuangan begitu meluas dan complicated. Salah satu contoh dari atribut itu seperti fasilitas wire transfer, dimana seseorang dapat melakukan transaksi bisnis dengan mitranya di luar negeri dalam hitungan detik tanpa para pihak yang harus melakukan pertemuan secara fisik.

3

Sudharsa, Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang,

diakses pada tanggal 20 Februari 2012 pukul 08.00 Wib.


(18)

Bank Indonesia pada bulan Juni 2001 mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Penerapan prinsip mengenal nasabah (Know Your Customer

Principles/ KYC), yaitu prinsip yang diterapkan bank untuk mengetahui identitas

nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah, termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan, yang diberlakukan bagi Bank Umum. Penerapan KYC tidak saja penting dalam rangka pemberantasan pencucian uang, melainkan juga dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian (prudential banking) untuk melindungi integritas dan kesehatan bank.4

Selanjutnya Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 mengenai Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku terhitung sejak tanggal 1 Juli 2009 berdasarkan

Berdasarkan hal tersebut di atas, diketahui bahwa pencegahan dan pemberantasan pencucian uang di Indonesia dimulai pada tanggal 17 April 2002 yaitu saat diberlakukannya Undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Sesungguhnya, tahapan pencegahan pencucian uang sudah dilakukan sebelum undang-undang tersebut lahir namun lingkupnya hanya terbatas

4

Tidak diterapkannya KYC secara memadai dapat mengakibatkan bank menghadapi berbagai risiko dalam hubungan dengan nasabah dan lawan transaksi, khususnya risiko reputasi, risiko operasional, risiko legal dan risiko terkonsentrasi transaksi. Risiko-risiko tersebut dapat mengakibatkan bank menanggung biaya yang signifikan, seperti penarikan dana oleh deposan, pengakhiran fasilitas antar-bank, tuntutan terhadap bank, biaya investigasi, pembekuan atau penyitaan aset bahkan sampaikan risiko ditutupnya bank yang bersangkutan.


(19)

pada bank. Hal ini dapat ditunjukkan melalui seperangkat regulasi yang dikeluarkan oleh otoritas perbankan yang lebih dikenal dengan Peraturan Bank Indonesia tentang Prinsip Mengenal Nasabah. Urgensi pengaturan ini, tentu didasari oleh alasan yang kuat terutama mengenai dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pencucian uang dalam perekonomian dan untuk memenuhi prinsip-prinsip pengawasan bank secara efektif sesuai standar internasional.5

Selanjutnya untuk mendukung pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang ini, telah disahkan pula Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (selanjutnya disebut UU PPTPPU) yang disahkan dan mulai berlaku sejak tanggal 22 Oktober 2010. UU PPTPPU ini antara lain disusun berdasarkan realitas (yuridis), bahwa pencegahan dan pemberantasan TPPU memerlukan landasan hukum yang kuat untuk menjamin kepastian hukum, efektivitas penegakan hukum, serta penelusuran dan pengembalian harta kekayaan hasil tindak pidana. Dengan landasan hukum yang kuat, maka harta kekayaan hasil tindak pidana yang dikuasai oleh para pelaku atau organisasi kejahatan dapat disita dan dirampas sehingga dengan sendirinya dapat menurunkan tingkat kriminalitas.6

5

I Ktut Sudiharsa, “Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang di Perbankan”,

http://sudiharsa.wordpress.com/2007/06/20/pencegahan-dan-pemberantasan-pencucian-uang-di-perbankan/. Diakses tanggal 20 Januari 2012.

6

Pelaksanaan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pencucian Uang dalam kaitan dengan kegiatan pengawasan dan pengaturan pedagang valuta asing bukan bank, http://bankirnews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1213. Diakses tanggal 20 Januari 2011.


(20)

Selain itu, UU PPTPPU juga dibentuk dengan memperhatikan kebutuhan penegakan hukum, praktik, dan standar internasional yang telah berkembang dan berubah (sosiologis). Revisi atas UU PPTPPU dilakukan untuk memastikan, bahwa regulasi yang ada dapat efektif dalam membantu mewujudkan stabilitas perekonomian dan menjaga integritas lembaga keuangan serta mampu mendukung upaya penegakan hukum.7

Salah satu aspek penting dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang adalah kewajiban penyedia jasa keuangan untuk melaporkan setiap transaksi minimal Rp. 500 juta yang dilakukan dalam satu kali atau beberapa kali transaksi kepada PPATK atau melaporkan transaksi keuangan yang juga di bawah angka Rp. 500 juta jika penyedia jasa keuangan melihat adanya indikasi yang mencurigakan (suspicious transaction) terhadap transaksi tersebut.8

Salah satu transaksi yang dikategorikan sebagai transaksi mencurigakan yang terkait dengan pencucian uang adalah bank melaporkan bahwa nasabah akan melakukan transfer Rp. 1 milyar dan berencana untuk mentransfer Rp. 50 milyar. Namun ketika ditanyakan asal usul dan tujuan pembukaan rekening, nasabah hanya mengatakan bahwa rekening diperlukan untuk pembayaran kebutuhan pekerja sosial. Selain itu prinsip mengenal nasabah juga penting dengan meminta informasi kepada nasabah dan sebenarnya UU PPTPPU ini telah menunjukkan perannya sebagai produk hukum untuk mencegah terjadinya pencucian uang di Indonesia.

7Ibid 8

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 210 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 1 angka (5).


(21)

Akhirnya pihak bank tidak memenuhi permohonan pembukaan rekening nasabah tersebut. Dengan demikian, transaksi yang mencurigakan adalah transaksi antara nasabah bank dengan pihak lain yang menggunakan rekening bank sebagai sarana pencucian uang, bukan transaksi antara nasabah dengan bank yang bersangkutan. Ada ribuan teknik yang dapat digunakan untuk mengubah status uang haram dari hasil kejahatan menjadi uang hasil perolehan usaha yang halal. Salah satu cara yang jitu adalah dengan membuat uang haram terlihat seperti uang kemenangan dari permainan judi di suatu negara, selain itu dapat juga dilakukan dengan cara lain seperti transaksi derevatif, menjaminkan uang haram sebagai deposito dan sengaja memailitkan diri, pura-pura menjual barang antic atau membeli property yang harganya digelembungkan. Semua metode tersebut sangat mudah dilakukan, tetapi sangat sulit dibuktikan sebagai tindak pidana pencucian uang.9

Bank Sumut merupakan Bank Daerah Sumatera Utara yang telah melayani masyarakat Sumatera Utara sejak tahun 1961. PT Bank Sumut telah banyak memberikan kontribusi dalam pembangunan Daerah Sumatera Utara. PT. Bank Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat diketahui bahwa peranan perbankan selaku lembaga keuangan yang menjadi wadah singgahnya transaksi-transaksi keuangan mencurigakan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang sangatlah penting. Bank harus benar-benar jeli membaca transaksi-transaki yang mencurigakan agar upaya para pelaku untuk bertransaksi dengan maksud melakukan pencucian uang dapat dicegah.

