Perumusan Masalah Tinjauan Penelitian Terdahulu

7 penelitian ini adalah struktur kepemilikan, ukuran perusahaan, financial leverage, variabilitas persediaan, dan rasio lancar, sedangkan variabel dependen adalah pemilihan metode penilaian persediaan yang sesuai dengan PSAK No. 14 revisi 2008. Hasil penelitian tersebut menunjukkan struktur kepemilikan, ukuran perusahaan, financial leverage, variabilitas persediaan, dan rasio lancar tidak berpengaruh signifikan terhadap pemilihan metode penilaian persediaan yang sesuai dengan PSAK No. 14 revisi 2008. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu menunjukkan inkonsistensi, sehingga mendorong penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode penilaian persediaan, dan meneliti ukuran perusahaan, financial leverage, likuiditas, dan laba sebelum pajak sebagai variabel bebas. Peneliti memilih perusahaan barang konsumsi yang terdaftar di BEI, dengan periode pengamatan 2009-2011, dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Penilaian Persediaan pada Perusahaan Barang Konsumsi yang Terdaftar di BEI Tahun 2009-2011” .

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan penelitian ini adalah: 1. Apakah ukuran perusahaan, financial leverage, likuiditas, laba sebelum pajak berpengaruh terhadap pemilihan metode penilaian persediaan pada perusahaan barang konsumsi yang terdaftar di BEI secara parsial? Universitas Sumatera Utara 8 2. Apakah ukuran perusahaan, financial leverage, likuiditas, laba sebelum pajak berpengaruh terhadap pemilihan metode penilaian persediaan pada perusahaan barang konsumsi yang terdaftar di BEI secara simultan?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk menguji pengaruh ukuran perusahaan, financial leverage, likuiditas, dan laba sebelum pajak secara parsial terhadap pemilihan metode penilaian persediaan pada perusahaan barang konsumsi yang terdaftar di BEI. 2. Untuk menguji pengaruh ukuran perusahaan, financial leverage, likuiditas, dan laba sebelum pajak secara simultan terhadap pemilihan metode penilaian persediaan pada perusahaan barang konsumsi yang terdaftar di BEI.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan nantinya tidak hanya dapat memberikan manfaat bagi peneliti, tetapi juga untuk pembaca, perusahaan, pihak akademik, dan peneliti yang selanjutnya. 1. Untuk peneliti, dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti, juga dapat membantu mengaplikasikannya di dunia kerja. 2. Untuk pembaca, diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini dapat memberikan informasi, wawasan, dan tambahan pengetahuan. Universitas Sumatera Utara 9 3. Untuk perusahaan, dengan penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi perusahaan untuk memutuskan pemilihan metode penilaian persediaan. 4. Untuk akademik, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dan pengembangan ilmu akuntansi. Universitas Sumatera Utara 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teoritis

2.1.1 Teori Akuntansi Positif Accounting Positive Theory

Teori akuntansi positif merupakan teori yang berusaha menjelaskan dan memprediksi fenomena tertentu di masa mendatang. Ada tiga hipotesis yang dikemukakan oleh Watss dan Zimmerman 1990 yang mewakili tindakan manajer untuk memilih metode akuntansi, yaitu bonus plan hypotesis, debt covenant hypotesis, dan political cost hypotesis. Dari ketiga hipotesis tersebut debt covenant hypotesis dan political cost hypotesis yang berhubungan dengan penelitian ini. 1. Debt Covenant Hypothesis Debt covenant hypothesis atau juga disebut debtequity hypothesis merupakan hipotesis yang berkaitan dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi perusahaan di dalam perjanjian hutang debt covenant. Hipotesis ini menyatakan bahwa perusahaan dengan debt covenant ratio yang tinggi, akan cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat meningkatkan pendapatan. Tingginya debt covenant ratio akan menimbulkan biaya dan dapat menghambat kinerja manajemen, maka dengan menjalankan kebijakan untuk memilih metode akuntansi yang dapat meningkatkan pendapatan, manajer dapat menghindari atau menunda timbulnya biaya tersebut. Universitas Sumatera Utara 11 2. Political Cost Hypohtesis Political cost hypothesis menyatakan bahwa perusahaan besar cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat mengurangi laba dibandingkan perusahaan kecil, karena ukuran perusahaan merupakan sesuatu yang paling diperhatikan dalam hal ini. Hipotesis ini juga memaparkan semakin besar biaya politis yang dihadapi perusahaan maka semakin besar pula keinginan perusahaan untuk menggunakan pilihan akuntansi yang dapat mengurangi laba, sebab perusahaan dengan tingkat laba yang tinggi dinilai akan mendapat perhatian yang luas dari konsumen dan media yang nantinya juga akan menarik perhatian pemerintah dan regulator sehingga menyebabkan terjadinya biaya politis, diantaranya muncul intervensi pemerintah, pengenaan pajak yang lebih tinggi, dan berbagai tuntutan lain yang dapat meningkatkan biaya polits. Berdasarkan teori ini, manajer lebih memilih untuk menggunakan metode akuntansi yang dapat meminimalkan pendapatan.

