mendukungnya, cenderung merasakan nyeri yang lebih berat dibandingkan mereka yang mendapat dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat.
d. Pengalaman nyeri sebelumnya
Pengalaman masa lalu juga berpengaruh terhadap persepsi nyeri individu dan kepekaannya terhadap nyeri. Individu yang pernah mengalami nyeri atau menyaksikan
penderitaan orang terdekatnya saat mengalami nyeri cenderung merasa terancam dengan peristiwa nyeri yang akan terjadi dibandingkan dengan individu yang belum pernah
mengalaminya. e.
Ansietas dan stres Ansietas sering kali menyertai peristiwa nyeri yang terjadi. Ancaman yang tidak jelas
asalnya dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa disekelilingnya dapat memperberat persepsi nyeri. Sebaliknya, individu yang percaya bahwa mereka mampu
mengontrol nyeri yang dirasakan akan mengalami penurunan rasa takut dan kecemasan yang akan menurunkan persepsi nyeri mereka.
3. Cara Mengukur Intensitas Nyeri
Tabel 1
Skala nyeri menurut Hayward
Sedangkan Skala
Keterangan
1-3 4-6
7-9
10 Tidak nyeri
Nyeri ringan Nyeri sedang
Sangat nyeri, tetapi masih dapat dikontrol dengan aktivitas yang biasa dilakukan
Sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol
Universitas Sumatera Utara
skala menurut McGill McGill scale mengukur intensitas nyeri dengan menggunakan lima angka, yaitu: 0: tidak nyeri, 1: nyeri ringan, 3: nyeri berat, 4: nyeri sangat berat, 5: nyeri
hebat. Selain kedua skala diatas, ada pula skala wajah, yaitu Wong-Baker FACES rating scale yang ditunjukkan dengan klien yang tidak mampu menyatakan intensitas nyerinya melalui
skala angka. Ini termasuk anak-anak yang tidak mampu berkomunikasi secara verbal dan lansia yang mengalami gangguan kognitif dan komunikasi.
`1. Pengkajian
Terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan seorang perawat dalam memulai mengkaji respon nyeri yang dialami oleh klien. Donovan Girton 1984 mengidentifikasi
komponen-komponen tersebut, diantaranya:
a. Penentuan ada tidaknya nyeri : dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat
harus mempercayai ketika pasien melaporkan adanya nyeri, walaupun dalam observasi perawat tidak menemukan adanya cedera atau luka. Setiap nyeri yang dilaporkan oleh klien
adalah nyata.
b. Karakteristik Nyeri metode P, Q, R, S, T:
1.
Faktor pencetus P: provocate : perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus-
stimulus nyeri pada klien, dalam hal ini perawat juga dapat melakukan observasi bagian- bagian tubuh yang mengalami cedera. Apabila perawat mencurigai adanya nyeri psikogenik
maka perawat harus dapat mengeksplore perasaan klien dan menanyakan perasaan-perasaan
apa saja yang mencetuskan nyeri.
2.
Kualitas Q: quality : kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang diungkapkan
oleh klien, seringkali klien mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-kalimat: tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah seperti tertindih, perih, tertusuk, dll. Dimana tiap klien mungkin
berbeda-beda dalam melaporkan kualitas nyeri yang dirasakan.
3.
Lokasi R: region : untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien
menunjukkan semua bagiandaerah yang dirasakan tidak nyaman oleh klien. Dalam mendokumentasikan hasil pengkajian tentang lokasi nyeri, perawwat hendaknya
Universitas Sumatera Utara
menggunakan bahasa anatomi atau istilah yang lebih deskriptif. Sebagai contoh pernyataan “nyeri terdapat dikuadaran abdomen kanan atas” adalah pernyataan yang lebih spesifik
dibandingkan “klien menyatakan bahwa nyeri terasa pada abdomen”.
4.
Keparahan S: severe : tingkat keperahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik
yang paling subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk menggambarkan nyeri yang ia
rasakan sebagai nyeri ringan, sedang, berat.
5.
Durasi T: time : perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan, durasi, dan
rangkaian nyeri. Perawat dapat menanyakan: “kapan nyeri dirasakan?, apakah nyeri yang dirasakan terjadi pada waktu yang sama setiap hari?, seberapa sering nyeri kambuh?, atau
yang lainnya dengan kata yang semakna.