9


(22)

Sumut memiliki visi yaitu Menjadi bank andalan untuk membantu dan mendorong pertumbuhan perekonomian dan pembangunan daerah di segala bidang serta sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dalam rangka peningkatan taraf hidup rakyat.

Sebagai salah satu bagian dalam lalu lintas pembayaran, Bank Sumut diwajibkan mendukung pencegahan tindak pidana pencucian uang. Atas dasar hal tersebut, maka tulisan ini lebih lanjut akan meneliti peranan PT. Bank Sumut tersebut dalam sebuah penelitian yang berjudul Analisis Hukum terhadap Upaya PT. Bank Sumut Cab. Utama Medan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010.

B. Permasalahan

Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum?

2. Bagaimana upaya yang dilakukan Bank Sumut dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum?


(23)

3. Apa hambatan-hambatan Bank Sumut dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan bagaimana upaya mengatasi hambatan tersebut?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis dan menjelaskan konsep pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum.? 2. Untuk menganalisis dan menjelaskan upaya yang dilakukan Bank Sumut

dalam pencegahan pemberantasan tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum?

3. Untuk menganalisis dan menjelaskan hambatan-hambatan Bank Sumut dalam melakukan pencegahan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan upaya mengatasi hambatan tersebut?


(24)

D. Manfaat Penelitian 1. Teoretis

Secara teoretis penelitian ini diharapkan akan menambah dan memperluas wawasan dan pengetahuan di bidang ilmu hukum, khususnya hukum perbankan dan hukum tentang pencucian uang (money laundering).

2. Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran upaya pembaharuan hukum ekonomi, khususnya dalam memberikan masukan bagi dunia perbankan dalam melakukan pemberantasan dan pencegahan tindak pidana pencucian uang.

b. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi dunia perbankan dalam membuat dan menjalankan kebijakan tentang upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

c. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi pedoman bagi masyarakat, khususnya bagi nasabah untuk lebih mengetahui tentang tindak pidana pencucian uang, sehingga dapat berperan aktif dalam upaya pencegahan dan pemberantasannya.


(25)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai “Analisis Hukum terhadap Upaya PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010” belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Jadi penelitian ini dapat disebut “asli” sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, dan objektif serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang sama, maka peneliti melakukan pengumpulan data tentang “Analisis Hukum terhadap Upaya PT. Bank Sumut Cab. Utama Medan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010”, dan juga pemeriksaan terhadap hasil-hasil penelitian yang ada mengenai hal-hal di atas, ternyata penelitian ini belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama oleh peneliti lainnya baik di lingkungan Universitas Sumatera Utara.

Dari hasil observasi yang telah dilakukan, ada beberapa tesis yang memiliki topik yang sama, namun dalam hal permasalahan dan pembahasannya jelas berbeda dengan isi tesis ini, yakni:

1. Yusuf/047005045, Penanggulangan Kejahatan Money laundering melalui Kebijakan Kriminal.


(26)

Permasalahan dalam penelitian ini difokuskan pada perkembangan pengaturan pencucian uang di Indonesia, karakteristik tindak pidana pencucian uang dan kebijakan penanggulangan kejahatan pencucian uang.

2. Irwan Anwar/047005031, Analisis Yuridis Peran Criminal Justice System

dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pencucian Uang

Penelitian ini memfokuskan permasalahan pada kriminalisasi tindak pidana pencucian uang di dalam hukum positif, peran criminal justice system dalam penanggulangan tindak pidana pencucian uang, serta beberapa faktor yang menghambat penanggulangan tindak pidana pencucian uang.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,10 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.11 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.12

10

M. Hisyam & J.J.J.M Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, (Jakarta: FE UI, 1996), hal. 203.

11Ibid

, hal. 16.

12


(27)

Fungsi teori di dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan menjelaskan hal yang akan diteliti, sehingga oleh karena penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, maka kerangka teori ini diarahkan secara khas ilmu hukum, dan secara khusus pada upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di dunia perbankan.

Sejalan dengan perkembangan teknologi, jasa-jasa perbankan dan globalisasi di sektor perbankan, dewasa ini bank telah menjadi sarana utama untuk kegiatan pencucian uang (money laundering) yang berasal dari tindak pidana atau aktivitas kriminal, dikarenakan perbankan banyak menawarkan jasa-jasa dan instrumen dalam lalu lintas keuangan yang dapat digunakan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul suatu dana. Penyimpangan uang hasil kejahatan dalam perbankan didukung dan memanfaatkan ketatnya ketentuan rahasia bank di seluruh dunia, karena bank adalah lembaga kepercayaan yang wajib merahasiakan simpanan nasabah. Dengan demikian, diperlukan penegakan hukum secara menyeluruh atas segala bentuk tindak pidana pencucian uang yang mungkin terjadi dalam dunia perbankan melalui penerapan instrumen-instrumen hukum yang mengatur tentang upaya yang wajib dilakukan oleh bank untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya tindak pidana pencucian uang. Oleh karena itu, teori yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah teori penegakan hukum (law enforcement).

Menurut Black’s Law Dictionary, penegakan hukum (law enforcement), diartikan sebagai “the act of putting something such as a law into effect; the


(28)

execution of a law; the carrying out of a mandate or command”.13 Secara sederhana dapat dikatakan bahwa penegakan hukum merupakan usaha untuk menegakkan norma-norma dan kaidah-kaidah hukum sekaligus nilai-nilai yang ada di belakangnya. Aparat penegak hukum hendaknya memahami benar-benar jiwa hukum (legal spirit) yang mendasari peraturan hukum yang harus ditegakkan, terkait dengan berbagai dinamika yang terjadi dalam proses pembuatan perundang-undangan (law making process).14

Selain itu dalam Black’s Law Dictionary, dengan editor Bryan A. Garner menerjemahkan penegakan hukum sebagai pertama;The detection and punishment of violations of the law. The term is not limited to the enforcement of criminal laws, for example, the Freedom of Information Act contains an exemption for law-enforcement purposes and furnished in confidence. That exemption is valid for the enforcement of a variety of noncriminal laws (such as national-security laws) as well as criminal laws. Kedua; Criminal justice. Ketiga; Police officers and other members of the executive branch of government charged with carrying out and enforcing the criminal law.

15

Satjipto Rahardjo membedakan istilah penegakan hukum (law enforcement) dengan penggunaan hukum (the use of law). Penegakan hukum dan penggunaan hukum adalah dua hal yang berbeda. Orang dapat menegakkan hukum untuk memberikan keadilan, tetapi orang juga dapat menegakkan hukum untuk digunakan

13

Black Henry Campbell, Black’s Law Dictionary. Edisi VI. (St. Paul Minesota: West Publishing, 1999), hal. 578.

14

Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Cetakan Kedua. (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2002), hal. 69.