2.1.2 Hipotesis Ricardian Ricardian Hypohtesis

Lee dan Heish 1985 mengungkapkan, bahwa faktor yang paling mempengaruhi perusahaan adalah peraturan perpajakan, dimana tujuan yang ingin dicapai oleh manajemen adalah memaksimalkan nilai perusahaan dengan cara meminimalkan biaya pajak namun tetap respek terhadap kendala hukum. Hipotesis ini disebut hipotesis pajak atau ricardian hypothesis. Kaitan hipotesis ini dengan metode penilaian persediaan, Universitas Sumatera Utara 12 membuat manajer perlu mempertimbangkan pengaruh pajak saat memutuskan memilih metode penilaian persediaan yang akan digunakan.

2.1.3 Persediaan

2.1.3.1 Pengertian Persediaan

Sama halnya dengan persediaan dalam perusahaan dagang, persediaan dalam perusahaan manufaktur juga merupakan aset yang sangat penting, meskipun dalam penelitian ini hanya memfokuskan pada perusahaan barang konsumsi. Berdasarkan PSAK No.14 revisi 2008, persediaan adalah aset: a tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa; b dalam proses produksi untuk tersebut; atau c dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa. Persediaan merupakan aset perusahaan yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal, atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi dalam memproduksi barang yang akan dijual Kieso dkk, 2011 : 408. Persediaan terdiri dari barang-barang dagangan yang dimaksudkan untuk diperjualbelikan, serta bahan baku dan bahan pembantu yang dipakai dalam proses produksi dari barang yang akan dijual. Dalam defenisi yang tradisional, persediaan termasuk current asset karena umumnya dia dapat dikonversikan ke dalam kas dalam suatu daur kegiatan usaha perusahaan Tuanakotta, 2000 : 2. Universitas Sumatera Utara 13

