PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY LEARNING DENGAN GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR RANAH KOGNITIF DAN AFEKTIF SISWA (Studi Komparatif pada Materi Pokok Pengaruh Kepadatan Populasi Manusia Terhadap Lingkungan Siswa Kelas VII SM

(1)

ii ABSTRAK

PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARANGUIDED INQUIRY

LEARNINGDENGANGUIDED DISCOVERY LEARNING

TERHADAP HASIL BELAJAR RANAH KOGNITIF DAN AFEKTIF SISWA

(Studi Komparatif pada Materi Pokok Pengaruh Kepadatan Populasi Manusia Terhadap Lingkungan Siswa Kelas VII

SMP PGRI 1 Bandar Lampung T.P. 2014/2015)

Oleh

EMILY PRIHATINA YAMA

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan model pembelajaranGuided Inquiry LearningdenganGuided Discovery Learningterhadap hasil belajar ranah kognitif dan afektif siswa. Desain penelitian ini adalahthe randomized pretest-posttest control group design. Sampel pada penelitian ini adalah siswa kelas VII A dan VII B yang dipilih secarapurposive sampling. Data penelitian ini berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berupa data hasil belajar ranah kognitif siswa yang diperoleh dari nilaipretest, posttestdanN-gainyang

dianalisis menggunakan uji t dan ujiMann-WhitneyU pada tarap kepercayaan 5% dengan bantuan program SPSS versi 17. Data kualitatif berupa data hasil belajar ranah afektif siswa yang diperoleh dari lembar observasi sikap yang dianalisis secara deskriptif.


(2)

iii

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara model pembelajaranGuided Inquiry LearningdenganGuided Discovery Learning terhadap hasil belajar ranah kognitif siswa. Hal ini terlihat dari rata-rataN-gain siswa kelas eksperimen I lebih tinggi (61.87%) dan berbeda signifikan dengan kelas eksperimen II (26.53%). Hasil analisis rata-rata nilaiN-gainper indikator soal pada kelas eksperimen I dan eksperimen II juga mengalami perbedaan, pada kelas eksperimen I C1 (78%), C2 (71%) dan C3 (45%) berbeda signifikan dengan kelas eksperimen IIN-gainC1 (18%), C2 (38%), C3 (11%), Rata-rata hasil belajar ranah afektif siswa pada kedua kelas tidak terdapat perbedaan, yang mana

memiliki kriteria sama yaitu berkriteria baik dengan rata-rataN-gainpada kelas eksperimen I yaitu 83,33% sedangkan pada kelas eksperimen II 81,62%. Dengan demikian terdapat perbedaan antara model pembelajaran Guided Inquiry Learning denganGuided Discovery Learningpada hasil belajar ranah kognitif siswa namun tidak terdapat perbedaan pada hasil belajar ranah afektif pada materi pokok

Pengaruh Kepadatan Populasi Manusia Terhadap Lingkungan.

Kata kunci: Guided Inquiry Learning,Guided Discovery Learning, ranah kognitif siswa, ranah afektif siswa, kepadatan penduduk, dan lingkungan


(3)

(Studi Komp Populasi M SMP

Sebagai

Jurusan Pend

FAKULT

KOGNITIF DAN AFEKTIF SISWA

omparatif pada Materi Pokok Pengaruh Kepad asi Manusia Terhadap Lingkungan Siswa Kelas V

P PGRI 1 Bandar Lampung T.P. 2014/2015) Oleh

EMILY PRIHATINA YAMA

Skripsi

agai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Biologi

endidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan

LTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2015

epadatan elas VII 2015)

elar

uan Alam


(4)

(5)

(6)

(7)

viii

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada Tanggal 10 Januari 1994. Penulis adalah anak tunggal pasangan Bapak Suryama dengan Ibu Rusni.Penulis beralamat di Jln. Teuku Umar Gg. Parahiyangan No. 30 Lingkungan I, Rt 001, Kelurahan Pasir Gintung, Kecamatan Tanjung Karang Pusat, Bandar Lampung. No. Hp 085788802879

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Pelita, Bandar Lampung pada tahun 2005. Pada tahun 2008, penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP PGRI 1 Bandar lampung, dan menyelesaikan pendidikan

menengah atas di SMA Negeri 14 Bandar Lampung pada tahun 2011.

Melalui jalur seleksi PMPAP tahun 2011, penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Biologi dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Negeri Ratu Ngambur, Kecamatan Ngambur, Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung sekaligus melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA Negeri 1 Ngambur tahun 2014.


(8)

Alhamdulillahi robbil alamin, segala puji untuk Mu ya Rabb atas segala kemudahan,

limpahan rahmad dan karunia yang Engkau berikan selama ini. Teriring doa, rasa syukur dan segala kerendahan hati.

Kupersembahkan karya ini sebagai tanda cinta & kasih sayangku kepada :

Bapak (Suryama) dan Ibu ku tercinta (Rusni), yang telah membesarkan dan mendidik dengan penuh cinta kasih dan pengorbanan yang tulus serta selalu mendo akan yang terbaik untuk

keberhasilan dan kebahagianku

Keluarga besar, yang selalu memberikan bantuannya ketika aku dalam kesulitan, memotivasi, menyayangi serta selalu mendoakanku hingga aku dapat meraih impian

ini

Sahabat-sahabat ku, yang selalu ada dalam segala suasana, berusaha membuat aku tetap tersenyum, menyemangatiku, membantuku dalam kesulitan.

Para pendidik yang telah mengajar dan mendidik dengan penuh kesabaran. Almamater tercinta Universitas Lampung

ix

Alhamdulillahi robbil alamin, segala puji untuk Mu ya Rabb atas segala kemudahan,

limpahan rahmad dan karunia yang Engkau berikan selama ini. Teriring doa, rasa syukur dan segala kerendahan hati.

Kupersembahkan karya ini sebagai tanda cinta & kasih sayangku kepada :

Bapak (Suryama) dan Ibu ku tercinta (Rusni), yang telah membesarkan dan mendidik dengan penuh cinta kasih dan pengorbanan yang tulus serta selalu mendo akan yang terbaik untuk

keberhasilan dan kebahagianku

Keluarga besar, yang selalu memberikan bantuannya ketika aku dalam kesulitan, memotivasi, menyayangi serta selalu mendoakanku hingga aku dapat meraih impian

ini

Sahabat-sahabat ku, yang selalu ada dalam segala suasana, berusaha membuat aku tetap tersenyum, menyemangatiku, membantuku dalam kesulitan.

Para pendidik yang telah mengajar dan mendidik dengan penuh kesabaran. Almamater tercinta Universitas Lampung

Alhamdulillahi robbil alamin, segala puji untuk Mu ya Rabb atas segala kemudahan,

limpahan rahmad dan karunia yang Engkau berikan selama ini. Teriring doa, rasa syukur dan segala kerendahan hati.

Kupersembahkan karya ini sebagai tanda cinta & kasih sayangku kepada :

Bapak (Suryama) dan Ibu ku tercinta (Rusni), yang telah membesarkan dan mendidik dengan penuh cinta kasih dan pengorbanan yang tulus serta selalu mendo akan yang terbaik untuk

keberhasilan dan kebahagianku

Keluarga besar, yang selalu memberikan bantuannya ketika aku dalam kesulitan, memotivasi, menyayangi serta selalu mendoakanku hingga aku dapat meraih impian

ini

Sahabat-sahabat ku, yang selalu ada dalam segala suasana, berusaha membuat aku tetap tersenyum, menyemangatiku, membantuku dalam kesulitan.

Para pendidik yang telah mengajar dan mendidik dengan penuh kesabaran. Almamater tercinta Universitas Lampung


(9)

Milikilah cita-cita yang mulia di dalam hidup, karena tanpa cita-cita hidup tak

akan ada artinya

(Emily Prihatina Yama)

Jangan pantang menyerah dalam menggapai cita-cita karena Tuhan akan

menghargai setiap proses yang kita lalui dengan hasil yang terbaik baginya

(Emily Prihatina Yama)

Bila kau tak tahan lelahnya belajar, maka kau harus tahan menanggung

perihnya kebodohan (Imam Syafi i)


(10)

xi

Alhamdulillah, puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT serta rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul”Perbandingan Model PembelajaranGuided Inquiry LearningdenganGuided Discovery LearningTerhadap Hasil Belajar Ranah Kognitif dan Afektif Siswa (Studi Komparatif Pada Siswa Kelas VII SMP PGRI 1 Bandar lampung)”sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari peranan dan bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Unila.

2. Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan PMIPA FKIP Unila.

3. Berti Yolida, S.Pd., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Biologi FKIP UNILA serta Pembimbing II, terima kasih atas motivasi, saran, dan masukannya.

4. Rini Rita T. Marpaung, S.Pd., M.Pd., selaku Pembahas, terima kasih atas bimbingan dan masukannya.

5. Drs. Arwin Achmad, M. Si., selaku Pembimbing I, terimakasih atas nasehat, kesabaran dan kesediaannya untuk memberikan bimbingan dan saran selama proses penyelesaian skripsi ini.


(11)

xii

8. Guru-guru SMP PGRI 1 Bandar Lampung Terima kasih kerjasama nya selama penelitian ini.

9. Sahabat terbaik selama di kampus ini: Meisyi Ardina, Intania Riska Putrie, Septia Dies Nurcahyani, Dwi Agus Liani dan yang tak dapat disebutkan satu per satu, terimakasih atas kebersamaan dan persahabatan yang terjalin. Semoga persahabatan ini tidak berakhir seiring berakhirnya masa studi kita. Aamiin

Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, serta berkenan membalas semua budi baik yang diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat, Aamiin.

Bandar Lampung, 4 September 2015 Penulis


(12)

Tabel Halaman

1. Struktur Desains Penelitian... 38

2. Tabulasi Data Observasi Afektif Siswa ... 45

3. Kriteria Presentase Afektif Siswa ... 50

4. Hasil Uji Statistik Nilai Pretes, Postes, danN-gain... 51

5. Hasil Analisis Rata-rata NilaiN-gainPer-Indikator ... 52

6. Rata-rata Hasil Belajar Ranah Afektif Siswa Kelas Eksperimen I dan II ... 53


(13)

Gambar Halaman 1. Hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat ... 11 2. Contoh jawaban siswa dalam jenjang kognitif C2 kelas Eksperimen I 56 3. Contoh jawaban siswa dalam jenjang kognitif C2 kelas eksperimen

II ... 57 4. Contoh jawaban siswa dalam jenjang kognitif C3 kelas eksperimen . 57 5. Contoh jawaban siswa dalam jenjang kognitif C3 kelas eksperimen

II ... 58 6. Guru Mengajukan Permasalahan dan Membimbing Siswa dalam

Berhipotesis (Eksperimen I Pertemuan 1) ... 110 7. Guru Membimbing Siswa Dalam Mengumpulkan dan Menganalisis

Data ... 110 8. Siswa Melakukan Presentasi ... 110 9. Guru Mengajukan Permasalahan dan Membimbing Siswa Dalam

Berhipotesis (Kelas Eksperimen I Pertemuan 2) ... 111 10. Guru Membimbing Siswa Dalam Mengumpulkan dan Menganalisis

Data ... 111 11. Siswa Melakukan Presentasi ... 111 12. Siswa Mendengarkan Permasalahan yang Diajukan Guru dan

