Analisis Bahan Mengatasi Kecukupan Modal

Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 a Studi Kepustakaan Library Research Sehubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini, maka pengumpulan data dilakukan dengan melalui studi kepustakaan, dikumpulkan melalui studi literatur, dokumen dan dengan mempelajari ketentuan peraturan perundang- undangan, buku-buku hukum, artikel, literatur dan dokumen yang berhubungan dengan topik penelitian ini. b Wawancara interview Untuk mendapatkan lebih lanjut atas data pendukung yang diperoleh, dilakukan wawancara kepada sumber-sumber informasi, seperti pejabat – pejabat PT.Bank Sumut setingkat Pimpinan Divisi dan Staf Ahli yang menangani danatau mengetahui pelaksanaan rekapitalisasi.

5. Analisis Bahan

Adapun bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian studi kepustakaan, aturan perundang-undangan, jurnal-jurnal dan artikel yang berkaitan dikumpulkan selanjutnya ditelaah, dikaji dan dianalisis secara deskriptif untuk menjawab dan memberikan solusi serta pendapat atas permasalahan yang sudah dikemukakan diatas.

6. Lokasi Penelitian

Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 Lokasi penelitian adalah Kantor Pusat PT.Bank SUMUT yang terletak di Gedung Bank Sumut, Jalan Imam Bonjol No.18 Medan.

BAB II PELAKSANAAN REORGANISASI PERUSAHAAN

PERBANKAN DI INDONESIA

A. Reorganisasi Perusahaan

Reorganisasi yang dalam bahasa Inggeris disebut “Reorganization” diartikan penyusunan kembali. 60 “The Bankruptcy Act covers several type of bankruptcy proceedings. In this chapter our focus will be on 1 straight bankruptcy liquidation, 2 reorganizations and 3 consumer debt adjusments” Reorganisasi bertujuan untuk menyehatkan perusahaan dalam mengatasi kegagalan usahanya agar dapat bertahan hidup. Hukum di Amerika Serikat telah memberlakukan reorganisasi perusahaan untuk mengatasi keadaan debitur yang mengalami kesulitan untuk membayar utang- utangnya. Menurut hukum tersebut bagi debitur yang mengalami kesulitan dalam membayar utang-utangnya diberikan beberapa pilihan: 61 “When a business is broken up and sold to pay creditor claims, the assets value often shrinks greatly. A going concern is usually able to pay off its debts better than a dead business. Chapter Eleven is a complex area of bankruptcy law permitting rehabilitation of dying businesses by reorganizations. Sole proprietorships . 60 S.Wojowasito-Tito Wasito W, op.cit hlm 176. 61 Donnel, John D., et.al. Law For Business Illinois : Irwin Home Wood,1983 hlm 710. Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 are entitled to its protections,too. Either the debtor or creditors may petition for reorganization”. 62 Chapter 11 of the Bankruptcy Act yang merupakan hukum kepailitan di Amerika Serikat, memberikan alternatif untuk memecahkan problema-problema finansial yang dihadapi seorang debitur dengan menyusun rencana restrukturisasi yang disebut reorganisasi perusahaan. 63 Ketentuan Chapter 11 ini dapat digunakan oleh hampir semua bidang usaha 64 Kebangkrutan biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba. Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi perusahaan atau penutupan perusahaan atau insolvabilitas. Kebangkrutan dapat juga diartikan suatu proses yang dilakukan oleh seorang debitur dengan mengisi suatu petisi yang menyatakan bahwa ia tidak mampu untuk 62 Bruce D. Fisher, Law For Business St.Paul: West Publishing Co, 1986 hlm 722 63 Syamsudin Manan Sinaga, Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Restrukturisasi Utang Pada Penundaaan Kewajiban Pembayaran Utang Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2000 hlm 14. Apabila hal tersebut dilakukan akan memberikan keuntungan kepada debitur, yaitu : 1. Menghindarkan debitur dari kepailitan. 2. Memungkinkan debitur untuk tetap menjalankan bisnisnya 3. Para kreditur yang menolak rencana restrukturisasi, terpaksa menyetujuinya apabila rencana restrukturisasi tersebut telah mendapat persetujuan pengadilan. Bila restrukturisasi tersebut berhasil, maka kreditur akan mendapat keuntungan dibandingkan jika debitur dipailitkan. 64 Ibid, hlm 15, all business enterprise, including individual proprietorships, partnerships and corporation, kecuali ; 1. Bank 2. Saving and loan associations 3. insurance companies 4. commodities brokers, stockbrokers Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 memenuhi kewajiban-kewajibanya atau hutang-hutangnya dan bersedia dinyatakan bangkrut. 65 Rencana reorganisasi pada hakekatnya adalah sebuah kesepakatan antara seorang debitur dan beberapa kreditur. Hal itu mungkin merupakan rekapitalisasi perusahaan debitur dan atau memberi pada kreditur beberapa saham perusahaan sebagai pengganti sebagian atau seluruh utang-utang perusahaan. 66 Restrukturisasi merupakan induk dari berbagai upaya perusahaan untuk memperbaiki kinerja di masa depan. Restrukturisasi korporat pada prinsipnya merupakan kegiatan atau upaya untuk menyusun ulang komponen-komponen korporat supaya masa depan korporat memiliki kinerja yang lebih baik. Komponen yang disusun ulang tersebut bisa aset perusahaan, pendanaan perusahaan, organisasi, pembagian kerja, orang-orang dalam perusahaan, atau apa saja yang merupakan kekayaan dan dalam kendali korporat. Biasanya restrukturisasi dikelompokkan ke dalam tiga kategori besar: restrukturisasi portofolio, restrukturisasi finansial dan restrukturisasi organisasi. 67 Reorganisasi dapat dibedakan : 68 a. Reorganisasi yuridis, yaitu reorganisasi yang terjadi apabila ada perubahan bentuk hukum perusahaan atau badan usaha. Perubahan ini mempunyai akibat 65 http:rdtloom.wordpress.com20090113kebangkrutan-dan-reorganisasi. Diakses tanggal 26 Mei 2009. Dalam Black’s Law Dictionary, Bankrupt didefinisikan “ The state or condition of one who is unable to pay his debts as they ar or become due” 66 Ibid, hlm 15 67 Bramantyo Djohanputro, Restrukturisasi Perusahaan Berbasis Nilai: Strategi Menuju Keunggulan Bersaing Jakarta: Penerbit PPM,2004 hlm 24 68 Bambang Riyantu, loc.cit Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 hukum, misalnya bentuk perusahaan perseorangan dirubah menjadi partnership atau bentuk perusahaan partnership dirubah menjadi Perseroan Terbatas. Dengan demikian reorganisasi yuridis pada dasarnya merubah bentuk. Perubahan bentuk pada hakekatnya mempengaruhi hak dan kewajiban dari pada pemilik. b. Reorganisasi struktural, yaitu penyusunan kembali struktur organisasi. Dalam reorganisasi struktural tidak ada akibat keluar tetapi mempunyai akibat kedalam. Misalnya struktur organisasi fungsional dirubah menjadi struktur organisasi garis. c. Reorganisasi finansial, yaitu reorganisasi yang terjadi apabila ada perubahan struktur modal. Struktur modal disusun kembali karena perusahaan mengalami kesulitan permodalan. 69 Salah satu cara reorganisasi perusahaan adalah berupa reorganisasi finansial yaitu dilakukan dengan penambahan atau pengurangan modal. Penambahan atau pengurangan modal dapat dilaksanakan oleh pemegang saham yang sudah ada. Namun apabila kemampuan keuangan pemegang saham yang sudah ada tidak memungkinkan, penambahan modal dilakukan dengan cara mengundang investor baru. Disamping itu jika melihat dari hakekatnya reorganisasi perusahaan adalah untuk menyehatkan kinerja perusahaan, tentunya perusahaan dapat melakukan 69 Wasis, op.cit hlm 205,206 Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 kebijakan antara lain : perluasan perusahaan secara internal, peningkatan modal ekuitas dari sumber eksternal perusahaan, ekspansi usaha, penurunan modal dan perampingan perusahaan secara yuridis. Sehingga bentuk reorganisasi diperluas dan dapat dilakukan dengan cara : 70 1. Penggabungan Merger 2. Peleburan consolidation 3. Pengambilalihan acquisition 4. Privatisasi 5. Pengambilalihan oleh pemerintah 6. Rekapitalisasi 7. Restrukturisasi Utang Reorganisasi pada umumnya adalah pengaturan untuk memperbaiki susunan kapital suatu perseroan agar kondisi finansial menjadi lebih sehat dan kuat. Mengingat bahwa maksud diadakannya reorganisasi terutama untuk perbaikan struktur modalnya untuk kemudian supaya mempermudah future financingnya, maka tindakan utama yang harus dilakukan adalah tindakan menghilangkan saldo kerugian. 71 70 Bramantyo Djohanputro, op.cit hlm 33 71 Bambang Riyanto, op.cit hlm 252 Tindakan ini secara khusus dapat disebut recapitalization, yang dilakukan kepada suatu perseroan yang jatuh bangkrut, yang menetapkan, bahwa para pemegang saham, pemegang obligasi, dan para kreditur menyetujui satu sama lain akan menyerahkan kepentingan-kepentingan dan tuntutan-tuntutannya, untuk Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 melakukan restrukturisasi finansial sehingga dapat menyelesaikan hutang-hutang perseroan dan melanjutkan usaha-usahanya. Langkah-langkah reorganisasi: Pertama, menentukan Nilai Perusahaan, penilaian yang sering digunakan, dan yang termasuk sederhana, adalah menghitung nilai perusahaan berdasarkan tingkat kapitalisasi; Kedua, menentukan Struktur Modal yang baru, struktur modal tersebut bertujuan mengurangi beban tetap bunga agar perusahaan bisa beroperasi dengan lebih fleksibel. Untuk mengurangi beban tetap tersebut, total hutang biasanya akan dikurangi. Jika tidak ada lagi harapan bahwa operasi perusahaan akan berhasil, maka likuidasi merupakan alternatif satu-satunya yang mungkin dilakukan oleh perusahaan. 72

B. Alasan dan Motivasi dilakukannya Reorganisasi Perusahaan

Pembatasan di dalam penelitian ini, hanya untuk perusahaan yang berbadan hukum yang berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia yang tunduk kepada Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dengan alasan bahwa penelitian ini perusahaan yang dibahas adalah perusahaan perbankan. Walaupun dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, badan hukum bank dapat berbentuk Perseroan Terbatas, Koperasi dan Perusahaan Daerah. Namun sebagian besar badan hukum perbankan merupakan Perseroan Terbatas. 72 http:rdt.wordpress.com20090113kebangkrutan dan reorganisasi diakses 27 Pebruari 2009 Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 Merger dan akuisisi yang merupakan salah satu bentuk dari reorganisasi perusahaan jika diperhatikan kebanyakan dilakukan dengan pembelian tunai, dan bukan dengan penukaran saham atau pembayaran dengan instrumen utang. Apakah merger ini akan menciptakan nilai bagi para pemegang saham perusahaan yang mengakuisisi itu, masih harus dibuktikan. Dalam kebanyakan kasus, sampai saat ini ternyata tidak demikian halnya, tetapi masih diperlukan lebih banyak waktu untuk menilai dampaknya dalam jangka panjang. Menurut definisi, merger adalah kombinasi dua perusahaan dimana satu perusahaan kehilangan eksistensinya sebagai satu kesatuan. Perusahaan yang bertahan mengambil alih aktiva dan utang perusahaan yang digabungkan merger company. Merger harus dibedakan dari konsolidasi. Konsolidasi merupakan kombinasi dua perusahaan, yang kemudian dibentuk satu perusahaan yang sama sekali baru dan kedua perusahaan lama yang bergabung membubarkan diri dilikuidasi. 73 73 Bismar Nasution, op.cit, hlm 167,168 Apabila dua perusahaan dengan ukuran yang kira-kira sama dikombinasikan, biasanya mereka akan dikonsolidasi. Apabila dua perusahaan secara signifikan berbeda besarnya, biasanya mereka bergabung merger. Adapun bentuk lain yang dapat dilakukan adalah pengambilalihan take over, yang bisa berarti secara suka rela dari dua perusahaan atau pengambilalihan terpaksa dengan penawaran tender. Tetapi istilah pengambilalihan biasanya dikaitkan dengan pengambilalihan terpaksa dengan penawaran tender. Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 Alasan untuk melakukan kombinasi banyak dan rumit. Dari berbagai literatur disebut motivasi utama dilakukannya reorganisasi ataupun restrukturisasi perusahaan yang dilakukan dengan cara merger, peleburan dan pengambilalihan adalah sinergi. Scharf 1991 menyebutkan bahwa sinergi adalah kenaikan efektivitas yang diperoleh dari kombinasi kerja beberapa orangunit yang dapat dicapai oleh secara terpisah. 74 Sinerji terjadi dari : 75 1. Penghematan operasi, pemasaran, produksi dan distribusi 2. Penghematan finansial, termasuk harga transaksi yang murah, cakupan yang lebih baik dan penghematan pajak. 3. Peningkatan kemampuan pemasaran, karena berkurangnya kompetitor. 4. Mengurangi tingkat risiko, menghindari kebangkrutan dan pengambilalihan Disamping masalah ekonomi, ada juga masalah hukum yang menjadi alasan dan motivasi untuk melakukan reorganisasi perusahaan, yaitu antara lain : 76 1. Masalah hukum desentralisasi Undang-undang Otonomi Daerah telah mendorong memberikan kesempatan kepada Pemerintah Daerah untuk dapat menikmati hasil dari perusahaan- perusahaan yang ada di daerahnya menuntut korporat untuk mengkaji ulang cara 74 Charles A Scharf, Edward E Shea and George C Beck, Acquisitions, Merger Sales,BuyoutsTakeovers : A Handbook with Forms, Fourth Edition, New Jersey: Prentice Hall Engleword Cliftfs,1991 75 Gunadi, Restrukturisasi Perusahaan dalam Berbagai Bentuk dan Pemajakannya Jakarta: Selemba Empat,2001 hlm 24 76 Bramantyo Djohanputro, op.cit hlm 27 Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 kerja mereka dan mengevaluasi hubungan kantor pusat dengan anak atau cabang perusahaan yang tersebar di berbagai daerah. 2. Masalah hukum anti monopoli Perusahaan yang sudah masuk ke dalam daftar hitam monopoli dan telah dinyatakan resmi bersalah oleh Komite Pengawasan Persaingan Usaha KPPUpengadilan, mau tidak mau harus melakukan restrukturisasi dirinya supaya terbebas dari masalah hukum. Misalnya, perusahaan harus melepas atau memecah divisi supaya dikuasai pihak lain, atau menahan laju produk yang masuk ke dalam daftar monopoli supaya pesaing bisa mendapat porsi yang mencukupi. 3. Masalah hukum ketenagakerjaan. Munculnya Undang-undang ketenagakerjaan yang terus mengalami perubahan, mendorong para buruh untuk semakin berani menyuarakan kepentingan mereka. Sehingga dengan pendekatan alasan restrukturisasi perusahaan, maka efisiensi pemenuhan kebutuhan tenaga kerja dapat dilakukan secara bijaksana.