2.1.3.2 Sistem Pencatatan Persediaan

1. Sistem Pencatatan Persediaan Periodik Periodik Inventory System Menurut Kieso dkk, 2011:410, “sistem periodik mencatat semua perolehan persediaan selama periode akuntansi dengan mendebit rekening pembelian. Kemudian perusahaan menambahkan total dalam akun pembelian di akhir dari periode akuntansi untuk biaya barang yang tersedia untuk dijual selama periode tersebut”. Untuk memahami sistem pencatatan persediaan periodik, maka di bawah ini akan diilustrasikan transaksi dari sebuah perusahaan, misalkan PT.Jaya Selalu selama suatu periode tertentu: Tabel 2.1 Ilustrasi Sistem Pencatatan Persediaan PT.Jaya Selalu Transaksi Unit Harga per Unit Total Persediaan awal 100 unit Rp 100 Rp 10.000 Pembelian selama periode tersebut 200 unit 100 20.000 Penjualan selama periode tersebut 250 unit 150 37.500 Persediaan akhir perhitungan fisik 50 unit 100 5.000 Universitas Sumatera Utara 14 Ayat jurnal untuk mencatat pembelian dan penjualan untuk sistem periodik sebagai berikut: Pembelian selama periode tersebut Pembelian……………………………. Rp 20.000 Utang Usaha……………………… Rp 20.000 Penjualan selama periode tersebut Piutang usaha……………………… Rp 37.500 Penjualan………………………. Rp 37.500 Untuk kasus dimana barang dagangan secara fisik dikembalikan kepada pemasok disebabkan rusak atau lain hal dan pemasok memberikan potongan pembelian, dimisalkan PT.Jaya Selalu memberikan potongan pembelian sebesar Rp 2.000 maka jurnal untuk mencatat transaksi tersebut dalam sistem pencatatan persediaan periodik sebagai berikut: Utang Usaha…………………………. Rp 2.000 Retur dan potongan pembelian……. Rp 2.000 2. Sistem Pencatatan Persediaan Perpetual Perpetual Inventory System Sistem persediaan perpetual merupakan sistem pencatan alternatif dari sistem pencatatan periodik, dimana harga jual maupun jenis barang yang terjual dicatat dalam setiap transaksi penjualan. Menurut Kieso dkk, 2011:409-410, “sistem persediaan perpetual secara terus menerus menelusuri perubahan dalam akun Universitas Sumatera Utara 15 persediaan. Yakni, perusahaan mencatat semua pembelian dan penjualan barang secara langsung diakun persediaan pada saat terjadinya”. Meskipun nilai persediaan akhir dapat diketahui tanpa harus melakukan pemeriksaan fisik, namun pemeriksaan fisik tetap dilakukan untuk menyesuaikan antara catatan persediaan dengan pemeriksaan fisik. Untuk memahami sistem pencatatan persediaan perpetual maka akan diilustrasikan jurnal yang mencatat transaksi, dimana contoh transaksi yang digunakan sama dengan contoh sebelumnya. Ayat jurnal untuk mencatat pembelian dan penjualan untuk sistem pencatatan perpetual sebagai berikut: Pembelian selama periode tersebut Persediaan………………………… Rp 20.000 Utang Usaha…………………… Rp 20.000 Penjualan selama periode tersebut Piutang Usaha……………………. Rp 37.500 Penjualan…………………… Rp 37.500 Harga Pokok Penjualan………….. Rp 25.000 Persediaan……………………. Rp 25.000 Untuk kasus dimana barang dagangan secara fisik dikembalikan kepada pemasok disebabkan rusak atau lain hal dan pemasok memberikan potongan pembelian, dimisalkan PT.Jaya Selalu memberikan potongan pembelian sebesar Rp 2.000 maka jurnal untuk Universitas Sumatera Utara 16 mencatat transaksi tersebut dalam sistem pencatatan persediaan perpetual sebagai berikut: Utang Usaha………………………… Rp 2.000 Persediaan………………….. Rp 2.000