Berhipotesis (Kelas Eksperimen II Pertemuan 1) ... 112 13. Guru Membimbing Siswa Mengumpulkan dan Menganalisis Data .... 112 14. Siswa Melakukan Presentasi ... 112 15. Guru Membimbing Siswa Mengumpulkan dan Menganalisis Data

(Kelas Eksperimen I Pertemuan II)... 113 16. Siswa Melakukan Presentasi ... 113


(14)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

F. Kerangka Pikir ... 10

G. Hipotesis ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Guided Inquiry Learning ... 12

B. Model Pembelajaran Guided Discovery Learning ... 15

C. Hasil Belajar Ranah Kognitif ... 20

D. Hasil Belajar Ranah Afektif ... 28

E. Pengaruh Kepadatan Populasi Manusia Terhadap Lingkungan... 34

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 37

B. Populasi dan Sampel ... 37

C. Desain Penelitian ... 38

D. Prosedur penelitian ... 38

E. Jenis dan Teknik Pengambilan Data ... 44

F. Teknik Analisis Data ... 46

IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 51


(15)

xiv V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 61

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 63

LAMPIRAN 1. Silabus ... 66

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 73

3. Soal pretes dan postes ... 82

4. Rubrik penilaian pretes dan postes ... 87

5. Lembar Kerja Kelompok ... 91

6. Kunci jawaban LKK ... 99

7. Rubrik Penilaian LKK ... 103

8. Lembar Observasi Ranah Afektif ... 107


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dalam suatu kehidupan peran pendidikan sangat dibutuhkan agar dapat memiliki pemikiran yang lebih baik untuk masa depan. Menurut (Ahmadi dan Uhbiyati, 2003: 73–74) anak adalah makhluk yang sedang tumbuh, oleh karena itu pendidikan penting sekali karena mulai sejak bayi belum dapat berbuat sesuatu untuk kepentingan dirinya, baik untuk mempertahankan hidup maupun merawat diri, semua kebutuhan tergantung orang tua. Oleh sebab itu anak memerlukan bantuan tuntunan, pelayanan, dan dorongan dari orang lain demi mempertahankan hidup dengan mendalami belajar setahap demi setahap untuk memperoleh kepandaian, keterampilan, pembentukan sikap dan tingkah laku sehingga lambat laun dapat berdiri sendiri yang semuanya itu memerlukan waktu yang cukup lama.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 26 Ayat 1 disebutkan pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar: (1) kecerdasan; (2) pengetahuan;(3) kepribadian;(4) akhlak mulia;(5) keterampilan untuk hidup mandiri;dan (6) mengikuti pendidikan lebih lanjut. Tampaknya pendidikan dasar, yang mencakup SD dan SMP, ini sudah diorientasikan kepada upaya mendasari hidupnya. Hal ni dapat dilihat dari butir keterampilan untuk hidup mandiri dan


(17)

mengikuti pendidikan lebih lanjut, disamping bekal-bekal hidup yang lain (Pidarta, 2009: 12).

Fungsi pendidikan adalah membimbing anak ke arah suatu tujuan yang kita nilai tinggi. Pendidikan yang baik adalah usaha yang berhasil membawa semua anak didik kepada tujuan itu. Apa yang diajarkan hendaknya dipahami

sepenuhnya oleh semua anak (Nasution, 2008: 35). Dalam suatu pendidikan belajar merupakan suatu proses yang harus dijalani, menurut Slameto (2003: 2) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Hasil observasi di SMP PGRI 1 Bandar Lampung menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran IPA di dalam kelas tidak bervariasi karena dalam mengajar guru hanya menggunakan metode ceramah dan diskusi, bahkan belum pernah menggunakan model pembelajaran selama mengajar di kelas. Hal ini menyebabkan pembelajaran di kelas menjadi monoton sehingga banyak siswa yang merasa bosan, bahkan berdampak buruk terhadap hasil belajar IPA, terutama hasil belajar ranah kognitif siswa kelas VII yang masih tergolong rendah. Hasil belajar tersebut tampak dari nilai ulangan umum semester genap tahun pelajaran 2013/2014 siswa kelas VII A tertinggi hanya sebesar 62,50 sedangkan nilai KKM pada mata pelajaran IPA adalah 70,00. Selain itu, nilai tertinggi ini hanya didapat oleh satu orang siswa dari 41 siswa di kelas VII A. Untuk nilai ulangan harian IPA siswa kelas VII A yang memperoleh nilai di atas 70 hanya terdapat 9 orang dari 41 orang siswa.


(18)

Tidak hanya hasil belajar ranah kognitif siswa yang rendah namun hasil belajar ranah afektif yang diperoleh juga tidak maksimal, meskipun nilai ranah afektif yang diperoleh siswa ini tergolong baik (B) dengan rentang nilai yaitu 76-85 namun, dari 41 orang siswa di kelas VII A tidak ada satu pun siswa yang memperoleh nilai afektif yang tergolong sangat baik (A) dengan rentang nilai yaitu >85. Rentang penilaian afektif di SMP PGRI 1 Bandar Lampung, yaitu: A > 86; B 76-85; C < 76. Adapun keterangan untuk penilaian tersebut, yakni: A (Sangat Baik); B (Baik); C (Tidak Tuntas).

Selama kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah dan diskusi, aktivitas siswa kurang memperlihatkan antusias yang tinggi terhadap pelajaran IPA serta siswa juga kurang aktif dalam kegiatan proses

pembelajaran seperti halnya bertanya, menjawab ataupun menanggapi. Solusi yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalahan yang terjadi di SMP PGRI 1 Bandar Lampung yaitu dengan menggunakan model pembelajaran Guided Inquiry LearningdanGuided Discovery Learning. Pada model pembelajaranGuided Inquiry Learning, guru membimbing siswa untuk melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkannya pada suatu diskusi, siswa yang belajar lebih berorientasi pada bimbingan dan petunjuk dari guru sehingga dapat memahami konsep-konsep pelajaran dan akan memperoleh pedoman sesuai dengan yang diperlukan (Hamiyah dan Jauhar, 2014: 190-191), sedangkan pada model pembelajaranGuided

Discovery Learningguru memberi siswa contoh topik spesifik dan memandu siswa untuk memahami topik tersebut sehingga model ini efektif untuk mendorong keterlibatan dan motivasi siswa seraya membantu siswa


(19)

mendapatkan pemahaman mendalam tentang topik-topik yang jelas (Eggen dan Kauchak, 2012: 177).

PembelajaranInquirymenurut Trianto (2013: 344) merupakan pembelajaran yang banyak dianjurkan karena memiliki beberapa keunggulan, diantaranya yaitu: (1) pembelajaranInquirymenekankan kepada pengembangan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran Inquiry ini dianggap lebih bermakna; (2) pembelajaranInquirydapat memberikan ruang peserta didik untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka; (3)Inquirymerupakan pembelajaran yang dianggap sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman; (4) pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan peserta didik yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, peserta didik yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh peserta didik yang lemah dalam belajar.

PembelajaranDiscoverymenurut Suryosubroto (2009: 185-186) memiliki beberapa keunggulan yaitu: (1) dianggap membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa. Kekuatan dari proses penemuan datang dari usaha untuk menemukan; (2) pengetahuan diperoleh dari pembelajaran ini sangat pribadi sifatnya dan mungkin merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh; (3) pembelajaranDiscoverymembangkitkan gairah pada siswa, misalnya siswa merasakan jerih payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan dan kadang-kadang kegagalan; (4) memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak maju


(20)

sesuai dengan kemampuannya sendiri; (5) menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga ia lebih merasa terlibat dan bermotivasi sendiri untuk belajar, paling sedikit pada suatu proyek penemuan khusus; (6) dapat membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses penemuan; (7) pembelajaran ini berpusat pada anak, misalnya memberi kesempatan kepada mereka dan guru berpartisipasi sebagai sesama dalam mengecek ide; (8) membantu perkembangan siswa menuju skeptisisme yang sehat untuk menemukan kebenaran akhir yang mutlak.

Kedua model pembelajaran tersebut sama-sama memiliki kelebihan sehingga perlu dilakukan perbandingandengan tujuan untuk melihat dan menilai model mana yang lebih efektif digunakan dalam pembelajaran di sekolah, terutama dalam mengatasi masalah yang terjadi di SMP PGRI 1 Bandar Lampung.Selain itu, dengan dilakukannya perbandingan kedua model tersebut maka dapat memberikan alternatif pembelajaran bagi guru di sekolah.

Penggunaan model pembelajaranGuided Inquiry LearningdanGuided

Discovery Learningbukanlah suatu hal yang baru. Banyak penelitian terdahulu yang menggunakan kedua model tersebut bahkan tidak sedikit penelitian yang membandingkan kedua model tersebut yang pada umumnya dapat

meningkatkan hasil belajar siswa. Beberapa penelitian tersebut diantaranya adalah dari Hermawan dan Sondang (2011: 31), menunjukkan bahwa model Inquirylebih baik dibandingkan modelGuided Discoverydan model


(21)

Discovery-Inquiryterbimbing lebih baik dari metode ceramah bervariasi. Selain itu hasil penelitian Dwiguna (2013: 72), menunjukkan bahwa model pembelajaranGuided Inquirylebih baik dalam meningkatkan prestasi belajar secara signifikan dibandingGuided Discovery Learning.

Dari beberapa hasil penelitian yang telah dikemukakan, dapat terlihat bahwa penelitian tersebut cenderung hanya menunjukkan pengukuran hasil belajar pada ranah kognitif saja sedangkan ranah afektifnya tidak ada padahal pengukuran hasil belajar ranah afektif juga perlu diperhatian dan dinilai oleh guru agar dapat mengetahui tingkat keberhasilan seorang peserta didik dalam mencapai ketuntasan dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti melakukan penelitian dengan judul

“Perbandingan Model PembelajaranGuided Inquiry LarningdenganGuided

Discovery LearningTerhadap Hasil Belajar Ranah Kognitif dan Afektif Siswa”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat perbedaaan antara penggunaan model pembelajaran Guided Inquiry LearningdanGuided Discovery Learningterhadap hasil belajar ranah kognitif siswa pada materi pokok pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap lingkungan?


(22)

2. Apakah terdapat perbedaaan antara penggunaan model pembelajaran Guided Inquiry LearningdanGuided Discovery Learningterhadap hasil belajar ranah afektif siswa pada materi pokok pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap lingkungan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian iniuntuk mengetahui:

1. Perbedaan antara penggunaan model pembelajaranGuided Inquiry LearningdenganGuided Discovery Learningterhadap hasil belajar ranah kognitif siswa pada materi Pengaruh Kepadatan Populasi Manusia

Terhadap Lingkungan.

2. Perbedaan antara penggunaan model pembelajaranGuided Inquiry LearningdenganGuided Discovery Learningterhadap hasil belajar ranah afektif siswa pada materi Pengaruh Kepadatan Populasi Manusia Terhadap Lingkungan.

D. Manfaat Hasil Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Siswa

Memberikan pengalaman belajar yang berbeda karena dalam penggunaan model pembelajaranGuided Inquiry Learningdapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelidiki masalah sedangkan dalam


(23)

penggunaan model pembelajaranGuided Discovery Learningdapat membantu siswa untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menemukan masalah.

2. Bagi Guru

Memberikan alternatif dalam memilih model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan hasil belajar ranah kognitif dan afektif siswa. 3. Bagi Sekolah

Penggunaan model pembelajaranGuided Inquiry LearningdanGuided Discovery Learningdapat dijadikan masukan untuk meningkatkan mutu pelajaran biologi.

