Penetapan Kadar Kofein Terlarut dalam Secangkir Kopi secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

(1)

PENETAPAN KADAR KOFEIN TERLARUT DALAM

SECANGKIR KOPI SECARA KROMATOGRAFI

CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

SKRIPSI

OLEH:

JANURUL PUTRIANA

NIM 091524093

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENETAPAN KADAR KOFEIN TERLARUT DALAM

SECANGKIR KOPI SECARA KROMATOGRAFI

CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

JANURUL PUTRIANA

NIM 091524093

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENETAPAN KADAR KOFEIN TERLARUT DALAM

SECANGKIR KOPI SECARA KROMATOGRAFI

CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

OLEH:

JANURUL PUTRIANA

NIM 091524093

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada tanggal: Juni 2012

Pembimbing I,Panitia Penguji,

Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt. Prof. Dr. rer. nat. E. De Lux Putra, SU., Apt NIP195406281983031002 NIP 195306191983031001

Pembimbing II, Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt. NIP195406281983031002

Drs. Fathur Rahman H, M.Si., Apt. NIP 195201041980031002

Dra. Salbiah, M.Si., Apt. NIP 194810031987012001

Dra. Masria Lasma Tambunan, M.Si., Apt. NIP 195005081977022001

Medan, Juni 2012

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Penetapan Kadar Kofein Terlarut Dalam Secangkir Kopi Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepadaBapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra,Apt.,selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt.,dan Bapak Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si.,Apt.,selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan dan nasehat dengan penuh kesabaran, tulus dan ikhlas dari awal penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Ibu Sumaiyah, S.Si., M.Si., Apt., selaku penasehat akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama ini. Kepada Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik penulis selama masa perkuliahan.Bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, S.U., Apt., Ibu Dra. Salbiah, M.Si., Apt., dan ibu Dra. Masria Lasma Tambunan, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran, arahan, kritik dan masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang tiada terhingga kepada Ayahanda Drs. Firmansyah (Alm), dan


(5)

Ibunda tercinta Siti Maryam serta Abang, Kakak dan Adik yang tiada hentinya memberikan bantuan moral dan moril untuk kesuksesan penulis, serta semua keluarga yang tidak dapat disebutkan satu per satudan seluruh teman-teman yang telah banyak memberikan doa, dorongan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang kefarmasian.

Medan, Juni 2012 Penulis,

Janurul Putriana NIM 091524093


(6)

PENETAPAN KADAR KOFEIN TERLARUT DALAM SECANGKIR KOPI SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Abstrak

Kopi sebagai bahan minuman sudah tidak asing lagi.Kopi Arabika dan Robusta adalah jenis kopi yang banyak dikonsumsi.Kadar kofein kopi Robusta lebih tinggi dari kopi Arabika. Kofein mempunyai daya kerja sebagai stimulan sistem saraf pusat, stimulan otot jantung, relaksasi otot polos dan diuresis. Kofein digunakan sebagai penyegar dan dapat bersifat adiktif bila dikonsumsi berlebihan. Menurut ketentuan BPOM dosis maksimal kofein per hari adalah 150 mg dan bila dikonsumsi berlebihan dapat menimbulkan efek negatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan kadar kofein terlarut dalam secangkir kopi dari berbagai jenis bubuk kopi secara KCKT.

Metode yang digunakan dalam penentuan kadar kofein yaitu secara kromatografi cair kinerja tinggi menggunakan kolom C18 (250 mm x 4,60 mm), dengan fase gerak metanol -aquabidest (30:70) dan laju alir 1 ml/menit, detektor UV pada panjang gelombang 273 nm.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari ketiga jenis kopi yang ditentukan terdapat satu jenis kopi yakni kopi Robusta yang kadar nya lebih besar dari ketentuan BPOM. Kadar kofein yang terdapat dalam secangkir kopi Arabika, Robusta dan kopi Luwak berturut-turut adalah (84,3953 ± 0,7881) mg, (160,6638 ± 2,2851) mg, dan (90,7477 ± 0,8652) mg.Dari hasil uji validasi diperoleh % recovery 87,32% dan RSD 0,8431%, dengan limit deteksi 1,3347 µg/ml dan limit kuantitasi 4,4489 µg/ml.


(7)

DETERMINATION OF THE CAFFEINE CONTENT DISSOLVED IN A CUP OF COFFEE BY HIGH PERFORMANCE LIQUID

CHROMATOGRAPHY (HPLC)

Abstract

Coffee has been known as beverage. Arabica and Robusta are two species that ussually consumed. The caffeine content in Robusta coffee is higher than that is Arabica coffee. Caffeine is a stimulant on central nerves system, stimulant on heart muscle, relaxation on smooth muscle and dieresis. Caffeine is also used as refresher and it will be additive if consumed at hight. According to the regulatinity BPOM that the maximal dose caffeine a day is 150 mg and if consumed higher than 150 mg causing negative effect. The aims of this research was the determine of caffeine content dissolved in a cup of coffee drink prepared from various kind powder coffee.

Determination of content was conducted by using high performance liquid chromatography used C-18 coloumn (250 mm x 4,60 mm) and methanol aquabidest (30:70) as mobile phase. The flow rate was 1 ml/minute. Caffeine was detected with UV detector at 273 nm wavelength.

The result of this study indicated that caffeine content in Robusta coffee is higher than standard caffeine content from BPOM. The caffeine content in a cup of Arabica coffee, Robusta and m\Mangoose coffee are (84.3953 ± 0.7881) mg, (160.6638 ± 2.2851) mg and (90.7477 ± 0.8652) mg, respectively. The % recovery test is 87.32% and the RSD test is 0.8431%. Limit of detection (LOD) is 1.3347 µg/ml and limit of quantization (LOQ) is 4.4489 µg/ml.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PENGESAHAN SKRIPSI ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

ABSTRAC ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kofein ... 4

2.1.1 Sifat Fisikokimia ... 4

2.1.2 Efek Farmakologi ... 4

2.2 Kromatografi ... 5


(9)

2.4 Cara Kerja KCKT ... 7

2.5 Jenis-jenis Kromatografi ... 7

2.5.1 Kromatografi Padatan Cair (LSC) ... 7

2.5.2 Kromatografi Partisi ... 7

2.5.3 Kromatografi Penukar Ion ... 8

2.5.4 Kromatografi Eksklusi ... 8

2.5.5 Kromatografi Pasangan Ion ... 9

2.6 Komponen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 10

2.6.1 Wadah Fase Gerak dan Fase Gerak ... 10

2.6.2 Pompa ... 10

2.6.3 Tempat Penyuntikan Sampek ... 10

2.6.4 Kolom ... 11

2.6.5 Detektor ... 11

2.6.6 Pengolahan Data ... 11

2.7 Analisa Kualitatif dan Kuantitatif ... 11

2.8 Validasi Metode ... 13

BAB III METODE PENELITIAN ... 15

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian... 15

3.2 Alat-alat ... 15

3.3 Bahan-bahan ... 15

3.4 Pengambilan Sampel ... 15

3.5 Prosedur Penelitian ... 16

3.5.1 Pembuatan Pelarut ... 16


(10)

3.5.3 Pembuatan Larutan Induk Baku Kofein ... 16

3.5.4 Penentuan panjang Gelombang Maksimum ... 16

3.5.5 Penyiapan Alat Kromatografi Kinerja Tinggi ... 16

3.5.6 Penentuan Perbandingan Fase Gerak yang optimum untuk analisa ... 17

3.5.7 Analisis Kuantitatif ... 17

3.5.7.1 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi ... 17

3.5.7.2 Penetapan Kadar Kofein dalam Secangkir Kopi ... 18

3.5.8 Analisis Data Secara Statistik ... 18

3.5.9 Pengujian Validasi Metode Meliputi Akurasi dan Presisi ... 19

3.5.10 Penentuan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) ... 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1 Penentuan Kondisi Kromatografi Untuk Mendapatkan Hasil Analisis yang Optimum ... 21

4.2 Analisis Kualitatif ... 23

4.3 Analisis Kuantitatif ... 25

4.4 Hasil Uji Validasi ... 26

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 28

5.1 Kesimpulan ... 28

5.2 Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel

1. Data Hasil Analisis Kofein Baku 60 ppm Pada

Berbagai Perbandingan Komposisi Fase Gerak ... 22

2. Data Jumlah Kofein yang Diperoleh Dari Pegolahan Data Secara Statistik ... 26

3. Data Hasil Penyuntikan Kofein Pada Uji Perolehan Kembali ... 27

4. Data Hasil Penyuntikan Kofein BPFI ... 36

5. Data Hasil Penyuntikan Sampel Kopi Luwak ... 43

6. Data Hasil Penyuntikan Sampel Kopi Arabika ... 49

7. Data Hasil Penyuntikan Sampel Kopi Robusta ... 54


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar

1. Kurva Serapan Kofein Baku 10 ppm Secara

Spektrofotometri UV ... 21 2. Kromatogram Hasil Penyuntikan Kofein Baku 60 ppm (A),

Larutan Sampel kopi (B), dan Larutan Sampel yang telah di

Spike dengan Larutan Baku Pembanding Kofein (C) dengan

Kondisi KCKT yang Sama ... ... . 24 3. Kurva Kalibrasi Kofein BPFI ... 25


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran

1. Kromatogram Penyuntikan Kofein Baku Untuk Mencari

Perbandingan Komposisi Fase Gerak ... 31 2. Kromatogram Penyuntikan KofeinBaku Pada Pembuatan