2.1.3.3 Pemilihan Metode Penilaian Persediaan

Metode yang umun digunakan adalah metode identifikasi khusus spesific identification, biaya rata-rata average cost, masuk pertama keluar pertama first-in, first-out, dan masuk tertakhir keluar pertama last-in, first-out. Keempat metode tersebut akan diilustrasikan dengan contoh dari PT.Jaya Selalu, perusahaan ini tidak memiliki persediaan awal pada tahun 2009. Tabel 2.2 Ilustrasi Transaksi PT.Jaya Selalu Jumlah Unit Biaya per Unit Total Biaya Pembelian 1 Januari 200 Rp 100 Rp 20.000 23 April 100 120 12.000 15 Juli 500 110 55.000 6 November 200 130 26.000 Total Pembelian 1.000 Rp 113.000 Penjualan: 500 unit dengan harga Rp10 per unit. Diasumsikan semua penjualan terjadi 31 Desember. Universitas Sumatera Utara 17 1. Metode Identifikasi Khusus Specific Identification Metode identifikasi khusus merupakan metode dimana unit fisik aktual yang dijual diidentifikasi secara khusus dan keseluruhan biaya dicatat sebagai harga pokok penjualan Stice dkk, 2009:639. Metode identifikasi khusus sangat menarik jika dilihat dari sudut pandang teoritis, khususnya ketika setiap unsur persediaan unik dan memiliki biaya yang tinggi. Namun, ketika persediaan terdiri atas berbagai unsur-unsur yang idientik pada saat yang berlainan dengan harga yang berbeda, maka identifikasi khusus akan menjadi lamban, membebani, dan memakan biaya Stice dkk, 2009:586. untuk melihat penggunaan metode penilaian ini diuraikan sebagai berikut. Tabel 2.3 Ilustrasi Perhitungan Metode Identifikasi PT.Jaya Selalu Metode Identifikasi Khusus Perhitungan Harga Pokok Penjualan Batch yang di beli pada: Jumlah unit Biaya per Unit Total Biaya 1 Januari 200 Rp100 Rp 20.000 15 Juli 300 110 33.000 Total harga pokok penjualan 500 Rp 53.000 Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa PT.Jaya Selalu menjual 500 unit dengan menggunakan persediaan yang memiliki biaya per unit yang rendah yaitu persediaan yang dibeli pada tanggal 1 Januari dan 15 Universitas Sumatera Utara 18 Juli, sehingga PT. Laris Jaya dapat meminimalkan harga pokok penjualan dalam upaya untuk memaksimalkan laba. 2. Metode Biaya Rata-Rata Average Cost Menurut Stice dkk, 2009:587, “metode biaya rata-rata membebankan biaya rata-rata yang sama ke setiap unit. Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa barang yang terjual seharusnya dibebankan dengan biaya rata-rata, yaitu rata-rata tertimbang dari jumlah unit yang dibeli pada tiap harga”. Apabila metode rata-rata digunakan dalam sistem persediaan perpetual, biaya rata-rata per unit untuk masing-masing barang dihitung setiap kali pembelian dilakukan. Biaya per unit kemudian digunakan untuk menentukan harga pokok setiap penjualan sampai pembelian berikutnya dilakukan dan rata-rata baru dihitung. Teknik perhitungan rata-rata ini dinamakan dengan rata-rata bergerak moving average. Metode biaya rata-rata dalam sistem periodik biasa disebut dengan metoda rata-rata tertimbang atau weighted average method Warren dkk, 2006 : 462-466. Dengan menggunakan data PT.Jaya Selalu, metode biaya rata-rata dapat dihitung sebagai berikut: Biaya rata-rata tertimbang = total biaya total unit = Rp 113.000 1.000 unit = Rp 113 per unit Universitas Sumatera Utara 19 Metode biaya rata-rata dapat dianggap sebagai metode yang realistis dan paralel dengan arus fisik barang. Tidak seperti metode persediaan yang lain, pendekatan biaya rata-rata memberikan nilai yang sama untuk unsur serupa dengan penggunaan yang sama. Metode ini tidak memperbolehkan manipulasi keuntungan. Keterbatasan dari metode ini adalah bahwa nilai persediaan dapat tertinggal secara signifikan terhadap harga dalam periode dimana terdapat kenaikan atau penurunan harga yang cepat Stice dkk, 2009 : 588. 3. Metode FIFO First-in, First-out Metode FIFO mengasumsikan bahwa barang yang lebih dahulu masuk adalah barang yang pertama terjual. Perusahaan yang menggunakan metode ini adalah perusahaan yang memproduksi atau menjual barang yang sifatnya cepat berubah atau tidak tahan lama, seperti makanan dan obat-obatan. FIFO dapat dianggap sebagai sebuah pendekataan yang logis dan realistis terhadap arus biaya ketika penggunaan metode identifikasi khusus tidak memungkinkan atau tidak praktis. FIFO mengasumsikan bahwa arus biaya yang mendekati paralel dengan arus fisik barang yang terjual. FIFO memberikan kesempatan kecil untuk manipulasi keuntungan karena pembebanan biaya ditentukan oleh urutan terjadinya biaya. Selain itu, dalam FIFO, unit yang tersisa pada persediaan akhir adalah unit yang paling akhir dibeli, sehingga biaya yang dilaporkan Universitas Sumatera Utara 20 akan mendekati atau sama dengan biaya penggantian di akhir periode Stice dkk, 2009 : 588. Dengan menggunakan data PT.Jaya Selalu, metode FIFO dapat dihitung sebagai berikut: Tabel 2.4 Ilustrasi Perhitungan Metode FIFO PT.Jaya Selalu Metode FIFO Batch yang dibeli pada: Jumlah Unit Biaya per Unit Total Biaya 1 Januari 200 Rp 100 Rp 2.000 23 April 100 120 12.000 15 Juli 200 110 22.000 Total harga pokok penjualan 500 Rp 36.000 Namun metode FIFO gagal untuk mencocokkan biaya saat ini terhadap pendapatan saat ini pada laporan laba rugi. Perusahaan membebankan biaya yang lama terhadap pendapatan saat ini, yang kemungkinan menyebabkan distorsi antara laba kotor dan laba bersih Keiso dkk, 2011: 423. 