4. Bagi Peneliti

Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman yang nyata sebagai calon pendidik di masa depan dalam menyiapkan model pembelajaran yang tepat untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam menyelidiki dan

menemukan masalah.

E. Rung Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah :

1. Perbandingan dua model pembelajaran yaituGuided Inquiry Learningdan Guided Discovery Learning.

2. Model pembelajaranGuided Inquiry Learningyaitu suatu model pembelajaran yang melibatkan seluruh kemampuan siswa untuk menyelidiki suatu permasalahan secara sistematis, logis, dan analitis


(24)

dengan dibimbing oleh guru. Adapun sintaks dari pembelajaran ini yaitu: (1) mengajukan permasalahan; (2) merumuskan hipotesis;

(3) mengumpulkan data; (4) menganalisis data; dan (5) membuat kesimpulan (Trianto, 2013: 168-169), sedangkan model pembelajaran Guided Discovery Learningyaitu suatu model pembelajaran yang mengutamakan peran guru dalam membimbing siswa untuk menemukan konsep-konsep melalui proses mentalnya. Adapun sintaks dari

pembelajaran ini yaitu: (1) merumuskan masalah; (2) membuat hipotesis; (3) mengumpulkan data; (4) merumuskan kesimpulan; dan (5)

mengkomunikasikan (Kosasih, 2014: 85-88).

3. Pengukuran hasil belajar siswa hanya pada ranah kognitif dan afektif, pada ranah kognitif diukur dari hasil pretes sebagai penilaian awal dan postes sebagai penilaian akhir, sedangkan pada ranah afektif diukur dari proses pembelajaran dengan indikator peduli, disiplin, dan bertanggung jawab. (Kosasih, 2014: 15).

4. Materi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap lingkungan

5. Subjek dalam penelitian ini hanya sebatas 2 kelas di tingkat 1 SMP PGRI 1 Bandar Lampung, yakni kelas VII A menggunakan model pembelajaran Guided Inquiry Learningdan kelas VII B menggunakan model


(25)

F. Kerangka Pikir

Pembelajaran Biologi memiliki tujuan yang salah satunya adalah

menumbuhkan sikap ilmiah siswa. Upaya untuk menumbuhkan sikap ilmiah siswa tersebut diperlukan peranan seorang guru yang kreatif memilih model pembelajaran yang tepat, diantaranya yaitu model pembelajaranGuided Inquiry LearningdanGuided Discovery Learning.Model pembelajaran Guided Inquiry Learningmerupakan pembelajaran yang dirancang untuk mengajak siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah dalam waktu yang relative singkat dengan dibimbing oleh guru. KegiatanInquirydimulai ketika permasalahan diajukan, kemudian siswa di minta untuk merumuskan hipotesis. Lalu siswa bertanggung jawab menguji hipotesis yang telah dirumuskan

dengan menganalisis data yang telah diperoleh. Langkah penutup dari pembelajaranInquiryadalah membuat kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh siswa.

Model pembelajaran Guided Discovery Learningmengarahkan siswa untuk dapat menemukan sesuatu melalui proses pembelajaran yang dilakoninya namun juga dibimbing oleh guru. Kegiatan awal dalam pembelajaran ini yaitu guru menyampaikan suatu permasalahan untuk menimbulkan rasa penasaran tentang fenomena tertentu agar masalah tersebut mendorong siswa untuk mau melakukan suatu rangkaian pengamatan mendalam. Lalu siswa diajak

melakukan identifikasi masalah setelah itu merumuskan jawaban sementara lalu melakukan pengumpulan data. Setelah data terkumpul dan dianalisis, kemudian dikoreksi dengan rumusan masalah yang dirumuskan sebelumnya. Data-data tersebut digunakan untuk menjawab permasalahan tersebut.


(26)

Kesimpulan itulah yang dimaksud dengan sebagai penemuan di dalam rangkaian kegiatan yang dilakukan siswa.

Variabel dalam penelitian ini adalah variabel bebas X1, X2dan variabel terikat

Y1, Y2. Variabel X1adalah variabel bebas dengan model pembelajaranGuided

Inquiry Learning, variabel X2adalah variabel bebas dengan model

pembelajaranGuided Discovery Learning. Sedangkan variabel Y1adalah

variabel terikat yaitu hasil belajar ranah kognitif siswa dan variabel Y2adalah

variabel terikat yaitu hasil belajar ranah afektif siswa. Paradigma penelitian ini adalah sebagai berikut :

X1 Y1

X2 Y2

Keterangan :X1= Model PembelajaranGuided Inquiry Learning X2= Model PembelajaranGuided Discovery Learning Y1= Hasil Belajar Ranah Kognitif

Y2= Hasil Belajar Ranah Afektif (dimodifikasi dari Sugiyono, 2011: 71)

Gambar 1. Hubungan antara dua variabel bebas dan dua variabel terikat

G. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka hipotesis penelitian ini adalah :

Terdapat perbedaan antara penggunaan model pembelajaranGuided Inquiry LearningdenganGuided Discovery Learningterhadap hasil belajar ranah kognitif dan afektif siswa.


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Model PembelajaranGuided Inquiry Learning

Menurut Indrawati (dalam Trianto, 2013: 165) Suatu pembelajaran pada umumnya akan lebih efektif bila diselenggarakan melalui model-model pembelajaran yang termasuk rumpun pemrosesan informasi. Hal ini dikarenakan model-model pemrosesan informasi menekankan pada

bagaimana seseorang berpikir dan bagaimana dampaknya terhadap cara-cara mengolah informasi.

Berpikir yang baik adalah kemampuan untuk memecahkan masalah. Dasar dari pemecahan masalah adalah kemampuan untuk belajar dalam situasi proses berpikir. Dengan demikian, hal ini dapat diimplementasikan bahwa kepada siswa hendaknya diajarkan bagaimana belajar yang meliputi apa yang diajarkan, bagaimana hal itu diajarkan, jenis kondisi belajar, dan memperoleh pandangan baru. Salah satu yang termasuk dalam model pemrosesan

informasi adalah model pembelajaranInquiry. PembelajaranInquiry

dirancang untuk mengajak siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah ke dalam waktu yang relative singkat (Trianto, 2013: 166-167).

PembelajaranInquiryyang diterapkan pada siswa SMP sebaiknya


(28)

190-191)Inquiryterbimbing yaitu kegiatan belajar mengajar dimana guru membimbing siswa untuk melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkannya pada suatu diskusi, siswa yang belajar lebih berorientasi pada bimbingan dan petunjuk dari guru sehingga siswa dapat memahami konsep-konsep pelajaran. Guru mempunyai peran aktif dalam menentukan permasalahan dan tahap-tahap pemecahannya. Pada

pembelajaran ini, siswa akan dihadapkan pada tugas-tugas yang relevan untuk diselesaikan baik melalui diskusi kelompok maupun secara individual agar mampu menyelesaikan masalah dan menarik kesimpulan secara mandiri. Pada dasarnya, selama proses belajar berlangsung siswa akan memperoleh pedoman sesuai dengan yang diperlukan.

Kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan pembelajaranInquiry menurut Trianto (2013: 168-169) yaitu:

1. Mengajukan Pertanyaan atau Permasalahan

KegiatanInquirydimulai ketika pertanyaan atau permasalahan diajukan. Untuk meyakinkan bahwa pertanyaan sudah jelas, pertanyaan tersebut dituliskan di papan tulis, kemudian siswa di minta untuk merumuskan hipotesis.

2. Merumuskan Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi

permasalahan yang dapat diuji dengan data. Untuk memudahkan proses ini, guru menanyakan kepada siswa gagasan mengenai hipotesis yang mungkin. Dari semua gagasan yang ada, dipilih salah satu hipotesis yang relevan dengan permasalahan yang diberikan.


(29)

3. Mengumpulkan Data

Hipotesis digunakan untuk menuntun proses pengumpulan data. Data yang dihasilkan dapat berupa table, matrik, atau grafik.

4. Analisis Data

Siswa bertanggung jawab menguji hipotesis yang telah dirumuskan dengan menganalisis data yang telah diperoleh. Faktor penting dalam menguji hipotesis adalah pemikiran “benar” atau “salah”. Setelah memperoleh kesimpulan, dari data percobaan, siswa dapat menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Bila ternyata hipotesis itu salah atau ditolak, siswa dapat menjelaskan sesuai dengan prosesInquiryyang telah dilakukannya.

5. Membuat Kesimpulan

Langkah penutup dari pembelajaranInquiryadalah membuat kesimpulan sementara berdasarkan data yang diperoleh siswa.

PembelajaranInquirymenurut Trianto (2013: 344) memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan, adapun keunggulannya sebagai berikut :

1. Pembelajaran Inquiry menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran inquiry ini dianggap lebih bermakna.

2. PembelajaranInquirydapat memberikan ruang peserta didik untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.

3. Inquirymerupakan pembelajaran yang dianggap sesuai dengan

perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.


(30)

4. Pembelajaran ini dapat melayani kebutuhan peserta didik yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, peserta didik yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh peserta didik yang lemah dalam belajar.

Kelemahan pembelajaranInquirydiantaranya yaitu:

1. Jikainquirydigunakan sebagai pembelajaran, maka akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan peserta didik.

2. Pembelajaraninquirysulit dalam merencanakan pembelajaran karena terbentur dengan kebiasaan peserta didik dalam belajar.

3. Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya memerlukan waktu yang panjang sehingga sering pendidik sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.

4. Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan peserta didik menguasai materi pelajaran, maka pembelajaran inquiry ini akan sulit diimplementasikan oleh setiap pendidik.

B. Model PembelajaranGuided Discovery Learning

Temuan terbimbing adalah kegiatan belajar mengajar dimana guru memberi siswa contoh-contoh topik spesifik dan memandu siswa untuk memahami topik tersebut. Model ini efektif untuk mendorong keterlibatan dan motivasi siswa seraya membantu siswa mendapatkan pemahaman mendalam tentang topik-topik yang jelas (Eggen dan Kauchak, 2012: 177).


(31)

Model pembelajaran (Discovery Learning) merupakan nama lain dari pembelajaran penemuan. Model pembelajaran penemuan bertujuan untuk menemukan pengertian, ciri-ciri, perbedaan, persamaan suatu benda, konsep, ataupun objek-objek pembelajaran lainnya. Sesuai dengan namanya, model ini mengarahkan siswa untuk dapat menemukan sesuatu melalui proses pembelajaran yang dilakoninya. Siswa diraih untuk terbiasa menjadi seorang saintis (ilmuan). Mereka tidak hanya sebagai konsumer, tetapi diharapkan pula bisa berperan aktif, bahkan sebagai pelaku dari pencipta ilmu

pengetahuan. Bentuk penemuan yang dimaksud tidak selalu identik dengan suatu teori ataupun benda sebagaimana yang biasa dilakukan kalangan ilmuan dan profesional dalam pengertian yang sebenarnya. Penemuan yang dimaksud berarti pula sesuatu yang sederhana, namun memiliki makna dengan

kehidupan para siswa itu sendiri. Penemuan itu tetap berkerangka pada

kompetensi-kompetensi dasar (KD) yang ada pada kurikulum (Kosasih, 2014: 83-84).

Langkah-langkah pembelajaranDiscoverymenurut Kosasih (2014: 85-88) yaitu:

1. Merumuskan masalah

Guru menyampaikan suatu permasalahan untuk yang menggugah dan menimbulkan kepenasaran-kepenasaran tentang fenomena tertentu. Masalah itu mendorong siswa untuk mau melakukan suatu rangkaian pengamatan mendalam.