Kurva Kalibrasi ... 33 3. Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi

Dari Kofein BPFI ... 36 4. Perhitungan Batas Deteksi (LOD) dan BatasKuantitasi (LOQ) ... 38 5. Data Hasil Perhitungan Kadar Kofein dalam BerbagaiJenis

Sampel Kopi ... 39 6. Kromatogrm Hasil Penyuntikan dari Sampel Kopi Luwak ... 40 7. Analisis Data Statistik Untuk Menentukan Jumlah Kofein

Sebenarnya dalam Sampel Kopi Luwak ... 43 8. Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Sampel Kopi Arabika ... 46 9. Analisis Data Statistik Untuk Menentukan Jumlah Kofein

Sebenarnya dalam Sampel Kopi Arabika ... ... 49 10.Kromatogram Hasil Penyuntikan dari Sampel Kopi Robusta ... 51 11.Analisis Data Statistik Untuk Menentukan Jumlah Kofein

Sebenarnya dalam Sampel Kopi Robusta ... 54 12.Kromatogram Hasil Penyuntikan Uji recovery Pada Sampel

Kopi Luwak ... 56 13.Analisis Data Statistik Uji Persen Recovery ... 59 14.Perhitungan Jumlah Kofein Sebenarnya dalam Secangkir Kopi .. 61 15.Perhitungan Kadar Kofein Pada Uji Perolehan Kembali ... 62 16.Gambar Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dan Vial Autosampler 63


(14)

17.Gambar Perangkat Pendukung Penelitian Lainnya ... 64 18.Sertifikat Pengujian Kofein BPFI ... 65 19.Tabel Distribusi t ... 66


(15)

PENETAPAN KADAR KOFEIN TERLARUT DALAM SECANGKIR KOPI SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Abstrak

Kopi sebagai bahan minuman sudah tidak asing lagi.Kopi Arabika dan Robusta adalah jenis kopi yang banyak dikonsumsi.Kadar kofein kopi Robusta lebih tinggi dari kopi Arabika. Kofein mempunyai daya kerja sebagai stimulan sistem saraf pusat, stimulan otot jantung, relaksasi otot polos dan diuresis. Kofein digunakan sebagai penyegar dan dapat bersifat adiktif bila dikonsumsi berlebihan. Menurut ketentuan BPOM dosis maksimal kofein per hari adalah 150 mg dan bila dikonsumsi berlebihan dapat menimbulkan efek negatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan kadar kofein terlarut dalam secangkir kopi dari berbagai jenis bubuk kopi secara KCKT.

Metode yang digunakan dalam penentuan kadar kofein yaitu secara kromatografi cair kinerja tinggi menggunakan kolom C18 (250 mm x 4,60 mm), dengan fase gerak metanol -aquabidest (30:70) dan laju alir 1 ml/menit, detektor UV pada panjang gelombang 273 nm.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari ketiga jenis kopi yang ditentukan terdapat satu jenis kopi yakni kopi Robusta yang kadar nya lebih besar dari ketentuan BPOM. Kadar kofein yang terdapat dalam secangkir kopi Arabika, Robusta dan kopi Luwak berturut-turut adalah (84,3953 ± 0,7881) mg, (160,6638 ± 2,2851) mg, dan (90,7477 ± 0,8652) mg.Dari hasil uji validasi diperoleh % recovery 87,32% dan RSD 0,8431%, dengan limit deteksi 1,3347 µg/ml dan limit kuantitasi 4,4489 µg/ml.


(16)

DETERMINATION OF THE CAFFEINE CONTENT DISSOLVED IN A CUP OF COFFEE BY HIGH PERFORMANCE LIQUID

CHROMATOGRAPHY (HPLC)

Abstract

Coffee has been known as beverage. Arabica and Robusta are two species that ussually consumed. The caffeine content in Robusta coffee is higher than that is Arabica coffee. Caffeine is a stimulant on central nerves system, stimulant on heart muscle, relaxation on smooth muscle and dieresis. Caffeine is also used as refresher and it will be additive if consumed at hight. According to the regulatinity BPOM that the maximal dose caffeine a day is 150 mg and if consumed higher than 150 mg causing negative effect. The aims of this research was the determine of caffeine content dissolved in a cup of coffee drink prepared from various kind powder coffee.

Determination of content was conducted by using high performance liquid chromatography used C-18 coloumn (250 mm x 4,60 mm) and methanol aquabidest (30:70) as mobile phase. The flow rate was 1 ml/minute. Caffeine was detected with UV detector at 273 nm wavelength.

The result of this study indicated that caffeine content in Robusta coffee is higher than standard caffeine content from BPOM. The caffeine content in a cup of Arabica coffee, Robusta and m\Mangoose coffee are (84.3953 ± 0.7881) mg, (160.6638 ± 2.2851) mg and (90.7477 ± 0.8652) mg, respectively. The % recovery test is 87.32% and the RSD test is 0.8431%. Limit of detection (LOD) is 1.3347 µg/ml and limit of quantization (LOQ) is 4.4489 µg/ml.


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Komponen utama di dalam biji kopi adalah kofein.Kofein merupakan zat perangsang saraf yang sangat penting.Kofein terdapat di bagian biji, daun, dan beberapa bagian lain di kopi.Kandungan kofein setiap jenis kopi berbeda-beda. Kadar kofein rata-rata jenis arabika sekitar 1,2%, sedangkan untuk jenis robusta 2,2% (Panggabean, 2011).

Kopi luwak merupakan kopi yang sudah mengalami proses fermentasi secara alami di dalam pencernaan hewan luwak. Proses fermentasi alami dalam perut luwak memberikan perubahan komposisi kimia pada biji kopi dan dapat meningkatkan kualitas rasa kopi, karena selain berada pada suhu fermentasi optimal, juga dibantu dengan enzim dan bakteri yang ada pada pencernaan luwak. Karena itulah kopi luwak rasanya berbeda dengan kopi biasa (Anonima, 2012).

Kopi terkenal akan kandungan kofeinnya yang tinggi. Efek dari kofein biasanya baru akan terlihat beberapa jam setelah mengkonsumsi kopi. Khasiat kofein antara lain menstimulasi sistem saraf pusat, dengan efek menghilangkan rasa letih, lapar, dan mengantuk. Kofein berefek inotropi positif terhadap jantung (memperkuat daya kontraksi), vasodilatasi perifer, dan diuretis. Kofein digunakan sebagai zat penyegar dan dapat bersifat adiktif bila dikonsumsi terlalu banyak (lebih dari 20 cangkir sehari) (Tjay dan Rahardja, 2002). Menurut Ganiswarna (1995), pemakaian kofein pada dosis tinggi dapat menyebabkan gugup, gelisah, insomnia, tremor dan kejang. Kofein tidak hanya dapat ditemukan pada tanaman kopi, tetapi juga terdapat pada daun teh dan biji coklat (Anonimb, 2012).


(18)

Kopi merupakan salah satu minuman yang digemari oleh berbagai kalangan masyarakat di Indonesia. Kandungan Kofein dalam berbagai minuman berbeda-beda dan menurut Anonim (2012), kandungan kofein dalam secangkir kopi adalah 85 mg. Sedangkan menurut ketentuan Pokok Pengawasan Makanan yang dikeluarkan oleh BPOM menyatakan bahwa dosis maksimal kofein per hari adalah 150 mg (Agus dan Iwan, 2008).

Penentuan kadar kofein sebagai bahan baku dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan metode titrasi bebas air sebagai basa (Ditjen POM, 1995), metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi menggunakan kolom C18 dengan fase gerak sodium asetat : asetonitril : tetrahidrofuran (191 : 5 : 4) pada pH 4,5 (USP 30, 2007), fase gerak metanol : aquabidest (30 : 70) (Hartono, 2009), dan metode iodometri (Firman dan Musadad, 1996).

Metode kromatografi cair kinerja tinggi memiliki banyak keuntungan antara lain tidak perlu dilakukan ekstraksi, relatif lebih cepat, daya pisahnya baik, peka, kolom dapat digunakan berulang kali, serta perangkatnya dapat digunakan secara otomatis dan kuantitatif (Johnson, 1991).

Berdasarkan hal tersebut diatas peneliti tertarik untuk menetapkan kadar kofein yang terdapat dalam secangkir minuman kopi menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi dengan fase gerak metanol : aquabidest.

Untuk menguji validitas metode yang digunakan maka dilakukan uji akurasi (ketelitian) dengan parameter persen recovery dengan metode penambahan baku (standar addition method) dan uji presisi (ketepatan) dengan parameter relatif standar deviasi (RSD)


(19)

1.2Perumusan Masalah

1. Apakah kadar kofein dalam secangkir kopi dari bubuk kopi arabika, robusta dan kopi luwak yang ditentukan secara KCKT memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh BPOM.

2. Apakah ada perbedaan kadar kofein dalam secangkir kopi dari bubuk kopi arabika, robusta dan kopi luwak yang ditentukan secara KCKT.

1.3Hipotesis

1. Diduga kadar kofein dalam secangkir kopi dari bubuk kopi arabika, robusta dan kopi luwak yang ditentukan secara KCKT memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh BPOM.