15

Bryan A. Garner (Editor In Chief), Black’s Law Dictionary, (Seventh Edition. St. Paul Minesota: West Publishing, 1999), hal. 891.


(29)

bagi pencapaian tujuan atau kepentingan lain. Menegakkan hukum tidak persis sama dengan menggunakan hukum.16

Penegakan hukum merupakan sub-sistem sosial, sehingga penegakannya dipengaruhi lingkungan yang sangat kompleks seperti perkembangan politik, ekonomi, sosial, budaya, hankam, iptek, pendidikan dan sebagainya. Penegakan hukum harus berlandaskan kepada prinsip-prinsip negara hukum sebagaimana tersirat dalam UUD 1945 dan asas-asas hukum yang berlaku di lingkungan bangsa-bangsa yang beradab (seperti the Basic Principles of Independence of Judiciary), agar penegak hukum dapat menghindarkan diri dari praktik-praktik negatif akibat pengaruh lingkungan yang sangat kompleks tersebut.

17

Berdasarkan teori efektivitas hukum yang dikemukakan Soerjono Soekanto, efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor. Pertama; faktor hukumnya sendiri (undang-undang). Kedua; faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. Ketiga; faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. Keempat; faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. Kelima; faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

18

16

Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Cetakan Kedua, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2006), hal. 169.

17

Muladi. Op. cit. hal. 70.

18

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 8.


(30)

Relevan dengan teori efektivitas hukum yang dikemukakan Soerjono Soekanto tersebut, Romli Atmasasmita mengatakan faktor-faktor yang menghambat efektivitas penegakan hukum tidak hanya terletak pada sikap mental aparatur penegak hukum (hakim, jaksa, polisi dan penasihat hukum) akan tetapi juga terletak pada faktor sosialisasi hukum yang sering diabaikan.19

Konsepsi operasional tentang bekerjanya hukum dalam masyarakat dengan didasarkan pada dua konsep yang berbeda yaitu konsep tentang ramalan-ramalan mengenai akibat-akibat (prediction of consequences) yang dikemukakan oleh Lundberg dan Lansing tahun 1973 dan konsep Hans Kelsen tentang aspek rangkap dari suatu peraturan hukum.

20

Berdasarkan konsep Lundberg dan Lansing, serta konsep Hans Kelsen tersebut Robert B. Seidman dan William J. Chambliss menyusun suatu teori bekerjanya hukum di dalam masyarakat. Keberhasilan pelaksanaan suatu peraturan perundang-undangan sangat tergantung banyak faktor. Secara garis besar bekerjanya hukum dalam masyarakat akan ditentukan oleh beberapa faktor utama. Faktor-faktor tersebut dapat:21

a. Bersifat yuridis normatif (menyangkut pembuatan peraturan perundang-undangannya).

b. Penegakannya (para pihak dan peranan pemerintah).

19

Romli Atmasasmita, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia & Penegakan Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2001), hal. 55.

20

Ronny Hanitijo Soemitro, Perspektif Sosial dalam Pemahaman Masalah-Masalah Hukum,

(Semarang: CV Agung, 1989), hal. 23.

21

Suteki, Rekonstruksi Politik Hukum Tentang Hak Menguasai Negara Atas Sumber Daya Air Berbasis Nilai Keadilan Sosial (Studi Privatisasi Pengelolaan Sumber Daya Air), Disertasi pada Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 2008), hal. 34.


(31)

c. Serta faktor yang bersifat yuridis sosiologis (menyangkut pertimbangan ekonomis serta kultur hukum pelaku bisnis).

Faktor materi (substansi) suatu hukum atau peraturan perundang-undangan memegang peranan penting dalam penegakan hukum (law enforcement). Artinya di dalam hukum atau peraturan perundang-undangan itu sendiri harus terkandung dan bahkan merupakan conditio sine quanon di dalamnya keadilan (justice). Sebab, bagaimana pun juga hukum yang baik adalah hukum yang di dalamnya terkandung nilai-nilai keadilan.

Faktor yang tidak kalah pentingnya adalah faktor aparatur penegak hukum itu sendiri yang lazim juga disebut law enforcer (enforcement agencies). Relevan dengan hal tersebut B. M. Taverne mengatakan:

Geef me goede rechter, goede rechter commissarissen, goede officieren van justitieen, goede politie ambtenaren, en ik zal met een slecht wetboek van strafprosesrecht het goede beruken” bahwasanya berikan aku hakim, jaksa, polisi dan advokat yang baik, maka aku akan berantas kejahatan meskipun tanpa secarik undang-undang pun”.

Dengan kata lain, “berikan padaku hakim dan jaksa yang baik, maka dengan hukum yang buruk saya bisa mendatangkan keadilan.22

22

Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2006), hal. 6.

Artinya, bagaimana pun lengkapnya suatu rumusan undang-undang, tanpa didukung oleh aparatur penegak hukum yang baik, memilikki moralitas dan integritas yang tinggi, maka hasilnya akan buruk.


(32)

Hal yang sangat penting yang harus juga mendapat perhatian serius dari aparatur penegak hukum adalah tidak bersikap diskriminatif dalam penegakan hukum (law enforcement). Hukum seringkali hanya efektif terhadap pelaku-pelaku pelanggaran hukum masyarakat kelas menengah. Inilah yang pernah dikuatirkan Honore de Balzac sebagaimana dikutip Pillipe Sands bahwa hukum di dunia sudah berubah menjadi seperti sarang laba-laba, “Les lois sont des toiles d’araignees a tavers lesquelles passent les grosses mouches et ou restent les petites” (hukum, seperti sarang laba-laba, menangkap serangga-serangga kecil dan membiarkan yang besar-besar lolos).23 Atau yang dalam Bahasa Inggris disebut: “laws are spider webs through which the big flies pass and the little ones get caught”, artinya penegakan hukum hanya berlaku bagi “yang tidak mampu”. Diskriminasi dijalankan di mana penegakan hukum itu telah berubah dari pengayoman menjadi sarang laba-laba.24

“The most law-abiding citizen in the world, particulary when the law seem to him to be sensible; but no man is more ready to take offence when it broken. He doesn’t obey orders because they are given by one person in authority; he obeys orders when they are lawful orders, issued by a person who has legal authority to issue them.

Berkaitan dengan kepatuhan masyarakat terhadap suatu produk hukum, sangat tepat apa yang dikemukakan Ivor Jennings bahwa:

25

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa penegakan hukum merupakan usaha menegakkan norma-norma dan kaidah-kaidah hukum sekaligus nilai-nilai yang ada di

23

Satjipto Rahardjo, Lapisan-Lapisan Dalam Studi Hukum, (Malang: Bayumedia, 2008), hal. 111.

24

Tim Editor, Percikan Permenungan, Kumpulan Kata-Kata Mutiara, (Jakarta: Penerbit Mitra Utama, 1983), hal. 15.