C. Ketentuan Reorganisasi Perusahaan di bidang Perbankan

Salah satu kebijakan pemerintah dalam program penyehatan perbankan yang selain pendirian BPPN dan Penyelesaian Aset adalah program merger, akuisisi, dan konsolidasi Bank. Menurut Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 Atas Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan pada pasal 1 menyebutkan pengertian merger adalah penggabungan dua bank atau lebih, dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank-bank lainnya dengan atau tanpa melikuidasi. Konsolidasi adalah penggabungan dua bank atau lebih dengan cara mendirikan bank baru dan membubarkan bank-bank tersebut dengan atau tanpa melikuidasi. Sementara itu, yang dimaksud dengan akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu bank. 77 Pada dasarnya penerapan kebijakan merger, akusisi dan konsolidasi bank merupakan kebijakan yang dilakukan dalam rangka memperkuat faktor permodalan perbankan. Kebijakan ini dinilai cukup berhasil mengurangi jumlah bank di Indonesia. Program dimaksud dilaksanakan pemerintah pada periode krisis adalah dalam rangka memperkuat struktur perbankan yang ada di Indonesia. Sehingga bank-bank yang tidak sehat maupun bank-bank yang sehat tetapi rapuh kondisinya diminta untuk melakukan merger, akuisisi maupun konsolidasi. 78 Selain kebijakan tersebut pemerintah melakukan penyehatan perbankan dengan pelaksanaan program rekapitalisasi bank-bank. Program ini merupakan salah satu langkah penting yang diambil pemerintah dalam rangka kebijakan restrukturisasi perbankan untuk memperbaiki kondisi keuangan bank dengan cara menambah modal bank karena industri perbankan mengalami kekurangan modal. 79 77 Kusumaningtuti SS, Peranan Hukum dalam Penyelesaian Krisis Perbankan di Indonesia Jakarta: Rajawali Pers, 2009 hlm 107. 78 Ibid , hlm 107 79 Ibid, hlm 110 Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 Dalam program ini, Pemerintah Indonesia memperkuat permodalan sejumlah bank yang dinilai patut beroperasi dengan cara menerbitkan surat utang negara obligasi. Jumlah surat utang negara yang diterbitkan tersebut mencapai sekitar Rp.425,5 triliun, suatu jumlah yang besar dan merupakan utang domestik. Sebelum memutuskan pelaksanaan program rekapitalisasi perbankan, pemerintah memiliki tiga alternatif, yaitu: a. mengalihkan kepemilikan saham bank kepada para deposan dan kreditor; b. likuidasi bank; dan c. rekapitalisasi perbankan. 80 Apabila kebijakan likuidasi bank diterapkan, sudah pasti akan menimbulkan dampak yang negatif kepada keuangan pemerintah, jasa perbankan, sistem pembayaran, dan kebijakan ekonomi dan moneter nasional. Melalui program likuidasi, kewajiban bank termasuk kepada nasabah bank akan diselesaikan berdasarkan penjualan aset bank, sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan keresahan masyarakat termasuk karyawan bank yang diberhentikan terutama apabila hasil penjualan aset bank tidak dapat memenuhi kewajibannya. Sedangkan apabila pemerintah menempuh kebijakan rekapitalisasi, pemerintah tidak perlu membayar dana pihak ketiga maupun kewajiban bank yang dijamin pemerintah, sebab bank peserta rekapitalisasi masih beroperasi secara 80 Satrio Wibowo, Sonny Handoko, Mirza Yuniar dan I.M. Noviati, ”Kajian Mengenai Efektivitas Kebijakan Obligasi Rekap” Jakarta: Biro Stabilitas Sistem Keuangan, Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, 2003 hlm 13. Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 normal. Disamping itu biaya rekapitalisasi perbankan dianggap lebih rendah dari pada biaya likuidasi yang meliputi biaya mengatasi simpanan nasabah dan biaya pegawai. 81 Program rekapitalisasi perbankan hanya bersifat sementara dan tidak dimaksudkan untuk mengambil alih kepemilikan nasionalisasi sektor perbankan. Dilihat dari aspek yuridis, program rekapitalisasi perbankan ini tidak diatur dalam Undang-undang No.7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan maupun Undang-undang No.23 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.4 Tahun 2003 tentang Bank Indonesia. Landasan operasional yang menjadi dasar pelaksanaan program rekapitalisasi perbankan hanyalah berupa Surat Keputusan Bersama SKB Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia, yaitu SKB No.53KMK.0171999 dan No.3112KEPGBI tanggal 8 Pebruari 1999 tentang Pelaksanaan Program Rekapitalisasi Bank Umum. 82 Dasar penerbitan kedua SKB tersebut merujuk kepada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.84 Tahun 1998 tentang Program Rekapitalisasi Bank Umum. Menurut Undang-undang No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pada Pasal 10, disebutkan bahwa materi muatan Peraturan Sedangkan khusus untuk Bank Pembangunan Daerah melalui SKB No.135KMK.0171999 dan No.321KEPGBI tentang Pelaksanaan Program Rekapitalisasi Bank Pembangunan Daerah. 81 Kusumaningtuti SS, Op.cit hlm 111 82 Kusumaningtuti SS, Op.cit hlm 88. Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya. 83 Kalau dilihat dari butir ” Mengingat” dalam Peraturan Pemerintah tersebut memang ada menyebutkan : Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.10 Tahun 1998, dan Undang-undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Namun setelah diteliti masing-masing Undang-undang tersebut, tidak ada secara jelas dan tegas menyebutkan Program Rekapitalisasi, yang ada pada Pasal 28 dalam Undang-undang Perbankan hanya mengenai merger, konsolidasi dan akuisisi Bank, yang ketentuannya ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah. 84 Sedangkan pada Pasal 37 A Undang-undang Perbankan menyebutkan bahwa Badan khusus yang dibentuk Pemerintah dalam melakukan program penyehatan bank, mempunyai wewenang untuk melakukan penyertaan modal sementara pada bank secara langsung atau melalui pengkonversian tagihan badan khusus. 85 83 Lihat juga Pasal 7 Undang-undang No.10 Tahun 2004, yang menyebutkan bahwa : Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut : Sementara program rekapitalisasi a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Undang-undangPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ; c. Peraturan Pemerintah; d. Peraturan Presiden; e. Peraturan Daerah; Penjelasan pasal 10 Undang-undang ini, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan sebagaimana mestinya adalah materi muatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tidak boleh menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-undang yang bersangkutan. 84 Pada Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang No.7 tahun 1992, Pasal 28 ayat 1 menyebutkan: Merger, konsolidasi, dan akuisisi wajib terlebih dahulu mendapat izin Pimpinan Bank Indonesia. 85 Pada Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang No.7 tahun 1992, Pasal 37 A butir 2 huruf h Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 merupakan program peningkatan modal bank yang dilakukan dengan penyertaan saham pemerintah sebesar 80 dan pemegang saham pengendali bank sebesar 20 dari kekurangan modal bank untuk mencapai CAR yang ditentukan. 86 1. Undang-undang No.10 Tahun 1998 tanggal 10 Nopember 1998 tentang Perubahan Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam undang- undang ini, dijelaskan mengenai pengertian atau definisi mengenai merger, konsolidasi, dan akuisisi. Sedangkan pasal yang mengatur hanya 1 satu pasal, yaitu pasal 28 ayat 1 dan 2, yang menyebutkan bahwa merger, konsolidasi dan akuisisi Bank wajib mendapat izin dari Pimpinan Bank Indonesia. Selanjutnya mengenai ketentuan lebih lanjut mengenai merger, konsolidasi dan akuisisi diatur dalam Peraturan Pemerintah. Dari hasil penelitian penulis, terhadap ketentuan kerangka hukum yang berlaku, dapat diidentifikasi berbagai kebijakan dan pengaturan pokok, baik secara langsung maupun tidak langsung mengatur reorganisasi perbankan di Indonesia, yaitu sebagai berikut : 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tanggal 5 Maret 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, mengatur mengenai merger dan akuisisi sebagai berikut : 86 Peraturan Pemerintah No.84 Tahun 1998 tentang Program Rekapitalisasi Bank Umum pasal 1 ayat 2 menyebutkan : Program Rekapitalisasi Bank Umum adalah upaya meingkatkan permodalan bank untuk mencapai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum KPMM sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan . Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 a. Pelaksanaan merger dan akuisisi tidak boleh mengakibatkan monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. b. Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU dapat membatalkan merger dan akuisisi yang mengakibatkan terjadinya monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. c. Kepada pelaku usaha yang telah melakukan merger dan akuisisi sebelum berlakunya Undang-undang No.5 tahun 1999 yang mengakibatkan melanggar ketentuan diatas, diberi waktu untuk memperbaikinya sampai dengan waktu tanggal 5 September 2000. Hal ini telah diadopsi oleh Undang-undang Perbankan No.7 Tahun 1992, sebagaimana dalam penjelasan pasal 28 yang menyebutkan : ” Dalam melakukan merger, konsolidasi dan akuisisi, wajib dihindarkan timbulnya pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat ”. 3. Undang-undang No.24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Padal Pasal 5 disebutkan bahwa salah satu tugas Lembaga Penjamin Simpanan LPS adalah menangani Bank Gagal yang berdampak sistemik maupun yang tidak berdampak sistemik. Untuk melakukan penyelamatan Bank Gagal tersebut LPS mempunyai wewenang melakukan reorganisasi perusahaan antara lain mengambil alih dan menjalankan segala kewenangan pemegang saham, termasuk hak dan wewenang RUPS, menguasai dan mengelola aset dan kewajiban bank Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 serta menjual danatau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan debitur danatau kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur. 2. Undang-undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Bab I Pasal 1 angka 9 sampai dengan 11 dan Bab VIII Pasal 122 sampai dengan 137. Pasal 126 UU ini mengatur bahwa perbuatan hukum penggabungan merger, pengambilalihan akuisisi atau pemisahan harus dilakukan dengan memperhatikan kepentingan pemegang saham minoritas, karyawanwati, kreditor dan mitra usaha lainnya serta masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1996 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank 5. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1997 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1996 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank 6. Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank. 7. Peraturan Pemerintah No.29 Tahun 1999 tanggal 7 Mei 1999 tentang Pembelian Saham Bank Umum. Peraturan ini pada dasarnya mengatur tata cara pembelian saham Bank Umum oleh WNA dan WNI. 8. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1999 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Bank Pembangunan Daerah Istimewa Aceh, Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara, Bank Pembangunan Daerah Bengkulu, Bank Pembangunan Daerah Lampung, Bank Pembangunan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah, Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur, Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Barat, Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Utara, Bank Pembangunan Daerah Maluku, Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Barat, Dan Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur Dalam Rangka Program Rekapitalisasi Bank Umum. 9. Peraturan Bank Indonesia No.816PBI2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia. Kebijakan Kepemilikan Tunggal Perbankan mengharuskan kepada semua pemilik bank khususnya pemegang saham pengendali untuk mengonsolidasi kepemilikannya di bank-bank yang dalam satu grup usahanya dengan batas waktu hingga tahun 2010. 87 a. Divestasi penjualan saham-saham miliknya, Dalam kebijakan tersebut Bank Indonesia menawarkan 3 tiga opsi yakni : b. Merger atau konsolidasi c. Pembentukan perusahaan induk Bank Holding 87 Johannes Ibrahim, Penerapan Single Presence Policy dan Dampaknya Bagi Perbankan Nasional , Jurnal Hukum Bisnis, Volume 27 No.2 Tahun 2008, hlm 5 Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 10. Peraturan Bank Indonesia No.817PBI2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Insentif dalam Rangka Konsolidasi sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Bank Indonesia No.912PBI2007 tanggal 21 September 2007. 11. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usahan No.1 Tahun 2009 tentang Pra- Notifikasi Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan tanggal 13 Mei 2009. Dalam rangka pengendalian terhadap penggabungan, peleburan dan pengambilalihan yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dan menjamin adanya kepastian hukum bagi pelaku usaha yang hendak melakukan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan, maka pelaku usaha dapat memberitahukan maksudnya kepada Komisi untuk mendapat pendapat mengenai dampak yang dapat ditimbulkan dari rencana penggabungan, peleburan dan pengambilalihan tersebut. Hal ini menyahuti ketentuan perundang- undangan yang sudah terbit baik undang-undang anti monopoli, undang-undang perbankan dan undang-undang perseroan terbatas yang telah membatasi agar tindakan merger, konsolidasi dan akuisisi tidak menimbulkan praktek monopoli. 12. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.3250KEPDIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Pembelian Saham Bank Umum. Pokok-pokok yang diatur adalah mengenai izin dan pelaporan atas pembelian saham Bank. 13. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.3251KEPDIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank Umum juncto Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.5232KEPDIR Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger,Konsolidasi dan Akuisisi Bank Perkreditan Rakyat. Salah satu ketentuan pada Surat Keputusan tersebut mengatur bahwa apabila salah satu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya dan tidak dapat melaksanakan perbaikan- perbaikan yang ditetapkan Bank Indonesia, maka Bank Indonesia dapat meminta kepada pemilik dan pengurus bank untuk meger atau konsolidasi dengan bank lain atau menjual sebagian atau seluruh sahamnya kepada bank atau pihak lain. 14. Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia No.53KMK.0171999 dan No.3112KEPGBI tanggal 8 Pebruari 1999 tentang Pelaksanaan Program Rekapitalisasi Bank Umum. 15. Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia No.135KMK.0171999 dan No.321KEPGBI tanggal 9 April 1999 tentang Pelaksanaan Program Rekapitalisasi Bank Pembangunan Daerah. Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM ATAS