(32)

2. Membuat jawaban sementara (hipotesis)

Siswa diajak melakukan identifikasi masalah yang kemudian diharapkan bisa bermuara pada perumusan jawaban sementara.

3. Mengumpulkan data

Hipotesis merupakan jawaban sementara. Oleh karena itu perlu ada pembuktian untuk merumuskan benar tidaknya. Caranya adalah dengan serangkaian pengumpulan data. Caranya adalah: (1) Membaca berbagai dokumen; (2) Melakukan pengamatan lapangan; (3) Penelitian

laboratorium; (4) Melakukan wawancara; dan (5) Menyebarkan angket dengan cara-cara tersebut, diharapkan siswa dapat memperoleh data yang benar-benar faktual, kuat dan meyakinkan. Data itu pun dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya karena mereka sendiri yang mengumpulkan. Diharapkan data itu pun dapat memberikan jawaban atas permasalahan sebelumnya dan dibandingkan pula dengan hipotesis yang telah mereka rumuskan. Data-data itu mereka catat dalam instrument yang telah mereka siapkan sebelumnya, baik itu berupa jurna, lembar observasi/pengamatan laboratorium, dan sejenisnya. Adapun jenis sumber data yang dihubungi, diobservasi, dan dikumpulkan hendaknya disesuaikan dengan ketersediaan waktu, biaya, dan tenaga yang tersedia. Jangan pula penentuan sumber-sumber daya itu malah membebani para siswa.

4. Perumusan kesimpulan

Setelah data terkumpul dan dianalisis, kemudian dikoreksi dengan rumusan masalah yang dirumuskan sebelumnya. Data-data tersebut


(33)

digunakan untuk menjawab permasalahan tersebut. Kesimpulan itulah yang dimaksud dengan sebagai penemuan di dalam rangkaian kegiatan yang dilakukan siswa.

5. Mengkomunikasikan

Temuan-temuan berharga para siswa jangan dibiarkan terhenti dalam bentuk catatan-catatan berserakan. Hasil kegiatan mereka perlu ditindak lanjuti dengan kegiatan mengkomunikasikan. Temuan-temuan mereka perlu dihargai, yakni dengan berupa kegiatan seminar. Masing-masing siswa, baik individu ataupun kelompok, melaporkan hasil kegiatannya di depan forum diskusi untuk ditanggapi oleh siswa lain. Dalam proses ini pun memungkinkan bagi para siswa untuk saling memberikan masukan sehingga temuan yang mereka rumuskan menjadi lebih penting dan bermanfaat.

Model pembelajaranDiscoverymenurut Suryosubroto (2009: 185–187) memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihan pembelajaran Discoveryyaitu:

1. Dianggap membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa. Kekuatan dari proses penemuan datang dari usaha untuk menemukan. 2. Pengetahuan diperoleh dari pembelajaran ini sangat pribadi sifatnya dan

mungkin merupakan suatu pengetahuan yang sangat kukuh.

3. PembelajaranDiscoverymembangkitkan gairah pada siswa, misalnya siswa merasakan jerih payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan dan kadang-kadang kegagalan.


(34)

4. Memberi kesempatan pada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya sendiri.

5. Menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga ia lebih merasa terlibat dan bermotivasi sendiri untuk belajar, paling sedikit pada suatu proyek penemuan khusus.

6. Dapat membantu memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melaui proses penemuan.

7. Pembelajaran ini berpusat pada anak, misalnya memberi kesempatan kepada mereka dan guru berpartisipasi sebagai sesama dalam mengecek ide.

8. Membantu perkembangan siswa menuju skeptisisme yang sehat untuk menemukan kebenaran akhir yang mutlak.

Kelemahan dari pembelajaranDiscoveryyaitu:

1. Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini 2. Pembelajaran ini kurang berhasil untuk mengajar kelas beesar. Misalnya

sebagian besar waktu dapat hilang karena membantu seorang siswa menemukan teori-teori, atau menemukan bagaimana ejaan dari bentuk kata-kata tertentu.

3. Harapan yang ditumpahkan pada pembelajaran ini mungkin

mengecewakan guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional.

4. Mengajar dengan penemuan mungkin akan dipandang sebagai terlalu mementingkan memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan keterampilan. Sedangkan sikap dan keterampilan


(35)

diperlukan untuk memperoleh pengertian atau sebagai perkembangan emosional social secara keseluruhan.

5. Dalam beberapa ilmu (misalnya IPA) fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide mungkin tidak ada.

6. Pembelajaran ini mungkin tidak akan memberi kesempatan untuk berfikir kreatif, kalau pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah diseleksi terlebih dahulu oleh guru, demikian pula proses-proses di bawah

pembinaannya. Tidak semua pemecahan masalah menjamin penemuan yang penuh arti. Pemecahan masalah dapat bersifat membosankan mekanisasi, formalitas, dan pasif seperti bentuk terburuk dari metode ekspositories verbal.

C. Hasil Belajar Ranah Kognitif

Pada penggal proses belajar dilancarkan tes hasil belajar. Adapun jenis tes yang digunakan umumnya digolongkan sebagai tes tertulis dan tes lisan. Tes tertulis terdiri dari tes esai dan tes objektif. Tes tertulis memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah: (1) penguji dapat menguji banyak siswa dalam waktu terbatas; (2) objektivitas pengerjaan tes terjamin dan mudah diawasi; (3) penguji dapat menyusun soal-soal yang merata pada tiap pokok bahasan; (4) penguji dengan mudah dapat menentukan standar

penilaian; dan (5) dalam pengerjaan siswa dapat memilih menjawab urutan soal sesuai kemampuannya, sedangkan kelemahannya adalah: (1) penguji tidak sempat memperoleh penjelasan tentang jawaban siswa; (2) rumusan


(36)

pertanyaan yang tak jelas menyulitkan siswa; dan (3) dalam pemeriksaan dapat terjadi subjektivitas penguji. Tes lisan juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya adalah: (1) penguji dapat menyesuaikan bahasa dengan tingkat daya tangkap siswa; (2) penguji dapat mengejar tingkat penguasaan siswa tentang pokok bahasan tertentu; dan (3) siswa dapat melengkapi jawaban lebih leluasa, sedangkan kelemahannya adalah: (1) penguji dapat terjerumus pada kesan subjektif atas perilaku siswa dan (2) memerlukan waktu yang lama. Tes hasil belajar adalah alat untuk

membelajarkan siswa. Meskipun demikian keseringan penggunaan tes

tertentu akan menimbulkan kebiasaan tertentu. Artinya, jenis tes tertentu akan membentuk jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik tertentu. Sebagai ilustrasi, uji kemampuan afektif seperti penilaian sikap pada PMP tidak dapat diuji dengan mengggunakan tes objektif atau dengan memilih isian benar atau salah. Pada tempatnya guru mempertimbangkan dengan seksama kebaikan dan kelemahan jenis tes hasil belajar yang digunakan (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 257-259).

Ranah kognitif menurut Sudaryono (2012: 43-46) adalah ranah yang mencakup kegiatan otak. Artinya, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak termasuk ke dalam ranah kognitif. Berikut penjelasan dari masing-masing tingkatan ranah kognitif:

1. Knowledge(Pengetahuan)

Pengetahuan yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus, dan sebagainya mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam


(37)

ingatan yang meliputi fakta, kaidah, prinsip, serta metode yang diketahui. Pengetahuan yang disimpan dalam ingatan ini akan digali pada saat diperlukan melalui bentuk mengingat (recall) atau mengenal kembali (recognition). Dalam jenjang kemampuan ini, seseorang dituntut untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya suatu konsep, fakta, atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya. Misalnya, TIK yang untuk sebagian dirumuskan sebagai berikut: “Siswa akan mampu

menyebutkan nama semua sekretaris jendral PBB, sejak saat PBB mulai berdiri”.

2. Comprehension(Pemahaman)

Pemahaman yaitu kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui atau diingat; mencakup kemampuan untuk menangkap makna dari arti dari bahan yang dipelajari, yang dinyatakan dengan menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, atau

mengubah data yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk yang lain. Dalam hal ini, siswa dituntut untuk memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan, dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan untuk menghubungkannya dengan hal-hal yang lain. Kemampuan ini dapat dijabarkan ke dalam tiga bentuk, yaitu menerjemahkan (translation), menginterpretasi (interpretation), dan mengekstrapolasi (extrapolation). Misalnya, TIK yang untuk sebagian dirumuskan sebagai berikut:“Siswa akan mampu menguraikan, dalam kata-kata sendiri, garis-garis besar dalamnaskah bahasa inggris”.


(38)

3. Application(Penerapan)

Penerapan yaitu kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori, dan sebagainya dalam situasi yang baru dan konkret; mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah atau metode yang digunakan pada suatu kasus atau problem yang konkret dan baru, yang dinyatakan dalam aplikasi suatu rumus pada persoalan yang belum dihadapi atau aplikasi suatu metode kerja pada pemecahan problem yang baru. Misalnya, TIK yang untuk sebagian dirumuskan sebagai berikut: “Siswa akan mampu menghitung jumlah liter cat yang dibutuhkan untuk mencat semua dinding di suatu ruang dan jumlah uang yang harus dikeluarkan. Data mengenai ukuran-ukuran ruang, kuantitas cat yang diperlukan untuk setiap m3dan harga cat per kaleng @2 liter, disajikan”. 4. Analysis(Analisis)

Analisis yaitu kemampuan seseorang untuk menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antaranya: mencakup kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik, yang dinyatakan dengan penganalisisan bagian-bagian pokok atau komponen-komponen dasar dengan hubungan bagian-bagian itu. Kemampuan analisis ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu analisis unsur, analisis hubungan, dan analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi. Misalnya, TIK yang untuk sebagian dirumuskan sebagai berikut: “Siswa akan mampu


(39)

menempatkan suatu kumpulan bunga berjumlah 20 kuntum dalam empat kategori, menurut pilihannya sendiri”.

5. Synthesis(Sintesis)

Sintsis yaitu kemampuan berpikir yang merupakan kebalikan dari kemampuan analisis; mencakup kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola yang baru, yang dinyatakan dengan membuat suatu rencana, yang menuntut adanya kriteria untuk menemukan pola dan struktur organisasi yang dimaksud. Misalnya TIK yang untuk sebagian dirumuskan sebagai berikut: “Siswa akan mampu memberikan uraian lisan tentang perlunya pelatihan rencana bisnis, dengan berpegang pada suatu kerangka yang mengandung pembukaan, inti, ringkasan pembahasan dan kesimpulan”.

6. Evaluation(Evaluasi)

Evaluasi yaitu merupakan jenjang berpikir yang paling tinggi dalam ranah kognitif ini, yang merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai, atau ide; mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal dan mempertanggung jawabkan pendapat ituberdasarkan kriteria tertentu, yang dinyatakan dengan kemampuan memberikan penilaian terhadap sesuatu hal. Kriteria yang digunakan untuk mengadakan evaluasi ini dapat bersifat intern dan ekstern. Kriteria intern adalah kriteria yang berasal dari situasi atau keadaan yang dievaluasi itu sendiri, sedangkan kriteria ekstern adalah kriteria yang berasal dari luar keadaan atau situasi yang dievaluasi


(40)

FIP akan mampu mengadakan evaluasi tertulis, terhadap contoh-contoh perumusan TIK yang diberikan dalam (1) sampai dengan (5) di atas, berdasarkan kriteria yang berlaku bagi perumusan TIK yang baik.