25


(33)

belakangnya. Dengan demikian aparat penegak hukum hendaknya memahami benar-benar jiwa hukum (legal spirit) yang mendasari peraturan hukum yang harus ditegakkan, terkait dengan berbagai dinamika yang terjadi dalam proses pembuatan perundang-undangan (law making process).26

Penegakan hukum selalu melibatkan manusia di dalamnya dan melibatkan juga tingkah laku manusia. Hukum tidak dapat tegak dengan sendirinya, artinya hukum tidak mampu mewujudkan sendiri janji-janji serta kehendak-kehendak yang tercantum dalam (peraturan-peraturan) hukurn. janji dan kehendak tersebut, misalnya untuk memberikan hak kepada seseorang, memberikan perlindungan kepada seseorang, mengenakan pidana terhadap seorang yang memenuhi persyaratan tertentu dan sebagainya.27

Faktor manusia dalam hubungannya dengan penegakan hukum. Apabila di sini dilibatkan tingkah laku manusia, maka sesungguhnya hanya merupakan suatu kelanjutan saja dari metode yang dipakai. Dalam perumusannya secara negatif, metode tersebut menolak cara pengkajian hukum yang didasarkan pada apa yang tertera secara hitam-putih berupa peraturan hukum. Metode yang lazim disebut sebagai normatif-dogmatis, bertolak dari keharusan-keharusan yang tercantum dalam peraturan hukum dan menerimanya sebagai kenyataan. Dengan demikian, maka diabaikanlah keterlibatan manusia di dalam pembicaraannya. Tanda bahaya yang bersifat konservatif tentang terkikisnya otoritas, penyalahgunaan aktivisme hukum,

26

Muladi, Op. cit, hal. 69.

27


(34)

dan macet “hukum dan ketertiban” (law and order) diteriakkan dalam gerakan pembaruan kembali yang radikal yang berfokus pada mandul dan korupnya tertib hukum.28

Pencucian uang merupakan sarana bagi pelaku kejahatan untuk melegalkan uang hasil kejahatan dalam rangka menghilangkan jejak. Selain itu ternyata jumlah uang yang dicuci sangat besar, ini artinya hasil kejahatan tersebut telah mempengaruhi neraca keuangan nasional bahkan global dan menimbulkan kerugian yang sangat besar. Bahaya selanjutnya pencucian uang membuat para pelaku kejahatan terutama organized crime untuk mengembangkan jaringan dengan uang yang telah dicuci tersebut. Selain itu membuat para pelaku kejahatan seperti korupsi, narkotika dan kejahatan perbankan leluasa menggunakannya sehingga dengan demikian kejahatan-kejahatan tersebut akan semakin marak.

Berdasarkan uraian di atas dan dihubungkan dengan peran perbankan dalam upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang, sebagai suatu badan yang dibentuk oleh undang-undang, maka perbankan dapat digolongkan sebagai salah satu komponen yang memiliki peran sangat besar dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

29

28

Philippe Nonet dan Philip Selznick, Hukum Responsif, (Bandung: Penerbit Nusa Media, 2010), hal. 5

29

Yenti Garnasih, Kriminalisasi Terhadap Pencucian Uang Di Indonesia Dan Permasalahan Implementasinya. Makalah yang disampaikan pada Pelatihan Penerapan Undang-Undang Anti Pencucian Uang Untuk Memberantas Kegiatan Illegal Logging Di Wilayah Sumatera Utara, yang diselenggarakan Kepolisian Daerah Sumatera Utara dan USU (Di Medan: pada tanggal 10-11 Januari 2005), hal 5.


(35)

Pada umumnya pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar harta kekayaan hasil tindak pidananya susah ditelusuri oleh aparat penegak hukum sehingga dengan leluasa memanfaatkan harta kekayaan tersebut baik untuk kegiatan yang sah maupun tidak sah. Kondisi ini dilematis karena di satu pihak nasabah penyimpan dana pasti tidak menginginkan simpanannya dibocorkan oleh bank kepada pihak ketiga yang tidak bertanggung jawab, namun di lain pihak ketentuan tersebut justru dimanfaatkan oleh pelaku pencucian uang untuk menyembunyikan hasil kejahatannya.

Dalam konsep penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang, pelaku dan hasil tindak pidana dapat diketahui melalui penelusuran untuk selanjutnya hasil tindak pidana tersebut dirampas untuk negara atau dikembalikan kepada yang berhak. Apabila harta kekayaan hasil tindak pidana yang dikuasai oleh pelaku atau organisasi kejahatan dapat disita atau dirampas, dengan sendirinya dapat menurunkan tingkat kriminalitas. Untuk itu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang memerlukan landasan hukum yang kuat untuk menjamin kepastian hukum, efektivitas penegakan hukum serta penelusuran dan pengembalian harta kekayaan hasil tindak pidana.

Penelusuran harta kekayaan hasil tindak pidana pada umumnya dilakukan oleh lembaga keuangan melalui mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Lembaga keuangan memiliki peranan penting khususnya dalam menerapkan prinsip mengenali Pengguna Jasa dan melaporkan Transaksi tertentu kepada otoritas


(36)

(financial intelligence unit) sebagai bahan analisis dan untuk selanjutnya disampaikan kepada penyidik.

Lembaga keuangan tidak hanya berperan dalam membantu penegakan hukum, tetapi juga menjaga dirinya dari berbagai risiko, yaitu risiko operasional, hukum, terkonsentrasinya Transaksi, dan reputasi karena tidak lagi digunakan sebagai sarana dan sasaran oleh pelaku tindak pidana untuk mencuci uang hasil tindak pidana. Dengan pengelolaan risiko yang baik, lembaga keuangan akan mampu melaksanakan fungsinya secara optimal sehingga pada gilirannya sistem keuangan menjadi lebih stabil dan terpercaya.

Sebagai teori pendukung dalam penelitian ini digunakan teori tentang prinsip mengenal nasabah (Know Your Costumer Principle), yang wajib diterapkan oleh setiap lembaga keuangan bank dalam sistem lalu lintas perbankan. Prinsip Mengenal Nasabah atau yang lebih dikenal dengan istilah Know Your Customer Principle

(KYC) merupakan prinsip ke-15 dari 25 Core Principles for Effective Banking

Supervision dan Basel Committe. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003

tentang perubahan kedua atas peraturan Bank Indonesia Nomor 3/23/PBI/2001 tentang perubahan pertama atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle) dalam Pasal 1 ayat (2) mengartikan Prinsip Mengenal nasabah sebagai: “Prinsip yang diterapkan Bank untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi


(37)

nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan.”30

2. Konsepsi

Nasabah di dalam prinsip ini diartikan sebagai pihak yang menggunakan jasa bank, baik meliputi perorangan, perusahaan, lembaga pemerintah, perwakilan negara asing serta bank.