KREDITUR BANK

A. Peranan Perbankan Dalam Perekonomian Nasional

Bank Indonesia sebagai lembaga yang mempunyai otoritas mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia telah menerbitkan serangkaian regulasi. Regulasi tersebut mengesankan “tanggung jawab” Bank Indonesia untuk mengamankan dana masyarakat yang disimpan pada Bank di Indonesia. Fungsi utama bank dalam suatu perekonomian adalah untuk memobilisasi dana masyarakat, dan secara tepat serta cepat menyalurkan dana tersebut kepada penggunaan atau investasi yang efektif dan efisien. Fungsi seperti itu dapat dikatakan sebagai “aliran darah” bagi perkembangan perekonomian dan peningkatan standar taraf hidup. 88 88 Lihat Frederic S. Mishkin, The Economic of Money, Banking, Financial Market, Fifth Edition, Singapore: Addison-Wesley, 1998, hal. 226, yang mengatakan bahwa bank memainkan Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 Fungsi lainnya adalah sebagai lembaga penyedia instrumen pembayaran untuk barang dan jasa yang dapat dilakukan secara cepat efisien dan aman. Fungsi ini akan berjalan apabila penjual dan pembeli barang dan jasa meyakini bahwa instrumen yang digunakan untuk pembayaran tersebut akan diterima dan dibayar oleh semua pihak dalam suatu transaksi dan transaksi ikutannya. Tanpa adanya kepercayaan, maka fungsi dimaksud tidak akan berjalan. 89 Di setiap negara, fungsi bank merupakan ”jantung” dari pasar uang. Fungsi bank seperti itu sudah berjalan sejak abad pertengahan. Pada waktu itu pihak penguasa telah memanfaatkan kredit bank sebagai pengganti pajak untuk membiayai ambisi mereka. 90 peran penting dalam menyalurkan dana dari nasabah penyimpan kepada sektor-sektor produktif dan menjamin sistem keuangan berjalan dengan lancar dan efisien. 89 E. Gerald Corrigan, “Central Bank and the Financial System”, paper presented to a Symposium of Central Banking Issues in Emerging Market-Oriented Economic, Sponsored by the Federal Reseve Bank of Kansas City, Jackson Hole, Wyoming, USA, August 23-25, 1990, hal. 25. Lihat juga Michael A. Raffanti, “Erosian of ‘Subtle Hazard’ Analysis Joepardizes Safety and Soundness of the Banking System: Securities Industry Association v. Board of Governors”, Boston College Law Review May 1989, hal. 938, yang mengatakan bahwa kompleksitas sistem pembayaran termasuk kliring dan electronic fund transfer membuat keamanan dan kesehatan bank menjadi penting dalam menjaga integritas sistem tersebut. 90 Pada tahun 1335 Raja Edward III dari Inggris tidak mampu membayar kredit yang diterimanya dari bankir Florentine sebesar 1,5 juta gold florins untuk membiayai kampanyenya di Perancis. Lowell L. Briyan, Bankrupt: Restoring the Health and Profitability of Our Banking System, New York: Harper Business, 1991, hal. 10. Berdasarkan fungsi bank tersebut yang sangat krusial bagi perekonomian suatu negara, maka keberadaan aset bank, paling tidak karena dua alasan; Pertama, meningkatkan efisiensi penggunaan bank dan efisiensi intermediasi, dan Kedua, mencegah terjadinya bank runs and panics. Di samping itu kepercayaan masyarakat diperlukan pula karena bank tidak memiliki uang tunai yang cukup untuk membayar kewajiban kepada seluruh nasabahnya sekaligus. Pentingnya kepercayaan Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 ini tercermin dari ucapan Presiden Franklin D. Roosevelt; ”after all, there is an element in the reajustment of our financial system more important than currency, more important goal, and that is the confidence of the people”. 91 Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien. Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Negara Indonesia misalnya telah mengalami babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dimulai ketika sebuah undang- undang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tanggal 15 Januari 2004. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dan bebas dari campur tangan Pemerintah ataupun pihak lainnya. Sebagai suatu lembaga negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. 91 Diucapkan pada tanggal 12 Maret 1933 sewaktu mengumumkan berakhirnya bank holiday akibat terjadinya krisis perbankan di Amerika Serikat. Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan. Bank merupakan institusi kepercayaan. Di institusi itu, masyarakat menyimpan dananya untuk kemudian disalurkan dalam bentuk kredit. Peran institusi perbankan begitu penting. Tidak heran bila otoritas perbankan membuat berbagai rambu untuk perbankan. Bahkan, regulasi di sektor perbankan terbilang paling lengkap dibandingkan dengan institusi keuangan lain. Hal itu wajar. Sebab, jika perbankan mengalami permasalahan, dampaknya akan dirasakan sektor lain, seperti dunia usaha, yang akhirnya akan berpengaruh pula pada perekonomian negara. Karena itu, institusi perbankan mesti dikelola secara hati-hati prudent oleh manajemen yang profesional, berdedikasi tinggi, dan dijalankan secara jujur. Bila tidak, kepercayaan nasabah terhadap bank bersangkutan akan berkurang. Kedudukan Bank Indonesia sebagai badan hukum oleh undang-undang diakui secara tegas. Begitu juga halnya dengan independensi Bank Indonesia secara tegas diakui pula oleh undang-undang. Bahkan Undang-Undang Dasar 1945 setelah amandemen keempat, menyatakan, “Negara memiliki satu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab dan independensinya diatur dengan undang-undang”. 92 92 Pasal 23 D Undang-Undang Dasar 1945. Oleh undang-undang diakui pula kedudukan Bank Indonesia Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 sebagai badan hukum 93 dan Bank Indonesia diberi kewenangan untuk mengelola kekayaan sendiri yang terlepas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Akan tetapi menurut Bagir Manan, “Bank Indonesia sebagai badan hukum menjadi ganjil kalau dihubungkan dengan Bank Indonesia sebagai lembaga negara. Sebagai lembaga negara, Bank Indonesia adalah organ penyelenggara organisasi negara. Negaralah yang merupakan badan hukum, bukan organnya”. 94 Adapun dalam kedudukannya sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan dan mengenakan sanksi dalam batas kewenangannya, 95 sebab menurut Bagir Manan, “sebagai badan hukum publik, Bank Indonesia selain melakukan fungsi publik, tetap dapat menjalankan fungsi keperdataan”, 96 dalam arti bisa menjadi pihak. Sehingga dengan kedudukan sebagai badan hukum ini, Bank Indonesia selain sebagai otoritas yang mempunyai kewenangan dalam membuat keputusan, Bank Indonesia juga dapat mempunyai standar dan pedoman tersendiri dalam memberikan kemudahan dan memberikan pembatasan dalam lingkup wewenangnya seperti dalam hal Bundesbank menurut Stern, “…it’s designation as an authority is aplicable only to a very restricted extent”, 97 93 Pasal 4 ayat 3 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004. 94 Bagir Manan ,“ Kedudukan Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral“ Monograph,2000 hal. 8. 95 Penjelasan Pasal 4 ayat 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo penjelasan Pasal 4 ayat 3 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004. 96 Bagir Manan : 2000, Op. Cit, hlm 9. 97 Klaus Stern , The Note-Issuing Bank within the State Structure, in Deutsche Bundesbank ed: Fifty Years of the Deutsche Mark, Central Bank and the Currency in Gemany since 1948, Oxford University Press,1999 hlm 110. Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 Dalam melihat Bank Indonesia sebagai badan hukum jika dihubungkan dengan teori principal-agent, maka Bank Indonesia dalam menjalankan fungsinya harus dilihat sebagai lembaga yang terpisah dari pemerintah. Dengan independensi yang diberikan oleh undang-undang, Bank Indonesia bebas dari campur tangan pemerintah, meskipun dalam penjelasan Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, tidak ditegaskan lagi bahwa Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang independen di bidang tugasnya berada di luar pemerintahan dan lembaga lain, sebagaimana dinyatakan di dalam Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999. Selain itu harus pula disandarkan kepada ide dan philoshopy yang melatar belakangi ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 khususnya ketentuan Pasal 23 yang mengatur keuangan yang diatur dalam satu kerangka kesatuan antar pemerintah dan Bank Indonesia. Dengan demikian, maka kedudukan Bank Indonesia sebagai badan hukum harus dilihat dan diartikan sebagai bagian yang pada hakekatnya tidak terpisahkan dari pemerintah terutama dalam hal pengaturan keuangan negara. Kalau merujuk kepada Bundesbank sebagaimana dikemukakan oleh Klaus Stern, maka pernyataan pada Bundesbank Act, “…Federal corporation under public law” adalah merupakan pernyataan bahwa Bundesbank sebagai bagian dari eksekutif. 98 98 Ibid. Hal ini semakin tegas lagi kalau dihubungkan dengan ketentuan yang mengatur hubungan Bank Indonesia dan pemerintah sebagaimana diatur oleh Bab VIII yaitu dari Pasal 52 Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 sampai dengan Pasal 56, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004. Akan tetapi oleh Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang Bank Indonesia, kepada Bank Indonesia diberikan independensi dan independensi ini harus dilihat hanya terbatas dalam menetapkan kebijakan moneter. Sebagaimana dikemukakan oleh Miller, tujuan menempatkan bank sentral yang independen dengan maksud agar kebijakan moneter yang ditetapkan adalah kebijakan yang ditetapkan untuk jangka panjang dan terlepas dari pengaruh dan tekanan politik jangka pendek. 99 Sehingga terpisahnya fungsi Bank Indonesia dari pemerintah harus dilihat sebagai pemisahan fungsi sebagaimana dikemukakan oleh Barber. 100 Di sini fungsi Bank Indonesia adalah menjalankan kebijakan moneter, mengingat Bank Indonesia lebih berpengalaman dan keahlian dalam masalah moneter. Hal ini sejalan dengan pemikiran seperti yang dikemukakan oleh Lastra dan Miller, bahwa dalam menjalankan kebijakan moneter ini, bank sentral secara tehnis dianggap lebih mempunyai pengalaman dan keahlian dibandingkan dengan pemerintah, sebagaimana pengadilan dianggap lebih mempunyai keahlian dan pengalaman dalam memberikan interpretasi terhadap hukum. 101 99 Geoffrey P. Miller, “An Interest-Group Theory of Central Bank Independence, Journal of Legal Studies, vol. XXVII, 433-453, 1998 hal. 449. 100 N.W. Barber, “Prelude to the Separation of Powers, C.L.J., 60 1, March 2001, 59-88, hal. 73. 101 Rosa Maria Lastra and Geoffrey P. Miller, Central Bank Independence in Ordinary and Extraordinary Times dalam Jan Kleinman ed, Central Bank Independence, The Economic Foundations, the Constitutional Implications and Democratic Accoutability, Kluwer International 2001, hal.40. Atau seperti juga dikatakan oleh Arend Lijphart, Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 “Central banks are key governmental institutions that, compared with the other main organs of government,….” 102 Sehingga mandat yang diterima oleh Bank Indonesia harus dianggap sama dengan mandat yang diterima oleh lembaga peradilan sebagaimana dikemukakan oleh Wood, Mills dan Capie. 103 Artinya Bank Indonesia akan membuat keputusan-keputusan secara independen sesuai dengan wewenang yang diberikan oleh undang-undang. Dengan demikian, maka keputusan Bank Indonesia yang dianggap tidak populer tidak dapat dijadikan alasan oleh pemerintah untuk menyatakan Bank Indonesia telah keliru dalam mengambil keputusan, sebagaimana pemerintah tidak dapat mempersalahkan lembaga peradilan yang membuat keputusan yang tidak populer. 104 Ini dapat bermakna sebagaimana dikemukakan oleh Sparve, jika bank sentral menetapkan satu keputusan yang keliru, maka kebijakan itu yang seharusnya diubah, bukan independensi bank sentralnya yang dihilangkan. 105 Semangat penerapan Good Corporate Governance GCG di kalangan perbankan mulai marak setelah industri perbankan dilanda krisis. Banyak kalangan sepakat bahwa salah satu penyebab rusaknya perekonomian adalah rapuhnya perbankan nasional. Ketika itu, pengelolaan perbankan tidak dilakukan dengan 102 Arend Lijphart, Patterns of Democracy, Yale University Press 1999, hal. 232. 103 Geoffrey E. Wood, Terence C. Mills, Forrest H. Capie, “Central Bank Independence: What is It and What Will It Do For Us”?, Institute of Economic Affairs,1993, hal. 11. 104 Robert Sparve , Supervisory Boards in Some Central Banks, Paper Contribution to the IMF Seminar on Current Developments in Monetary and Financial Law, Washington D.C., May 7-17 2002, hal. 9. 105 Loc. cit. Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 prinsip kehati-hatian. Padahal, istilah prudential banking prinsip kehati-hatian sudah lama dikenal. Tapi, memang, penerapannya masih jauh dari harapan. 106 Dalam Pedoman GCG Perbankan Indonesia yang dikeluarkan Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance disebutkan bahwa sebagai lembaga kepercayaan, dalam operasionalnya, bank harus menganut prinsip keterbukaan transparancy, akuntabilitas accountability, tanggung jawab responsibility, keobjektifan dalam pengambilan keputusan independency, serta kewajaran fairness. Untuk memenuhi lima prinsip tersebut, dalam aspek keterbukaan, bank harus mengungkapkan informasi secara tepat waktu, jelas, akurat, dapat dibandingkan, serta mudah diakses stakeholders sesuai dengan haknya. Kesadaran tersebut muncul karena sebelum krisis, penerapan prinsip GCG belum disadari sepenuhnya oleh kalangan perbankan. Padahal, perbankan merupakan lembaga intermediasi yang memiliki karakteristik berbeda dengan perusahaan lain pada umumnya. Sebab, dalam operasionalnya, bank menghadapi banyak risiko, yakni risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, dan risiko reputasi. Kondisi ini merupakan salah satu hal yang menyebabkan perbankan perlu mengimplentasikan GCG. 107

