Matrix Perbandingan PMH dan Conversion Kualifikasi

46

2.8. Matrix Perbandingan PMH dan Conversion

Berdasarkan deskripsi kepustakaan mengenai unsur-unsur Perbuatan malawan hukum 1365 KUHPerdata dan deskripsi kepustakaan mengenai conversion di atas maka berikut ini akan dikemukakan suatu matrix hasil studi perbandingan antara Perbuatan Melawan Hukum PMH dan konversi dalam perdagangan internasional. Kesamaan dapat ditemukan dalam pengaturan perbuatan melawan hukum misalnya dalam Arrest 1919.Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum pertama, apabila perbuatan tersebutmelawan hak subyektif yang dari orang lain. Berkenaan dengan perbuatan melawan hukum beberapa perbuatan melawan hak yang diakui oleh yurisprudensi ialah melawan hak-hak pribadi seperti hak atas kekayaan. Adakalanya pelanggaran hak subyektif selain terjadi karena perbuatan melawan hukum, dapat juga disebabkan oleh peristiwa-peristiwa lainnya, misalnya karena perbuatan pihak ketiga yang melawan hukum. Unsur perbuatan melawan hukum tersebut di atas, ketika diteliti, lebih jauh, sebenarnya akan jatuh sama dengan unsur conversion dalam perdagangan internasional yang juga dikenal dalam sistem hukum perdata di Inggris.Dimana conversion yang disebut dengan tort itu, yang juga mengandung unsur suatu tindakan melawan hak dari orang yang mempunyai kepemilikan suatu barang. Perbuatan melawan hak sebagai perbuatan melawan hukum dalam conversion 47 tersebut dilakukan dengan maksud merusak, membuang atau memiliki hak orang lain 76 .