Sebagai salah satu entry bagi masuknya uang hasil tindak kejahatan, bank harus mengurangi risiko digunakannya sebagai sarana pencucian uang dengan cara mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau transaksi dan memelihara profil nasabah, serta melaporkan adanya transaksi keuangan yang mencurigakan (suspicious transactions) yang dilakukan oleh pihak yang menggunakan jasa bank. Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah atau lebih dikenal umum dengan Know Your

Customer Principle (KYC Principle) ini didasari pertimbangan bahwa KYC tidak

saja penting dalam rangka pemberantasan pencucian uang, melainkan juga dalam rangka penerapan prudential banking untuk melindungi bank dari berbagai risiko dalam berhubungan dengan nasabah dan counter-party.

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi adalah pendapat, pangakalan pendapat; Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition.31

30

Pasal 1 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasbah (Know Your Customer Principle)

31

Tan Kamello, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, (Medan: PPs USU), hal. 35.


(38)

Berikut ini disusun definisi operasional dari konsep-konsep yang terkait untuk menghindari perbedaan istilah yang mungkin timbul, yaitu:

a. PT. Bank Sumut Cab. Utama Medan adalah sebuah bank yang berdiri pada tahun

b. Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah suatu tindakan antisipasi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan seperti pengidentifikasian nasabah dengan jelas dengan cara pemantauan dan pengkinian terhadap profil nasabah sebelum tindak pidana pencucian uang terjadi.

c. Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan untuk memberantas tindak pidana pencucian uang seperti dilakukannya penundaan terhadap transaksi keuangan Nasabah.

d. Upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, serta pelaporan kepada pihak PPATK

e. Pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dalam ketetuan dalam Undang-Undang ini.32

32

Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 1 angka 1.


(39)

f. Transaksi keuangan mencurigakan adalah:33

1) Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik atau kebiasaan pola transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan;

2) Transaksi keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini;

3) Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; 4) Transaksi keuangan yang dimintakan oleh PPATK untuk dilaporkan oleh

Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana.

g. Nasabah PT Bank Sumut adalah pihak yang menggunakan jasa bank Sumut dan memiliki rekening pada Perbankan Bank Sumut.

h. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya.34

33

Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 1 angka 5.

34

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia: Ditinjau Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, dan Undang-Undang No.23 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No.3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia, Cet. III, (Jakarta: Kencana, 2007), hal.7.


(40)

i. Prinsip kehati-hatian adalah salah satu upaya meminimalkan risiko usaha dalam pengelolaan bank, baik melalui ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia maupun ketentuan intern bank yang bersangkutan.35

j. Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.36

k. Prinsip mengenal nasabah (know your costumers) adalah prinsip yang diterapkan Bank untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan.37

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang bersifat deskriptif analitis, yaitu berupa penggambaran, penganalisaan ketentuan-ketentuan yang berlaku, fakta-fakta yangada dalam praktek perbankan dalam mencegah dan mengantisipasi praktek pencucian uang secara sistematis. Dan yang menjadi jenis penelitian ini adalah Kualitatif yakni melalui uraian-uraian yang menjabarkan semua data penelitian. Metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum

35

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa, Pasal 4.

36

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 1 butir 28.

37

Peraturan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles), PBI No.3/10/ PBI/2001. LN No.78 Tahun 2001, TLN No.4107.


(41)

dari sisi normatifnya.38

2. Sumber Data

Logika keilmuan yang juga dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri. Metode penelitian hukum normatif ini didasarkan data sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif dan didukung oleh data lapangan dalam bentuk hasil wawancara.

Sumber-sumber penelitian dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder, dan bahan-bahan hukum tertier sebagai berikut:

a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh dari lapangan melalui teknik wawancara dengan pejabat/ pegawai pada PT. Bank Sumut Cab Utama Zainul Arifin Medan

b. Data Sekunder, yang terdiri dari: 1) Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang.39

38

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: UMM Press, 2007), hal. 57.

39

Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1988), hal. 19.

Dalam penelitian ini bahan hukum primer diperoleh melalui Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak


(42)

Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, PBI No. 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan dan peraturan terkait lainnya.

2) Bahan Hukum Sekunder

Yaitu semua dokumen yang merupakan informasi, atau kajian yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu seminar-seminar, jurnal-jurnal hukum, majalah-majalah, koran-koran, karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber dari internet.

3) Bahan hukum tertier

Yaitu merupakan bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, jurnal, artikel, majalah dan sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi dokumentasi. Studi tersebut sangat berguna dalam membantu penelitian ilmiah untuk memperoleh pengetahuan yang dekat dengan gejala yang dipelajari, dengan memberikan pengertian penyusunan persoalan yang tepat,


(43)

mempertajam perasaan untuk menilai, membuat analisis dan membuka kesempatan memperluas pengalaman ilmiah.40

Studi dokumen sebagai sarana/ alat pengumpul data lebih diutamakan diajukan kepada dokumen pemerintah yang termasuk kategori dokumen yang lebih dapat dipercaya daripada dokumen-dokumen lain.41

a. Data primer, diperoleh melalui teknik wawancara dengan pejabat Bapak Novans selaku Pimpinan Divisi APU dan PPT di Kantor Pusat Bank Sumut dan Bapak Robin Purba selaku Pegawai Divisi APU dan PPT.

Alat yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini hanya melakukan studi dokumen, yaitu mempelajari dan memahami bahan pustaka yang berkaitan dengan Upaya PT. Bank Sumut dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Studi pustaka ini tersedia, baik si kepustakaan, perkumpulan, organisasi, instansi, dan juga yang ada di masyarakat bahkan peraturan internal PT. Bank Sumut mengenai upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang namun sifatnya tertulis.

Pengumpulan data mempunyai hubungan erat dengan sumber data, karena dengan pengumpulan data akan diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya dianalisis sesuai dengan kehendak yang diharapkan. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam penelitian ini digunakan alat pengumpulan data sebagai berikut:

40

Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1991), hal. 65.

41

Sartono Kartodirjo, Metode Penyusunan Bahan Dokumen, dalam Koentjaraningrat,


(44)

b. Data sekunder dikumpulkan melalui studi kepustakaan, yaitu mempelajari referensi umum (perundang-undangan, peraturan, buku-buku teks, kamus dan sebagainya) dan referensi khusus (jurnal, laporan penelitian).

4. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. Dalam penelitian ini, data yang diperoleh disajikan secara kualitatif dengan menggunakan deskriptif analitis, yaitu dengan mendeskripsikan data-data seperti hasil wawancara dan peraturan seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, PBI Nomor 11/28/PBI/2009 serta Peraturan Direksi PT. Bank Sumut mengenai Pedoman Pelaksanaan Penerapan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pedanaan Terorisme Di Lingkungan PT. Bank Sumut yang telah diperoleh ke dalam bentuk penjelasan-penjelasan. Yang mana nantinya penjelasan-penjelasan yang telah terbentuk tersebut dapat menjadi jawaban atas rumusan masalah yang terdapat dalam tesis ini yakni tentang Upaya PT. Bank Sumut dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.