B. Jenis-Jenis Kreditur Bank

106 Burhanuddin Abadullah, op.cit hlm 267 107 http:www2.kompas.comkompas-cetak040414finansial969532.htm diakses 27.02.2009 Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 Secara teoretis, kreditor dapat dibedakan menjadi dua kelompok: Pertama, kreditor dengan jaminan secured creditor yang terdiri dari pemegang hak gadai dan atau fidusia jaminan benda bergerak, serta pemegang hak tanggungan dan atau hipotek jaminan benda tidak bergerak; Kedua, kreditor tanpa jaminan unsecured creditor yang dapat memiliki hak istimewa baik umum, maupun khusus ataupun tidak. 108 Dalam proses kepailitan sendiri, dikenal tiga macam kreditor, yaitu kreditor separatis, kreditor preferen dan kreditor konkuren. 109 Pembedaan menurut UU No. 37 Tahun 2004, berhubungan dengan posisi kreditor bersangkutan dalam proses pembagian harta pailit. Kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya atau kreditor dengan jaminan, disebut kreditor separatis, karena, berdasarkan Pasal 55 Ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004, 110 108 Sentosa Sembiring , Hukum Kepailitan Dan Peraturan Perundang-undangan yang terkait dengan Kepailitan Bandung: Nuansa Aulia, 2006 hlm17,18 109 Lihat juga penjelasan Pasal 2 ayat 1 UU No. 372004: ”Yang dimaksud dengan “Kreditor” dalam ayat ini adalah baik kreditor konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen. Khusus mengenai kreditor separatis dan kreditor preferen, mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta Debitor dan haknya untuk didahulukan.” 110 Pasal 55 ayat 1 UU No. 372004: ”Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, setiap Kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah- olah tidak terjadi kepailitan.” kreditor tersebut berwenang untuk mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Separatis di sini berarti terpisahnya hak eksekusi atas benda-benda yang dijaminkan dari harta yang dimiliki debitor yang dipailitkan. Dengan begitu, kreditor separatis mendapatkan posisi paling utama dalam proses kepailitan, Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 sehubungan dengan hak atas kebendaan yang dijaminkan untuk piutangnya. Sepanjang nilai piutang yang diberikan oleh kreditor separatis tidak jauh melampaui nilai benda yang dijaminkan dan kreditor berkuasa atas benda itu, maka proses kepailitan tidak akan banyak berpengaruh pada pemenuhan pembayaran piutang kreditor tersebut. Apalagi, kalau pembayaran cicilan utang secara berkala juga telah dipenuhi oleh debitor. Menurut UU No. 37 Tahun 2004, apabila kuasa atas benda yang dijaminkan ada pada debitor pailit atau pada kurator, maka hak eksekusi terpisah tersebut di atas, ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 hari sejak pernyataan pailit dijatuhkan Pasal 56 Ayat 1. Sedang apabila nilai eksekusi benda tertentu tersebut ternyata tidak cukup untuk menutup utang debitor, maka kreditor separatis dapat meminta dirinya ditempatkan pada posisi kreditor konkuren untuk menagih sisa piutangnya. 111 Demi kepastian hukum, hak eksekusi langsung yang dimiliki oleh kreditor separatis hanya bisa digunakan dalam jangka waktu 2 bulan setelah terjadinya keadaan insolvensi. 112 Setelah lewat jangka waktu tersebut, eksekusi hanya dapat dilakukan oleh kurator, meskipun hak yang dimiliki kreditor separatis sebagai kreditor dengan jaminan tidak berkurang. 113 111 Pasal 138 jo. pasal 189 ayat 5 UU No. 372004. 112 Pasal 59 ayat 1 UU No. 372004. 113 Pasal 59 ayat 2 UU No. 372004. Perbedaan proses eksekusi tersebut akan Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 berakibat pada perlu tidaknya pembayaran biaya kepailitan dari hasil penjualan benda yang dijaminkan. 114 Kreditor konkuren atau kreditor biasa adalah kreditor pada umumnya tanpa hak jaminan kebendaan atau hak istimewa. Menurut KUH Perdata, mereka memiliki kedudukan yang setara dan memiliki hak yang seimbang proporsional atas piutang- Kreditor preferen berarti kreditor yang memiliki hak istimewa atau hak prioritas. UU No. 37 Tahun 2004 memakai istilah hak-hak istimewa, sebagaimana diatur di dalam KUH Perdata. Hak istimewa mengandung arti “hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya”. Menurut KUH Perdata, ada dua jenis hak istimewa, yaitu hak istimewa khusus Pasal 1139 dan hak istimewa umum Pasal 1149. Hak istimewa khusus berarti hak istimewa yang menyangkut benda-benda tertentu, sedang hak istimewa umum menyangkut seluruh benda. Sesuai dengan ketentuan KUH Perdata pula, hak istimewa khusus didahulukan atas hak istimewa umum Pasal 1138. Meskipun memiliki keistimewaan dibanding hak-hak yang dimiliki orang berpiutang pada umumnya, posisi pemegang hak istimewa pada dasarnya masih berada di bawah pemegang hak gadai atau hipotek sehubungan dengan benda-benda yang dijaminkan. Ada beberapa pengecualian untuk urutan tersebut, seperti misalnya, biaya-biaya perkara atau tagihan pajak. 114 Pasal 191 UU No. 372004. Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 piutang mereka. 115 Sebagian praktisi hukum kepailitan berpendirian bahwa hak eksekusi kreditor separatis dimulai sejak debitor pailit dinyatakan dalam keadaan insolvensi Ketentuan tersebut juga dinamakan prinsip “paritas creditorium”. Sehingga dapat disimpulkan, posisi pemegang hak jaminan kebendaan kreditor separatis pada dasarnya lebih tinggi dari pemegang hak istimewa kreditor preferen untuk benda-benda yang dijaminkan, dengan beberapa pengecualian, seperti biaya- biaya perkara atau tagihan pajak. Sedang posisi dua jenis kreditor tersebut berada di atas posisi kreditor konkuren atau kreditor biasa yang menunggu pembagian pembayaran tagihan secara merata dari harta pailit menurut prinsip keseimbangan. Apabila tagihan kreditor separatis ternyata lebih tinggi dari nilai piutang mereka, maka mau tidak mau mereka harus menagih sisa piutangnya sebagai kreditor konkuren. Dengan kata lain, posisi mereka menjadi di bawah posisi kreditor preferen. Apabila dilihat sisi lain peranan kreditor dalam hal kepailitan yang terjadi di Indonesia, jarang sekali ditemui kreditor separatis yang melaksanakan sendiri hak eksekutorial terhadap jaminan kebendaan yang dimilikinya. Walaupun UU No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang selanjutnya disebut UUK memberikan peluang untuk itu, namun kenyataannya tidak mudah diterapkan. Salah satu kendalanya adalah karena jangka waktu pelaksanaan hak eksekutorial tersebut sampai saat ini masih menjadi perdebatan. 116 115 Pasal 1136 KUH Perdata. hingga 116 Insolvensi dapat terjadi karena hal-hal; Berdasarkan pasal 178 1, insolvensi terjadi karena: 1 dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan perdamaian; 2 rencana perdamaian yang Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 paling lambat 2 bulan setelah dimulainya keadaan insolvensi. Artinya, kesempatan kreditor separatis melaksanakan hak eksekutorialnya hanya 2 bulan 117 Selama debitor pailit belum dinyatakan dalam keadaan insolvensi, maka peluang tercapai perdamaian selalu terbuka. Dalam situasi yang demikian, rencana perdamaian yang diajukan debitor pailit atau investor baru, menjadi tidak ada artinya apabila kreditor separatis melaksanakan eksekusi terhadap jaminan kebendaan yang dimilikinya. Apalagi jika benda yang dieksekusi merupakan modal vital si debitor pailit untuk melaksanakan rencana perdamaian. Oleh karenanya, guna memperbesar peluang terjadinya perdamaian dan untuk menghindari adanya kreditor separatis yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitor tanpa memperhatikan kepentingan debitor atau para kreditor lainnya, maka hak eksekutorial kreditor separatis terhadap jaminan kebendaan yang dimilikinya baru dapat dilaksanakan setelah perdamaian tidak dimungkinkan lagi. . Limitasi jangka waktu ini, didasarkan pada penafsiran yang keliru, atau setidaknya pemahaman yang sepotong, terhadap Pasal 59 ayat 1 UUK. ditawarkan tidak diterima; 3 pengesahan perdamaian ditolak berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap; Berdasarkan pasal 175 1 dan 2, insolvensi terjadi karena adanya pembatalan perdamaian sebagaimana dimaksud pasal 172 1; Berdasarkan pasal 292 berikut penjelasannya, diatur bahwa suatu putusan pernyataan pailit yang diputuskan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 285, pasal 286 dan 291 mengakibatkan harta pailit debitor langsung berada dalam keadaan insolvensi. Namun demikian, belum jelas apakah suatu putusan pernyataan pailit yang diputuskan berdasarkan ketentuan pasal 230 1 dan pasal 255 6 UUK juga menyebabkan harta pailit debitor langsung berada dalam keadaan insolvensi. Mengenai hal tersebut akan dibahas dengan tulisan tersendiri. 117 Pendapat yang demikian penulis jumpai dalam beberapa diskusi, baik formal maupun informal, antara beberapa Kurator dan Pengurus. Selain itu, dapat dilihat dari pendapat Imam Nasima Eryanto Nugroho 2008, “Pembayaran upah Buruh dalam Proses Kepailitan”, rubrik Kolom, Hukum Online, edisi Selasa, 26 Agustus 2008. Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 Ada dua implikasi dari penerapan Prinsip Structured Creditors. Pertama, pengaturan tentang pengelompokan kreditor berdasarkan kelas masing-masing kreditor. UUK mengklasifikasikan kreditor dalam 3 kelas, yaitu: a Kreditor separatis atau secured creditors; b Kreditor preferen atau preferred creditors; c Kreditor konkuren atau unsecured creditors. Kedua, pengaturan tentang tata cara dan prioritas penyelesaiannya. Berdasarkan pasal 55 ayat 1 UUK, kreditor separatis tidak perlu khawatir bilamana debitornya dinyatakan pailit oleh suatu putusan Pengadilan, karena ia dapat melaksanakan hak eksekutorialnya sendiri seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Frasa “seolah-olah tidak terjadi kepailitan”, tidak berarti bahwa benda yang diikat dengan jaminan kebendaan tertentu menjadi kebal dari kepailitan Bankruptcy Proof. Benda tersebut tetap merupakan bagian dari harta pailit, namun kewenangan eksekusinya diberikan kepada kreditor pemegang jaminan kebendaan tersebut. Inilah dasar hubungan hukum antara hukum kepailitan dan hukum jaminan. Perlindungan atas hak eksekutorial kreditor separatis telah ada sejak periode Stb. 1905 Nomor 217 jo Stb. 1906 No. 348 tentang Faillissementsverordening selanjutnya disebut FV, sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 ayat 1 dan 3 FV 118 118 Pasal 56 ayat 1 dan 3 FV, mengatur demikian: 1 Setiap berpiutang hipotik, yang telah membuat janji sebagai tersebut dalam pasal 1178 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, begitu pula setiap pemegang gadai, dibolehkan melaksanakan hak-hak mereka, seolah-olah tiada kepailitan. 2 Begitupun setiap pemegang ikatan-panenan dibolehkan melaksanakan haknya, seolah-olah tiada kepailitan.” . Pengaturan tersebut masih tetap diikuti dalam Perpu nomor 1 tahun 1998, UU No. 4 tahun 1998, maupun UU No. 37 tahun 2004. Dari sini nampak jelas, para Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 pembentuk undang-undang kepailitan memberikan penghormatan yang cukup tinggi terhadap eksistensi hukum jaminan, khususnya hak eksekutorial kreditor separatis. Hak eksekutorial kreditor separatis untuk mengambil pelunasan piutangnya dari barang agunan milik debitor tidak tak berakhir. Menilik dari sejarah hukum kepailitan di Indonesia, keleluasaan kreditor separatis untuk melaksanakan hak eksekutorial terhadap jaminan kebendaannya diberikan hingga jangka waktu 2 bulan sesudah insolvensi dan dapat diperpanjang berdasarkan penetapan hakim pengawas 119