Karangan berjumlah maksimal 2 halaman folio bergaris dan minimal 1½

halaman.

Taksonomi tujuan pengajaran dalam ranah kognitif menurut Bloom terdiri atas enam tingkatan, yakni pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Keenam kategori atau taksonomi tersebut kemudian

disempurnakan oleh Lorin Anderson Krathwohl (2001) (dalam kosasih, 2014: 21-24) yang sering dikenal dengan istilah C1-C6 dengan urutan sebagai berikut:

1. Remembering(Mengingat)

Mengingat adalah kompetensi yang paling mendasar dalam ranah kognitif, sebelum seorang siswa dapat memahami suatu fakta atau konsep, ia harus mengingat fakta atau konsep itu sendiri. Kompetensi mengingat ditandai oleh aktivitas peserta didik yang bersifat hafalan misalnya: tentang pengertian, rumus-rumus, dan sejumlah fakta. Tujuan pembelajaran yang berupa pengetahuan ditandai oleh kata-kata kerja operasional sebagai berikut: (1) mengutip; (2) menyebutkan; (3) mendaftar; (4) menunjukkan; (5) memasangkan; (6) menamai; (7) menandai; (8) meniru; (9) mencatat; (10) mengulang; (11) memilih; (12) menyatakan; (13) memberi kode; (14) menomori; (15) menelusuri; dan (16) menuliskan kembali.


(41)

2. Understanding( Memahami)

Kompetensi memahami dapat juga disebut dengan istilah “mengerti”. Kompetensi ini ditandai oleh kemampuan siswa untuk mengerti akan suatu konsep, rumus, ataupun fakta-fakta untuk kemudian menafsirkan dan menanyakannya kembali dengan kata-kata sendiri. Kata-kata kerja operasional yang dapat digunakan sebagai indikator untuk pencapaian kompetensi itu adalah sebagai berikut: (1) memperkirakan; (2)

menjelaskan; (3) mengemukakan; (4) mengategorikan; (5) mencirikan; (6) memerinci; (7) mengasosiasikan; (8) membandingkan; (9) menghitung; (10) membedakan; (11) mengubah; (12) mempertahankan; (13) menyusun; (14) mencontohkan; (15) merumuskan; (16) merangkum; dan (17)

menyimpulkan.

3. Applying(Menerapkan)

Menerapkan merupakan kemampuan melakukan atau mengembangkan sesuatu sebagai wujud dari pemahaman konsep tertentu. Misalnya, setelah siswa membaca langkah-langkah membubut, diharapkan ia bisa

mempraktikkannya langsung. Berikut kata-kata kerja operasional yang bisa menjadi indikator ketercapaian siswa dalam menerapkan suatu pengetahuan: (1) melakukan; (2) mengurutkan; (3) menyesuaikan; (4) mengkalkulasi; (5) memodifikasi; (6) menghitung; (7) membangun; (8) membuat; (9) membiasakan; (10) menggambarkan; (11) menggunakan; (12) mengoperasikan; (13) memproduksi; (14) memproses; dan (15) mengaitkan.


(42)

4. Analyzing( Menganalisis)

Menganalisis merupakan kemampuan memisahkan suatu fakta atau konsep ke dalam beberapa komponen dan menghubungkan satu sama lain untuk memperoleh pemahaman atas konsep tersebut secara utuh. Adapun kata kerja operasional yang dapat menjadi indikator ketercapaian tujuan itu adalah: (1) menganalisis; (2) menelaah; (3) mengidentifikasi; (4)

memaknai; (5) menguraikan; (6) memerinci; (7) memilih; (8) mengaudit; (9) memecahkan masalah; (10) mendeteksi; (11) mendiagnosis; (12) mendiagramkan; (13) mengorelasikan; (14) merasionalkan; (15)

menjelajah; (16) menyimpulkan; (17) menemukan; dan (18) mengukur. 5. Evaluating(Mengevaluasi)

Mengevaluasi adalah kemampuan di dalam menunjukkan kelebihan dan kelemahan sesuatu berdasarkan kriteria atau patokan tertentu, adapun yang termasuk ke dalam kemampuan ini adalah pemberian tanggapan, kritik, dan saran. Untuk bisa sampai ke tahap ini, tentu saja seorang siswa harus mengetahui benar salahnya atas hal, fenomena, ataupun keadaan yang dievaluasinya itu. Tahap pengevaluasian dapat dilakukan setelah

kompetensi sebelumnya telah dikuasi siswa. Kata kerja operasional yang menandai kemampuan dalam mengevaluasi, antara lain: (1) menilai; (2) mengkritik; (3) memutuskan; (4) menanggapi; (5) mengulas; (6)


(43)

6. Creating(Mencipta)

Mencipta merupakan kemampuan ideal yang seharusnya dimiliki oleh seorang siswa setelah mempelajari kompetensi tertentu. Tidak hanya sekedar tahu, tetapi lebih dari itu, siswa bisa melakukannya.

Penilaian hasil belajar bertujuan melihat kemajuan belajar peserta didik dalam hal penguasaan materi pengajaran yang telah dipelajarinya sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan (Rohani, 2004: 179).

D. Hasil Belajar Ranah Afektif

Ranah afektif menurut Sudaryono (2012: 46-47) adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya apabila ia telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri belajar afektif akan tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku, seperti: 1. Receiving(Penerimaan)

Mencakup kepekaan akan adanya suatu rangsangan dan kesediaan untuk memperhatikan rangsangan tersebut, yang dinyatakan dengan

memperhatikan sesuatu, walaupun perhatian itu masih bersifat pasif. Dipandang dari segi pembelajaran, jenjang ini berhubungan dengan upaya menimbulkan, mempertahankan, dan mengarahkan perhatian siswa. Misalnya, TIK yang untuk sebagian dirumuskan sebagai berikut: “Siswa akan rela memandangi peta geografi tanah Indonesia yang dipamerkan di depan kelas”.


(44)

2. Responding(Partisipasi)

Mencakup kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan turut

berpartisipasi dalam suatu kegiatan, yang dinyatakan dengan memberikan suatu reaksi terhadap rangsangan yang disajikan. Misalnya, TIK yang untuk sebagian dirumuskan sebagai berikut: “Siswa akan rela

berpartisipasi dalam upacara kenaikan bendera, dengan berdiri tegak dan menyanyikan lagu kebangsaan dengan volume suara penuh.

3. Valuing(Penilaian/Penentuan Sikap)

Mencakup kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan memposisikan diri sesuai dengan penilaian itu. Artinya, mulai terbentuk suatu sikap, yang dinyatakan dalam tingkah laku yang sesuai dan

konsisten dengan sikap batin, baik berupa perkataan maupun tindakan. Misalnya, TIK yang untuk sebagian dirumuskan sebagai berikut: “Siswa akan menunjukkan sikap positif terhadap belajar kelompok, dengan cara mempersiapkan sejumlah pertanyaan secara tertulis, mendatangi

pertemuan kelompok secara rutin dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar”.

4. Organization(Organisasi)

Mencakup kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan, yang dinyatakan dalam pengembangan suatu perangkat nilai. Jenjang ini berhubungan dengan menyatukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antara nilai-nilai tersebut, serta mulai membentuk suatu sistem nilai yang konsisten secara internal. Misal, TIK yang untuk sebagian besar


(45)

dirumuskan sebagai berikut:“Mahasiswa akan mampu menguraikan secara tertulis, bentuk keseimbangan yang wajar antara kewajiban pimpinan sekolah untuk melaksanakan GBPP yang ditetapkan secara nasional”.

5. Characterization by a value complex(Pembentukan Pola Hidup) Mencakup kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan

sedemikian rupa, sehingga dapat menginternalisasikannya dalam diri dan menjadikannya sebagai pedoman yang nyata dan jelas dalam kehidupan sehari-hari, yang dinyatakan dengan adanya pengarturan hidup dalam berbagai bidang kehidupan. Kemampuan tersebut sulit dituangkan dalam suatu TIK, karena mengandung unsur kebiasaan yang baru dibentuk setelah waktu yang cukup lama, misalnya kemampuan untuk

menunjukkan kerajinan, ketelitian, dan disiplin dalam kehidupan pribadi. Ranah afektif menurut Kosasih (2014: 17-21) meliputi proses penerimaan, responsif, nilai yang dianut, organisasi, dan karakterisasi. Adapun sikap-sikap yang diharapkan muncul setelah peserta didik melalui proses tersebut

mencakup sikap secara individu, sosial, dan sikap pada alam. Secara individu diharapkan muncul sikap beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, dan santun), rasa ingin tahu, sikap estetis, percaya diri, dan memiliki kemauan yang kuat (motivasi internal). Secara sosial diharapkan muncul sikap toleransi, gotong royong, kerja sama, dan kemauan untuk selalu musyawarah dalam menyelesaikan suatu permasalahan bersama. Secara kalaman dan lingkungan diharapkan muncul pola hidup sehat, ramah lingkungan, patriotik, dan cinta perdamaian.


(46)

Selain itu ranah afektif mencakup segala sesuatu yang terkait dengan emosi, misalnya perasaan, nilai, penghargaan, semangat, minat, motivasi, dan sikap. Lima kategori ranah ini diurutkan mulai dari perilaku yang sederhana hingga yang paling kompleks, yakni:

1. Receiving(Penerimaan)

Penerimaan berarti kemauan untuk menunjukkan perhatian dan

penghargaan terhadap materi, ide, karya, ataupun keberadaan seseorang. Kata–kata operasional yang menandainya antara lain, sebagai berikut: (1) menanyakan; (2) mengikuti; (3) memberi; (4) menahan; (5)

mengendalikan diri; (6) mengidentifikasi; (7) memerhatikan; dan (8) menjawab. Secara bertahap, hal tersebut dapat ditunjukkan dengan cara bersedia untuk memberikan perhatian pada kegiatan pembelajaran yang akan diikuti, seperti kesiapan untuk membaca dan terlibat dalam suatu kegiatan diskusi kelompok.

2. Responding(Penanggapan)

Penanggapan merupakan kemampuan untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan selalu termotivasi untuk segera bereaksi dan mengambil tindakan atas suatu kejadian. Sikap tersebut dapat ditandai oleh kata– kata kerja operasional sebagai berikut: (1) menjawab; (2) membantu; (3) menaati; (4) memenuhi; (5) menyetujui; (6) mendiskusikan; dan (7) menyelesaikan.

Cara menanggapi seseorang memiliki beberapa tingkatan, yakni: (1) kesiapan menanggapi yang ditandai dengan penyiapan berbagai referensi untuk mengikuti pelajaran; (2) kemauan untuk bergabung dalam diskusi


(47)

kelompok; (3) merespon suatu peristiwa pembelajaran; (4) memberikan tanggapan yang disampaikannya kepada orang lain seperti mencatat tanggapan lawan bicara, mengangkat jempol, serta mengajukan pujian sebagai tanda senang.