(45)

BAB II

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG YANG DIATUR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 8

TAHUN 2010 DAN PBI NO. 11/28/PBI/2009 TENTANG PENERAPAN PROGRAM PENCUCIAN UANG DAN

PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME BAGI BANK UMUM

A. Tinjauan terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang 1. Pengertian Pencucian Uang.

Pada saat ini, lebih dari sebelumnya, pencucian uang atau yang dalam istilah Inggrisnya disebut money laundering, sudah merupakan fenomena dunia dan merupakan tantangan internasional.42

Secara sederhana, pencucian uang adalah suatu praktek pencucian uang panas atau kotor (dirty money), yaitu uang berasal dari praktek-praktek illegal seperti korupsi, perdagangan wanita dan anak-anak, terorisme, penyuapan, penyelundupan, penjualan obat-obat terlarang, judi, prostitusi, tindak pidana perbankan dan

Sampai saat ini belum ada definisi yang universal dan komprehensif mengenai apa yang dimaksud dengan pencucian uang atau money laundering. Pihak penuntut dan lembaga penyidikan kejahatan, kalangan pengusaha dan perusahaan, serta negara-negara yang telah maju dan lembaga-lembaga internasional masing-masing mempunyai definisi sendiri berdasarkan prioritas dan perspektif yang berbeda. Definisi untuk tujuan penuntutan lebih sempit dibandingkan dengan definisi untuk tujuan penyidikan.

42

Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2007), hal. 1.


(46)

praktek tidak sehat lainnya. Untuk ‘membersihkannya’, uang tersebut ditempatkan

(placement) pada suatu bank atau tempat tertentu untuk sementara waktu sebelum

akhirnya dipindahkan ke tempat lain (layering), misalnya melalui pembelian saham di pasar modal, transfer valuta asing atau pembelian suatu asset. Setelah itu, si pelaku akan menerima uang yang sudah bersih dari ladang pencucian berupa pendapatan yang diperoleh dari pembelian saham, valuta asing atau asset tersebut (integration).

Welling mengemukakan bahwa:

“Money laundering is the process by which one conceals the existance,illegal source, or illegal application of income, and than disguises that income to make it appear legitimate.”43

“Money laundering is quite simply the process through which “dirty” money (proceeds of crime), is washed through “clean” or legitimate sources and enterprises so that the “bad guys” may more safely enjoy their ill’ gotten gains.”

(pencucian uang yaitu suatu proses dimana seseorang mengaburkan keberadaan, sumber ilegal atau aplikasi pemasukan yang ilegal dan menyamarkan pendapatan tersebut supaya terlihat sah di mata hukum).

Sedangkan Fraser mengemukakan bahwa:

44

43Ibid.

, hal. 2.

44

David Fraser, “Lawyers, Guns and Money: Economics and Ideology on the Money Trail” dalam Brent Fisse, David Fraser & Graeme Coss, The Money Trail (Confiscation of Proceeds of Crime, Money laundering, and Cash Transaction Reporting), (Sydney: The Law Book Company Limited, 1992), hal. 257.


(47)

di mana uang haram dicuci melalui sumber-sumber yang “bersih” dan sah sehingga para penjahat dapat menikmati uang tersebut secara aman).

Pamela H. Bucy dalam bukunya yang berjudul White Collar Crime: Casesand Materials memberikan pengertian sebagai berikut:

“Money laundering is the concealment of the existence, nature or illegal source of illicit funds in such a manner that the funds will appear legitimate if discovered.”45

“The process by which one conceals or disguises that true nature, source, disposition, movement or ownership of money for whatever reason.”

(pencucian uang yaitu kegiatan mengaburkan keberadaan sumber keuangan yang ilegal yang dilarang oleh hukum sehingga dana tersebut akan kelihatan sah jika ditemukan).

David A. Chaikin memberikan definisi money laundering, sebagai berikut:

46

45

Pamela H. Bucy, White Collar Crime: Cases and Materials, (St. Paul, Minn: West Publishing Co., 1992), hal. 128.

46

David Fraser, Op. cit., hal. 258.

(pencucian uang yaitu suatu proses dalam rangka mengaburkan atau menyamarkan keberadaan, sumber, letak, pergerakan atau kepemilikan dari suatu uang untuk alasan apapun).

Financial Task Force on Money laundering (FATF) yang dibentuk oleh G-7 Summit di Paris tahun 1982 juga tidak memberikan definisi mengenai apa yang dimaksudkan dengan money laundering, tetapi memberikan uraian mengenai money laundering sebagai berikut:


(48)

“The goal of large number of criminal acts is to generate a profit for the

individual or group that carries out the act. Money laundering is the

processing of these criminal proceeds to disguise their illegal origin. This process isa of critical importance, as it enables the criminal to enjoy these profits without jeopardising their course. Illegal arms sales, smuggling, and the activities of organised crime, including for example drug trafficking and prostitution rings, can generate huge sums. Embezzlement, insider trading, bribery, and computer fraud schemes can also produce large profits and create the incentive to “legitimise” the ill-gotten gains through money

laundering. When a criminal activity generates substantial profit, the

individual or group involved must find a way to control the funds without

attracting attention to the underlying activity or the persons involved.

Criminals do this bydisguising the source, changing the form, or moving the funds toa place where they are less likely to attract attention.”47

a. The conversion or transfer of property, knowing that such property is

derived from criminal activity of from an act of participation in such activity, for the purpose ofconcealing or disguising the illicit origin of the property or of assisting any person who is involved in the commision of such activity to evade the legal consequences of his action,

Dalam Council Directive of 10 June 1991 on prevention of the use of the

financial system for the purpose on money laundering (91/308/EEC) yang

dikeluarkan oleh The Council of the European Communities (EC) dikemukakan definisi mengenai money laundering sebagai berikut:

“Money laundering; means the following conduct where commited intentionally:

b. The concealment or disguise of the true nature, source, location,

disposition, movement, rights with respect to, or ownership of property, knowing that such property is derived from criminal activity or from an act of participation in such activity,

c. The acquisition, possesion or use of property, knowing, at the time of

receipt, that suchproperty was derived from criminal activity or from an act of participation in suchactivity,

d. Participation in, association to commit, attempts to commit and aiding, abetting,facilitating and counselling the commission of any of the actions mentioned in the forgoing paragraphs, Knowledge, intent or purpose required as an element of the above mentioned activities may be inferred from objective factual circumstances.”48

47

Financial Action Task Force in Money laundering, “Basic Fact about Money laundering.”

<http://www.fatf-gafi.org/mlaundering-en.htm.>, diakses 29 Februari 2012

48


(49)

Department of Justice Canada mengemukakan bahwa:

“Money laundering is the conversion or transfer of property, knowing that such property is derived from criminal activity, for the purpose of concealing the illicit nature and origin of the property from government authorities.”49

Criminal and their associates use the financial system to make payment and transfers of funds from one account to another; to hide the source and beneficial ownership of money; and to provide storage for bank notes through a safe-deposit facility. This activities are commonly referred to as money-laundering.”

