Pemilihan Metode Penilaian Persediaan

16 mencatat transaksi tersebut dalam sistem pencatatan persediaan perpetual sebagai berikut: Utang Usaha………………………… Rp 2.000 Persediaan………………….. Rp 2.000

2.1.3.3 Pemilihan Metode Penilaian Persediaan

Metode yang umun digunakan adalah metode identifikasi khusus spesific identification, biaya rata-rata average cost, masuk pertama keluar pertama first-in, first-out, dan masuk tertakhir keluar pertama last-in, first-out. Keempat metode tersebut akan diilustrasikan dengan contoh dari PT.Jaya Selalu, perusahaan ini tidak memiliki persediaan awal pada tahun 2009. Tabel 2.2 Ilustrasi Transaksi PT.Jaya Selalu Jumlah Unit Biaya per Unit Total Biaya Pembelian 1 Januari 200 Rp 100 Rp 20.000 23 April 100 120 12.000 15 Juli 500 110 55.000 6 November 200 130 26.000 Total Pembelian 1.000 Rp 113.000 Penjualan: 500 unit dengan harga Rp10 per unit. Diasumsikan semua penjualan terjadi 31 Desember. Universitas Sumatera Utara 17 1. Metode Identifikasi Khusus Specific Identification Metode identifikasi khusus merupakan metode dimana unit fisik aktual yang dijual diidentifikasi secara khusus dan keseluruhan biaya dicatat sebagai harga pokok penjualan Stice dkk, 2009:639. Metode identifikasi khusus sangat menarik jika dilihat dari sudut pandang teoritis, khususnya ketika setiap unsur persediaan unik dan memiliki biaya yang tinggi. Namun, ketika persediaan terdiri atas berbagai unsur-unsur yang idientik pada saat yang berlainan dengan harga yang berbeda, maka identifikasi khusus akan menjadi lamban, membebani, dan memakan biaya Stice dkk, 2009:586. untuk melihat penggunaan metode penilaian ini diuraikan sebagai berikut. Tabel 2.3 Ilustrasi Perhitungan Metode Identifikasi PT.Jaya Selalu Metode Identifikasi Khusus Perhitungan Harga Pokok Penjualan Batch yang di beli pada: Jumlah unit Biaya per Unit Total Biaya 1 Januari 200 Rp100 Rp 20.000 15 Juli 300 110 33.000 Total harga pokok penjualan 500 Rp 53.000 Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa PT.Jaya Selalu menjual 500 unit dengan menggunakan persediaan yang memiliki biaya per unit yang rendah yaitu persediaan yang dibeli pada tanggal 1 Januari dan 15 Universitas Sumatera Utara 18 Juli, sehingga PT. Laris Jaya dapat meminimalkan harga pokok penjualan dalam upaya untuk memaksimalkan laba. 2. Metode Biaya Rata-Rata Average Cost Menurut Stice dkk, 2009:587, “metode biaya rata-rata membebankan biaya rata-rata yang sama ke setiap unit. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa barang yang terjual seharusnya dibebankan dengan biaya rata-rata, yaitu rata-rata tertimbang dari jumlah unit yang dibeli pada tiap harga”. Apabila metode rata-rata digunakan dalam sistem persediaan perpetual, biaya rata-rata per unit untuk masing-masing barang dihitung setiap kali pembelian dilakukan. Biaya per unit kemudian digunakan untuk menentukan harga pokok setiap penjualan sampai pembelian berikutnya dilakukan dan rata-rata baru dihitung. Teknik perhitungan rata-rata ini dinamakan dengan rata-rata bergerak moving average. Metode biaya rata-rata dalam sistem periodik biasa disebut dengan metoda rata-rata tertimbang atau weighted average method Warren dkk, 2006 : 462-466. Dengan menggunakan data PT.Jaya Selalu, metode biaya rata-rata dapat dihitung sebagai berikut: Biaya rata-rata tertimbang = total biaya total unit = Rp 113.000 1.000 unit = Rp 113 per unit Universitas Sumatera Utara 19 Metode biaya rata-rata dapat dianggap sebagai metode yang realistis dan paralel dengan arus fisik barang. Tidak seperti metode persediaan yang lain, pendekatan biaya rata-rata memberikan nilai yang sama untuk unsur serupa dengan penggunaan yang sama. Metode ini tidak memperbolehkan manipulasi keuntungan. Keterbatasan dari metode ini adalah bahwa nilai persediaan dapat tertinggal secara signifikan terhadap harga dalam periode dimana terdapat kenaikan atau penurunan harga yang cepat Stice dkk, 2009 : 588. 