C. Peranan Kreditur Bank

. Dalam dunia usaha investasi khususnya investasi di bank, peranan kreditur sangat penting, sebagaimana yang diamanat dalam Undang-undang Perbankan bahwa fungsi utama bank adalah menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Sumber dana utama Bank dalam melakukan operasionalnya selain modal sendiri tentunya dana pihak ketiga yang dihimpun dari masyarakat. Penghimpunan dana masyarakat dapat diperoleh berdasarkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada lembaga perbankan secara menyeluruh. Runtuhnya kepercayaan masyarakat kepada perbankan sudah pernah dialami, sehingga perbankan sangat kesulitan dana dan menyebabkan sangat mahalnya harga 119 Pasal 57 ayat 1 FV, dikutip sbb: “Si berpiutang hipotik dan si pemegang gadai, termaksud dalam pasal yang lalu, diharuskan melaksanakan hak mereka sebelum lewat waktu dua bulan, sesudah keadaan tak mampu membayar bermulai, dengan tak mengurangi kekuasaan Hakim Pengawas, untuk memperpanjang jangka waktu tersebut”. Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 dana yang dibeli oleh perbankan. Pada akhirnya menyebabkan banyaknya bank-bank yang merugi dan menggerus dana modalnya sendiri bahkan menjadi minus sehingga terpaksa bank-bank tersebut ditutup. Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat bagi perbankan di Indonesia, merupakan salah satu tugas dari Bank Indonesia, sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Undang-undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia pasal 8 butir c. Berdasarkan pengalaman buruk yang terjadi pada krisis moneter yang lalu, diindikasikan bahwa secara fundamental kondisi perbankan di Indonesia sangat lemah, maka Bank Indonesia telah menyusun cetak biru atau blue print yang merupakan tatanan jangka panjang untuk memperkuat industri perbankan nasional yang disebut Arsitektur Perbankan Indonesia API. Apabila API telah diimplementasikan dengan baik, diharapkan akan ada bank nasional yang setidaknya mampu menjadi regional champion. Agar upaya pencapaian visi dan tujuan API menjadi fokus, jelas dan terarah, maka Bank Indonesia memformulasikan 6 pilar utama sebagai sasaran yang ingin dicapai, yaitu : 120 1. Struktur perbankan yang sehat dan mampu mendorong pembangunan ekonomi nasional dan berdaya saing internasional; 2. Sistem pengaturan yang efektif dan mampu mengantisipasi perkembangan pasar keuangan domestik dan internasional; 3. Sistem pengawasan bank yang independen dan efektif: 4. Penguatan kondisi internal industri perbankan; 5. Penciptaan dan penguatan infrastruktur pendukung industri perbankan; 6. Perlindungan dan pemberdayaan nasabah. 120 Burhanuddin Abdullah, op.cit hlm 213. Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 Sebagai lembaga perantara keuangan, Bank sangat membutuhkan para kreditur untuk berperan dalam memaksimalkan usahanya. Sebab hampir seluruh dana operasional suatu Bank diperoleh dari masyarakat sebagai kreditur Bank. Secara umum telah diketahui bahwa kunci dari keberhasilan manajemen bank adalah bagaimana bank tersebut bisa merebut hati masyarakat sehingga peranannya sebagai financial intermediary berjalan dengan baik. 121 Pertumbuhan sebuah bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemampuannya menghimpun dana simpanan masyarakat baik skala kecil maupun besar dengan masa pengendapan yang memadai. Tanpa dana yang cukup, bank tidak dapat berbuat apa-apa, artinya tidak berfungsi sama sekali. Dana bank adalah uang tunai yang dimiliki bank ataupun aktiva lancar yang dikuasai bank dan setiap waktu dapat diuangkan. 122 Dana-dana bank yang dipergunakan sebagai modal operasional, bersumber dari modal sendiri, dana pinjaman dari luar, dana masyarakat. 123