4. Metode LIFO Last-in First-out Metode LIFO didasarkan pada asumsi bahwa barang yang paling barulah yang terjual. Metode ini dianggap tidak cocok untuk arus barang yang terjadi dalam perusahaan karena dianggap akan menghasilkan nilai lama dalam neraca dan akan memberikan angka harga pokok penjualan yang aneh saat tingkat penjualan menurun, tetapi metode ini juga memiliki keunggulan karena dianggap paling baik Universitas Sumatera Utara 21 dalam mencocokkan biaya persediaan saat ini dengan pendapatan saat ini Stice dkk, 2009:589. Dengan menggunakan data PT. Jaya Selalu, metode LIFO dapat dihitung sebagai berikut. Tabel 2.5 Ilustrari Perhitungan Metode LIFO PT.Jaya Selalu Metode LIFO Batch yang dibeli pada: Jumlah Unit Biaya per Unit Total Biaya 6 November 200 Rp 130 Rp 26.000 15 Juli 300 110 33.000 Total harga pokok penjualan 500 Rp 59.000 Dari tabel 2.5 di atas dapat dilihat bahwa PT. Jaya Selalu menggunakan harga pokok penjualan dari harga barang yang terakhir dibeli. Namun, pada penelitian ini hanya menggunakan metode biaya rata-rata dan FIFO, sesuai dengan PSAK No.14 revisi 2008 dan Undang-Undang Pajak Penghasilan No.36 Tahun 2008, yang hanya memperbolehkan perusahaan menggunakan metode FIFO dan metode rata-rata. Hal ini sejalan dengan IFRS International Financial Reporting Standards yang tidak memperbolehkan metode LIFO untuk tujuan pelaporan keuangan disebabkan pernyataan IASB International Accounting Standard Board yang menyatakan bahwa metode LIFO tidak memberikan representasi yang handal mengenai aliran persediaan secara faktual. Universitas Sumatera Utara 22 Selain tiga metode tersebut terdapat juga penilaian persediaan dengan metode lain selain biaya yaitu penilaian pada mana yang lebih rendah antara harga pokok atau harga pasar lower of cost or market - LCM dan penilaian pada nilai realisasi bersih net realizable. 5. Lebih Rendah antara Harga Pokok atau Harga Pasar Lower of Cost or Market - LCM Metode mana yang lebih rendah antara harga pokok atau harga pasar adalah metode yang digunakan apabila biaya penggantian persediaan lebih rendah dibandingkan biaya pembeliannya Warren dkk, 2006:468. Dalam menerapkan aturan mana yang lebih rendah antara biaya dan harga pasar, harga persediaan akhir yang ditentukan dengan alokasi biaya yang sesuai akan dibandingkan dengan harga pasar periode akhir Stice dkk, 2009:603. Untuk melihat perhitungan dengan metode LCM, maka disajikan ilustrasi perhitungan sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 23 Tabel 2.6 Ilustrasi Perhitungan Metode LCM Komod -itas Jumlah Perse- diaan Biaya per Unit Harga Pasar per Unit Total Biaya Pasar Lebih rendah Biaya atau Pasar LCM A 200 Rp 100 Rp 90 Rp 20.000 Rp 18.000 Rp 18.000 B 100 220 115 22.000 11.500 11.500 C 300 150 145 45.000 43.500 43.500 D 350 250 220 87.500 77.000 77.000 Total Rp 174.500 Rp 150.000 Rp 150.000 Berdasarkan ilustrasi tabel 2.6 di atas dapat dilihat, komoditas A ssebanyak 200 unit merupakan persediaan yang dibeli seharga Rp100 per unit, jika pada saat tersebut dilakukan penggantian maka biayanya akan sebesar Rp 20.000, apabila dapat diganti dengan menggunakan harga pasar per unit Rp 90 biaya penggantian menjadi Rp18.000, biaya ini akan digunakan untuk keperluan penilaian. 6. Penilaian pada Nilai Realisasi Bersih Net Realizable Nilai realisasi bersih net realizable pada umumnya digunakan bila terjadi kemungkinan kerusakan pada barang dagang yang menyebabkan harga pokok harus diturunkan. Menurut Warren dkk, 2006 : 469, “ nilai realisasi bersih net realizable adalah estimasi harga jual dikurangi biaya pelepasan Universitas Sumatera Utara 24 langsung, seperti komisi penjualan”. Misalkan, PT.Jaya Selalu memiliki barang dagang yang rusak dengan harga pokok Rp 10.000, hanya dapat dijual dengan harga Rp8.500 dan biaya pelepasan langsung sebesar Rp 500, maka persediaan dinilai sebesar Rp 8.000 Rp 8.500 – Rp500, nilai ini yang merupakan nilai realisasi bersih.