3. Metode FIFO First-in, First-out Metode FIFO mengasumsikan bahwa barang yang lebih dahulu masuk adalah barang yang pertama terjual. Perusahaan yang menggunakan metode ini adalah perusahaan yang memproduksi atau menjual barang yang sifatnya cepat berubah atau tidak tahan lama, seperti makanan dan obat-obatan. FIFO dapat dianggap sebagai sebuah pendekataan yang logis dan realistis terhadap arus biaya ketika penggunaan metode identifikasi khusus tidak memungkinkan atau tidak praktis. FIFO mengasumsikan bahwa arus biaya yang mendekati paralel dengan arus fisik barang yang terjual. FIFO memberikan kesempatan kecil untuk manipulasi keuntungan karena pembebanan biaya ditentukan oleh urutan terjadinya biaya. Selain itu, dalam FIFO, unit yang tersisa pada persediaan akhir adalah unit yang paling akhir dibeli, sehingga biaya yang dilaporkan Universitas Sumatera Utara 20 akan mendekati atau sama dengan biaya penggantian di akhir periode Stice dkk, 2009 : 588. Dengan menggunakan data PT.Jaya Selalu, metode FIFO dapat dihitung sebagai berikut: Tabel 2.4 Ilustrasi Perhitungan Metode FIFO PT.Jaya Selalu Metode FIFO Batch yang dibeli pada: Jumlah Unit Biaya per Unit Total Biaya 1 Januari 200 Rp 100 Rp 2.000 23 April 100 120 12.000 15 Juli 200 110 22.000 Total harga pokok penjualan 500 Rp 36.000 Namun metode FIFO gagal untuk mencocokkan biaya saat ini terhadap pendapatan saat ini pada laporan laba rugi. Perusahaan membebankan biaya yang lama terhadap pendapatan saat ini, yang kemungkinan menyebabkan distorsi antara laba kotor dan laba bersih Keiso dkk, 2011: 423. 4. Metode LIFO Last-in First-out Metode LIFO didasarkan pada asumsi bahwa barang yang paling barulah yang terjual. Metode ini dianggap tidak cocok untuk arus barang yang terjadi dalam perusahaan karena dianggap akan menghasilkan nilai lama dalam neraca dan akan memberikan angka harga pokok penjualan yang aneh saat tingkat penjualan menurun, tetapi metode ini juga memiliki keunggulan karena dianggap paling baik Universitas Sumatera Utara 21 dalam mencocokkan biaya persediaan saat ini dengan pendapatan saat ini Stice dkk, 2009:589. Dengan menggunakan data PT. Jaya Selalu, metode LIFO dapat dihitung sebagai berikut. Tabel 2.5 Ilustrari Perhitungan Metode LIFO PT.Jaya Selalu Metode LIFO Batch yang dibeli pada: Jumlah Unit Biaya per Unit Total Biaya 6 November 200 Rp 130 Rp 26.000 15 Juli 300 110 33.000 Total harga pokok penjualan 500 Rp 59.000 Dari tabel 2.5 di atas dapat dilihat bahwa PT. Jaya Selalu menggunakan harga pokok penjualan dari harga barang yang terakhir dibeli. Namun, pada penelitian ini hanya menggunakan metode biaya rata-rata dan FIFO, sesuai dengan PSAK No.14 revisi 2008 dan Undang-Undang Pajak Penghasilan No.36 Tahun 2008, yang hanya memperbolehkan perusahaan menggunakan metode FIFO dan metode rata-rata. Hal ini sejalan dengan IFRS International Financial Reporting Standards yang tidak memperbolehkan metode LIFO untuk tujuan pelaporan keuangan disebabkan pernyataan IASB International Accounting Standard Board yang menyatakan bahwa metode LIFO tidak memberikan representasi yang handal mengenai aliran persediaan secara faktual. Universitas Sumatera Utara 22 Selain tiga metode tersebut terdapat juga penilaian persediaan dengan metode lain selain biaya yaitu penilaian pada mana yang lebih rendah antara harga pokok atau harga pasar lower of cost or market - LCM dan penilaian pada nilai realisasi bersih net realizable. 