D. Perlindungan Hukum Terhadap kreditur Bank

Dengan demikian dana masyarakat yang dihimpun oleh perbankan dalam hal ini dikategorikan sebagai pihak kreditur, sangat berperan dalam mendukung operasional perbankan. Kepercayaan masyarakat Indonesia kepada Perbankan jatuh ke titik terendah, pada saat terjadinya likuidasi terhadap 16 bank pada tahun 1997. Masyarakat sangat 121 Muchdarsyah Sinungan, Strategi Manajemen Bank Menghadapi Tahun 2000 Jakarta, Rineka Cipta, 1994 hlm 155. 122 Ibid, hlm 159 123 Ibid, hlm 160 Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 khawatir akan keamanan dan keselamatan dananya yang ada di Bank. Apakah dapat ditarik atau dikembalikan secara utuh dari bank. Keinginan masyarakat untuk menyimpan dananya pada bank, karena semata- mata dilandasi oleh kepercayaan yang tinggi bahwa uangnya akan diterima kembali pada waktunya dan disertai imbalan berupa bunga. Sejarah menunjukkan, baik di Indonesia maupun di negara-negara lain bahwa ada beberapa bank yang mengalami kesulitan dan terpaksa ditutup sehingga merugikan masyarakat karena sebagian atau bahkan seluruh dananya tidak dapat diperoleh kembali. 124 Kenyataan tersebut dapat menimbulkan pemikiran bagaimana menjaga kepercayaan masyarakat akan keberadaan bank dan keyakinan masyarakat bahwa bank akan melindungi dananya dengan menyelenggarakan opersional bank dengan sebaik-baiknya. 125 1. Perlindungan secara implisit implicit deposit protection; Sebab dana masyarakat yang merupakan kreditur terbesar bank mempunyai peran dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Apabila dilihat struktur neraca bank dari sisi kreditpasiva, maka kreditur bank adalah seluruh pos-pos yang bersumber dari kegiatan bank berupa penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk simpanan giro, tabungan, deposito berjangka dan transaksi-transaksi lainnya yang berupa penghimpunan dana masyarakat. Berdasarkan Peraturan Perbankan Indonesia, hukum memberikan tempat bagi nasabah untuk melindungi dirinya dengan cara: 124 Adrian Sutedi, op.cit 157 125 Muchdarsyah Sinungan, op.cit hlm 162 Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 2. Perlindungan secara eksplisit explicit deposit protection. Namun apabila diperhatikan Undang-undang Perbankan, perlindungan hukum kepada kreditur hanyalah dilakukan secara implisit, akan tetapi, demi kelangsungan bank sebagai suatu lembaga pada khususnya dan sistem perbankan pada umumnya, perlindungan itu haruslah menjadi satu kesatuan yang utuh. 126 Transaksi bank berupa penghimpunan dana tersebut apabila dilihat dari kacamata hukum tunduk pada hukum penitipan yang diatur dalam KUH Perdata. Berbicara tentang penghimpunan dana yang merupakan titipan masyarakat, tentunya Bank Indonesia sebagai lembaga yang melakukan pembinaan dan pengawasan guna menjaga kelangsungan usaha bank menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas aset, kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas yang berhubungan dengan kinerja bank. Disamping itu sebagai upaya preventif melindungi kepentingan bank atas risiko kredit macet yang mungkin timbul, bank wajib melakukan analisis secara seksama terhadap seluruh aspek usaha dan calon debitur, melakukan pengikatan jaminan secara sempurna serta melakukan tindakan hukum dalam menyelesaikan kredit macet. Bahkan tindakan pengamanan lainnya, misalnya bank sejak menerima barang jaminan kredit dari nasabah atau penjamin telah mewajibkan kepada debitur untuk mengasuransikannya kepada perusahaan asuransi kerugian yang dikehendaki oleh Bank. 126 Adrian Sutedi, op.cit hlm158. Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 masyarakat selaku nasabah adalah pihak yang menitipkan, dapat mengambil kembali uang yang sama ketika ia menitipkan uang terdahulu, sedangkan bank tidak berkewajiban untuk memberikan bungajasa kepada penitip. Akan tetapi tentang hal ini dapat dikesampingkan dengan memperjanjikan secara tegas bahwa bank memberikan bungajasa kepada sipenitip. Dalam kaitan dengan perlindungan kepentingan-kepentingan nasabah dalam kegiatan bank di bidang penghimpunan dana masyarakat, kiranya perlu dipikirkan pembentukan suatu lembaga yang dapat menjamin bahwa dana masyarakat yang disimpan pada bank terjamin pengembaliannya. 127 1. Peraturan perundang-undangan di bidang perbankan Undang-undang No.10 tahun 1998 jo. Undang-undang No.7 tahun 1992 Dengan demikian menurut sistem perbankan di Indonesia, perlindungan kepada kreditur bank secara implisit implicit deposit protection diimplemtasikan dalam bentuk : 2. Perlindungan yang dihasilkan dari pengawasan dan pembinaan yang efektif yang dilakukan oleh Bank Indonesia. 3. Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai suatu lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada umumnya. 4. Memelihara tingkat kesehatan bank. 127 Pada tanggal 22 September 2004, telah didirikan Lembaga Penjaminan Simpanan berdasarkan Undang-undang No.24 Tahun 2004, yang menyebutkan fungsi dan tugasnya sebagaimana yang dicantumkan pada pasal 4, pasal 5, pasal 6 dan pasal 7 Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 5. Menjalankan usaha dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian. 6. Melakukan pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah 7. Mengelola usaha secara transparan dan selalu menyajikan laporan risiko pada nasabah. 128 Sedangkan perlindungan secara eksplisit explicit deposit protection, yaitu perlindungan yang diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan masyarakat. Apabila diteliti lebih jauh, secara filosofi bahwa perlindungan kepada masyarakat penyimpan dana tidak dapat dipisahkan dengan upaya menjaga kelangsungan bank sebagai lembaga pada khususnya sehingga pada akhirnya menjaga dan melindungi sistem perbankan nasional. Bank yang tetap dapat menjaga kelangsungan usahanya dan tetap tangguh menghadapi persaingan perbankan yang semakin ketat dewasa ini adalah bank yang mampu menjaga tingkat kesehatannya dengan baik. Suatu bank yang sehat dan tangguh otomatis dapat mengamankan dana masyarakat yang berhasil dihimpunnya. Disamping perlindungan terhadap nasabah melalui ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan pengawasan, pembinaan, tingkat kesehatan dan prinsip kehati- hatian, dalam Undang-undang Perbankan No.10 Tahun 1998 jo No.7 Tahun 1992, 128 Adrian Sutedi, op.cit hlm 167 Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 terdapat ketentuan-ketentuan lain yang mendukung upaya perlindungan terhadap nasabah : 1. Pada proses pemberian kredit, bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang telah diperjanjikan. 2. Merger, konsolidasi dan akuisisi bank wajib terlebih dahulu mendapat izin dari Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia. Dalam kejelasan yang mengatur merger, konsolidasi dan akuisisi bank tersebut, dengan tegas dinyatakan pelaksanaannya tidak boleh merugikan kepentingan nasabah. 3. Bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah, yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dunia perbankan, kecuali untuk kepentingan perpajakan, peradilan dalam perkara pidana, dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya dan dalam rangka tukar menukar informasi antar bank. 4. Ketentuan sanksi pidana dan administratif dalam Undang-undang Perbankan ini jauh lebih berat dan lengkap dari undang-undang Perbankan yang lama. Hal ini dimaksudkan untuk lebih terbentuknya ketaatan yang tinggi terhadap undang-undang ini dalam rangka melindungi nasabahnya. 129 129 Adrian Sutedi, op.cit hlm 169 Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 Pada perlindungan hukum yang bersifat implisit, kreditur bank mendapat perlindungan dari terjadinya kesalahan atau kelalaian yang terdapat pada bank yang berakibat timbulnya tanggung jawab perdata yang berhubungan dengan kepengurusan bank tersebut. Apabila kesalahan atau kelalaian tersebut terjadi akibat pengurus melakukan kegiatan diluar kewenangan yang telah diatur dalam anggaran dasar perusahaan maka hal itu menjadi tanggung pribadi pengurus. Sedangkan apabila tindakan pengurus telah sesuai dengan kewenangannya maka menjadi tanggung jawab perusahaan. Pertanggungjawaban tersebut dapat dimintakan oleh para kreditur berdasarkan ketentuan 1365 KUH Perdata. Dalam Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 1999 ayat 2 huruf a disebutkan bahwa untuk memperoleh kembali dana yang disimpannya termasuk bunganya, maka pada dasarnya nasabah merupakan pihak konkuren yang mendapat perhatian pertama untuk dibayarkan dari penjualan harta kekayaan bank yang ada, sehingga nasabah yang dirugikan oleh suatu bank yang bermasalah dan dilikuidasi dapat meminta hak atas dananya dengan menggugat ke pengadilan, baik secara class action maupun perorangan. 130 1. Melalui penyerahan, yaitu proses likuidasi yang tidak melalui pengadilan, dan Proses likuidasi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : 2. Melalui kepailitan formal berdasarkan yuridiksi suatu pengadilan khusus. 130 Adrian Sutedi, op.cit hlm 170 Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 Likuidasi penyerahan adalah prosedur informal untuk melikuidir hutang, bagi kreditur cara ini lebih menguntungkan dibanding kepailitan formal karena mereka menerima lebih banyak. Dilakukan transfer kepemilikan aktiva kepada pihak ketiga yang disebut assignee atau trustee. Assignee diinstruksikan untuk menjual aktiva itu baik di bawah tangan atau melalui lelang umum dan hasilnya dibagikan kepada kreditur secara pro-rata. Sedangkan likuidasi kepailitan diatur dalam Undang-undang kepailitan yang mempunyai tiga fungsi penting, yaitu melindungi kreditur dari kemungkinan penipuan oleh debitur, pembagian aktiva debitur secara adil kepada para kreditur, menghapuskan semua kewajiban debitur sehingga yang bersangkutan dapat mulai usaha baru tanpa harus dibebani hutang terdahulu. Pasal 54 ayat 1 Undang-undang LPS menyebutkan: pembayaran kewajiban bank kepada para kreditur dari hasil pencairan danatau penagihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 53 dilakukan dengan urutan sebagai berikut : a. Penggantian atas talangan pembayaran gaji pegawai yang terutang; b. Penggantian atas pembayaran talangan pesangon pegawai; c. Biaya pekara di pengadilan, biaya lelang yang terutang dan biaya operasional kantor; d. Biaya penyelamatan yang dikeluarkan LPS danatau pembayaran atas klaim Penjaminan yang harus dibayarkan oleh LPS; e. Pajak yang terutang; Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 f. Bagian simpanan dari nasabah penyimpan yang tidak dibayarkan penjaminannya dan simpanan dari nasabah penyimpan yang tidak dijamin; dan g. Hak dari kreditur lainnya;. Dana masyarakat yang disimpan pada bank berdasarkan perjanjian apakah itu perjanjian membuka rekening giro, tabungan dan deposito yang pada intinya nasabah dapat mengambilnya sewaktu-waktu atau dikembalikan bank dengan jangka waktu tertentu dan bank memberikan imbalan bunga danatau jasa sehingga dapat dikategorikan bahwa bank melakukan pinjaman dana kepada nasabah. Nasabahpenyimpan sebagai kreditur dan bank sebagai debitur. Berdasarkan keadaan ini dapat dikaji bagaimana keberadaan kreditur nasabahpenyimpan dalam KUH Perdata. Dalam Bab XIX KUH Perdata diatur tentang piutang-piutang yang diistimewakan. Pasal 1131 menyebutkan : Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak , baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan atas segala perikatannya perseorangan. Kemudian pasal 1132 menyebutkan bahwa Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang syah untuk didahulukan. Pasal 1134 KUH Perdata menyatakan “ Hak istimewa Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 ialah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seseorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang yang berpiutang lainnya semata-mata berdasarkan sifatnya piutang. Gadai dan hipotek adalah lebih tinggi dari pada hak istimewa kecuali dalam hal-hal di mana oleh undang-undang ditentukan sebaliknya. Dalam bagian ketiga tentang hak-hak istimewa atas semua benda-benda bergerak pada umumnya, pada Pasal 1149 KUH Perdata, antara lain ditegaskan bahwa piutang-piutang yang diistimewakan atas semua benda bergerak dan tidak bergerak pada umumnya ialah yang disebutkan di bawah ini, piutang mana dilunasi dari pendapatan penjualan benda-benda itu menurut aturan sebagai berikut : 1. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu warisan, biaya ini didahulukan daripada gadai dan hipotek. 2. Biaya penguburan, dengan tidak mengurangi kekuasaan hakim untuk mengurangi jika biaya terlampau tinggi. 3. Semua biaya perawatan dan pengobatan dari sakit yang penghabisan. 4. Upah para buruh selama tahun lalu dan upah yang sudah dibayar dalam tahun sedang berjalan, beserta kenaikan upah. 5. Piutang karena penyerahan baha-bahan makanan yang dilakukan kepada si berutang beserta keluarganya, selama waktu enam bulan terakhir. 6. Piutang-piutang para pengusaha sekolah berasrama untuk tahun penghabisan 7. Piutang anak-anak yang belum dewasa dan orang-orang tertampu terhadap sekalian wali dan pengampu mereka. Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 Apabila dikaitkan dengan seluruh ketentuan di atas, kelihatannya simpanan nasabah tidaklah termasuk piutang yang diistimewakan, akan tetapi utang-piutang biasa, yang berarti dalam penyelesaian kewajiban bank akan dibayarkan setelah pemegang gadai dan hipotek. Akan tetapi biasanya, suatu bank yang dinyatakan pailit, hartanya tidak cukup untuk membayarkan seluruh utangnya sehingga ada kemungkinan seseorang yang mempunyai piutang tidak bisa mendapatkan kembali uangnya. Berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata ditentukan bahwa tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian itu. Apabila pihak bank melakukan opersaionalnya secara tidak benar antara lain tidak menjalankan prinsip kehati-hatian, sehingga merugikan deposan sebagai kreditur bank, maka pihak bank tentunya harus mengganti uang yang dititipkan deposan kepadanya. Gagalnya suatu upaya penyelamatan sebuah bank, memaksa Bank Indonesia mencabut izin operasi PT. Bank Global International Tbk pada 13 Januari 2005, dan selanjutnya menempatkan bank tersebut dalam status likuidasi. Pencabutan izin Bank Global kembali menempatkan Pemerintah Republik Indonesia dalam keadaan dilematis. Pengalaman pahit ditutupnya 52 lima puluh dua bank umum belum hilang sirna, telah terjadi 3 tiga kali penutupan bank, yaitu Bank Asiatic, Bank Dagang Bali dan terakhir adalah Bank Global. Pemerintah kembali dibuat pusing, Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 dikarenakan Program Penjaminan Pemerintah, yang sedianya akan segera diakhiri, harus kembali berperan guna menjamin simpanan nasabah. Para nasabah yang tidak masuk dalam kriteria Program Penjaminan mencoba mencari jalan guna mendapatkan haknya kembali, dan salah satunya adalah dengan suatu upaya hukum kepailitan. Tentu saja dengan harapan, apabila bank yang saat ini dalam status dilikuidasi dapat diubah statusnya menjadi pailit, maka tim likuidasi yang dibentuk dan diawasi oleh Bank Indonesia menjadi tidak bergigi dan perannya digantikan oleh kurator dan hakim pengawas. Salah satu kasus yang terbaru dan masih hangat dalam ingatan kita adalah upaya hukum kepailitan yang diajukan oleh sebagian nasabah Bank Global yang tidak dijamin berdasarkan Program Penjaminan Pemerintah merupakan suatu peristiwa hukum yang langka dan menarik untuk disimak. Pada tingkat pertama, hakim kepailitan tidak mengabulkan permohonan pailit yang diajukan, dan di tingkat kasasi, hakim Mahkamah Agung kembali tidak mengabulkan permohonan kasasi kepailitan yang diajukan oleh nasabah. Saat ini kasus telah diajukan Peninjauan Kembali oleh nasabah yang bersangkutan, dan masih dalam pemeriksaan oleh Mahkamah Agung. Menarik untuk dibicarakan bahwa, pemohon pailit menyampaikan argumen kepada majelis hakim Pengadilan Niaga, bahwa PT. Bank Global International Tbk Dalam Likuidasi sudah bukan bank, alias sudah menjadi suatu perseroan terbatas, dikarenakan izin operasi sebagai bank sudah dicabut oleh Bank Indonesia. Argumen pemohon pailit juga dikuatkan oleh beberapa saksi ahli dalam bidang hukum, seperti Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 Prof. DR. Erman Rajaguguk SH, mengatakan bahwa status sebagai bank sudah tidak melekat kembali pada Bank Global karena sudah dicabut izin operasionalnya oleh Bank Indonesia. Lebih jauh lagi, Prof. DR. Erman Rajaguguk juga menambahkan bahwa Rezim Undang-undang Perbankan berlaku pada waktu bank itu masih beroperasi belum dicabut izin usahanya namun kalau sudah dicabut izin usahanya menjadi PT dalam likuidasi yang tunduk pada rezim kepailitan, dan Pasal 1 angka 11 UU Kepailitan dan PKPU juga termasuk untuk bank dalam likuidasi. Namun demikian, pada saat didengarkan kesaksian Saksi Ahli Ibu Ratnawati W. Prasodjo, SH yang merupakan salah satu orang pembuat Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU tidak sependapat dengan Prof. DR. Erman Rajaguguk. Ibu Ratnawati mengatakan secara tegas bahwa dilihat secara interpretasi historikal, Pasal 1 angka 11 UU Kepailitan dan PKPU tidak diperuntukkan bagi bank dalam likuidasi. Dalam pendapatnya lebih lanjut, Ibu Ratnawati juga menegaskan bahwa secara yuridis positif, dan merupakan ketentuan yang lex specialis derogat legi generali, berlaku Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juncto Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Syarat, Tata Cara Tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan likuidasi Bank. Sehingga dengan demikian, khusus suatu Bank, koridor hukum yang digunakan adalah koridor likuidasi bank menurut UU Bidang Perbankan, bukan kepailitan. 131 131 Dirangkum dan disarikan berdasarkan bahan dari http:www.hukumonline.comdetail.asp?id=17876cl=berita diakses tanggal 21 Mei 2009. Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 Bagaimanapun, khusus bank, berlaku secara lex specialis derogat legi generali, yang berlaku adalah koridor hukum mengenai perbankan. Mengapa demikian, karena bank merupakan suatu badan usaha khusus untuk menarik dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dalam bentuk kredit. Selain hal tersebut patut juga diingat, bahwa untuk suatu perseroan terbatas, selain berlaku UU PT, juga berlaku peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur mengenai keberadaan dan jalannya perseroan terbatas dimaksud. Dengan demikian, suatu perseroan terbatas yang merupakan bank, akan tetap berstatus sebagai bank walaupun sudah dilikuidasi, dan berlaku koridor hukum dibidang perbankan.