2. Diduga kadar kofein dalam secangkir kopi dari bubuk kopi arabika, robusta dan kopi luwak yang ditentukan secara KCKT memberikan kadar yang berbeda.

1.4Tujuan Penelitian

1. Untuk menentukan kesesuaian kadar kofein dalam secangkir kopi dari bubuk kopi arabika, robusta dan kopi luwak yang ditentukan secara KCKT dengan persyaratan yang ditetapkan oleh BPOM.

2. Untuk menentukan kadar kofein dalam secangkir kopi dari bubuk kopi arabika, robusta dan kopi luwak yang ditentukan secara KCKT.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat yang menggemari minuman kopi tentang kandungan kofein yang terdapat dalam secangkir minuman kopi.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kofein

2.1.1 Sifat Fisikokimia

Rumus struktur

Rumus Molekul : C8H10N4O2

Berat Molekul : 194,19

Pemerian : Serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat putih, biasanya menggumpal, tidak berbau, rasa pahit, larutan bersifat netral terhadap kertas lakmus.

Kelarutan : Agak sukar larut dalam air dan etanol, mudah larut dalam kloroform, sukar larut dalam eter (Ditjen POM, 1995).

2.1.2 Efek Farmakologi

Kofein merupakan senyawa xantin yang dapat menstimulasi sistem saraf rangka, ginjal, saluran cerna, bahkan stimulasi spinal pada dosis yang besar. Efek kofein yang dapat terjadi antara lain pada stimulasi sistem saraf pusat dan otot rangka dapat mengatasi keletihan juga memperpanjang waktu kemampuan seseorang untuk melakukan kerja yang melelahkan tubuh, pada ginjal dapat menyebabkan diuresis, pada saluran cerna dapat menigkatkan sekresi lambung, pada pembuluh darah terjadinya vasodilatasi di perifer dan pada bronkiolus terjadi dilatasi.


(21)

Kadar kofein yang tinggi dapat menyebabkan takikardia, bahkan pada individu yang sensitif mungkin menyebabkan aritmia, ini disebabkan terjadinya stimulasi langsung jaringan miokardial yang mengakibatkan meningkatnya laju dan kekuatan kontraksi (Foye, 1995 dan Sunaryo, 1995)

Penggunaanya sebagai zat penyegar bila digunakan terlalu banyak, dapat bekerja adiktif.Bila dihentikan sekaligus dapat mengakibatkan sakit kepala sebagai gejala penarikan (Tjay dan Rahardja, 2002).

2.2 Kromatografi

Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan dimana analit-analit dalam sampel terdistribusi antara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam dapat berupa bahan padat dalam bentuk molekul kecil atau dalam bentuk cairan yang dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding kolom.Fase gerak dapat berupa gas atau cairan.Jika gas digunakan sebagai fase gerak, maka prosesnya dikenal sebagai kromatografi gas.Dalam kromatografi cair dan juga kromatografi lapis tipis, fase gerak yang digunakan selalu cair (Rohman, 2009).

2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain: farmasi, bioteknologi, polimer, dan industri-industri makanan. Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis; analisis ketidak murnian (impurities); analisis senyawa-senyawa tidak


(22)

mudah menguap (non-volatil); pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah sekelumit, dalam jumlah banyak, dan dalam skala proses industri. KCKT merupakan metode yang dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif.Penggunaan kromatografi cair secara sukses terhadap suatu masalah yang dihadapi membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Gandjar dan Rohman, 2007).

Menurut Mulja dan Suharman (1995), untuk tercapainya maksud dan tujuan analisis dengan KCKT maka diperlukan penatalaksanaan yang betul-betul sudah dipersiapkan dan diperhitungkan, antara lain :

- Dipilih pelarut pengembang atau pelarut pengembang campur yang sesuai untuk komponen yang dipisahkan

- Berkaitan dengan pemilihan pelarut pengembang (solvent) maka kolom yang dipakai juga harus diperhatikan.

- Detektor yang memadai

- Pengetahuan dasar KCKT yang baik serta pengalaman dam keterampilan kerja yang baik.

Keuntungan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi antara lain : - dapat dilaksanakan pada suhu kamar

- pelarut pengembang yang dapat dipakai berulangkali, demikian juga dengan kolomnya.

- detektror KCKT dapat divariasi

- ketepatan dan ketelitiannya relatif tinggi dijajaran teknik analisis fisiko-kimia.


(23)

Maksud dan tujuan analisis dengan KCKT hanya ada dua hal yaitu didapatnya pemisahan yang baik dalam waktu proses yang relatif singkat.

2.4 Cara Kerja KCKT

Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solute-solut ini diatur oleh distribusi dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Gandjar san Rohman, 2007).

2.5 Jenis-jenis Kromatografi

Menurut Gandjar dan Rohman (2007) jenis-jenis kromatografi yaitu :

2.5.1 Kromatografi Padatan Cair (LSC)

Teknik ini tergantung pada teradsorpsinya zat padat pada adsorben yang polar seperti silikagel atau alumina.Kromatografi Lapisan Tipis (TLC) adalah salah satu bentuk dari LSC.dalam KCKT kolom dipadati atau dipak dengan partikel-partikel micro or macro particular.sebagian besar dari KCKT sekarang ini dibuat untuk mencapai partikel-partikel microparticulate. lebih kecil dari 20µ. Teknik ini biasanya digunakan untuk zat padat yang mudah larut dalam pelarut organik dan tidak terionisasi.teknik ini terutama sangat kuat untuk pemisahan isomer-isomer.


(24)

2.5.2 Kromatografi Partisi

Partisi merupakan proses adsorpsi yang analog dengan proses ekstraksi pelarut. Fase diam cair diikatkan pada padatan lapis tipis yang lemban (inert).teknik ini tergantung pada partisi zar padat diantara dua pelarut yang tidak dapat bercampur salah satu diantaranya bertindak sebagai fase diam dan yang lainnya sebagai fase gerak. Pada keadaan awal dari kromatografi cair (LSC), fase diamnya dibuat dengan cara yang sama dengan pendukung pada kromatografi gas (GC). fase diam (polar atau non polar) dilapisi suatu pendukung inert dan dipak dalam suatu kolom. kemudian fase gerak dilewatkan melalui kolom. bentuk kromatogram partisi ini disebut kromatografi cair-cair (LLC).

Untuk memenuhi kebutuhan akan kolom-kolom yang dapat lebih tahan lama, telah dikembangakan pengepakan fase diam yang berikatan secara kimia dengan pendukung inert. bentuk kromatografi partisi ini disebut kromatografi fase terikat (BPC= Bonded Phase Chromatography). BPC dapat dengan cepat menjadi salah satu bentuk yang paling popular dari KCKT. Kromatografi partisi (LLC dan BPC), disebut “fase normal” Bila fase diam lebih polar dari fase gerak dan “fase terbalik” bila fase gerak lebih polar dari pada fase diam.

2.5.3 Kromatografi penukar ion

Pertukaran ion merupakan proses yang mana solut-solut ion dalam fase gerak dapat bertukar dengan ion-ion yang bermuatan sama ang terikat secara kimiawi pada fase diam. fase diam dapat berupa padatan polimer yang permeable

seperti resin organik yang tidak larut atau silika yang dimodifikasi secara kimiawi. fase diam yang mengandung gugus-gugus dengan muatan yang tetap dan ion-ion lawannya.


(25)

2.5.4 Kromatografi eksklusi

Kromatografi ini disebut juga dengan kromatografi permiasigel dan dapat digunakan untuk memisahkan atau menganalisis senyawa dengan berat molekul > 2000 dalton.fase diam yang digunakan dapat berupa silica atau polimar yang bersifat porus sehingga solute dapat melewati porus (lewat diantara partikel), atau berdifusi lewat fase diam. molekul solute yang mempunyai BM yang jauh lebih besar, akan terelusi terlebih dahulu, kemudian molekul-molekul yang ukuran medium, dan terakhir adalah molekul yang jauh lebih kecil. hal ini disebabkan solute dengan BM yang jauh lebih besar, tidak melewati porus, akan tetapi lewat diantara fase diam. dengan demikian, dalam pemisahan dengan ekslusi ukuran ini tidak terjadi interaksi kimia antara solute dan fase diam seperti tipe kromatografi yang lain.

2.5.5 Kromatografi Pasangan Ion (IPC)

Kromatografi pasangan ion sebagai penyesuaian terhadap KCKT termasuk baru, pemakaian pertama sekali pada pertengahan tahun 1970.Diterimanya IPC sebagai metode baru KCKT merupakan hasil kerja schill dan kawan-kawan dan dari beberapa keuntungan yang unik. Kadang-kadang IPC disebut juga kromatografi ekstraksi, kromatografi dengan suatu cairan penukar ion dan paired ion chromatografhi (PIC). Setiap teknik-teknik ini mempunyai dasar yang sama. popularitas IPC muncul terutama sekali dari keterbatasan IEC dan dari sukanya menangani sampel-sampel tertentu dengan metode-metode LC lainnya (seperti senyawa yang sangat polar, senyawa yang terionisasi secara kompleks dan senyawa basa kuat).