3. Valuing(Penilaian)

Penilaian merupakan kemampuan untuk meninjau baik-tidaknya suatu hal, keadaan, peristiwa, ataupun perbuatan. Penilaian terbagi atas empat tahap, yakni: (1) menerima nilai, misalnya nilai kejujuran. Siswa yang sudah memasuki tahap penerimaan nilai ditandai oleh penerimaan ataupun pengakuan bahwa sikap jujur itu penting di dalam kehidupan sehari–hari dan tidak jujur justru akan mencelakakan; (2) menyeleksi nilai, misalnya untuk nilai kejujuran dengan melihat kehidupan orang yang terbiasa hidup jujur dengan yang tidak jujur; (3) komitmen, yaitu persetujuan terhadap suatu nilai dengan alasan–alasan tertentu. Misalnya, seorang tokoh yang dengan jujur mengakui kesalahan– kesalahan yang telah dilakukannya, sebagai bentuk komitmen terhadap nilai–nilai kejujuran, siswa tersebut menyatakan kekagumannya terhadap tokoh tersebut; dan (4) pengorganisasian, dinyatakan dengan usaha untuk merelevansikan suatu nilai dengan nilai lainnya. Misalnya, nilai kejujuran itu ada kaitan atau memerlukan sikap dengan keberanian dan tanggung jawab.

Kata kerja operasional yang menandai salah satu atau keseluruhan tahapan–tahapan itu adalah: (1) menunjukkan; (2) memilih; (3)


(48)

membedakan; (4) mengikuti; (5) melaksanakan; (6) melaporkan; dan (7) menyatakan.

4. Organizing(Pengorganisasian)

Pengorganisasian merupakan kemampuan membentuk sistem nilai dengan mengharmonisasikan perbedaan–perbedaan yang mungkin ada. Dalam melakukan suatu kegiatan mungkin saja terdapat nilai–nilai yang seolah –olah berbenturan. Misalnya, ketika melakukan kegiatan presentasi. Dalam kegiatan itu siswa memerlukan kepercayaan diri. Akan tetapi, kalau hanya berfokus pada nilai tersebut seseorang bisa menjadi arogan, tidak menghargai kepentingan orang lain. Dengan demikian, nilai tersebut harus diharmonisasikan dengan sikap santun ataupun demokratis. Kata kerja operasional yang dapat menandai ketercapaian kompetensi itu adalah: (1) merancang; (2) mengatur; (3) menyempurnakan; (4)

mempertahankan; (5) menjelaskan; (6) memperbaiki; dan (7) melengkapi. 5. Characterization(Karakterisasi)

Karakterisasi merupakan kemampuan untuk menghayati atau

mengamalkan suatu sistem nilai. Misalnya nilai kesantunan. Dalam tahap ini, seseorang berusaha untuk bersikap santun dalam berbagai situasi ataupun kesempatan, baik melalui tindakan ataupun tutur kata. Usaha itu, dilakukan atas kesadaran sendiri atas dasar kebaikan–kebaikan yang ingin diperolehnya. Kata kerja operasional yang dapat menjadi

penandanya, antara lain sebagai berikut: (1) menaati; (2) melaksanakan; (3) menunjukkan; (4) memperbaiki; dan (5) membuktikan.


(49)

E. Pengaruh Kepadatan Populasi Manusia Terhadap Lingkungan

Selama perjalanan sejarah, pengaruh manusia terhadap alam pada mulanya sangat kecil dan terbatas pada lingkungan tertentu. Hal ini karena jumlah (populasi) manusia masih sedikit, membawa konsekuensi pola hidup masih dalam kelompok kecil dan sumber penghidupannya dan lingkungan lokal. Tetapi, sekarang keadaan telah sangat berubah. Saat ini, populasi manusia telah mencapai angka lebih dari empat miliar jiwa yang semuanya sangat bergantung pada dunia global, tidak hanya lingkungan lokal, untuk memenuhi kebutuhan dan bertahan hidup. Sejarah perubahan kebudayaan yang berhasil diciptakan manusia merupakan upaya untuk beradaptasi dan bertahan hidup, yang tentu saja berpengaruh pada daya dukung lingkungan (Sudjoko dkk, 2013: 6.14).

Peningkatan jumlah populasi manusia di dunia memberi dampak pada peningkatan permintaan dan kebutuhan sumber daya alam. Negara maju mempunyai populasi manusia sebesar 25% dari jumlah populasi dunia. Namun, penduduk di Negara maju mengonsumsi sumber daya alam lebih besar sekitar 75% minyak, 86% gas alam, 93% energy nuklir, dan 85% produk kayu. Terlebih pada masa sekarang industri lebih banyak

menggunakan kayu daripada logam maupun plastik campuran. Di sisi lain pada negara berkembang juga menimbulkan masalah bagi lingkungan dengan menghasilkan sekitar 75% emisi gas dunia. Pencemaran dan populasi

manusia menambah berat tekanan pada lingkungan dengan mengubah faktor –faktor mikro yang kadang “melumpuhkan” spesies dari kebutuhan


(50)

masyarakat tidak hanya akan memerlukan konsumsi lebih banyak namun juga menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan yang lebih besar.

Kerusakan tersebut mengancam keberlangsungan ekosistem di alam. Besar kerusakan lingkungan secara umum disebabkan oleh: (1) jumlah penduduk; (2) konsumsi per kapita; dan (3) dampak kerusakan per unit penggunaan sumber daya alam, yang berwujud sebagai jenis bahan sumber daya yang digunakan (dipilih) oleh manusia. Secara spesifik kerusakan lingkungan dapat dijelaskan dengan model matematik, dengan rumus bahwa kerusakan

lingkungan dan pencemaran merupakan hasil dari perkalian dari tiga faktor tersebut.

Untuk mengatasi kerusakan lingkungan yang ditimbulkan perlu mencermati faktor–faktor penyebabnya. Permasalahan lingkungan menyangkut banyak faktor pencetus dan untuk mengatasinya diperlukan kearifan dan

pertimbangan dari berbagai sudut serta kepentingan (Sudjoko dkk, 2013: 6.22–6.23).

Kehidupan manusia tidak dilepaskan dari alam. Untuk menjaga kelangsungan hidupnya manusia melakukan eksploitasi terhadap alam yang dapat

menimbulkan berbagai masalah, terutama pada sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Berbagai jenis bahan tambang seperti minyak bumi, gas alam, dan batu bara merupakan sumber daya alam yang suatu saat akan habis dan tidak dapat diperbarui lagi. Meningkatnya populasi penduduk berarti meningkat pula kebutuhan hidup diantaranya kebutuhan pangan.

(Kerusakan Lingkungan + Pencemaran) = (Jumlah Penduduk x konsumsi per Kapita x Jenis Bahan)


(51)

Ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk dan peningkatan produksi pangan akan mempengaruhi kualitas hidup manusia. Usaha meningkatkan kualitas hidup manusia makin berat apabila jumlah penduduknya besar. Pertambahan penduduk yang tinggi berdampak mengahambat upaya peningkatan kemakmuran suatu negara (Daroji dan Hayati, 2009: 62).


(52)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di SMP PGRI 1 Bandar Lampung pada semester genap bulan April 2015.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII semester genap SMP PGRI 1 Bandar Lampung tahun ajaran 2014/2015. Sampel yang dipilih dari populasi adalah siswa-siswi dari dua kelas pada empat kelas yang ada. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik nonprobabilitas yaitu teknik bertujuan atau lebih dikenal dengan purposive sampling karena untuk menentukan seseorang menjadi sampel atau tidak didasarkan pada tujuan tertentu, misalnya dengan pertimbangan profesional yang dimiliki oleh peneliti dalam usahanya memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan penelitian (Sukardi, 2003: 64), selanjutnya terpilih siswa-siswa pada kelas VIIA (34 siswa) sebagai kelas eksperimen I dengan menggunakan model Guided Inquiry Learning dan kelas VIIB (34 siswa) sebagai kelas kelas eksperimen II dengan menggunakan model Guided Discovery Learning.


(53)

C. Desain Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain the

randomized pretest-posttest control group design. Terdiri dari dua kelompok penelitian, yaitu kelompok Guided Inquiry Learning dan kelompok Guided Discovery Learning, yang dipilih secara purposive sampling. Kelas

eksperimen I diberi perlakuan dengan model pembelajaran Guided Inquiry Learning, sedangkan kelas eksperimen II diberi perlakuan dengan model pembelajaran Guided Discovery Learning. Kedua kelas diberi pretes-postes yang sama dan kemudian hasilnya dibandingkan.

Tabel 1. Struktur desains penelitian Subyek Pengukuran

awal

Perlakuan Pengukuran akhir

I O1 X1 O2

II O1 X2 O2

Keterangan :

I = Kelas Eksperimen I II = Kelas Eksperimen II O1 = Pretest

X1 = Model Pembelajaran Guided Inquiry Learning

X2 = Model Pembelajaran Guided Discovery Learning

O2 = Posttest dan Observasi ranah afektif (dimodifikasi dari

Fraenkel and Wallen, 1993: 250)

D. Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu prapenelitian dan pelaksanaan penelitian. Adapun langkah-langkah dari tahap tersebut sebagai berikut:


(54)

1. Prapenelitian

Kegiatan yang dilakukan pada prapenelitian adalah sebagai berikut : a. Menetapkan waktu penelitian;

b. Mengurus surat penelitian pendahuluan (observasi) ke fakultas untuk sekolah;

c. Mengadakan observasi ke sekolah tempat diadakannya penelitian, untuk mendapatkan informasi tentang keadaan kelas yang akan diteliti;

d. Membuat perangkat pembelajaran kurikulum KTSP yang terdiri dari silabus, Rencana Pelaksanan Pembelajaran (RPP),dan Lembar Kerja Kelompok (LKK);

e. Membuat instrumen penelitian yaitu soal pretes dan posttes yang berjumlah 10 soal dalam bentuk uraian untuk mengukur hasil belajar ranah kognitif siswa;

f. Membuat instrumen penilaian ranah afektif siswa yaitu lembar observasi penilaian afektif dengan indikator peduli, disiplin, dan bertanggung jawab yang diamati pada proses pembelajaran.

g. Membuat pembentukan kelompok belajar pada kelas eksperimen 1 dan eksperimen 2 dengan cara siswa berhitung dari angka 1 - 5 dimulai dari siswa yang duduk di depan pojok kiri hingga ke samping lalu ke

belakang kemudian setiap siswa yang mendapat angka 1 maka siswa tersebut masuk ke dalam kelompok 1, begitu seterusnya hingga

kelompok 5. kemudian diperoleh 7 orang siswa pada kelompok 1 dan 2 sedangkan 6 orang siswa pada kelompok 3, 4, dan 5.


(55)

2. Pelaksanaan Penelitian

Kegiatan penelitian dilaksanakan dengan menerapkan model pembelajaran Guided Inquiry Learning untuk kelas eksperimen I dan model pembelajaran Guided Discovery Learning untuk kelas eksperimen II. Penelitian ini dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan dengan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:

(a) Kelas Eksperimen I (Pembelajaran dengan Model Guided Inquiry Learning)

Kegiatan Pendahuluan

1. Siswa mengerjakan soal pretes yang diberikan oleh guru (Pertemuan I)

2. Siswa diberi apersepsi

a. Pertemuan I: Guru menyatakan ”Tahukah kalian bahwa setiap tahun

penduduk dunia terus bertambah lalu apa yang akan terjadi pada lingkungan jika jumlah penduduk di dunia terus bertambah?

b. Pertemuan II: Guru membagikan LKK lalu memberikan waktu kepada siswa untuk berdikusi kemudian memberikan pertanyaan mengenai LKK tersebut

3. Siswa diberi motivasi

a. Pertemuan I: Guru memberi motivasi dengan menyatakan, ”Guru

bahwa ” Dengan mempelajari materi ini maka kita dapat mengetahui

pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap lingkungan” b. Pertemuan II: Guru memberi motivasi dengan mengatakan,

”Dengan mempelajari materi ini kita dapat mengetahui bahwa kepadatan populasi ternyata ikut menyumbangkan manusia yang


(56)

aktif menjaga dan melestarikan lingkungan sehingga kita dapat tergerak untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan pelestarian demi terjaganya lingkungan”.