2.9. Kualifikasi

Lex Causae Lex Fori yang Diperluas Sebagaimana sudah dikemukakan di atas bahwa Putusan 1887 mengandung unsur asing, sehingga putusan perbuatan melawan hukum yang mengandung unsur asing tersebut mempunyai hubungan hukum dalam bidang Hukum Perdata Internasional 77 Private International Law . Unsur asing ini ditentukan oleh subjek, tempat atau formasinya. Yang menjadi persoalan dalam HPI adalah menentukan hukum manakah yang harus berlaku atau dikenal dengan prinsip lex causae 78 . Prinsip lex causae merupakan pendekatan yang berkembang di dalam ilmu hukum perdata internasional, bekerja dalam menyelesaikan persolan-persolan hukum yang mengadung unsur asing, khususnya dalam menetapkan hukum apa yang harus diberlakukan untuk menyelesaikan perkara yang mengandung unsur asing tersebut 79 . Dengan prinsip lex causae membuka kemungkinan bagi pengadilan dan hakim untuk dapat memakai hukum perdagangan internasional, dalam hal ini 76 Lihat penerapan hal ini pada halaman 42-43 di atas, Supra 77 Selanjutnya Penulis singkat menjadi HPI. 78 Rachmat Setiawan, SH.,Op.Cit.,hlm., 125. 79 Dr. Bayu Seto Hardjowahono, SH.,LL.M. Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional. Buku kesatu Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm.,81. 48 konversi dalam proses pengambilan keputusan hukum untuk “merekayasa” dan “mengarahkan” penarikan kesimpulan-kesimpulan hukum secara diskresioner dan lebih berkeadilan atau apa yang telah Penulis kemukakan di atas 80 lebih ideal 81 . Tidak jarang bahwa pada suatu saat pengadilan dalam putusannya menganut suatu prinsip, namun dalam perkembangnnya berubah sikap dan mengganti pola pendekatan yang digunakannya untuk menyelesaikan perkara-perkara HPI 82 . Yang terpenting dalam kaitan ini tentunya adalah nilai-nilai dasar yang dijunjung tinggi dalam penengakan hukumlah yaitu nilai-nilai keadilan justice , kewajaran reasonablenees , kepastian hukum legal certainty , serta tanggung jawab profesional professional responsibility harus selalu menjadi dasar pemanfaatan HPI dalam aktivitas pengambilan keputusan hukum sehari-hari 83 . Pada tahap ini, sebagai akibat dari adanya unsur-unsur asing maka hakim 84 , harus menentukan fakta-fakta di dalam perkara yang menunjukan adanya keterkaitan connection antara perkara dan tempat-tempat asing tempat- tempat diluar wilayah negara forum. Fakta-fakta ini dalam HPI disebut sebagai 80 Lihat Bab I hal., 8. 81 Ibid. hlm., 13. 82 Di dalam sistem Conflict of Laws Amerika Serikat, misalnya, telah berkembang pelbagai metode berpikir dan atau pendekatan yang secara teoritik berbeda-berbeda. Namun, dalam praktik, pengadilan-pengadilan di negara bagian di AS ternyata tampak bebas untuk memiilih metode berpikir atau pendekatan apa yang hendak digunakannya dalam penyelesaian perkara-perkara conflict of Laws. Lihat Symeonides, Symeon C., Choice of Law in the American Courts in 2003 Seventeenth Annual Survey . American Journal of Comparative Law, 52 Am. J. Comp. L. 9, 2004. 83 Dr. Bayu Seto Hardjowahono,Op.Cit., hlm. Penulis lebih suka memanfaatkan kaedah hukum yang mengatur transaksi bisnis atau perdagangan internasional. 84 Istilah “hakim” di sini hendaknya diartikan secara luas dan mencakup juga siapa saja yang harus mengalami proses berpikir yuridis semacam ini. 49 titik-titik taut primer 85 adanya titik-titik taut primer di dalam sekumpulan fakta menunjukan bahwa orang sedang menghadapi sebuah perkara HPI 86 . Menghadapi suatu perkara HPI atau “perkara yang menunjukan pertautan dengan lebih dari satu sistem hukum nasional dari negara- negara yang berbeda”, maka hakim dapat mengabaikan konsekuensi bahwa: Lex fori 87 bukanlah satu-satunya sistem hukum yang otomatis harus diberlakukan dalam penyelesain perkara yang bersangkutan. Artinya, ada kebutuhan untuk menentukan sistem hukum manakah di antara sistem-sistem hukum yang relevan, yang harus diberlakukan dalam penyelesaian perkara yang sedang dihadapi 88 . Dalam kaitan dengan persoalan di atas setiap proses pengambilan keputusan hukum oleh hakim maka , tindakan “kualifikasi” adalah bagian dari proses yang hampir pasti dilalui karena dengan kualifikasi, orang dalam hal ini hakim mencoba untuk menata sekumpulan fakta yang dihadapinya sebagai 85 Titik-titik taut adalah fakta-fakta dalam sebuah perkara yang mempertautkan perkara dengan suatu tempatwilayah negara tertentu. Sedangkan titik-titik taut primer adalah fakta-fakta dalam sebuah perkara HPI yang, ditinjau dari kedudukan forum, mempertautkan perkara dengan tempat atau wilayah suatu negara asing tertentu. Lihat lebih lanjut pada Bab V buku DR. Bayu Seto Kardjowahono, SH., LLM. Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional. Buku Kesatu Penerbit PT. Citra Aditya Bakti: Bandung, 2006, hlm., 121-139. 86 Dr. Bayu Seto Hardjowahono, Op.Cit., hlm., 17. 87 Lex fori adalah sistem hukum dari tempat dimana persoalan hukum diajukan sebagai perkara. Dengan kata lain, lex fori adalah hukum dari forum tempat perkara diselesaikan. 88 Sistem hukum yang harus digunakan untuk menyelesaikan sebuah perkara HPI dalam pembahasan ini disebut dengan istilah lex causae. 50 persoalan hukum, mendefinisikannya, dan kemudian menempatkannya ke dalam kategori yuridik tertentu 89 . Kualifiksi masalah hukum classification of the cause of action secara lebih khusus dalam perkara perdata internasional dimana orang selalu berurusan dengan kemungkinan berlakunya lebih dari satu sistem atau aturan hukum kaedah dan asas dari dua negara yang berbeda. Sehingga kualifikasi dalam Hukum Perdata Internasional dilakukan berdasarkan sistem hukum manaapa, di antara pelbagai sistem hukum yang relevan dalam suatu perkara 90 .Dalam HPI Lex Causae yang bisa dipakai untuk menjawab masalah di atas. Menurut Martin Wolf 91 prinsip lex causae di definisikan sebagai: proses kualifikasi dalam perkara Hukum Perdata Internasional dijalankan sesuai dengan sistem hukum serta ukuran-ukuran dari keseluruhan sistem hukum yang berkaitan dengan perkara. Tindakan kualifikasi tersebut menunjukan adanya lex causae dengan lex fori yang diperluas. Hal itu jugadimaksudkan untuk menentukan kaidah hukum perdata Internasional mana dari lex fori yang paling erat kaitanya dengan kaidah hukum asing yang mungkin diberlakukan. Penentuan ini harus dilakukan dengan memperhatikan sistem hukum asing 92 bersangkutan. Setelah kategori yuridik dari 89 Dr. Bayu Seto Hardjowahono, Op.Cit., hlm., 68. Harus Penulis akui bahwa demikian itu pulah dilakukan dalam penelitian dan penulisan karya tulis ini. 90 Ibid. 91 Private Internasional Law. 2 nd Edition, Oxford, 1950, hal., 146 dan seterusnya. 92 Sebetulnya lebih tepat apabila istilah yang digunakan adalah sistem hukum perdagangan internasional lex mercatoria. Inilah perbedaan titik kajian antara skripsi ini dengan skripsi tentang HPI atau Private International Law. 51 suatu peristiwa hukum ditetapkan dengan cara itu, barulah dapat ditetapkan kaidah hukum perdata Internasional mana dari lex fori yang akan digunakan untuk menunjuk ke arah lex causae 93 . Tindakan kualifikasi dimaksudkan untuk menyelesaikan perkara hukum perdata Internasional dan salah saatu fungsi utama hukum perdata Internasional adalah menetapkan aturan-aturan yang dapat diterapkan pada perkara-perkara yang merasuk ke dalam suatu sistem hukum asing. Dengan demikian, jelaslah bahwa hakim dalam perkara hukum perdata internasional harus juga mempertimbangkan aturan-aturan dan lembaga-lembaga hukum asing. Karena hal itu pula, hakim tidak dapat terikat secara kaku rigid pada konsep-konsep hukum lex fori yang paling dikenal oleh hakim saja. Sikap yang demikian dapat mengakibatkan dikesampingkan suatu lembaga atau konsep hukum asing yang seharusnya digunakan, hanya karena alasan tidak dikenalnya lembaga atau konsep hukum asing itu di dalam lex fori 94 . Padahal hakim itu sendiri adalah lex fori, setidak-tidaknya menurut hemat Penulis. Ada pendapat yang megemukakan bahwa: konsep - konsep seperti “kontrak”, “perbuatan melawan hukum”, dan sebagainya dalam hukum perdata 93 Perlu disadari di sini bahwa Kaidah HPIchoice of law rule umumnya merupakan kaidah penunjuk yang di dalamnya memuat titik taut apa yang harus digunakan sebagai tititk taut penentu dalam rangka menetapkan hukum yang akan diberlakukan. 94 Dr. Bayu Seto Hardjowahano, SH., LL.M.Op.Cit., hlm., 81. 52 internasional diberi pengertian yang lebih luas sehingga dapat mencakup peristiwahubungan hukum yang sejenis dari suatu sistem asing 95 ”. Jika diteliti lebih jauh Putusan 1887 tersebut di atas mengandung elemen- elemen asing, maka dalam penerapan hukum mana yang lebih berlaku di dalam transaksi adalah adil bila para hakim dalam mengadili dan memutus perkara Putusan 1887 menetapkan lex causae berdasarkan prinsip hukum perdagangan internasional yaitu; lex mercatoria.

