34
2.4. Syarat Materil Tuntutan Ganti Rugi
Setelah menguraikan kepustakaan yang membahas hakikat Perbuatan Melawan Hukum PMH, maka berikut di bawah ini aspek hukum yang ada
kaitan dengan hal itu yaitu tinjauan kepustakaan tentang syarat-syarat materil tuntutan gantirugi. Uraian tersebut akan dimulai dari unsur kesalahan, kerugian,
dan adanya hubungan sebab-akibat.
Dengan menentukan syarat kesalahan dalam Pasal 1365 KUHPerdata pembentuk undang-undang menyatakan bahwa pelaku perbuatan melawan hukum
hanya bertanggungjawab untuk kerugian yang ditimbulkannya, apabila perbuatan dan kerugian tersebut dapat diperhitungkan kepadanya.
“Kesalahan” dipakai untuk menyatakan, bahwa seseorang dinyatakan bertanggungjawab untuk akibat
yang merugikan yang terjadi oleh perbuatannya yang salah
43
. Dalam arti yang demikian perkataan “karena kesalahannya mengakibatkan
kerugian ” tersebut dalam Pasal 1365 KUHPerdata harus ditafsirkan. Apabila
seseorang karena perbuatan melawan hukum yang ia lakukan dan kerugian yang ditimbulkan dapat dipertanggungkan kepadanya
44
. Karena dalam Pasal 1365 BW kedua unsur perbuatan dan akibat
ditentukan sebagai syarat yang berdiri sendiri, maka ada yang memberi pengertian atas istilah kesalahan sebagai perbuatan dan akibat-akibat yang dapat
43
Ibid. hlm., 24.
44
Ibid. hlm., 25.
35
dipertanggungkan kepada si pelaku
45
. Pendapat tersebut tidak diterima oleh semua pihak, meskipun tafsiran tersebut dianggap sesuai dengan teks undang-undang dan
yurisprudensi
46
. Dalam hukum pidana telah diterima asas tidak dipidana tanpa kesalahan.
Sedangkan dalam hukum perdata asas tersebut dapat diuraikan tidak ada pertanggungjawaban untuk akibat-akibat dari perbuatan melawan hukum tanpa
kesalahan
47
. Walaupun dalam Pasal 1365 KUHPerdata ditentukan kewajiban pelaku
untuk membayar gantirugi, akan tetapi undang-undang tidak mengatur lebih lanjut tentang gantirugi yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum
48
.
Gantirugi karena wanprestasi dan gantirugi berdasarkan perbuatan melawan hukum terdapat kesamaan. Bagi yang terakhir dapat diterapkan sebagian
dari ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk ganti rugi yang disebabkan oleh wanprestasi
49
. Dimaksud
dengan “
schade
” dalam Pasal 1365 KUHPerdata adalah kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan melawan hukum. Kerugian ini dapat
bersifat harta kekayaan dapat pula bersifat idiil.Pengrusakan atau penghancuran
45
Asser’s. et alOp. Cit. hlm., 510.
46
Rachmat Setiawan SH, Op.Cit., hlm., 25.
47
Ibid.
48
Ibid. hlm., 28.
49
Ibid.
36
barang-barang yang harus diganti atau diperbaiki adalah tujuan dari kerugian yang bersifat harta kekayaan
50
. Kerugian harta kekayaan umumnya meliputi kerugian yang diderita oleh si
penderita dan keuntungan yang seharusnya ia peroleh.
Hooge Raad
berkali-kali telah memutuskan bahwa Pasal-Pasal 1246
– 1248 KUHPerdata tidak langsung dapat diterapkan untuk kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan
hukum. Namun demikian tidak keberatan untuk menerapkan secara analogis. Dalam
Arrest
nya 2 Pebruari 1912,
Hooge Raa
d dengan tegas menyatakan bahwa pelaku perbuatan melawan hukum harus mengganti baik kerugian yang diderita
maupun keuntungan yang akan diperoleh
51
. Kerusakan sebuah truk disebabkan perbuatan melawan hukum
mewajibkan pelakunya tidak hanya harus membayar biaya-biaya perbaikan, tetapi wajib pula mengganti pemiliknya selama truk tersebut diperbaiki. Pelaku yang
menyebabkan seseorang luka-luka, tidak hanya terus mengganti biaya perawatan dokter, tetapi juga penghasilan yang hilang sebagai akibat si penderita tidak dapat
lagi bekerja
52
. Setiap perbutan melawan hukum dapat menimbulkan kerugian idiil,
dengan demikian kerugian yang bersifat idiil adalah hal-hal seperti ketakutan,
50
Ibid.