(26)

2.6 Komponen Kromatografi cair kinerja tinggi

Menurut Rohman (2009) Sistem peralatan KCKT pada dasarnya terdiri atas :

2.6.1 Wadah Fase gerak dan Fase gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert).Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak.Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut.Fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari partikel-partikel kecil. Selain itu, adanya gas dalam fase gerak juga harus dihilangkan, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama dipompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis.

2.6.2 Pompa

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut, yakni pompa harus inert terhadap fase gerak. Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan.Ada 2 jenis pompa dalam KCKT yaitu pompa dengan tekanan konstan dan pompa dengan aliran fase gerak yang konstan.

2.6.3 Tempat penyuntikan sampel

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung kedalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik.


(27)

2.6.4 Kolom

Ada 2 jenis kolom pada KCKT yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor. Kolom merupakan bagian KCKT yang mana terdapat fase diam untuk berlangsungnya proses pemisahan solut/analit.

2.6.5 Detektor

Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu : detektor universal(yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif) dan golongan detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif.

2.6.6 Pengolahan Data

Komponen yang terelusi mengalir kedetektor dan dicatat sebagai puncak-puncak yang secara keseluruhan disebut sebagai kromatogram (Johnson dan Stevenson, 1991).

Guna Kromatogram : 1. Kualitatif

Waktu retensi selalu konstan dalam setiap kondisi kromatogram yang sama dapat digunakan untuk identifikasi

2. Kuantitatif

Luas puncak proporsional dengan jumlah sampel yang diinjeksikan dan dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi (Johnson dan Stevenson, 1991).


(28)

2.7 Analisa Kualitatif dan Kuantitatif

1. Analisa Kualitatif

Ada tiga pendekatan untuk analisis kualitatif yaitu :

a. Perbandingan antara data retensi solute yang tidak diketahui dengan data retensi baku yang sesuai (senyawa yang diketahui) pada kondisi yang sama. Waktu retensi atau volume retensi senyawa baku dan senyawa yang tidak diketahui dibandingkan dengan cara kromatografi dengan cara berurutan dalam kondisi alat yang stabil dengan perbedaan waktu pengoperasian antara keduanya sekecil mungkin.

b. Dengan cara spiking

Untuk Kromatografi yang melibatkan kolom, spiking dilakukan dengan menambah sampel yang mengandung senyawa tertentu yang akan diselidiki dengan senyawa baku pada kondisi kromatografi yang sama. Hal ini dilakukan dengan cara : pertama, dilakukan proses kromatografi sampel yang tidak di spiking. kedua, sampel yang telah di spiking dengan senyawa baku dilakukan proses kromatografi. Jika pada puncak tertentu yang diduga mengandung senyawa yang diselidiki terjadi peningkatan tinggi puncak/luas puncak setelah di spiking dibandingkan dengan tinggi puncak/luas puncak yang tidak dilakukan spiking maka dapat diidentifikasi bahwa sampel mengandung senyawa yang kita selidiki.

c. Menggabungkan alat kromatografi dengan spektrometer massa

Pada pemisahan dengan menggunakan kolom kromatografi, cara ini akan memberikan informasi data spektro massa solute dengan waktu retensi tertentu. Spektro solute yang tidak diketahui dapat dibandingkan dengan


(29)

spektro yang ada di database computer atau diinterupsi sendiri. Cara ini dapat dilakukan untuk solute yang belum ada baku murninya

(Rohman, 2009). 2. Analisa Kuantitatif

Untuk menjamin kondisi yang digunakan dalam analisis kuantitatif stabil dan reprodusible, baik pada penyiapan sampel atau proses kromatografi, berikut beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam analisa kuantitatif :

a. Analit (solut) harus telah diketahui dan terpisah sempurna dari komponen-komponen lain dalam kromatogram

b. Baku dengan kemurnian yang tinggi dan telah diketahui harus tersedia c. Prosedur kalibrasi yang sudah diketahui harus digunakan

Sementara Kromatografi yang melibatkan kolom, kuantifikasi dapat dilakukan dengan cara : Luas puncak atau dengan tinggi puncak. Tinggi puncak atau luas puncak berbanding langsung dengan banyaknya solute yang dikromatografi, jika dilakukan pada kisaran detektor yang linear.

2.8 Validasi Metode

Validasimetodemenurut United States Pharmacopeia (USP) dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Secara singkat, validasi merupakan konfirmasi bahwa metode analisis yang akan digunakan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Suatu metode analis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi masalah dalam analisis. Parameter analisis yang ditentukan pada validasi adalah presisi,


(30)

akurasi, batas deteksi, batas kuantitasi, spesifisitas, linieritas dan rentang, kekasaran (Ruggedness) dan ketahanan (Robutness).

Presisi merupakan ukuran kedekatan antar serangkaian hasil analisis yang diperoleh dari beberapa kali pengukuran pada sampel homogen yang sama.

Akurasi merupakan kedekatan antara nilai terukur (nilai rata-rata hasil analisis) dengan nilai yang diterima sebagai nilai sebenarnya.

Batas deteksi (limit of detection atau LOD) didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat terdeteksi meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi.

Batas kuantitasi (limit of quantitation atau LOQ) didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan.

Spesifisitas merupakan kemampuan suatu metode analisis untuk mengukur analit yang dituju secara tepat dan spesifik.

Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan.

Kekasaran (Ruggedness) merupakan tingkat reprodusibilitas hasil yang diperoleh di bawah kondisi yang bermacam-macam.

Ketahanan (Robutness) merupakan kapasitas metode analisis untuk tetap tidak terpengaruh oleh adanya variasi parameter metode yang kecil


(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan Januari sampai Maret 2012.

3.2 Alat – Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat instrumen KCKT lengkap (Hitachi) dengan pompa (L-2130), injektor autosamplerL-2200,

kolom Luna Phenomenex 5µm C18 (250 mm x 4,60 mm), detektor UV-Vis L-2420,degasser (DGU 20 AS), wadah fase gerak, vial khusus autosampler, sonifikator (Branson 1510), pompa vakum (Gast DOA - P604 – BN), neraca analitik (Mettler Toledo), penyaring PTFE 0,5 µm, penyaring nitrat selulosa 0,45 µm dan 0,2 µm,spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu uv 1800) dan seperangkat alat-alat gelas lainnya.

3.3 Bahan - Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kofein Baku Pembanding Farmakope Indonesia (BPFI), metanol gradient grade for liquid chromatography (E. Merck),aquabidestilata(PT. Ikapharmindo Putramas), bubuk kopi arabika, kopi robusta dan kopi luwak.

3

.4 Pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara sampling purposif, yaitu tanpa membandingkan antara satu tempat dengan tempat yang lain karena sampel yang diambil dianggap homogen dan sampel yang tidak terambil mempunyai


(32)

bubuk kopi arabika, kopi robusta dan kopi luwak yang berasal dari perkebunan kopi di Kec. Kebayakan, Kab. Aceh Tengah, NAD.

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Pembuatan Pelarut

Pelarut terdiri dari campuran metanol grade for HPLC dan aquabidest dengan perbandingan 30:70.

3.5.2 Pembuatan Fase Gerak Metanol - Aquabidest

Metanol 500 ml disaring dengan menggunakan penyaring PTFE 0,5µm dan diawaudarakan selama 30 menit.

Aquabidest 500 ml disaring dengan menggunakan penyaring nitrat selulosa 0,45 µm dan diawaudarakan selama 30 menit.

3.5.3 Pembuatan Larutan Induk BakuKofein

Timbang 50 mg kofein (BPFI), dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml, dilarutkan dengan pelarut sampai garis tanda dan dikocok sampai homogen, sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 500 µg/ml (LIB I).

3.5.4 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Dipipet sebanyak 0,2 ml LIB I, dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, dicukupkan dengan pelarut sampai garis tanda dan dikocok sampai homogen, sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 10 µg/ml. Larutan diawaudarakan selama 10 menit dan diukur serapannya pada panjang gelombang 273 nm.

3.5.5 Penyiapan Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Masing-masing unit diatur, kolom yang digunakan C18 (250 mm x 4,60 mm), detektor UV-VIS pada panjang gelombang analisis yang diperoleh. Pompa menggunakan mode aliran tetap dengan sistem elusi isokratik.


(33)

Setelah alat KCKT dihidupkan, maka pompa dijalankan dan fase gerak dibiarkan mengalir selama 30 menit sampai diperoleh garis alas yang datar, menandakan sistem tersebut telah stabil.

3.5.6 Penentuan Perbandingan Komposisi Fase Gerak yang Optimum untuk Analisa

Larutan Induk Baku kofein (BPFI) dipipet1,2ml dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, dicukupkan dengan pelarut hingga garis tanda dandikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan kofein dengan konsentrasi 60 µg/ml. Larutan diawaudarakan selama 10 menit dan disaring dengan penyaring nitrat selulosa 0,2 µm, kemudian diinjeksikan ke dalam sistem KCKT menggunakan vial autosampler sebanyak 10 µl. Perbandingan fase gerak metanol – aquabidest yang digunakan untuk optimasi adalah (10:90), (30:70),(40:60),dan (50:50), dengan laju alir 1 ml/menit, dan deteksi pada panjang gelombang 273 nm.