2.10. Prinsip

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Perbuatan Melawan Hukum Dalam Transaksi Jual Beli Melalui Internet(E-COMMERCE) Berdasarkan Kuhperdata

7 83 108

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hak Pemegang Saham Minoritas dalam Transaksi Bisnis Internasional T1 312010025 BAB I

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hak Pemegang Saham Minoritas dalam Transaksi Bisnis Internasional T1 312010025 BAB II

0 3 58

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Conversion Sebagai Perbuatan Melawan Hukum Dalam Transaksi Perdagangan Internasional

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Conversion Sebagai Perbuatan Melawan Hukum Dalam Transaksi Perdagangan Internasional T1 312009031 BAB I

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Conversion Sebagai Perbuatan Melawan Hukum Dalam Transaksi Perdagangan Internasional T1 312009031 BAB IV

0 1 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Jaminan Deposito Atas Kredit Berdokumen dalam Perdagangan Internasional T1 312009015 BAB II

0 1 41

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tanggung Menanggung Importir dan Pengangkut dalam Transaksi Perdagangan Internasional

0 0 11

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Jaringan dan Informasi serta Transaksi Elektronik T1 BAB II

0 1 52

BAB III PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM KONSTRUKSI HUKUM DI INDONESIA A. Konsep Dan Definisi Perbuatan Melawan Hukum - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pertimbangan Hakim terhadap Penguasaan Tanah Secara Melawan Hukum: Studi ter

0 0 30