51
Ibid.
52
Ibid.
37
sakit atau kehilangan kesenangan hidup. Menurut Pasal 1370 KUH Perdata, dalam hal pembunuhan tidak terdapat kemungkinan untuk menuntut kerugian idiil
53
. Penentuan besarnya kerugian yang harus diganti seringkali terjadi dengan
penilaian. Sebagai asas dapat dikemukakan, bahwa orang yang dirugikan sebanyak mungkin ditempatkan pada kedudukan sekiranya perbuatan melawan
hukum itu tidak terjadi
54
. Pada umumnya penderita yang menuntut ganti rugi harus dapat
membuktikan besarnya kerugian. Akan tetapi karena kesulitan pembuktian tersebut, hakim dapat menentukan besarnya kerugian menurut rasa keadilan.
Putusan MA
55
tanggal 23 M ei 1970 No. 610 KSIP1968 menentukan “meskipun
tuntutan ganti rugi jumlahnya dianggap tidak pantas, sendangkan penggugat tetap pada tuntutannya, hakim berwenang untuk menetapkan berapa pantasnya harus
dibayar. Hal ini tidak melanggar Pasal 178 3 HIR
56
. Jika memungkinkan dan dapat diharapkan si penderita wajib membatasi
kerugian. Biaya-biaya yang diperlukan untuk membatasi kerugian tersebut diperhitungkan ke dalam kerugian yang harus diganti oleh si pelaku. Kerugian
53
Ibid. hlm., 30.
54
Ibid.
55
Chidir Ali, Op.Cit., hlm., 84.
56
Rachmat Setiawan, SH, Op.Cit., hlm., 32. Pasal 178 3 tersebut berbunyi bahwa “Ia dilarang
menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak dituntut, atau memberikan lebih dari pada yang di tuntut”.
38
yang terjadi karena tidak ada pencegahan dari si penderita tidak memperoleh pengantian
57
. Sebagai dasar ganti kerugian perbuatan melawan hukum dan kerugian,
menurut
Hoge Raad
dalam beberapa
Arrest
nya, sejak tahun 1927, bahwa persoalan
causalitet
harus dipecahkan menurut ajaran
adeguate verorzaking.
Menurut prinsip tersebut terdapat hubungan
ceausalitet
, apabila kerugian menurut pengalaman layak merupakan akibat yang dapat diharapkan akan timbul
dari perbuatan melawan hukum
58
. Dalam kenyataannya suatu peristiwa tidak pernah disebabkan oleh suatu
fakta, akan tetapi oleh fakta-fakta yang berturutan. Dan pada gilirannya fakta- fakta tersebut disebabkan oleh fakta-fakta lainnya, sehingga merupakan suatu
rantai
causalitet
fakta-fakta yang menimbulkan suatu akibat tertentu
59
. Atas dasar ini ada pendapat, bahwa sampai pada kesimpulan bahwa sebab
dari suatu perubahan adalah keseluruhan syarat-syarat yang harus ada untuk timbulnya suatu akibat. Hilangnya salah satu syarat, tidak akan menimbulkan
akibat. Tiap syarat adalah sebab, oleh karena
conditio sine qua non
untuk timbulnya
akibat. Pandangan
ini tidak
dapat dipergunakan,
karena
57
Ibid. hlm., 32.
58
Ibid.
59
Ibid.
39
pertangungjawaban pelaku menjadii terlalu luas
60
. Sebagaimana telah banyak diketengahkan oleh sementara kepustakaan yang membicarakan mengenai hal ini.
2.5. Sejarah Conversion