Dalam Statement on Prevention of Criminal Use of the Banking System for the

Purpose of Money laundering yang dikeluarkan pada bulan Desember 1988,

Basel Committee tidak memberikan definisi mengenai apa yangdimaksudkan dengan

money laundering, tetapi menjelaskan mengenai apa yang dimaksudkan dengan

money laundering itu dengan memberikan beberapa contoh kegiatan yang tergolong

kegiatan-kegiatan yang disebut money laundering.

Dikemukakan dalam Statement tersebut antara lain sebagai berikut:

50

Sementara itu Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 memberikan definisi mengenai pencucian uang dalam Pasal 1 angka 1 yang berbunyi sebagai berikut: “Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

51

49

Department of Justice Canada, Solicitor General Canada, Electronic Money laundering: An Environmental Scan, (Canada: Department of Justice, 1998), hal. 4.

50

Robert C. Effros, ed., Current Legal Issues Affecting Central Banks, Vol. 2, (Washington: International Monetary Fund, 1994), hal. 327.

51

UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, ps. 1 angka 1.


(50)

Selanjutnya menurut Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) dalam Undang-undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, diberikan batasan kegiatan yang termasuk kegiatan pencucian uang, yaitu:52

1. Menempatkan, mentransferkan, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana

2. menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.

3. menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah,sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.

Dari beberapa definisi dan penjelasan mengenai apa yang dimaksudkan dengan money laundering, dapat disimpulkan bahwa: “Pencucian uang atau money

laundering adalah rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh

seseorang atau organisasi terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari tindak pidana, dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang

52Ibid.


(51)

tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana, dengan cara antara lain dan terutama memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system) sehingga uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang yang halal.”53

Money laundering”, menurut Jeffrey Robinson dalam tulisannya yang berjudul

The Laundryman, “is all about sleight of hand. It is a magic trick for wealth creation. It is, perhaps, the closest anyone has ever come to alchemy.”54

“The lifeblood of drug dealers, fraudsters, smugglers, kidnappers, arms dealers, terrorist,extortionists adn tax evaders, myth has it that the term was

coined by Al Capone, who, like his arch rical George ‘Bugs’ Moran, used a

string of coin-operated Laundromats scatted around Chicago to disguise his

revenue from gambling, prostitution, racketeering, and violation of the

Prohibition laws.”

Berkenaan dengan sejarah istilah money laundering, beliau mengemukakan sebagai berikut:

55

“Money laundering is called what it is because that perfectly describes what takes placeillegal, or dirty, money is put through a cycle of transactions, or washed, so that it come out the other end as legal, or clean, money. In other words, the source of illegally obtained fundsis obscured through a succession of transfer and deals in order that those same funds caneventually be made to reappear as legitimate income.”

Tetapi menurut beliau uraian tersebut di atas hanyalah isapan jempol belaka. Dikemukakan olehnya: “It is a neat story-but not true”. Menurutnya:

56

53

Sutan Remy Sjahdeini, Op. cit., hal. 5.

54

Jeffrey Robinson, The Laundryman, (Simon & Schuster, 1994), hal. 3.

55Ibid. 56Ibid.

Money laundering” sebagai sebutan


(52)

Penggunaan pertama kali di surat kabar adalah berkaitan dengan pemberitaan mengenai skandal Watergate di Amerika Serikat pada tahun 1973. Sedangkan penggunaan sebutan tersebut dalam konteks pengadilan atau hukum muncul untuk pertama kalinya tahun 1982 dalam perkara US v $4.255.625,39 (1982) 551 F Supp. 314. Sejak itu, istilah tersebut telah diterima dan digunakan secara luas di seluruh dunia.57

2. Sejarah Ringkas Praktik Pencucian Uang58

Sejak Tahun 1980-an praktik pencucian uang sebagai suatu tindak kejahatan telah menjadi pusat perhatian dunia barat, terutama dalam konteks kejahatan peredaran obat-obat terlarang (psikotropika dan narkotika). Perhatian yang cukup besar itu muncul karena besarnya hasil atau keuntungan yang dapat diperoleh dari penjualan obat-obat terlarang tersebut. Selain itu juga karena adanya kekhawatiran akan dampak negatif dari penyalahgunaan obat-obat terlarang di masyarakat serta dampak lain yang mungkin ditimbulkannya. Keadaan ini kemudian menjadi perhatian serius banyak negara untuk melawan para pengedar obat-obat terlarang melalui hukum dan peraturan perundang-undangan agar mereka tidak dapat menikmati uang haram hasil perdagangan obat-obat terlarang tersebut. Sementara itu, pemerintah negara-negara tersebut juga menyadari bahwa organisasi kejahatan melalui uang haram yang dihasilkannya dari penjualan obat terlarang bisa mengkontaminasi dan

57

Billy Steel, “Money laundering-A Brief History,” <http://www.laundryman.unet. com.>, diakses 29 Februari 2012.

58

Priyanto, dkk, Rezim Anti Pencucian Uang Indonesia: Perjalanan 5 Tahun, (Jakarta: PPATK, 2007), hal. 14


(53)

menimbulkan distorsi di segala aspek baik pemerintahan, ekonomi, politik dan sosial. Sekarang ini fakta menunjukkan bahwa pencucian uang sudah menjadi suatu fenomena global melalui infrastruktur finansial internasional yang beroperasi selama dua puluh empat (24) jam sehari.

Pengedar obat terlarang di beberapa negara dan wilayah perbatasan internasional telah memberikan kontribusi yang besar terhadap internasionalisasi kejahatan. Negara-negara penghasil obat terlarang seperti kokain dan heroin pada umumnya bukanlah negara yang mengkonsumsinya, melainkan mereka menjualnya ke negara lain dengan menggunakan sarana transportasi darat, laut ataupun udara. Setiap pengangkutan barang atau pendsitribusian obat-obat terlarang tersebut selalu berhadapan dengan petugas bea dan cukai di masing-masing negara. Kasus-kasus baru di AS, terutama di wilayah perbatasan dengan meksiko, mengungkapkan adanya jaringan-jaringan yang menghubungkan kedua negara tersebut. Penyelundupan melalui pesawat merupakan cara yang umum untuk memindahkan obat terlarang antara kedua negara, termasuk juga penggunaan jasa kurir untuk mengangkut obat-obat terlarang sampai ke pesawat komersial. Dengan demikian pola-pola penyelundupan obat-obatan terlarang sebenarnya cukup mudah untuk dideteksi oleh petugas bea dan cukai.