Kegiatan inti

1. Guru membagi siswa dalam 5 kelompok

2. Siswa berkumpul bersama kelompoknya masing-masing, tiap kelompok terdiri dari 6-7 orang

3. Setiap kelompok memperoleh LKK sesuai dengan jumlah anggota kelompoknya

4. Guru memberikan pertanyaan lalu menuliskannya dipapan tulis ”

”apa yang akan terjadi pada lingkungan jika jumlah penduduk di

dunia terus bertambah?”

5. Guru meminta siswa untuk membuat hipotesis dari pertanyaan tersebut

6. Siswa mengumpulkan data dengan menggali informasi melalui LKK yang telah dibagikan dengan dibimbing oleh guru

7. Siswa menganalisis hipotesis yang telah dirumuskan Kegiatan Penutup

1. Siswa membuat kesimpulan dari materi yang telah dipelajari dengan dibimbing guru

2. Siswa mengerjakan soal post test yang diberikan oleh guru (Pertemuan II)


(57)

(b) Kelas Eksperimen II (Pembelajaran dengan Model Guided Discovery Learning)

Kegiatan Pendahuluan

1. Siswa mengerjakan soal pretes yang diberikan oleh guru (Pertemuan I)

2. Siswa diberi apersepsi

a. Pertemuan I: Guru menyatakan ”Tahukah kalian bahwa setiap tahun

penduduk dunia terus bertambah lalu apa yang akan terjadi pada lingkungan jika jumlah penduduk di dunia terus bertambah?

b. Pertemuan II: Guru membagikan LKK lalu memberikan waktu kepada siswa untuk berdikusi kemudian memberikan pertanyaan mengenai LKK tersebut

3. Siswa diberi motivasi

a. Pertemuan I: Guru memberi motivasi dengan menyatakan, ”

Guru bahwa ” Dengan mempelajari materi ini maka kita dapat mengetahui pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap

lingkungan”

b. Pertemuan II: Guru memberi motivasi dengan mengatakan,

”Dengan mempelajari materi ini kita dapat mengetahui bahwa kepadatan populasi ternyata ikut menyumbangkan manusia yang aktif menjaga dan melestarikan lingkungan sehingga kita dapat tergerak untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan pelestarian demi terjaganya lingkungan”.


(58)

Kegiatan inti

1. Guru membagi siswa dalam 5 kelompok

2. Siswa berkumpul bersama kelompoknya masing-masing, tiap kelompok terdiri dari 6-7 orang

3. Setiap kelompok memperoleh LKK sesuai dengan jumlah anggota kelompoknya

4. Guru memberikan pertanyaan lalu menuliskannya dipapan tulis ”

”apa yang akan terjadi pada lingkungan jika jumlah penduduk di

dunia terus bertambah?”

5. Guru meminta siswa untuk merumuskan masalah dari pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap lingkungan lalu meminta siswa untuk membuat hipotesis dari pertanyaan tersebut

6. Siswa mengumpulkan data dengan menggali informasi melalui LKK yang telah dibagikan dengan dibimbing oleh guru

7. Siswa menganalisis hipotesis yang telah dirumuskan Kegiatan Penutup

1. Siswa merumuskan kesimpulan dari materi yang telah dipelajari dengan dibimbing guru

2. Siswa mengerjakan soal post test yang diberikan oleh guru (Pertemuan II)

3. Guru menutup pelajaran dengan mengucapkan salam


(59)

E. Jenis Data dan Teknik Pengambilan Data 1. Jenis Data

Terdapat dua jenis data yang diperoleh dari penelitian ini yaitu data kuantitatif dan kualitatif yang diuraikan sebagai berikut:

a. Data Kuantitatif

Data kuantitatif yaitu berupa hasil belajar ranah kognitif siswa pada materi pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap lingkungan yang diperoleh dari nilai pretest dan posttest. Kemudian dihitung nilai N-gain, lalu dianalisis secara statistik.

b. Data Kualitatif

Data kualitatif berupa data persentase sikap siswa yang diperoleh dari hasil observasi selama proses pembelajaran.

2. Teknik Analisis Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Pretest dan Posttest

Hasil belajar berupa nilai pretest diambil pada pertemuan ke I dan postes diambil pada pertemuan ke II. Nilai pretest diambil sebelum pembelajaran pertemuan pertama pada setiap kelas baik kelas eksperimen I maupun kelas eksperimen II, sedangkan nilai posttest diambil diakhir pertemuan kedua pada setiap kelas, baik kelas

eksperimen I maupun kelas eksperimen II. Bentuk soal yang diberikan baik pretest maupun posttest adalah uraian dengan jumlah soal


(60)

Masing-masing indikator memiliki nilai yang tertera pada rubrik penilaian soal pretest dan posttest.

Teknik penilaian pretest dan posttest yaitu :

Keterangan :

S= Nilai yang diharapkan (dicari);

R= Jumlah skor dari item atau soal yang dijawab benar;

N= Jumlah skor maksimum dari tes tersebut (Purwanto, 2008:112). b. Lembar Observasi Penilaian Afektif Siswa

Berisi kegiatan yang diamati pada saat proses pembelajaran. Setiap siswa diamati poin kegiatan yang dilakukan dengan cara memberi skor pada lembar observasi sesuai dengan aspek yang telah ditentukan. Tabel 2. Tabulasi Data Hasil Observasi Sikap Peduli Lingkungan

No Nama

Skor

Sikap yang diamati ∑Xi

A B C

1 2 dst.

∑Xi

N

̅±Sd Kriteria

Keterangan: X = Rata-rata skor sikap siswa; ∑xi = Jumlah skor yang diperoleh;

N = Jumlah skor maksimun(dimodifikasi dari Kosasih, 2014: 135).

S= R x 100 N


(61)

Petunjuk:

Berilah skor pada setiap aspek yang diamati sesuai sikap yang ditampilkan oleh siswa, dengan kriteria sebagai berikut: Kriteria penilaian sikap peduli lingkungan:

A. Peduli

0. Tidak ikut berpartisipasi dalam menjaga kebersihan dan fasilitas yang ada di lingkungan sekolah

1. Ikut berpartisipasi dalam menjaga kebersihan lingkungan sekolah namun tidak menjaga fasilitas yang ada di lingkungan sekolah ataupun sebaliknya

2. Ikut berpartisipasi dalam menjaga kebersihan dan fasilitas yang ada di lingkungan sekolah

B. Disiplin

0. Tidak menaati peraturan sekolah dalam hal menjaga kebersihan lingkungan sekolah

1. Kurang menaati peraturan sekolah dalam hal menjaga kebersihan lingkungan sekolah

2. Menaati peraturan sekolah dalam hal menjaga kebersihan lingkungan sekolah

C. Bertanggung Jawab

0. Membuang sampah sembarangan dan merusak fasilitas yang ada di sekolah

1. Membuang sampah pada tempatnya namun merusak fasilitas yang ada di sekolah ataupun sebaliknya

2. Membuang sampah pada tempatnya dan tidak merusak fasilitas yang ada di sekolah.

Sumber: Dimodifikasi dari Kosasih (2014: 15).

F. Teknik Analisis Data

1. Hasil Belajar Ranah Kognitif Siswa

Data hasil belajar ranah kognitif siswa diperoleh dari rata-rata skor pretest dan posttest. Kemudian dihitung selisih antara nilai pretest dan postest dengan menggunakan rumus N-gain lalu dianalisis secara statistik.


(62)

Untuk mendapatkan skor N-gain menggunakan formula Hake sebagai berikut:

Keterangan : X = Nilai rata-rata postes Y = Nilai rata-rata pretes

Z = Skor maksimum (modifikasi dari Loranz, 2008: 3). Data yang berupa nilai pretes, postes, dan N-Gain pada kelas eksperimen I dan eksperimen II dianalisis menggunakan uji t melalui program SPSS versi 17, sebelumnya dilakukan uji prasyarat terlebih dahulu. Langkah-langkah uji prasyarat adalah sebagai berikut:

a. Uji Normalitas Data

Uji normalitas data dihitung menggunakan uji Lilliefors dengan menggunakan aplikasi SPSS versi 17.

a. Hipotesis

H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : Sampel tidak berasal berasal dari populasi yang berdistribusi

normal b. Kriteria Pengujian

Terima H0 jika Lhitung atau p-value > 0,05, tolah H0 untuk harga yang

lain (Pratisto, 2004: 10)

b. Uji Kesamaan Dua Variasi (Uji Homogenitas Data)

Apabila masing-masing data berdistribusi nomal, maka dilanjutkan dengan uji kesamaan dua varians dengan menggunakan program SPSS versi 17. 100 X Y Z Y X Gain N    


(63)

a. Hipotesis

H0 : Kedua sampel mempunyai varians sama

H1: Kedua sampel mempunyai varians berbeda

b. Kriteria Uji

Jika Fhitung < Ftabel atau probalitasnya > 0,05 maka H0 diterima

Jika Fhitung> Ftabel atau probalitasnya < 0,05 maka H0 ditolak

(Pratisto, 2004: 18). 1) Pengujian Hipotesis

Setelah data dinyatakan normal dan homogen, berikutnya data di uji dengan pengujian hipotesis. Untuk pengujian hipotesis digunakan uji kesamaan dua rata-rata dan uji perbedaan dua rata-rata yang dilakukan menggunakan program SPSS Versi 17.

A. Uji hipotesis dengan uji t

a. Uji Kesamaan Dua Rata-rata

1. Hipotesis

H0 = Rata-rata N-gain kedua sampel sama

H1 = Rata-rata N-gain kedua sampel tidak sama 2. Kriteria Uji

- Jika –ttabel< thitung< ttabel, maka Ho diterima

- Jika thitung< -ttabel atau thitung> ttabel maka Ho ditolak


(64)

b. Uji Perbedaan dua Rata-rata

1. Hipotesis

H0 = rata-rata N-gain pada kelas eksperimen I sama dengan kelas

eksperimen II

H1 = rata-rata N-gain pada kelas eksperimen I lebih tinggi dari

kelas eksperimen II

2. Kriteria Uji

- Jika –ttabel < thitung < ttabel, maka Ho diterima

- Jika thitung< -ttabel atau thitung> ttabel, maka Ho ditolak

(Pratisto, 2004: 18).

B. Uji U (Uji Mann-Whitney)

Karena pada rata-rata nilai postes dan N-gain indikator C1, C2, dan C3 siswa tidak berdistribusi normal, maka dilakukan Uji Mann-Whitney U

a. Hipotesis

Ho = Tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata antara kelas eksperimen I dengan kelas eksperimen II.

H1= Terdapat perbedaan nilai rata-rata antara kelas eksperimen I

dengan kelas eksperimen II. b. Kriteria Uji

Jika p-value> 0,05 maka terima Ho


(65)

2. Hasil Belajar Ranah Afektif Siswa

Data sikap siswa diperoleh ketika proses pembelajaran berlangsung melalui observasi. Kemudian dikumpulkan dalam bentuk tabel data hasil penelitian kedua kelas eksperimen yaitu eksperimen I dan eksperimen II. Data tersebut dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dengan menghitung persentase sikap siswa. Langkah–langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Menghitung persentase sikap dengan menggunakan rumus:

Keterangan: X = Rata-rata skor sikap siswa;

∑xi = Jumlah skor yang diperoleh;

n = Jumlah skor maksimum (dimodifikasi dari Kosasih, 2014: 135).