BAB IV PELAKSANAAN REKAPITALISASI PT.BANK SUMUT

Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009

A. Program Rekapitalisasi Perbankan

Krisis moneter yang terjadi seperti yang telah disebutkan pada bab pendahuluan di depan menyebabkan menurunnya kemampuan sektor dunia usaha yang tercermin dari melemahnya kemampuan para pengusaha yang sebahagian besar merupakan debitur Bank untuk memenuhi kewajibannya kepada Bank. Sehingga terjadi peningkatan jumlah Non-Performing Loans NPLs di Bank, yang akhirnya mengakibatkan kualitas asset Bank juga semakin memburuk. Pada saat kondisi NPLs yang bertambah meningkat tersebut, dapat dipastikan bahwa Bank tidak akan mampu memperoleh pendapatan yang optimal dan bahkan yang terjadi adalah kerugian Bank yang semakin meningkat. Dengan demikian akibatnya modal bank akan terus tergerus untuk menutupi kerugian yang dialami. Fenomena diatas tidak hanya dialami oleh Bank Nasional, namun juga dihadapi oleh Bank Pembangunan Daerah BPD yang secara spesifik keberadaannya diperlukan untuk mendorong pengembangan potensi ekonomi daerah, khususnya melalui pengembangan usaha kecil dan menengah serta pelayanan jasa perbankan masyarakat lokal. Menyikapi bahwa krisis perbankan muncul antara lain diawali oleh rasa kepercayaan masyarakat yang runtuh terhadap perbankan nasional maka pemerintah berketetapan bahwa kebijakan awal untuk memulihkan kinerja perbankan adalah Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 melalui upaya-upaya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional, baik di dalam negeri maupun luar negeri. 132 Untuk itu, maka bank yang dinilai masih mempunyai prospek perlu dibantu sedangkan yang sudah tidak mempunyai prospek lagi harus dihapuskan keberadaanya dari sistem perbankan nasional. Guna mengetahui gambaran tersebut maka sejak bulan Agustus 1998 hingga Desember 1998 Bank Indonesia dibantu oleh auditor internasional melakukan due diligence terhadap setiap bank. Berdasarkan hasil due diligence, perbankan nasional dikelompokkan dalam 3 kategori, yaitu bank kategori A, B dan C. Bank kategori A adalah bank yang memiliki Capital Adequacy Ratio CAR sebesar 4 atau lebih dan dinilai mampu hidup mandiri namun dengan tetap memperoleh pembinaan dari Bank Indonesia. Bank kategori B dengan CAR antara minus 25 sampai dengan kurang dari 4 adalah bank-bank yang mendapat kesempatan mengikuti rekapitalisasi. Terakhir, bank kategori C yang memiliki CAR Untuk mendukung upaya pemulihan kepercayaan masyarakat di atas, pemerintah memandang bahwa intern perbankan sendiri perlu pula dipulihkan. Berangkat dari pemikiran ini, pemerintah berketetapan untuk melaksanakan program restrukturisasi perbankan yang bersifat menyeluruh. Tujuan program ini adalah terciptanya sistem perbankan yang sehat yang didukung oleh individual-individual bank yang sehat. 132 Buku Restrukturisasi Perbankan Jakarta: Bank Indonesia, 1999 hlm 6 Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 kurang dari minus 25 adalah bank-bank yang dinilai sudah tidak layak lagi untuk beroperasi sehingga harus ditutup. 133 1. Restorasi industri perbankan melalui langkah-langkah mengatasi dampak krisis yang meliputi pemulihan kepercayaan masyarakat dan kreditur, serta Bertitik tolak dari keadaan ini dan menyadari pentingnya fungsi perbankan dalam siklus aliran dana dan kegiatan investasi, maka pemerintah memandang perlu untuk melakukan restrukturisasi terhadap perbankan nasional. Restrukturisasi dilakukan melalui upaya-upaya penyehatan dan pemberdayaan terhadap perbankan tersebut, yang akhirnya akan dapat memulihkan kinerja sektor dunia usaha. Pemerintah membuat kebijakan penyehatan perbankan nasional yang disebut dengan Program Rekapitalisasi bagi Bank yang memenuhi persyaratan dan melakukan likuidasi terhadap Bank yang di nilai sudah tidak dapat diselamatkan. Program Rekapitalisasi dilakukan dengan cara menerbitkan obligasi rekapitalisasi yang lebih dikenal dengan nama Obligasi Rekap. Dengan adanya Obligasi Rekap dimaksud maka perbankan nasional yang menerimanya menjadi layak untuk terus beroperasi, karena tanpa adanya bantuan dari pemerintah maka akan sangat banyak Bank nasional yang harus ditutup. Dalam upaya mengatasi krisis perbankan nasional, Pemerintah dan Bank Indonesia telah menggariskan suatu program restrukturisasi perbankan yang mencakup : 133 Ibid, hlm 8 Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 memberdayakan kembali Bank-Bank yang telah kehilangan daya namun masih memiliki prospek. 2. Meningkatkan ketahanan sistem perbankan. Seluruh rangkaian program tersebut di atas bertujuan untuk membangun kembali sistem perbankan yang lebih sehat dan berdaya saing, sehingga mampu untuk mendukung terciptanya stabilitas keuangan financial stability. 134 1. Sisi internal perbankan yang mencakup perbaikan kelembagaan, manajemen, operasional dan keuangan ; Dalam rangka mewujudkan stabilitas keuangan tersebut, diperlukan prasyarat necessary condition berupa stabilitas politik dan makro ekonomi yang dapat menstimulir iklim yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan demikian tujuan dilakukannya restrukturisasi perbankan adalah untuk memberdayakan kembali industri perbankan agar dapat menjalankan perannya sebagai lembaga intermediasi keuangan, sehingga dapat mendukung upaya pemulihan perekonomian nasional. Program Restrukturisasi perbankan menuntut suatu langkah reformasi perbankan dari : 2. Sisi eksternal perbankan, yang antara lain berupa pengembangan infrastruktur, penyempurnaan peraturan dan pengawasan perbankan. 134 Ibid, hlm 4 penjelasannya dikembangkan dari skema yang digambarkan Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 Implementasi program Rekapitalisasi pada dasarnya harus dipandang tidak hanya terbatas pada upaya menyehatkan perbankan melalui penambahan modal. Maksud terpenting dari program ini sebenarnya adalah mengupayakan agar Bank yang terancam kelangsungan hidupnya dapat diselamatkan dan bahkan kemudian dikembangkan menjadi Bank yang sehat dan kuat. Sejalan dengan konsep diatas, maka Program Rekapitalisasi dengan dukungan dana Pemerintah tersebut diharapkan hanya dilakukan untuk satu kali saja. Setiap Bank Pembangunan Daerah yang diikut sertakan dalam Program Rekapitalisasi dengan dukungan dana Pemerintah tersebut, tanpa terkecuali diwajibkan untuk melakukan restrukturisasi intern pada masing-masing Bank, terutama menyangkut kepengurusan, struktur organisasi, jenis kegiatan usaha,penataan jaringan kantor, perbaikan sistem dan prosedur. 135

B. Pelaksanaan Rekapitalisasi PT.Bank Sumut

Dengan demikian Program Restrukturisasi merupakan prasyarat bagi setiap Bank untuk dapat mengikuti Program Rekapitalisasi dengan dukungan dana Pemerintah, agar kondisi Bank tersebut setelah adanya penambahan modal dapat dikembangkan lagi menjadi Bank yang kuat, sehat dan menguntungkan. Searah dengan program rekapitalisasi pada bank umum, maka dengan program ini ditujukan juga kepada Bank Pembangunan Daerah BPD yang ada di setiap 135 Ibid, hlm 18 Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 provinsi, agar dapat dikembangkan kembali menjadi bank yang sehat. Sejalan dengan pemikiran ini, maka pemerintah menyatakan bersedia melakukan rekapitalisasi terhadap seluruh BPD yang CAR-nya di bawah 8 tanpa memperhitungkan status kategorinya. Namun sebelum itu, pada tahap awal kepada Pemerintah Daerah Tingkat I dan Tingkat II sebagai pemilik BPD telah diminta untuk menyediakan seluruh dana rekapitalisasi 100 sebagai tambahan modal mencapai CAR 8. Sampai dengan Maret 1999, terdapat 12 BPD yang memiliki CAR kurang dari 8 sehingga diikutsertakan dalam program rekapitalisasi dengan jumlah modal yang dibutuhkan Rp.1.538,1 milyar. 136 Menurut hasil due deligence yang dilakukan oleh Bank Indonesia pertanggal 31 Maret 1999 kondisi CAR PT. Bank Sumut adalah minus 34,67 . 137 Berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah setiap Bank Pembangunan Daerah yang memiliki CAR lebih kecil dari 8 harus mengikuti program rekapitalisasi dalam rangka mengatasi kesulitan permodalan dan kelangsungan usahanya 138 136 Ibid, hlm 17 137 Surat Bank Indonesia Medan No.322UpwB2AdWB2MdnRahasia tanggal 28 April 1999, perihal kebutuhan modal bank Saudara dalam rangka Program Rekapitalisasi.. 138 Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 135KMK.0171999 dan Gubernur Bank Indonesia No. 321KEPGBI tanggal 9 April 1999 tentang Pelaksanaan Program Rekapitalisasi Bank Pembangunan Daerah . Sejalan dengan hal tersebut maka Pemerintah Republik Indonesia memandang perlu untuk melakukan penyertaan modal terhadap 12 Bank Pembangunan Daerah termasuk Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara. Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 Kewajiban bagi BPD yang mengikuti Program Rekapitalisasi dengan dukungan dana Pemerintah untuk menyusun Program Restrukturisasi ditetapkan dalam Surat Keputusan Bersama SKB Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia Nomor 135KMK.0171999 dan Nomor 321KEPGBI tanggal 9 April 1999 tentang Pelaksanaan Program Rekapitalisasi Bank Pembangunan Daerah. Pelaksanaan Program Rekapitalisasi ini harus diikuti dengan perubahan bentuk hukum BPD dari Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas, yang wajib dipenuhi paling lambat 1 satu minggu setelah Perjanjian Rekapitalisasi ditandatangani. 139 139 Ibid, pasal 3 Karena Perjanjian Rekapitalisasi BPD ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1999 maka perubahan bentuk badan hukum selambat-lambatnya harus dipenuhi tanggal 14 Mei 1999. Persyaratan perubahan bentuk badan hukum BPD dapat dipenuhi berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No.1 Tahun 1998 tentang Bentuk Hukum Bank Pembangunan Daerah, dalam Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa bentuk hukum BPD dapat berupa salah satu dari : a Perusahaan Daerah; b Perseroan Terbatas. Dalam SKB tersebut juga ditetapkan bahwa pengurus BPD wajib menyusun Program Restrukturisasi dan menyampaikannya kepada Bank Indonesia segera setelah Perjanjian Rekapitalisasi ditandatangani. Waktu penyampaian Program Restrukturisasi tersebut ditetapkan selama 1 satu bulan sejak Perjanjian Rekapitalisasi ditandatangani, yakni tanggal 7 Juni 1999. Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 Pemenuhan persyaratan yang diatur dalam perjanjian tersebut, ditetapkan dalam waktu yang ditetapkan sangat singkat, dilakukan sebagai upaya menekan bank- bank peserta rekapitalisasi agar bekerja cepat dan serius. Mengingat situasi dan kondisi moneter pada saat itu yang sangat cepat berubah dalam hitungan hari bahkan jam. Proses pembuatan program restrukturisasi dan perubahan badan hukum sebenarnya sudah dilakukan persiapannya jauh hari sebelum ditandatanganinya perjanjian rekapitalisasi sehingga tidak menjadi kendala dalam memenuhinya. Hal tersebut dilakukan segera setelah diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 1998 tanggal 31 Desember 1998 tentang Program Rekapitalisasi Bank Umum dan No.4 Tahun 1999 tanggal 18 Januari 1999, tentang Penyertaan Modal Negara Ke Dalam Modal Bank Pembangunan Daerah Istimewa Aceh, Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara, Bank Pembangunan Daerah Bengkulu, Bank Pembangunan Daerah Lampung, Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Barat, Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Timur, Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Utara, Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Tengah, Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Barat, Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur, PT. Bank Lippo tbk, Dan PT. Bank Sembada Artanugroho Dalam Rangka Program Rekapitalisasi Bank Umum. Kemudian pada tanggal 16 April 1999, terbitlah Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara No.2 Tahun 1999 tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara dari Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 Utara. Berdasarkan Peraturan Daerah tersebut tanggal 16 April 1999 dibuatlah Akte Pendirian Peseroan Terbatas No.38 Tahun 1999 dari Notaris Alina Hanum Nasution SH dan mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia dibawah Nomor C-8224 HT.01.01.TH 99 tanggal 5 Mei 1999 serta telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 54 tanggal 6 Juli 1999. Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1999 tersebut tidak jadi dipakai sebagai landasan hukum, dengan terbitnya Peraturan Pemerintah yang baru yakni No.35 Tahun 1999 tanggal 24 Mei 1999. Dengan demikian Badan Hukum Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara telah resmi berubah menjadi Perseroan Terbatas PT pada tanggal 5 Mei 1999, sebelum penandatanganan Perjanjian Rekapitalisasi. Program Restrukturisasi tersebut baru dapat dilaksanakan oleh BPD setelah mendapat persetujuan dari Bank Indonesia. Apabila Bank Indonesia belum dapat menyetujui Program Restrukturisasi dimaksud, maka Bank Indonesia akan meminta adanya perbaikan terhadap aspek-aspek yang akan disebutkan oleh Bank Indonesia, sehingga memenuhi standar yang ditetapkan untuk dapat disetujui oleh Bank Indonesia. Program Restrukturisasi yang sudah disetujui oleh Bank Indonesia harus segera dilaksanakan oleh BPD dan harus sudah diselesaikan selambat-lambatnya 1 satu tahun setelah Perjanjian Rekapitalisasi atau pada tanggal 7 Mei 2000. Program Restrukturisasi dapat disusun sepenuhnya oleh pengurus Bank Pembangunan Daerah sendiri atau bekerja sama dengan pihak lain ataupun diserahkan sepenuhnya kepada konsultan. Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 Coverage atau cakupan objek yang perlu direstrukturisasi atau disempurnakan atau di tata kembali harus dituangkan dalam Program Restrukturisasi dan sekurang- kurangnya meliputi 5 lima aspek sebagai berikut : 1. Restrukturisasi kepengurusan BPD yang mengacu pada hasil penelitian Fit and Proper Test yang dilakukan oleh Bank Indonesia. 2. Merumuskan penataan kembali jenis-jenis kegiatan usaha BPD, termasuk hubungan keuangan antara Pemerintah Daerah dengan BPD. 3. Restrukturisasi organisasi BPD yang mengacu pada rumusan baru yang terkait dengan penilaian kembali jenis-jenis kegiatan usaha diatas serta rencana pencapaian hasil kinerja usaha performance plan. 4. Merumuskan penataan kembali Kantor-Kantor Cabang atau Kantor Cabang Pembantu BPD. 5. Perbaikan sistem dan prosedur operasional SOP 140 Untuk mengatasi kondisi keuangan PT.Bank Sumut adalah dengan melakukan restrukturisasi kondisi keuangannya dengan mengikuti program rekapitalisasi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Pelaksanaan program rekapitalisasi tersebut, menyangkut beberapa hal yakni :