3.5.7 Analisis Kuantitatif

3.5.7.1 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi

Larutan Induk Baku (LIB I) dipipet masing-masing 1,0 ml, 1,4 ml, 1,8 ml, 2,2 ml, 2,6 ml dan masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, dicukupkan dengan pelarut hingga garis tanda, dikocok hingga homogen sehingga diperoleh larutan kofein dengan konsentrasi 50 µg/ml, 70 µg/ml, 90 µg/ml, 110 µg/ml, 130 µg/ml (LIB II). Masing-masing larutan diawaudarakan selama 10 menitlalu disaring dengan penyaring nitrat selulosa 0,2 µm, dan diinjeksikan kesistem KCKT menggunakan vial autosampler sebanyak 10 µl dan deteksi pada panjang gelombang maksimum 273 nm.


(34)

3.5.7.2 Penetapan Kadar Kofein dalam Secangkir Kopi

Kopi ditimbang sebanyak 8,0 g, dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang sebelumnya telah di kalibrasi, dilarutkan dengan 100 ml air panas, diaduk sampai larut, diencerkan dengan aquabidest sampai 180 ml lalu kemudian disaring. Larutan hasil penyaringan kemudian dipipet 1 ml, dimasukkan kedalam labu tentukur 10 ml, dan diencerkan dengan pelarut sampai garis tanda. Diawaudarakan selama 10 menit lalu disaring dengan membran filter 0,2 µm. Kemudian larutan diinjeksikan sebanyak 10 µl kesistem KCKT menggunakan vial

autosamplerdan deteksi pada panjang gelombang maksimum 273 nm dengan

perbandingan fase gerak metanol:aquabidest (30:70) dan laju alir 1 ml/menit. Dilakukan sebanyak 6 kali pengulangan untuk setiap sampel.Kadar sampel dihitung berdasarkan luas puncak yang diperoleh dari kromatogram.

3.5.8Analisis DataSecara Statistik

Untuk menghitung Standar Deviasi (SD) digunakan rumus:

1 ) ( 2 − − =

n X X SD

Sedangkan untuk mendapatkan thitung digunakan rumus:

t hitung

n SD X X / − =

Data diterima jika t hitung < t tabel pada interval kepercayaan 99% dengan derajat

kebebasan dk= n-1 dan nilai α = 0,005 Keterangan :

SD = Standard deviasi/simpangan baku X = Kadar sampel


(35)

X = Kadar rata-rata sampel n = Jumlah perlakuan

Untuk menghitung kadar sebenarnya dengan α = 0,005; dk = n-1, digunakan rumus:

Kadar Kofein (μ)= X

n SD x t(11/2α).dk

±

Keterangan:

X = kadar rata-rata kofein dalam sampel SD = simpangan deviasi

3.5.9 Pengujian Validasi Metode Meliputi Akurasi dan Presisi

Uji akurasi dengan parameter % recovery dilakukan secara metode penambahan baku (standar addition method) kemudian dianalisis dengan perlakuan yang sama seperti pada penetapan kadar sampel.

Menurut WHO (1992), perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

% Perolehan kembali =

A A F

C C C

*

x 100%

Keterangan : CF = kadar sampel yang diperoleh setelah penambahan

larutan baku (mg)

CA = kadar sampel sebelum penambahan larutan baku (mg)


(36)

Uji presisi ditentukan dengan parameter RSD dengan rumus :

RSD =

X SD

x 100%

Keterangan : RSD = Relatif Standar Deviasi SD = Standar Deviasi

3.5.10 PenentuanBatas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)

Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)masing-masing dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Slope x Sy x LOD

3 =

Slope x Sy x LOQ

10 =


(37)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Kondisi Kromatografi Untuk Mendapatkan Hasil Analisisyang Optimum.

Panjang gelombang analisis ditentukan denganmembuat kurva serapan kofein baku menggunakan spektrofotometerUltraviolet (UV).Spektrum hasil pengukuran kofeinbaku dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1.KurvaSerapan KofeinBaku 10 ppm SecaraSpektrofotometer UV

Dari kurva diatas, dapat dilihat bahwa kofein memberikan serapan pada panjang gelombang 273 nm.Di mana menurut Moffat et al., (2004) kofein juga memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 273 nm.Maka dalam penelitian ini digunakan panjang gelombang 273 nm.


(38)

Pada penelitian ini, digunakan metanol dan aquabidest sebagai fase gerak.optimasi fase gerak dilakukan dengan memvariasikan komposisi metanol dan air. Data analisis KCKT dengan berbagai perbandingan komposisi fase gerak pada laju alir 1 ml/menit dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi metanol dalam fase gerak, maka waktu tambat kofein semakin singkat. Hal ini disebabkan oleh kekuatan pelarut dimana pada fase terbalik konsentrasi metanol yang lebih besar akan mengakibatkan fase gerak semakin kuat sehingga proses elusi terjadi lebih cepat. Jumlah lempeng yakni (efisiensi kolom) merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menilai kualitas pemisahan kromatografi.

Tabel 1. Data Hasil Analisis Kofein Baku 60ppm Pada Berbagai Perbandingan Komposisi Fase Gerak

Perbandingan Fase Gerak

Waktu tambat

(menit) Asym

Jumlah Lempeng Teoritis (N) Metanol Aquabidest

10 90 8,61 1,56 5955 30 70 8,14 1,30 6542 40 60 5,71 1,95 3578 50 50 4,17 1,80 2481

Dari Tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa waktu tambat yang optimal adalah pada menit ke-8.Pemilihan waktu tambat didasarkan pada perbandingan fase gerak dengan nilai asymetris terkecil dan jumlah lempeng teoritis yang terbesar. Oleh karena itu, semakin besar jumlah lempeng yang dihasilkan akan menunjukkan bahwa kolom mampu memisahkan komponen dalam campuran dengan baik berarti efisiensi kolom besar (Gandjar dan Rohman, 2007).


(39)

4.2 Analisis Kualitatif

Identifikasi sampel dilakukan dengan membandingkan waktu tambat dari sampel terhadap waktu tambat kofein BPFI.Dari hasil penyuntikan larutan sampel diperoleh waktu tambat salah satu puncak yaitu 8,08 menit. Waktu tambat ini berdekatan dengan waktu tambat kofein baku yang dianalisis dengan KCKT pada kondisi yang sama yaitu 8,14 menit. Meskipun waktu tambat yang dihasilkan tidak sama persis, namun puncak yang diamati dalam kromatogram sampel dapat diterima sebagai puncak kofein karena waktu tambat yang diperoleh, masih berada pada rentang waktu tambat yang diterima. Kedua kromatogram hasil analisis KCKT dapat dilihat pada Gambar 2 A dan 2 B.

Maka untuk mempertegas hal tersebut, ditambahkan sedikit larutan kofein baku ke dalam larutan sampel (spiking method), lalu dianalisis kembali dengan KCKT pada kondisi yang sama. Hasil analisis menunjukkan terjadi peningkatan luas area dan tinggi puncak kofein dari yang diamati sebelumnya. Kromatogram larutan sampel yang dianalisis setelah penambahan baku dapat dilihat pada Gambar 2 C.Jadi dapat disimpulkan bahwa puncak yang diamati dalam larutan sampel adalah benar merupakan puncak kofein.


(40)

RT (min) Area k' Asym N 8,14 1310791 811,67 1,30* 6542

A

RT (min) Area k' Asym N 8,08 1165807 807,00 1,33* 6182

B

RT (min) Area k' Asym N 8,09 1214978 819,67 1,49* 4677

C

Gambar 2.Kromatogram hasil penyuntikan kofein baku 60 ppm (A), larutan sampel kopi (B), dan larutan sampel yang telah di-spike

dengan larutan baku pembanding kofein (C) dengan kondisi KCKT yang sama.


(41)

Dari hasil kromatogram yang diperoleh dapat dilihat waktu tambat hasil analisis untuk setiap sampel berbeda-beda, hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh kondisi alat KCKT yang tidak dilengkapi dengan kolom oven sehingga tekanan dan temperatur didalam kolom tidak konstan.

4.3 Analisis Kuantitatif

Analisis secara kuantitatif ditentukan dari kurva kalibrasi kofein BPFI berdasarkan luas puncak.Kurva kalibrasi kofein baku dibuat mulai dari konsentrasi 50 µg/ml,70 µg/ml, 90 µg/ml, 110 µg/ml dan 130 µg/ml. Kurva kalibrasi dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kurva Kalibrasi KofeinBPFI

Dari kurva kalibrasi diperoleh hubungan yang linier antara luas area dan konsentrasi dengan koefisien korelasi (r) = 0,9999. Dari hasil perhitungan, diperoleh persamaan regresi Y=22390,76X +32557,4

Hasil pengolahan data penyuntikan larutan sampel secara KCKT menggunakan kolom C18 (Phenomenex) dengan perbandingan fase gerak metanol -aquabidest (30:70), volume penyuntikan 10 µl, laju alir 1 ml/menit, detektor UV-Vis (L-2420) pada panjang gelombang maksimum 273 nm. Kadar kofein dapat dihitung dengan


(42)

4 , 32557 76

, 22390 +

= X

Y .Data jumlah kofein yang diperoleh dari pengolahan data secara statistik dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Data Jumlah Kofein yang Diperoleh Dari Pegolahan Data Secara Statistik

NO. Sampel Rentang Kadar Kofein (mg) 1 Kopi Luwak 90,7477± 0,8652 2 Kopi Arabika 84,3953± 0,7881 3 Kopi Robusta 160,6638± 2,2851

Menurut Panggabean (2011), secangkir kopi mengandung 8 gram bubuk kopi dalam 180 ml air.