5. Lebih Rendah antara Harga Pokok atau Harga Pasar Lower of Cost or Market - LCM Metode mana yang lebih rendah antara harga pokok atau harga pasar adalah metode yang digunakan apabila biaya penggantian persediaan lebih rendah dibandingkan biaya pembeliannya Warren dkk, 2006:468. Dalam menerapkan aturan mana yang lebih rendah antara biaya dan harga pasar, harga persediaan akhir yang ditentukan dengan alokasi biaya yang sesuai akan dibandingkan dengan harga pasar periode akhir Stice dkk, 2009:603. Untuk melihat perhitungan dengan metode LCM, maka disajikan ilustrasi perhitungan sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 23 Tabel 2.6 Ilustrasi Perhitungan Metode LCM Komod -itas Jumlah Perse- diaan Biaya per Unit Harga Pasar per Unit Total Biaya Pasar Lebih rendah Biaya atau Pasar LCM A 200 Rp 100 Rp 90 Rp 20.000 Rp 18.000 Rp 18.000 B 100 220 115 22.000 11.500 11.500 C 300 150 145 45.000 43.500 43.500 D 350 250 220 87.500 77.000 77.000 Total Rp 174.500 Rp 150.000 Rp 150.000 Berdasarkan ilustrasi tabel 2.6 di atas dapat dilihat, komoditas A ssebanyak 200 unit merupakan persediaan yang dibeli seharga Rp100 per unit, jika pada saat tersebut dilakukan penggantian maka biayanya akan sebesar Rp 20.000, apabila dapat diganti dengan menggunakan harga pasar per unit Rp 90 biaya penggantian menjadi Rp18.000, biaya ini akan digunakan untuk keperluan penilaian. 6. Penilaian pada Nilai Realisasi Bersih Net Realizable Nilai realisasi bersih net realizable pada umumnya digunakan bila terjadi kemungkinan kerusakan pada barang dagang yang menyebabkan harga pokok harus diturunkan. Menurut Warren dkk, 2006 : 469, “ nilai realisasi bersih net realizable adalah estimasi harga jual dikurangi biaya pelepasan Universitas Sumatera Utara 24 langsung, seperti komisi penjualan”. Misalkan, PT.Jaya Selalu memiliki barang dagang yang rusak dengan harga pokok Rp 10.000, hanya dapat dijual dengan harga Rp8.500 dan biaya pelepasan langsung sebesar Rp 500, maka persediaan dinilai sebesar Rp 8.000 Rp 8.500 – Rp500, nilai ini yang merupakan nilai realisasi bersih.

2.1.4 Ukuran Perusahaan

Dokumen yang terkait

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Akuntansi Persediaan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI Tahun 2007-2009

13 68 78

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Penilaian Persediaan (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI tahun 2011-2013)

4 15 76

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Penilaian Persediaan (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI tahun 2011-2013)

0 0 9

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Penilaian Persediaan (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI tahun 2011-2013)

0 0 2

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Penilaian Persediaan (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI tahun 2011-2013)

0 0 7

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Penilaian Persediaan (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI tahun 2011-2013)

0 0 19

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Penilaian Persediaan (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI tahun 2011-2013)

0 0 2

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Penilaian Persediaan (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI tahun 2011-2013)

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Penilaian Persediaan pada Perusahaan Barang Konsumsi yang Terdaftar di BEI Tahun 2009-2011

0 0 9

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Penilaian Persediaan pada Perusahaan Barang Konsumsi yang Terdaftar di BEI Tahun 2009-2011

0 0 13