Kesadaran akan berbagai dampak buruk yang ditimbulkan oleh praktik pencucian uang telah mengangkat persoalan pencucian uang menjad isu yang lebih penting daripada era sebelumnya. Kemajuan komunikasi dan transportasi membuat dunia terasa semakin sempit, sehingga penyembunyian kejahatan dan hasil kejahatan


(1)

4. PT. Bank Sumut disarankan untuk membuat suatu peraturan Direksi yang terbaru dalam hal mencegah dan memberantas tinddak pidana pencucian uang mengingat banyaknya kemajuan modus baru yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana dalam melakukan aksi pencucian uang sehingga diharapkan dengan adanya Peraturan Direksi yang baru dapat menangkal dijadikan nya PT. Bank Sumut sebagai wadah aksi tindak pidana pencucian uang.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Amiruddin dan Asikin, Zainal, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006.

Atmasasmita, Romli, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia & Penegakan Hukum, Bandung: Mandar Maju, 2001.

Bank Sumut, Buku Pedoman Kepatuhan: Anti Pencucian Uang dan Prinsip Mengenal Nasabah, (PT. Bank Sumut)

Campbell, Black Henry, Black’s Law Dictionary. Edisi VI. St. Paul Minesota: West Publishing, 1999.

Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000.

Garner, Bryan A (Editor In Chief), Black’s Law Dictionary, Seventh Edition. St. Paul Minesota: West Publishing, 1999.

Hartono, Sunaryati FG, Apakah The Rule of Law Itu? Bandung: Alumni, 1969. Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia: Ditinjau Menurut

Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, dan Undang-Undang No.23 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No.3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia, cet. III, Jakarta: Kencana, 2007.

Hisyam, M & Wuisman, J.J.J.M, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, Jakarta: FE UI, 1996.

Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: UMM Press, 2007.

Iswardono, Uang dan Bank, Yogyakarta: BPFE, 1991.

Kamello, Tan, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, Medan: PPs USU.


(3)

Kartodirjo, Sartono, Metode Penyusunan Bahan Dokumen, dalam Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: LIPI, Jakarta, 1973.

Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia, 1991. Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994.

Mertokusumo, Soedikno, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Liberty, 1988.

Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Cetakan Kedua. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2002.

Nonet, Philippe dan Selznick, Philip, Hukum Responsif, Bandung: Penerbit Nusa Media, 2010.

Raharjo, Satjipto, Penegakan Hukum, Yogyakarta: Genta Publishing, 2009.

______________, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Cetakan Kedua, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2006.

______________, Membedah Hukum Progresif, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2006.

______________, Lapisan-lapisan Dalam Studi Hukum, Malang: Bayumedia, 2008. Soekanto, Soerjono, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 2008.

Soemitro, Ronny Hanitijo, Perspektif Sosial dalam Pemahaman Masalah-masalah

Hukum, Semarang: CV Agung, 1989.

Sutantio, Retnowulan, Rahasia Bank Suatu Tinjauan Dari Segi Hukum Perdata dan Pidana, Jakarta: Mahkamah Agung RI, 1994.

Tim Editor, Percikan Permenungan, Kumpulan Kata-Kata Mutiara, Jakarta: Penerbit Mitra Utama, 1983.


(4)

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-undang No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa.

Peraturan Bank Indonesia

Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/28/PBI/2009 Tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Umum

Surat-Surat dan Keputusan-Keputusan

Peraturan Direksi PT. Bank Sumut Nomor 002/DIR/DKEP-MR/PBS/2007 tanggal 25 Mei 2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah (P4MN).

Peraturan Direksi PT. Bank Sumut Nomor 002/Dir/DKMR-CQA/PBS/2010 tanggal 17 Februari 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerapan Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme Di Lingkungan PT. Bank Sumut

Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi keuangan Nomor: PER-12/1.02.1/PPATK/09/11


(5)

Makalah dan Surat Kabar

Garnasih, Yenti, Kriminalisasi Terhadap Pencucian Uang Di Indonesia Dan Permasalahan Implementasinya. Makalah yang disampaikan pada Pelatihan Penerapan Undang-Undang Anti Pencucian Uang Untuk Memberantas Kegiatan Illegal Logging Di Wilayah Sumatera Utara, yang diselenggarakan Kepolisian Daerah Sumatera Utara dan USU (Di Medan: pada tanggal 10-11 Januari 2005.

Hermawan, Dadang, “Memberantas Pencucian Uang”, Pikiran Rakyat, 1 Juli 2002. Rahardjo, Satjipto, Peningkatan Wibawa Hukum Melalui Pembinaan Budaya Hukum,

Jakarta: Makalah Pada Lokakarya Pembangunan Bidang Hukum Repelita VII, BPHN, 1997.

Suteki, Rekonstruksi Politik Hukum Tentang Hak Menguasai Negara Atas Sumber Daya Air Berbasis Nilai Keadilan Sosial (Studi Privatisasi Pengelolaan

Sumber Daya Air), Disertasi pada Program Doktor Ilmu Hukum Universitas

Diponegoro Semarang, 2008.

Internet

Pelaksanaan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pencucian Uang dalam kaitan dengan kegiatan pengawasan dan pengaturan pedagang valuta asing bukan bank, http://bankirnews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=121 3. Diakses tanggal 20 Januari 2011.

Edwin Nurhadi “Prinsip Mengenal Nasabah dan Anti Pencucian Uang”

I Ktut Sudiharsa, “Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang di Perbankan”, http://sudiharsa. wordpress.com/2007/06/20/pencegahan-dan-pemberantasan-pencucian-uang-di-perbankan/. Diakses tanggal 20 Januari 2012.

Idham Timin, Andi Sofyan dan H.M. Djafar Saidi ,” Kedudukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dalam kaitan Pemberantasan Tindak Pidana PencucianUang,”

Diakses pada tanggal 30 April 2012


(6)

Sudharsa, Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang,

Yunus Husein, “Beberapa Petunjuk Bagi Bank Dalam Mewaspadai Kejahatan

Pencucian Uang”, http:// Yunushusein.wordpress.com /2007/26_beberapa_petunjuk-bagi-bank_yhx.pdf, diakses tanggal 29 Maret 2012.


Dokumen yang terkait

Analisis Hukum Terhadap Upaya PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan PBI Nomor 11/28/PBI/2009

0 68 159

Analisis Yuridis Tentang Penentuan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) Dalam UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

2 66 142

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Perpajakan Melalui Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

1 69 151

Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Dilakukan Oleh Korporasi Menurut UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

2 82 117

Pembuktian Terbalik Dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang

3 71 102

Tindak Pidana Pencucian Uang Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Jo. Undang-Undang Nomor 25...

0 19 3

Formulasi Kewajiban Pelaporan Terhadap Gatekeeper sebagai Pihak Pelapor dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

0 10 101

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Terhadap Upaya PT. Bank Sumut Cabang Utama Medan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan PBI Nomor 11/28/PBI/2009

0 2 29

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG - Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Dilakukan Oleh Korporasi Menurut UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

0 0 35

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Dilakukan Oleh Korporasi Menurut UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

0 0 15