Dari Tabel 2 di atas terlihat bahwa kadar kofein yang diperoleh dalam secangkir kopi berbeda-beda. Dari ketiga jenis kopi yang ditentukan terdapat satu jenis kopi yakni kopi robusta yang kadarnya lebih besar dari ketentuan BPOM. Dari tabel terlihat juga bahwa kadar kofein terlarut dalam secangkir kopi luwak lebih besar dari kopi arabika, hal ini kemungkinan disebabkan pengambilan sampel kopi luwak bukan dari kotoran musang yang dipelihara tetapi dari kotoran musang liar yang terdapat disekitar perkebunan kopi sehingga mempengaruhi kadar yang didapat.

4.4 Hasil Uji Validasi

Untuk menguji ketepatan metode yang digunakan, dilakukan uji validasi metode dengan metode standar adisi (standar addition method) pada sampel kopi luwak yang meliputi uji akurasi dengan parameter persen recovery dan uji presisi dengan parameter relatif standar deviasi (RSD).

Uji akurasi dengan parameter persen recovery dilakukan dengan menambahkan kofein BPFI 50 mg ke dalam sampel, kemudian dilakukan analisis


(43)

yang sama seperti pada sampel. Data hasil pengujian persen recovery dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Data Hasil Penyuntikan Kofein Pada Uji Perolehan Kembali NO Konsentrasi

Perolehan(µg/ml)

Area Recovery (%) 1 74,7802 1706944 87,00 2 75,1223 1714603 88,24 3 74,6415 1703839 86,51 4 75,0338 1712622 87,92 5 74,9767 1711343 87,72 6 74,6524 1704081 86,55 Rata-rata recovery (%) = 87,32% Standar Deviasi (SD) = 0,7363 Relatif Standar Deviasi (%) = 0,8431%

Padatabel 3 di atas diperoleh hasil pengujian akurasi dengan kadar rata-rata persen recovery 87,32%. Persen recovery ini dapat diterima karena memenuhi persyaratan akurasi, bahwa rentang rata-rata hasil persen recoveryialah 80 – 110%. Maka dapat disimpulkan bahwa metode ini mempunyai akurasi yang baik (WHO, 1992).Hasil uji presisi dengan parameter Relatif Standar Deviasi (RSD) diperoleh 0,8431%, nilai RSD yang diizinkan adalah ≤ 2%, m aka dapat disimpulkan bahwa metode analisis mempunyai presisi yang baik (Harmita, 2004).Batas deteksi dan batas kuantitasi yang diperoleh adalah 1,3347 µg/ml dan 4,4489 µg/ml.


(44)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah kofein terlarut dalam secangkir kopi dari bubuk kopi arabika, robusta dan kopi luwak berturut-turut adalah 84,3953 mg, 160,6638 mg, dan 90,7477 mg.

Dari ketiga jenis kopi yang ditentukan terdapat satu jenis kopi yakni kopi robusta yang kadarnya lebih besar dari ketentuan BPOM.

5.2 Saran

Disarankan kepada masyarakat yang menggemari minum kopi untuk mendapatkan kopi yang rendah kofein sebaiknya dicampur bubuk kopi arabika dengan robusta dan kepada peneliti selanjutnya agar melakukan penetapan kadar kofein secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan fase gerak yang berbeda.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Anonima.(2012). Keistimewaan Kopi Luwak. Diakses tanggal 26 Mei 2012.

Anonimb.(2012). Kofein Senyawa yang Bermanfaat atau

Beracun

bermanfaat atau beracun.html.Diakses tanggal 10 April 2012.

Agus, S.R. dan Iwan, S. (2008). Menakar Bahaya Minuman Energi. http// majalah tempo interaktif. com/. Diakses tanggal 10 April 2012.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 254-255.

Firman, K., dan Musadad, A. (1996). Panduan Praktikum Analisis Farmasi Fisikokimia. Bandung: FMIPA ITB. Hal. 69-7

Foye, O. W. (1995). Principle of Medicinal Chemistry. Penerjemah: Prof. Dr. H. Raslim Rasyid, dkk. Prinsip-Prinsip Kimia Medisinal. Yogyakarta: Penerbit UGM. Hal.574-580.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis.Edisi kelima. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 467.

Harmita. (2004).Petunjuk Pelaksananaan Validasi Metoda dan Cara Perhitungannya.Majalah Ilmu Kefarmasian. 1 (No): 119, 122.

Hartono, E. (2009). Penetapan Kadar Kofein Dalam Biji Kopi Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Biomedika.Volume II.

Johnson, E.L., dan Stevenson, R. (1978). Basic Liquid Chromatography.

Penerjemah: Kokasih Padmawinata. (1991). Dasar Kromatografi Cair. Bandung: Penerbit ITB. Hal.1-54.

Moffat, A.C., Osselton, M.D, Widdop, B (2004). Clarke’s Analysis of Drugs and

Poisons Pharmaceutical Press. Edisi ketiga. Jilid I. London, Chicago:

Pharmaceutical Press. Hal.736-737.

Mulja, M. dan Suharman. (1995). Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 7.

Panggabean, E. (2011). Kopi. Cetakan I. Jakarta: PT AgroMedia Pustaka. Hal. 125, 173, 182.


(46)

Rohman, A. (2009). Kromatografi Untuk Analisis. Edisi pertama. Cetakan I. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 217.

Tjay, T.H., dan Rahardja, K. (2002). Obat-Obat Penting. Edisi kelima. Cetakan kedua. Jakarta: Gramedia. Hal.350-351.

USP Pharmacopeia, (2007).The National Formulary. Edisi ke-30 . Washington, D.C: The United States Pharmacopeial Convention. Hal.1582-1583.


(47)

Lampiran 1.Kromatogram Penyuntikan Kofein Baku untukMencari Perbandingan Komposisi Fase Gerak

RT (min) Area k' Asym N 8,61 245944 859,67 1,56* 5955

A

RT (min) Area k' Asym N 8,14 1310791 813,00 1,30* 6542

B

Keterangan :

A = kromatogram hasil penyuntikan larutan kofein konsentrasi 60 ppm

dengan perbandingan fase gerak Metanol – aquabidest (10 : 90) laju alir 1 ml/menit. B = kromatogram hasil penyuntikan larutan kofein konsentrasi 60 ppm


(48)

RT (min) Area k' Asym N 5,71 1507505 570,33 1,95* 3578

A

RT (min) Area k' Asym N 4,17 1605786 415,67 1,80* 2481

B Keterangan :

A = kromatogram hasil penyuntikan larutan kofein konsentrasi 60 ppm

dengan perbandingan fase gerak Metanol – aquabidest (40 : 60) laju alir 1 ml/menit B = kromatogram hasil penyuntikan larutan kofein konsentrasi 60 ppm


(49)

Lampiran 2.Kromatogram Penyuntikan Kofein Baku pada Pembuatan Kurva Kalibrasi

RT (min) Area k' Asym N 7,80 1162306 779,00 1,32* 5643

Kromatogram hasil penyuntikan larutan kofein BPFI konsentrasi 50 µg/ml.

RT (min) Area k' Asym N 7,83 1586366 781,67 1,29* 5751


(50)

RT (min) Area k' Asym N 7,83 2047081 782,33 1,30* 5711

Kromatogram hasil penyuntikan larutan kofein BPFI konsentrasi 90 µg/ml.

RT (min) Area k' Asym N 7,83 2496622 781,67 1,31* 5830


(51)

RT (min) Area k' Asym N 7,85 2946254 784,33 1,31* 5770


(52)

Lampiran 3.Perhitungan Persamaan Garis Regresi dan Koefisien Korelasi dari Kofein BPFI

Tabel 4. Data Hasil Penyuntikan Kofein BPFI

No X Y XY X2 Y2

1 50 1162306 58115300 2500 1,350955238x1012 2 70 1586366 111045620 4900 2,516557086x1012 3 90 2047081 184237290 8100 4,190540621x1012 4 110 2496622 274628420 12100 6,233121411x1012 5 130 2946254 383013020 16900 8,680412633x1012

450 10238629 1011039650 44500 2,297158699x1013 Rata

-rata 90 2047725,8 202207930 8900 4,594317398x10

12

b aX Y= +

Keterangan: Y = luas area, a = slope, X = konsentrasi (µg/ml), b = intersep.