2.1.4 Ukuran Perusahaan

Menurut Lee dan Heish dalam Taqwa, 2001, “ukuran perusahaan akan mempengaruhi pemilihan metode akuntansi persediaan. Perusahaan besar akan mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menurunkan laba, agar laporan keuangan bisa rata”. Menurut Watss dan Zimmerman dalam Marwah, 2012, “perusahaan besar cenderung memilih metode rata-rata karena biaya pajak yang dibayarkan relatif lebih kecil dibandingkan ketika perusahaan menggunakan metode FIFO. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2008, dimana dalam peraturan tersebut menjelaskan empat jenis ukuran perusahaan yaitu: 1. Perusahaan dengan ukuran usaha mikro, memiliki kekayaan kurang dari Rp50.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan; memiliki jumlah penjualan tahunan maksimal Rp300.000.000,00. 2. Perusahaan dengan ukuran usaha kecil, memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 sampai Rp500.000.000,00 tidak termasuk tanah Universitas Sumatera Utara 25 dan bangunan; memiliki hasil penjualan lebih dari Rp300.000.000,00 sampai Rp2.500.000.000,00. 3. Perusahaan dengan usaha ukuran menengah, memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 sampai Rp10.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan; memiliki hasil penjualan lebih dari Rp2.500.000.000,00 sampai Rp50.000.000.000,00. 4. Perusahaan dengan usaha ukuran besar, memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp10.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan; memiliki penjualan lebih dari Rp50.000.000.000,00.

2.1.5 Financial Leverage

Metode akuntansi persediaan yang digunakan oleh perusahaan, tergantung oleh tingkat financial leverage perusahaan. Zmijewski dan Hagerman dalam Taqwa, 2001 menyatakan,”apabila perusahaan mempunyai tingkat financial leverage yang tinggi maka perusahaan akan berusaha memilih metode yang menaikkan laba yaitu metode FIFO”. Pernyataan tersebut memaparkan, perusahaan yang memiliki tingkat financial leverage tinggi akan cenderung menggunakan metode FIFO dan sebaliknya perusahaan dengan tingkat financial leverage yang rendah akan menggunakan metode rata-rata.

2.1.6 Likuiditas

Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Likuiditas dapat diukur dengan menggunakan rasio lancar current ratio. Menurut Kasmir 2008 : 134, “rasio lancar atau Universitas Sumatera Utara 26 current ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiaban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan”. Menurut Crushing dan Le Clere 1992 dalam Marwah, 2012 bahwa, “perusahaan yang memiliki rasio lancar yang rendah akan berusaha menaikkan labanya agar dapat menunjukkan kinerja perusahaan yang baik, yaitu dengan metode FIFO, sedangkan perusahaan yang memiliki rasio lancar tinggi biasanya memilih metode rata-rata yang menghasilkan laba yang rendah sehingga dapat menghemat pengeluaran pajak”.