2) Menafsirkan atau menentukan persentase sikap siswa sesuai kriteria pada Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria Persentase Sikap Siswa Persentase Kriteria 85,00-100

75,00-84,99 60,00-74,99 0-59,99

Sangat baik (A) Baik (B)

Cukup (C) Rendah (D)

Sumber: dimodifikasi dari Kosasih (2014: 135).

X = ∑xi x 100% n


(66)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan antara penggunaan model pembelajaranGuided Inquiry LearningdenganGuided Discovery Learningterhadap hasil belajar ranah kognitif siswa pada materi pokok Pengaruh Kepadatan Manusia Terhadap Lingkungan, yang mana penggunaan model pembelajaranGuided Inquiry Learninglebih baik daripadaGuided Discovery Learning.

2. Tidak terdapat perbedaan antara penggunaan model pembelajaranGuided Inquiry LearningdenganGuided Discovery Learningterhadap hasil belajar ranah afektif siswa pada materi pokok Pengaruh Kepadatan Populasi Manusia Terhadap Lingkungan.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka saran yang dapat diajukan dalam penelitian ini, yaitu:


(67)

1. Bagi siswa, untuk memberikan pengalaman belajar yang berbeda sebaiknya setiap siswa memiliki buku penunjang agar semua siswa memiliki tanggung jawab terhadap tugasnya dan aktif dalam proses pembelajaran

2. Bagi guru, dapat menggunakan model pembelajaranGuided Inquiry LearningdanGuided Discovery Learningsebagai alternatif dalam

memilih model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan hasil belajar ranah kognitif dan afektif siswa.

3. Bagi sekolah, dengan menggunakan model pembelajaranGuided Inquiry LearningdanGuided Discovery Learningdapat dijadikan masukan untuk meningkatkan mutu pelajaran biologi.

4. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan dan pengalaman yang nyata sebagai calon pendidik di masa depan dalam menyiapkan model

pembelajaran yang tepat untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam menyelidiki dan menemukan masalah.

5. Sebelum melakukan penelitian menggunakan model pembelajaranGuided Inquiry LearningdanGuided Discovery Learningdi kelas, sebaiknya digunakan terlebih dahulu kedua model pembelajaran tersebut sebelum pengambilan data agar siswa mudah mengetahui langkah-langkah pada kedua model pembelajaran ini sehingga data yang diperoleh lebih baik.


(68)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A dan Uhbiyati. 2003. Ilmu Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta. 309 hal. Daroji dan Hayati. 2009. Jelajah Fakta BIologi 1. Tiga Serangkai Pustaka

Mandiri. Jawa Tengah. 193 hal.

Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. 298 hal.

Dwiguna, H. 2013. Perbandingan Penggunaan Model Guided Inquiry (Inkuiri Terbimbing) dan Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa pada Pembelajaran Fisika. [Artikel]. Universitas

Pendidikan Indonesia. Bandung. 73 hal.

Eggen, P. dan D. Kauchak. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Indeks. Jakarta Barat. 438 hal.

Fraenkel, J.R and E.N. Wellen. 1993. How To Design and Evaluate Research In Education. San Francisco United state. San Francisco University. 571 hal.

Hamiyah dan Jauhar. 2014. Strategi Belajar-Mengajar Di Kelas. Prestasi Pustakaraya. Jakarta. 294 hal.

Hermawan, E. dan M. Sondang. 2013. Perbedaan Hasil Belajar Menggunakan Model Guided Discovery dengan Model Inquiry pada Pelajaran Memahami Sifat Dasar Sinyal Audio di SMK N 2 Surabaya. Volume 2. No 1. [Artikel]. Universitas Negeri Surabaya. Surabaya. 9 hal.

Jaya, A. I. 2013. Perbandingan Penerapan Metode Discovery-Inquiry Terbimbing dengan Metode Ceramah Bervariasi Terhadap Hasil Belajar Siswa SMA Kelas X. Volume 10. Nomor 1. [Artikel]. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 9 hal.

Kosasih, E. 2014. Strategi Belajar dan Pembelajaran Implementasi Kurikulum 2013. Yrama Widya. Bandung. 170 hal.


(1)

penelitian kedua kelas eksperimen yaitu eksperimen I dan eksperimen II. Data tersebut dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dengan menghitung persentase sikap siswa. Langkah–langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Menghitung persentase sikap dengan menggunakan rumus:

Keterangan: X = Rata-rata skor sikap siswa; ∑xi = Jumlah skor yang diperoleh;

n = Jumlah skor maksimum (dimodifikasi dari Kosasih, 2014: 135).

2) Menafsirkan atau menentukan persentase sikap siswa sesuai kriteria pada Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria Persentase Sikap Siswa Persentase Kriteria 85,00-100

75,00-84,99 60,00-74,99 0-59,99

Sangat baik (A) Baik (B)

Cukup (C) Rendah (D)

Sumber: dimodifikasi dari Kosasih (2014: 135). X = ∑xi x 100%


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan antara penggunaan model pembelajaranGuided Inquiry LearningdenganGuided Discovery Learningterhadap hasil belajar ranah kognitif siswa pada materi pokok Pengaruh Kepadatan Manusia Terhadap Lingkungan, yang mana penggunaan model pembelajaranGuided Inquiry Learninglebih baik daripadaGuided Discovery Learning.

2. Tidak terdapat perbedaan antara penggunaan model pembelajaranGuided Inquiry LearningdenganGuided Discovery Learningterhadap hasil belajar ranah afektif siswa pada materi pokok Pengaruh Kepadatan Populasi Manusia Terhadap Lingkungan.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka saran yang dapat diajukan dalam penelitian ini, yaitu:


(3)

pembelajaran

2. Bagi guru, dapat menggunakan model pembelajaranGuided Inquiry LearningdanGuided Discovery Learningsebagai alternatif dalam

memilih model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan hasil belajar ranah kognitif dan afektif siswa.

3. Bagi sekolah, dengan menggunakan model pembelajaranGuided Inquiry LearningdanGuided Discovery Learningdapat dijadikan masukan untuk meningkatkan mutu pelajaran biologi.

4. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan dan pengalaman yang nyata sebagai calon pendidik di masa depan dalam menyiapkan model

pembelajaran yang tepat untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam menyelidiki dan menemukan masalah.

5. Sebelum melakukan penelitian menggunakan model pembelajaranGuided Inquiry LearningdanGuided Discovery Learningdi kelas, sebaiknya digunakan terlebih dahulu kedua model pembelajaran tersebut sebelum pengambilan data agar siswa mudah mengetahui langkah-langkah pada kedua model pembelajaran ini sehingga data yang diperoleh lebih baik.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A dan Uhbiyati. 2003. Ilmu Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta. 309 hal. Daroji dan Hayati. 2009. Jelajah Fakta BIologi 1. Tiga Serangkai Pustaka

Mandiri. Jawa Tengah. 193 hal.

Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. 298 hal.

Dwiguna, H. 2013. Perbandingan Penggunaan Model Guided Inquiry (Inkuiri Terbimbing) dan Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa pada Pembelajaran Fisika. [Artikel]. Universitas

Pendidikan Indonesia. Bandung. 73 hal.

Eggen, P. dan D. Kauchak. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Indeks. Jakarta Barat. 438 hal.

Fraenkel, J.R and E.N. Wellen. 1993. How To Design and Evaluate Research In Education. San Francisco United state. San Francisco University. 571 hal. Hamiyah dan Jauhar. 2014. Strategi Belajar-Mengajar Di Kelas. Prestasi

Pustakaraya. Jakarta. 294 hal.

Hermawan, E. dan M. Sondang. 2013. Perbedaan Hasil Belajar Menggunakan Model Guided Discovery dengan Model Inquiry pada Pelajaran Memahami Sifat Dasar Sinyal Audio di SMK N 2 Surabaya. Volume 2. No 1. [Artikel]. Universitas Negeri Surabaya. Surabaya. 9 hal.

Jaya, A. I. 2013. Perbandingan Penerapan Metode Discovery-Inquiry Terbimbing dengan Metode Ceramah Bervariasi Terhadap Hasil Belajar Siswa SMA Kelas X. Volume 10. Nomor 1. [Artikel]. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 9 hal.

Kosasih, E. 2014. Strategi Belajar dan Pembelajaran Implementasi Kurikulum 2013. Yrama Widya. Bandung. 170 hal.


(5)

Mendidik Anak Berkarakter. Yogyakarta. Tiara Wacana. 234 hal. Nasution, S. 2008. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar & Mengajar. PT

Bumi Aksara. Jakarta. 223 hal.

Pidarta, M. 2009. Landasan Kependidikan. Rineka Cipta. Jakarta. 317 hal. Pratisto, A. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan

Percobaan Dengan SPSS Versi 12. Gramedia. Jakarta. 271 hal. Purwanto, N. 2008. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Remaja

Rosdakarya. Remaja Rosdakarya. Bandung. 165 hal.

Rohani, A. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Rineka Cipta. Jakarta. 245 hal.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Rineka Cipta. Jakarta. 195 hal.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Rineka Cipta. Jakarta. 195 hal.

Sudaryono. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran. Graha Ilmu. Yogyakarta. 234 hal.

Sudjoko, A. Wijaya, S. Hidayati, S. Mariyam, dan W. Setianingsih. 2013.

Pendidikan Lingkungan Hidup. Universitas Terbuka. Tangerang Selatan. 9.58 hal.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung. 456 hal.

Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta. 233 hal. Suryosubroto, B. 2009. ProsesBelajar Mengajar di Sekolah. Rineka Cipta.

Jakarta. 313 hal.

Susetyo, B. 2012. Statistika untuk Analisis Data Penelitian. Refika Aditama. Bandung. 350 hal.


(6)

Trianto. 2013. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 456 hal.


Dokumen yang terkait

PERBANDINGAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY DENGAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 3E(LC3E)

0 7 59

PERBANDINGAN PENGUASAAN KONSEP SISWA ANTARA PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MODEL GUIDED INQUIRY (GI) DENGAN MODEL LEARNING CYCLE 3E (LC3E) PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT

0 13 50

PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY LEARNING DENGAN GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR RANAH KOGNITIF DAN AFEKTIF SISWA (Studi Komparatif pada Materi Pokok Pengaruh Kepadatan Populasi Manusia Terhadap Lingkungan Siswa Kelas VII SM

0 8 70

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION TERHADAP SELF EFFICACY DAN HASIL BELAJAR SISWA (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Seputih Mataram Tahun Pelajaran 2014/2015 pada Materi Pokok Pengaruh Kepadatan Populasi Manusia Terhad

1 9 66

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

3 23 60

PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED DISCOVERY LEARNING DENGAN GUIDED INQUIRY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR ASPEK KOGNITIF DAN AFEKTIF SISWA (Studi Komparatif pada Materi Pokok Peran Manusia dalam Pengelolaan Lingkungan Siswa Kelas VII SMP PGRI 1 Band

4 59 95

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR SISWA (Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Kartika II-2 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Ajaran 2014/2015 Materi Pokok Ekosistem)

3 20 58

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR SISWA (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII MTs Negeri 1 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015 Materi Pokok Ekosistem)

11 70 61

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN PROBLEM BASED LEARNING

2 11 13

PENGARUH MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA SMAN 2 SUNGAI RAYA MATERI LAJU REAKSI

0 0 16