(

) ( )( )

( )

X

( )

X n n Y X XY a / / 2 2 − Σ Σ Σ Σ − Σ =

(

) ( )(

)

(

44500

) ( )

450 /5

5 / 10238629 450 1011039650 2 − − =

(

) (

)

(

44500

) (

40500

)

921476610 1011039650 − − = 4000 89563040 = 76 , 22390 = aX Y b= −

(

22390,76

)( )

90 8 , 2047725 − = 4 , 32557 =


(53)

Jadi Persamaan regresi yangdidapat :Y=22390,76X +32557,4

(

) ( )( )

( )

(

)

[

X X n

]

[

( )

Y

( )

Y n

]

n

Y X XY r

/ /

/

2 2

2

2 − ∑ Σ − Σ

Σ

Σ Σ − Σ =

= (1011039650)− (450)(10238629)/5

�[(44500)−(450)2/5][(2,2971586991013)(10238629)2/5] = 1011039650− 921476610

�[(44500)−(40500][(2,297158699�1013)(2,0965904761013)] = 89563040

�[4000][(2,00568223x1012)] = 89563040

89569687,51


(54)

Lampiran 4. Perhitungan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) Kofein

Persamaan regresi Y=22390,76X +32557,4

No

Konsentrasi (mcg/ml)

Luas

Puncak Yi Y – Yi ( Y - Yi )²

X Y

1 50 1162306 1152095,4 10210,6 104256352,4 2 70 1586366 1599910,6 -13544,6 183456189,2 3 90 2047081 2047725,8 -644,8 415767,04 4 110 2496622 2495541 1081 1168561 5 130 2946254 2943356,2 2897,8 8397244,84

297694114,5 2 ) ( 2 − − =

n Yi Y SB 2 5 ) 5 , 297694114 ( − =

SB =9961,4944

Slope x Sy x si BatasDetek =3

76 , 22390 4944 , 9961 3x = 3347 , 1 = µg/ml Slope x Sy x itasi BatasKuant 10 = 76 , 22390 4944 , 9961 10x = 4489 , 4 = µg/ml


(55)

Lampiran 5. Data Hasil Perhitungan Kadar Kofein dalam Berbagai Jenis Sampel Kopi

No Nama Perlakuan Luas Area Kadar(mg) Rata-rata

1 Kopi Luwak

1 1165807 91,1023

90,4723

2 1156560 90,3589 3 1140787 89,0909 4 1154884 90,2242 5 1164687 91,0122 6 1165101 91,0455

2 Kopi Arabika

1 1088184 84,8621

84,3963

2 1078625 84,0937 3 1084479 84,5643 4 1088195 84,8630 5 1081954 84,3613 6 1072826 83,6275

3 Kopi Robusta

1 2046986 161,9405

160,6638

2 2028593 160,4619 3 2052296 162,3674 4 2022495 159,9717 5 2031780 160,7181 6 2004479 158,5234


(56)

Lampiran 6.Kromatogram Hasil Penyuntikkan Sampel Kopi Luwak.

RT (min) Area k' Asym N 8,08 1165807 807,00 1,33* 6182

A

RT (min) Area k' Asym N 8,03 1156560 801,67 1,38* 5986


(57)

Lampiran 2 (lanjutan)

RT (min) Area k' Asym N 8,04 1140787 803,00 1,38* 6006

C

RT (min) Area k' Asym N 8,15 1154884 814,33 1,37* 5863


(58)

Lampiran 2 (lanjutan)

RT (min) Area k' Asym N 8,23 1164687 822,33 1,34* 5939

E

RT (min) Area k' Asym N 7,93 1165101 791,67 1,42* 6160

F

Keterangan: A, B, C, D, E dan F adalah kromatogram hasil penyuntikan sampel kopi luwakyangdianalisa secara KCKT pada kolom C18 (250 mm x 4,60 mm), dengan perbandingan fase gerak metanol – aquabidest (30:70), laju alir 1 ml/menit, dideteksi pada panjang gelombang 273 nm.


(59)

Lampiran 7. Analisis Data Statistik Untuk Menentukan Jumlah Kofein Sebenarnya dalam Sampel Kopi Luwak

Tabel 5. Data Hasil Penyuntikan Sampel Kopi Luwak

Hasil pengolahan data sampel kopi luwak

No Jumlah kofein (x) (X-X) (X-X )2

1 91,098 0,6264 0,3923 2 90,3589 -0,1127 0,0127 3 89,0909 -1,3807 1,9063 4 90,2242 -0,2474 0,0612 5 91,0122 0,5406 0,2922 6 91,0455 0,5739 0,3293

X= 90,4716 Σ(X-X )2=2,994

1 ) ( 2 − − =

n X X SD 5 2,994

= = 0,7738

Pada interval kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01, dk = 5 diperoleh nilai t tabel =4,0321. Data diterima jika t hitung ‹ t tabel.

t hitung =

n SD X X / −

t hitung data 1 =

6 / 0,7738

0,6264

=1,9829

t hitung data 2 =

0,1127

-= -0,0594

No Perlakuan Area Konsentrasi diperoleh (µg/ml) Jumlah kofein dalam secangkir(mg) Kopi Luwak

1 1165807 50,6124 91,0980 2 1156560 50,1994 90,3589 3 1140787 49,4949 89,0909 4 1154884 50,1245 90,2242 5 1164687 50,5623 91,0122 6 1165101 50,5808 91,0455


(60)

t hitung data 3 = 6 / 0,7738 1,3807

-= -4,3706 (ditolak)

t hitung data 4 =

6 / 0,7738 0,7831 -= -0,7831

t hitung data 5 =

6 / 0,7738

0,5406

= 1,7113

t hitung data 6 =

6 / 0,7738

0,5739

= 1,8167

Data 3 ditolak karena thitung>4,0321 maka dilakukan uji untuk kelima data yang

diterima dengan ttabel = 4,6041 (α = 0,01, dk = 4 )

No Jumlah kafein (x) (X-X) (X-X)2

1 91,098 0,3503 0,1227 2 90,3589 -0,3888 0,1511 3 90,2242 -0,5235 0,2740 4 91,0122 0,2645 0,0699 5 91,0455 0,2978 0,0887

X= 90,7477 ∑(X-X)2= 0,7064

1 ) ( 2 − − =

n X X SD 4 0,7064

= = 0,4202

t hitung =

n SD X X / −

t hitung data 1 =

5 / 0,4202

0,3503

= 1,8623

t hitung data 2 =

5 / 0,4202 0,3888 -= -2,0689

t hitung data 3 =

5 / 0,4202 0,5235 -= -2,7857

t hitung data 4 =

5 / 0,4202

0,2645


(61)

t hitung data 5 =

5 / 0,4202

0,2978

= 1,5847

Karena t hitung ≤ t tabel maka semua data diterima Jadi rentang jumlah kofein dalam minuman:

µ = X ± t(tabel) x

n SD

= 90,7477± 4,60409 x 5 0,4202


(62)

Lampiran 8.Kromatogram Hasil Penyuntikkan Sampel Kopi Arabika

RT (min) Area k' Asym N 8,20 1088184 819,00 1,20* 6122

A

RT (min) Area k' Asym N 8,17 1078625 816,33 1,22* 6250


(63)

Lampiran 8 (lanjutan)

RT (min) Area k' Asym N 8,15 1084479 813,67 1,19* 6241

C

.

RT (min) Area k' Asym N 8,16 1088195 815,00 1,14* 6349


(64)

Lampiran 8 (lanjutan)

RT (min) Area k' Asym N 8,17 1081954 816,33 1,15* 6391

E

RT (min) Area k' Asym N 8,15 1072826 813,67 1,15* 6328

F

Keterangan: A, B, C, D, E, dan F adalah kromatogram hasil penyuntikan sampel kopi arabikayangdianalisa secara KCKT pada kolom C18 (250 mm x 4,60 mm), dengan perbandingan fase gerak metanol – aquabidest (30:70), laju alir 1 ml/menit, dideteksi pada panjang gelombang 273 nm.


(65)

Lampiran 9.Analisis Data Statistik Untuk Menentukan Jumlah Kofein Sebenarnya dalam Sampel Kopi Arabika

Tabel 6. Data Hasil Penyuntikan Sampel Kopi Arabika

Hasil pengolahan data sampel kopi arabika

No Jumlah kofein (x) (X-X) (X-X )2

1 84,8621 0,4668 0,2179 2 84,0937 -0,3016 0,0909 3 84,5643 0,1690 0,0285 4 84,8630 0,4677 0,2187 5 84,3613 -0,0340 0,0011 6 83,6275 0,7678 0,5895

X= 84,3953 Σ(X-X)2= 1,1466

1 ) ( 2 − − =

n X X SD 5 1,1466

= = 0,4788

Pada interval kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01, dk = 5 diperoleh nilai t tabel = 4,0321. Data diterima jika t hitung ‹ t tabel.

t hitung =

n SD X X / −

t hitung data 1 =

6 / 0,4788

0,4668

= 2,3881

t hitung data 2 =

6 / 0,4788 0,3016 -= -1,5429

No Perlakuan Area Konsentrasi diperoleh (µg/ml) Jumlah kofein dalam secangkir(mg) Kopi Arabika

1 1088184 47,1456 84,8621 2 1078625 46,7187 84,0937 3 1084479 46,9801 84,5643 4 1088195 47,1461 84,8630 5 1081954 46,8674 84,3613 6 1072826 46,4597 83,6275


(66)

t hitung data 3 =

6 / 0,4788

0,1690

= 0,8646

t hitung data 4 =

6 / 0,4788

0,4677

= 2,3927

t hitung data 5 =

6 / 0,4788

0,0340

-= 0,1739

t hitung data 6 =

6 / 0,4788

0,7678

= 3,9279

Karena t hitung ≤ t tabel maka semua data diterima Jadi rentang jumlah kofein dalam minuman:

µ = X ± t(tabel) x

n SD

= 84,3953± 4,03214 x 6 0,4788


(67)

Lampiran 10.Kromatogram Hasil Penyuntikkan Sampel Kopi Robusta

RT (min) Area k' Asym N 7,87 2046986 786,33 1,48* 6003

A

RT (min) Area k' Asym N 7,85 2028593 783,67 1,42* 6902


(68)

Lampiran 10 (lanjutan)

RT (min) Area k' Asym N 7,87 2052296 785,67 1,50* 6164

C

RT (min) Area k' Asym N 7,86 2022495 785,00 1,49* 6493


(69)

Lampiran 10 (lanjutan)

RT (min) Area k' Asym N 7,87 2031780 785,67 1,45* 6636

E

RT (min) Area k' Asym N 7,85 2004479 784,33 1,44* 6799

F

Keterangan: A, B, C, D, E dan F adalah kromatogram hasil penyuntikan sampel kopi robustayangdianalisa secara KCKT pada kolom C18 (250 mm x 4,60 mm), dengan perbandingan fase gerak metanol - aquabidest (30:70), laju alir 1 ml/menit, dideteksi pada panjang gelombang 273 nm.