2.1.7 Laba Sebelum Pajak

Laba sebelum pajak adalah laba usaha ditambah dengan pendapatan lain-lain dikurang dengan beban lain-lain sebelum tarif pajak yang berlaku sesuai dengan peraturan perpajakan. Laba sebelum pajak bisa berpengaruh dengan pemilihan metode penilaian persediaan. Ini sehubungan dengan political cost hypothesis, yang menjelaskan bahwa perusahaan yang memiliki laba yang tinggi menjadi perhatian oleh konsumen dan media yang nantinya akan menarik perhatian pemerintah yang pada akhirnya menimbulkan biaya politis, seperti pengenaan pajak yang lebih tinggi, oleh sebab itu perusahaan yang memiliki laba tinggi akan lebih memilih menggunakan metode rata-rata untuk mengurangi laba. Universitas Sumatera Utara 27

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode penilaian persediaan, antara lain: Tabel 2.7 Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Judul Variabel yang Digunakan Hasil Penelitian Salma Taqwa 2001 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Akuntansi Persediaan pada Perusahaan Manufaktur di BEJ Variabel independen : ukuran perusahaan, struktur kepemilikan, financial leverage , variabilitas persediaan, rasio lancar Variabel dependen: metode persediaan Ukuran perusahaan dan variabilitas persediaan berpengaruh signifikan terhadap pemilihan metode persediaan. Struktur kepemilikan, financial leverage , rasio lancar, tidak berpengaruh signifikan terhadap pemilihan metode persediaan. Mukhlasin 2001 Analisis Pemilihan Metode Akuntansi Persediaan dan Dampaknya Terhadap Earnig Price Ratio Variabel independen: variabilitas persediaan, variabilitas laba akuntansi, ukuran perusahaan, intensitas modal, intensitas persediaan, variabilitas harga pokok penjualan Variabel dependen: pemilihan metode akuntansi persediaan Ukuran perusahaan, intensitas modal, intensitas persediaan, variabilitas harga pokok penjualan, berpengaruh signifikan terhadap pemilihan metode persediaan. Variabilitas persediaan dan variabilitas laba akuntansi, tidak berpengaruh secara signifikan. Universitas Sumatera Utara 28 Kasini 2011 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Akuntansi Persediaan pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007-2009 Variabel independen: ukuran perusahaan, financial leverage , variabilitas persediaan, margin laba kotor Variabel dependen: pemilihan metode persediaan ukuran perusahaan, financial leverage , variabilitas persediaan dan margin laba kotor secara signifikan berpengaruh terhadap pemilihan metode persediaan. Sofa Marwah 2012 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Penilaian Persediaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007-2010 Variabel independen: ukuran perusahaan, leverage , likuiditas, laba sebelum pajak Variabel dependen: metode penilaian persediaan Ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap metode penilaian persediaan, sedangkan leverage , likuiditas dan laba sebelum pajak tidak berpengaruh secara signifikan Kiki Nata Wijaya 2012 Pengaruh Beberapa Variabel Terhadap Pemilihan Metode Penilaian Persediaan Berdasarkan PSAK No.14 Revisi 2008 pada Perusahaan Dagang yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI Periode 2008-2010 Variabel independen: struktur kepemilikan, ukuran perusahaan, financial leverage, variabilitas persediaan, rasio lancar Variabel dependen: pemilihan metode penilaian persediaan yang sesuai dengan PSAK No. 14 revisi 2008 Struktur kepemilikan, ukuran perusahaan, financial leverage , variabilitas persediaan, dan rasio lancar tidak berpengaruh signifikan terhadap metode penilaian persediaan Universitas Sumatera Utara 29

2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian

Dokumen yang terkait

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Akuntansi Persediaan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI Tahun 2007-2009

13 68 78

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Penilaian Persediaan (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI tahun 2011-2013)

4 15 76

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Penilaian Persediaan (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI tahun 2011-2013)

0 0 9

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Penilaian Persediaan (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI tahun 2011-2013)

0 0 2

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Penilaian Persediaan (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI tahun 2011-2013)

0 0 7

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Penilaian Persediaan (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI tahun 2011-2013)

0 0 19

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Penilaian Persediaan (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI tahun 2011-2013)

0 0 2

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Penilaian Persediaan (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI tahun 2011-2013)

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Penilaian Persediaan pada Perusahaan Barang Konsumsi yang Terdaftar di BEI Tahun 2009-2011

0 0 9

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Penilaian Persediaan pada Perusahaan Barang Konsumsi yang Terdaftar di BEI Tahun 2009-2011

0 0 13