6. Faktor yang memperberatmemperingan nyeri : perawat perlu mengkaji faktor-faktor
yang memperberat nyeri pasien misalnya peningkatan aktivitas, perubahan suhu, stres dan yang lainnya, sehingga dengan demikian perawat dapat memberikan tindakan yang tepat
untuk menghindari peningkatan respon nyeri pada klien. c.
Respon fisiologis : pada saat impuls nyeri naik ke medula spinalis menuju ke batang otak
dan thalamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari repoon stres.
Stimulus pada cabang simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan respon fisiologis. Tabel 2
Respon fisiologis terhadap nyeri Respon fisiologis terhadap nyeri
Respon simpatik Peningkatan frekuensi pernafasan
Dilatasi saluran bronkiolus Peningkatan frekuensi denyut jantung
Vasokontriksi perifer pucat, peningkatan tekanan darah
Peningkatan kadar glukosa darah Diaforesis
Peningkatan tegangan otot Dilatasi pupil
Penurunan motilitas saluran cerna Respon
parasimpatik Pucat
Ketegangan otot Penurunan denyut jantung atau tekanan darah
Universitas Sumatera Utara
Pernafasan cepat dan tidak teratur Mual dan muntah
Kelemahan atau kelelahan Perawat perlu untuk mengkaji klien berkaitan adanya perubahan-perubahan pada respon
fisiologis terhadap nyeri di atas untuk menndukung diagnosa dan membantu dalam memberikan terapi yang tepat.
d. Respon perilaku : perawat perlu belajar dan mengenal berbagai respon perilaku tersebut
untuk memudahkan dan membantu dalam mengidentifikasi masalah nyeri yang dirasakan klien. Respon perilaku yang biasa ditunjukkan adalah merubah posisi tubuh, menghusap
bagian yang sakit, menggeretakkan gigi, menunjukkan ekspresi wajah meringis, mengerang,
mengaduh, menjerit, meraung. e.
Respon afektif : respon afektif juga perlu diperhatikan oleh seorang perawat di dalam
melakukan pengkajian terhadap pasien dengan gangguan rasa nyeri. Annsietas kecemasan perlu digali dengan menanyakan pada pasien seperti: “apakah saat ini Anda merasakan
cemas?. Selain itu juga adanya depresi, ketidaktertarikan pada aktivitas fisik dan perilaku
menarik diri dari lingkungan yaang perlu diperhatikan. f.
Pengaruh nyeri terhadap kehidupan klien: klien yang merasakan nyeri setiap hari akan mengalami gangguan dalam kegiatan sehari-harinya.
g. Persepsi klien tentang nyeri : dalam hal ini perawat perlu mengkaji persepsi klien
tentang nyeri, bagaimana klien menghubungkan antara nyeri yang ia alami dengan proses penyakit atau hal lain dalam diri atau lingkungan disekitarnya.
h. Mekanisme adaptasi klien terhadap nyeri : terkadang individu memiliki cara masing-
masing dalam beradaptasi terhadap nyeri. Perawat dalam hal ini perlu mengkaji cara-cara apa
saja yang biasa klien gunakan untuk menurunkan nyeri yang ia rasakan Sigit, 2010. 2.
Analisa Masalah Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan klien,
kemampuan klien mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri, dan hasil konsultasi dari
medis atau profesi kesehatan lainnya. Data fokus adalah data tentang perubahan-perubahan
atau respon klien terhadap kesehatan dan masalah kesehatannya serta hal-hal yang mencakup tindakan yang dilaksanakan terhadap klien.
Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang klien yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah, serta kebutuhan keperawatan dan kesehatan
Universitas Sumatera Utara
lainnya. Pengumpulan informasi merupakan tahap awal dalam proses keperawatan. Dari informasi yang terkumpul, didapatkan data dasar tentang masalah-masalah yang dihadapi
klien. Selanjutnya data dasar itu digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta tindakan keperawatan untuk mengatasi maslah-
masalah klien. Pengumpulan data dimulai sejak pasien masuk rumah sakit initial assesment, selama klien dirawat secara terus menerus ongoing assesment, serta pengkajian ulang
untuk menambahmelengkapi data re-assesment.
Tujuan pengumpulan data
1. Memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan klien.
2. Untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan klien.
3. Untuk menilai keadaan kesehatan klien.
4. Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkah-langkah berikutnya.
Tipe Data: 1.
Data Subjektif
Data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa ditentukan oleh perawat, mencakup persepsi, perasaan,
ide klien terhadap status kesehatannya, misalnya tentang nyeri, perasaan lemah, ketakutan, kecemasan, frustasi, mual, perasaan malu.
2. Data Objektif