(70)

Lampiran 11. Analisis Data Statistik Untuk Menentukan Jumlah Kofein Sebenarnya dalam Sampel Kopi Robusta

Tabel 7. Data Hasil Penyuntikan Sampel Kopi Robusta

Hasil pengolahan data sampel kopi robusta

No Jumlah kofein (x) (X-X) (X-X )2

1 161,9405 1,2767 1,6299 2 160,4619 -0,2019 0,0407 3 162,3674 1,7036 2,9022 4 159,9717 -0,6921 0,4790 5 160,7181 0,0543 0,0029 6 158,5234 -2,1404 4,5813

X=160,6638 Σ(X-X)2=9,6360

1 ) ( 2 − − =

n X X SD 5 9,6360

= = 1,3882

Pada interval kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01, dk = 5 diperoleh nilai t tabel = 4,0321. Data diterima jika t hitung ‹ t tabel.

t hitung =

n SD X X / −

t hitung data 1 =

6 / 1,3882

1,2767

= 2,2527

t hitung data 2 =

6 / 1,3882 0,2019 -= -0,3562

No Perlakuan Area Konsentrasi diperoleh (µg/ml) Jumlah kofein dalam secangkir(mg) Kopi Robusta

1 2046986 89,9669 161,9405 2 2028593 89,1455 160,4619 3 2052296 90,2041 162,3674 4 2022495 88,8731 159,9717 5 2031780 89,2878 160,7181 6 2004479 88,0685 158,5234


(71)

t hitung data 3 = 6 / 1,3882 1,7036 = 3,0060

t hitung data 4 =

6 / 1,3882 0,6921 -= -1,2212

t hitung data 5 =

6 / 1,3882

0,0543

= 0,1739

t hitung data 6 =

6 / 1,3882 2,1404 -= -3,7767

Karena t hitung ≤ t tabel maka semua data diterima jadi rentang jumlah kofein dalam minuman:

µ = X ± t(tabel) x

n SD

= 160,6638± 4,03214 x 6 1,3882


(72)

Lampiran 12. Kromatogram Hasil Penyuntikan Uji Recovery Pada Sampel Kopi Luwak

RT (min) Area k' Asym N 8,09 1706944 808,33 1,18* 4663

A

RT (min) Area k' Asym N 8,03 1714603 802,33 1,21* 4608


(73)

Lampiran 12 (lanjutan)

RT (min) Area k' Asym N 7,97 1703839 779,00 1,32* 5643

C

RT (min) Area k' Asym N 8,09 1712622 807,67 1,19* 4783


(74)

Lampiran 12 (lanjutan)

RT (min) Area k' Asym N 8,09 1711343 807,67 1,18* 4776

E

RT (min) Area k' Asym N 8,06 1704081 805,00 1,19* 4708

F

Keterangan: A, B, C, D, E dan F adalah kromatogram hasil penyuntikan recovery pada sampel kopi luwakyangdianalisa secara KCKT pada kolom C18 (250 mm x 4,60 mm), dengan perbandingan fase gerak metanol – aquabidest (30:70), laju alir 1 ml/menit, dideteksi pada panjang gelombang 273 nm.


(75)

Lampiran 13.Analisis Data Statistik Hasil Uji Persen Recovery

Tabel 8. Data Hasil Penyuntikan Kofein Pada Uji Perolehan Kembali NO Area Konsentrasi

diperoleh(µg/ml)

Kadar (%) 1 1706944 74,7802 87,00 2 1714603 75,1223 88,24 3 1703839 74,6415 86,51 4 1712622 75,0338 87,92 5 1711343 74,9767 87,72 6 1704081 74,6524 86,55

Pengolahan data statistik uji perolehan kembali

No Kadar (%) (X-X) (X-X )2

1 87,00 -0,315 0,0992 2 88,24 0,915 0,8372 3 86,51 -0,815 0,6642 4 87,92 0,595 0,3540 5 87,72 0,395 0,1560 6 86,55 -0,775 0,6006 6 X = 87,325 ∑(X-X)2

=2,7112

SD =

( )

1 2 − −

n x x = 1 6 7112 , 2 − = 0,7363

Pada interval kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01, dk = 5 diperoleh nilai t tabel = 4,0321. Data diterima jika t hitung ‹ t tabel.

t hitung =

n SD X X / −

t hitung data 1 =

6 / 0,7363 0,315 -= -1,0479


(76)

t hitung data 2 = 6 / 0,7363 0,915 = 3,0439

t hitung data 3 =

6 / 0,7363 0,815 -= -2,7113

t hitung data 4 =

6 / 0,7363

0,595

= 1,9794

t hitung data 5 =

6 / 0,7363

0,395

= 1,3140

t hitung data 6 =

6 / 0,7363 0,775 -= -2,5782

Uji presisi dilihat dari nilai RSD RSD =

X SD

x 100 %

= 3250 , 87 7363 , 0

x 100 %


(77)

Lampiran 14.Perhitungan Jumlah Kofein Sebenarnya dalam Secangkir Kopi Volume minuman dalam satu cangkir = 180 ml

Volume minuman yang dipipet = 1,0 ml

Dimasukkan dalam labu takar 10 ml dan diencerkan dengan pelarut sampai garis tanda (faktor pengenceran = 10)

Luas area atau puncak (y) = 1165807 Persamaan garis regresi Kofein BPFI

Y = 22390,76 x + 32557,4

X =

a

b -Y

=

76 , 22390

32557,4

-1165807

= 50,6124 µg/ml Kadar Kofein = X x faktor pengenceran

= 50,6124 µg/ml x 10 = 506,1240 µg/ml

Maka jumlah kofein dalam secangkir kopi adalah : = 506,1240 µg/ml x 180 ml = 91102,32 µg


(78)

Lampiran 15.Perhitungan Kadar Kofein Pada Uji Perolehan Kembali Volume minuman dalam satu cangkir = 180 ml

Volume minuman yang dipipet = 1,0 ml

Dimasukkan dalam labu takar 10 ml dan diencerkan dengan pelarut sampai garis tanda (faktor pengenceran = 10)

Luas area (y) = 1706944

Pers. Regresi Y = 22390,76 X + 32557,4

X =

a b -Y = 76 , 22390 32557,4 -1706944

= 74,7802 µg/ml

Kadar Kofein = X x faktor pengenceran = 74,7802 µg/ml x 10 = 747,8020 µg/ml

Maka jumlah kofein dalam secangkir kopi adalah = 747,8020 µg/ml x 180 ml = 134604,36 µg

= 134,6043 mg

% perolehan kembali = 100% * CA -CF x A C

= 100% 50 mg 91,1023 -mg 134,6043 x mg


(79)

Lampiran 16. Gambar Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dan Vial Autosampler

A

B

Keterangan :

A = Seperangkat Instrumen KCKT (Hitachi) dan komputer sebagai perangkat pendukung


(80)

Lampiran 17.Gambar Perangkat Pendukung Penelitian Lainnya.

Sonifikator Branson (1510)

Neraca Analitik

Pompa Vakum (Gast DO A-PG04-BN) dan Penyaring Fase Gerak

Neraca Analitik


(81)

(82)

(83)

(1)

Lampiran 15.Perhitungan Kadar Kofein Pada Uji Perolehan Kembali Volume minuman dalam satu cangkir = 180 ml

Volume minuman yang dipipet = 1,0 ml

Dimasukkan dalam labu takar 10 ml dan diencerkan dengan pelarut sampai garis tanda (faktor pengenceran = 10)

Luas area (y) = 1706944

Pers. Regresi Y = 22390,76 X + 32557,4

X =

a b -Y = 76 , 22390 32557,4 -1706944

= 74,7802 µg/ml

Kadar Kofein = X x faktor pengenceran = 74,7802 µg/ml x 10 = 747,8020 µg/ml

Maka jumlah kofein dalam secangkir kopi adalah = 747,8020 µg/ml x 180 ml = 134604,36 µg

= 134,6043 mg

% perolehan kembali = 100% * CA -CF x A C

= 100%

50 mg 91,1023 -mg 134,6043 x mg


(2)

Lampiran 16. Gambar Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dan Vial Autosampler

A

B

Keterangan :

A = Seperangkat Instrumen KCKT (Hitachi) dan komputer sebagai perangkat pendukung


(3)

Lampiran 17.Gambar Perangkat Pendukung Penelitian Lainnya.

Sonifikator Branson (1510)

Neraca Analitik

Pompa Vakum (Gast DO A-PG04-BN) dan Penyaring Fase Gerak

Neraca Analitik


(4)

(5)

(6)