1. Mengatasi Kecukupan Modal

Akibat terjadinya krisis moneter Indonesia sebagaimana telah disebutkan diatas telah menyebabkan penurunan rasio modal PT. Bank Sumut yang cukup besar bahkan hingga minus 34,67 141 140 Buku Petunjuk Teknis Penyusunan Program Restrukturisasi Bank Pembangunan Daerah Jakarta:Bank Indonesia, 1999 hlm 5-7. 141 Tabel 2 yang merupakan lampiran dari Surat Bank Indonesia Cabang Medan No.322UpwB2 AdWB2MdnRahasia tanggal 28 April 1999, perihal Perhitungan kebutuhan modal bank Saudara dalam rangka Program Rekapitalisasi . Berdasarkan hasil pertemuan antara Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Kehakiman dengan Bank Indonesia pada tanggal 9 April 1999 di Bogor, telah diputuskan bahwa Program Rekapitalisasi terhadap Bank Pembangunan Daerah akan dilaksanakan dengan dasar perhitungan data Bank posisi neraca pertanggal 31 Maret 1999 dengan Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 memperhitungkan koreksi yang dilakukan oleh pemeriksa termasuk kejadian-kejadian setelah tanggal neraca subsequent events. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bank Indonesia terhadap Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara per posisi 31 Maret 1999, yang disampaikan melalui surat Bank Indonesia Cabang Medan No.32UpwB2AdWB2MdnRahasia tanggal 28 April 1999 Perihal : Perhitungan kebutuhan modal bank Saudara dalam rangka Program Rekapitalisasi diperoleh data Aktiva Produktif dan Agunan yang Dikuasai serta Permodalan sebagai berikut : a. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang Wajib Dibentuk PPAPWD oleh Bank masih mengalami kekurangan sebesar Rp. 203.338 juta b. Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum KPMM adalah sebesar minus 34,67. c. Kebutuhan modal Bank untuk mencapai KPMM sebesar 8 dan NPLs 5 adalah sejumlah Rp. 378.589 juta. d. Kebutuhan penambahan modal yang harus disetor oleh pemilik Bank adalah sebesar 20 x Rp. 378.589 juta = Rp. 75.718 juta e. Kebutuhan penambahan modal oleh Pemerintah Pusat adalah sebesar 80 x Rp. 378.589 juta = Rp. 302.872 juta Berdasarkan pertimbangan kondisi keuangan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara sebagai salah satu pemilikpemegang saham dari PT. Bank Sumut pada waktu itu tidak mampu untuk melakukan setoran modal sebesar 20 dari kekurangan modal Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 untuk mencapai rasio KPMM sebesar 8 tersebut, maka Gubernur Propinsi Sumatera Utara pada tanggal 29 April 1999 telah mengajukan permohonan pinjaman Pemerintah Propinsi Sumatera Utara sebesar Rp. 75.718 juta kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia. Permohonan pinjaman sejumlah Rp. 75.718 juta untuk tambahan modal setor Pemerintah Propinsi Sumatera Utara pada PT. Bank Sumut dimaksud, mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan 142 a. Jangka waktu pinjaman ditetapkan selama 5 lima tahun dengan masa tenggang grace period selama 1satu tahun dengan persyaratan antara lain: b. Biaya administrasi pinjaman ditetapkan sebesar 11,5 sebelas koma lima perseratus pertahun. Sebagai tindak lanjut dari peminjaman tersebut, maka pada tanggal 7 Mei 1999 telah ditandatangani Perjanjian Pinjaman nomor RDI-355DP31999 antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara. Pada waktu yang bersamaan juga telah ditandatangani Perjanjian Rekapitalisasi antara Pemerintah Republik Indonesia, Bank Indonesia dan PT.Bank Sumut dengan syarat dan ketentuan antara lain sebagai berikut : 1. PT. Bank Sumut bersedia untuk ikut serta dalam Program Rekapitalisasi dan untuk memperbaiki kondisi permodalan Bank diperlukan tambahan modal disetor sebesar Rp. 378.589 juta untuk mencapai rasio KPMM sebesar 8 . 142 Surat Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor S-163MK.171999 tanggal 6 Mei 1999 Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 2. Pemerintah Daerah Sumatera Utara sebagai Pemegang Saham Pengendali berkewajiban untuk melakukan setoran modal secara tunai sebesar Rp. 75.718 juta atau 20 dari kekurangan modal untuk mencapai rasio KPMM sebesar 8 3. Pemerintah Republik Indonesia ikut serta dalam permodalan PT. Bank Sumut dengan penyetoran modal sebesar Rp. 302.871 juta atau 80 dari kekurangan modal disetor. 4. PT. Bank Sumut berkewajiban mengalihkan secara hukum : a. kredit yang tergolong macet b. kredit yang semula tergolong macet namun telah direstrukturisasi c. aset yang sudah dihapus bukukan yang menjadi milik Bank akibat dari penyelesaian kredit, dalam waktu selambat-lambatnya 3 tiga hari kerja sejak penandatanganan perjanjian kepada Assets Management Unit AMU di Badan Penyehatan Perbankan Nasional BPPN dengan nilai harga nihil. d. Seluruh tagihan atas asset yang diserahkan kepada Assets Management Unit tersebut ditampung pada rekening escrow BPPN dan hanya dapat dipergunakan untuk mendivestasi saham Pemerintah Pusat. 143 Ternyata pada saat pelaksanaan rekapitalisasi dengan tambahan modal sebesar Rp. 378.589 juta tersebut, dana rekap masih mengalami kekurangan sebesar Rp. 143 Dirangkum dari beberapa ketentuan dalam Perjanjian Rekapitalisasi antara Pemerintah Indonesia, Bank Indonesia dan BPD Sumatera Utara tanggal 7 Mei 1999. Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 320.215 juta, yang disebabkan belum diperhitungkannya PPAP kredit macet terdiri dari : - Kredit PT. Victor Jaya Raya Rp. 227.974 juta x 100 = Rp. 227.974 juta - Lainnya Rp. 320.215 juta Rp. 93.173 juta x 99 = Rp. 92.241 juta Kredit PT. Victor Jaya Raya PT.VJR di dalam perhitungan tambahan awal Rekapitalisasi, nilai agunan dimasukkan sebagai faktor pengurang, sedangkan Kredit Lainnya tersebut sebelumnya dikategorikan Lancar maka PPAP telah diperhitungkan dalam Cadangan Umum 1 satu per seratus sehingga kekurangannya 99 sembilan puluh sembilan per seratus dari baki debet. Kredit PT.VJR merupakan debitur terbesar PT.Bank Sumut pada waktu yang digunakan untuk pembangunan perumahan dan lapangan golf Royal Sumatera. Dalam rangka penyelamatan kredit dan pengamanan aset-aset PT.VJR, PT.Bank Sumut melakukan pengambilalihan seluruh saham PT.VJR. Menurut catatan pemeriksa Bank Indonesia, khusus debitur atas nama PT.VJR memiliki agunan yang mempunyai nilai terbaru dari penilai independen pada tanggal 24 Desember 1998, diketahui nilai sehat sebesar Rp.325.621 juta, sehingga berdasarkan ketentuan dapat diperhitungkan maksimal sebesar 70 x Rp.325.621 juta menjadi Rp.227.934 juta. Nilai ini masih diatas Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 jumlah kredit PT.VJR, sehingga menurut ketentuan tidak diperlukan pembentukan cadanganpenyisihan penghapusan aktiva produktif. 144 Rekapitalisasi yang dilakukan ini adalah dengan mengundang pihak lain dalam hal ini Pemerintah Pusat sebesar 80 dari kebutuhan untuk memperbaiki kecukupan modal PT.Bank Sumut sehingga porsi kepemilikan Pemerintah Pusat pada saat itu 65,82 Rp.302.871 juta sedangkan sisanya merupakan kepemilikan Pemerintah Propinsi dan KabupatenKota di Sumatera Utara. Dengan program rekapitalisasi ini sebenarnya telah terjadi proses pengambilalihan suatu perusahaan. Pengertian pengambilalihan akuisisi dalam Peraturan Pemerintah PP Republik Indonesia adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih, baik seluruh ataupun sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut. 145 144 Tabel 1 yang merupakan lampiran dari Surat Bank Indonesia Cabang Medan No.322Upw B2 AdWB2MdnRahasia tanggal 28 April 1999, perihal Perhitungan kebutuhan modal bank Saudara dalam rangka Program Rekapitalisasi 145 Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilaihan Perseroan Terbatas Pasal 1 Demikian pula PP No.28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank Pasal 1 menyebutkan akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu Bank yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Bank. Dalam program rekapitalisasi terhadap PT.Bank Sumut, pemerintah tidak sepenuhnya melakukan pengendalian terhadap Bank. Setiap program restrukturisasi yang harus dilaksanakan secara bertahap, Pemerintah menunjuk Direktur Kepatuhan Bank untuk memonitornya. Sepanjang PT.Bank Sumut tidak melakukan pelanggaran material Didi Duharsa : Analisis Hukum Peranan Reorganisasi Perusahaan Dalam Menghindari Pembubaran Studi Pada PT. BANK SUMUT, 2009. USU Repository © 2009 atas pelaksanaan program rekapitalisasi, secara jelas Pemerintah menyatakan tidak ikut serta dalam pengelolaan kegiatan usaha PT.Bank Sumut dan tidak menggunakan hak suaranya dalam pemilihan anggota Direksi dan Dewan Komisaris. Jadi Pemerintah melepaskan haknya sebagai pemegang saham mayoritas. 146

2. Pengalihan Asset ke