BAB III METODE PENELITIAN
3.1Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan Januari sampai Maret 2012.
3.2 Alat – Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat instrumen KCKT lengkap Hitachi dengan pompa L-2130, injektor autosamplerL-2200,
kolom Luna Phenomenex 5µm C18 250 mm x 4,60 mm, detektor UV-Vis L- 2420,degasser DGU 20 AS, wadah fase gerak, vial khusus autosampler,
sonifikator Branson 1510, pompa vakum Gast DOA - P604 – BN, neraca analitik Mettler Toledo, penyaring PTFE 0,5 µm, penyaring nitrat selulosa 0,45
µm dan 0,2 µm,spektrofotometer UV-Vis Shimadzu uv 1800 dan seperangkat
alat-alat gelas lainnya. 3.3 Bahan - Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kofein Baku Pembanding Farmakope Indonesia BPFI, metanol gradient grade for liquid
chromatography E. Merck,aquabidestilataPT. Ikapharmindo Putramas, bubuk kopi arabika, kopi robusta dan kopi luwak.
3
.4 Pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara sampling purposif, yaitu tanpa membandingkan antara satu tempat dengan tempat yang lain karena sampel yang
diambil dianggap homogen dan sampel yang tidak terambil mempunyai karakteristik yang sama dengan sampel yang diteliti. Bahan penelitian ini adalah
Universitas Sumatera Utara
bubuk kopi arabika, kopi robusta dan kopi luwak yang berasal dari perkebunan kopi di Kec. Kebayakan, Kab. Aceh Tengah, NAD.
3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Pembuatan Pelarut
Pelarut terdiri dari campuran metanol grade for HPLC dan aquabidest dengan perbandingan 30:70.
3.5.2 Pembuatan Fase Gerak Metanol - Aquabidest
Metanol 500 ml disaring dengan menggunakan penyaring PTFE 0,5µm dan diawaudarakan selama 30 menit.
Aquabidest 500 ml disaring dengan menggunakan penyaring nitrat selulosa 0,45 µm dan diawaudarakan selama 30 menit.
3.5.3 Pembuatan Larutan Induk BakuKofein
Timbang 50 mg kofein BPFI, dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml, dilarutkan dengan pelarut sampai garis tanda dan dikocok sampai homogen,
sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 500 µgml LIB I.
3.5.4 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Dipipet sebanyak 0,2 ml LIB I, dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, dicukupkan dengan pelarut sampai garis tanda dan dikocok sampai homogen,
sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 10 µgml. Larutan diawaudarakan selama 10 menit dan diukur serapannya pada panjang gelombang 273 nm.
3.5.5 Penyiapan Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Masing-masing unit diatur, kolom yang digunakan C18 250 mm x 4,60 mm, detektor UV-VIS pada panjang gelombang analisis yang diperoleh. Pompa
menggunakan mode aliran tetap dengan sistem elusi isokratik.
Universitas Sumatera Utara
Setelah alat KCKT dihidupkan, maka pompa dijalankan dan fase gerak dibiarkan mengalir selama 30 menit sampai diperoleh garis alas yang datar,
menandakan sistem tersebut telah stabil.
3.5.6 Penentuan Perbandingan Komposisi Fase Gerak yang Optimum untuk Analisa
Larutan Induk Baku kofein BPFI dipipet1,2ml dan dimasukkan ke dalam
labu tentukur 10 ml, dicukupkan dengan pelarut hingga garis tanda dandikocok sampai homogen sehingga diperoleh larutan kofein dengan konsentrasi 60 µgml.
Larutan diawaudarakan selama 10 menit dan disaring dengan penyaring nitrat selulosa 0,2 µm, kemudian diinjeksikan ke dalam sistem KCKT menggunakan
vial autosampler sebanyak 10 µl. Perbandingan fase gerak metanol – aquabidest yang digunakan untuk optimasi adalah 10:90, 30:70,40:60,dan 50:50,
dengan laju alir 1 mlmenit, dan deteksi pada panjang gelombang 273 nm.
3.5.7 Analisis Kuantitatif 3.5.7.1 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi
Larutan Induk Baku LIB I dipipet masing-masing 1,0 ml, 1,4 ml, 1,8 ml, 2,2 ml, 2,6 ml dan masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml,
dicukupkan dengan pelarut hingga garis tanda, dikocok hingga homogen sehingga diperoleh larutan kofein dengan konsentrasi 50 µgml, 70 µgml, 90 µgml, 110
µgml, 130 µgml LIB II. Masing-masing larutan diawaudarakan selama 10 menitlalu disaring dengan penyaring nitrat selulosa 0,2 µm, dan diinjeksikan
kesistem KCKT menggunakan vial autosampler sebanyak 10 µl dan deteksi pada panjang gelombang maksimum 273 nm.
Universitas Sumatera Utara
3.5.7.2 Penetapan Kadar Kofein dalam Secangkir Kopi
Kopi ditimbang sebanyak 8,0 g, dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang sebelumnya telah di kalibrasi, dilarutkan dengan 100 ml air panas, diaduk sampai
larut, diencerkan dengan aquabidest sampai 180 ml lalu kemudian disaring. Larutan hasil penyaringan kemudian dipipet 1 ml, dimasukkan kedalam labu
tentukur 10 ml, dan diencerkan dengan pelarut sampai garis tanda. Diawaudarakan selama 10 menit lalu disaring dengan membran filter 0,2 µm.
Kemudian larutan diinjeksikan sebanyak 10 µl kesistem KCKT menggunakan vial autosamplerdan deteksi pada panjang gelombang maksimum 273 nm dengan
perbandingan fase gerak metanol:aquabidest 30:70 dan laju alir 1 mlmenit. Dilakukan sebanyak 6 kali pengulangan untuk setiap sampel.Kadar sampel
dihitung berdasarkan luas puncak yang diperoleh dari kromatogram.
3.5.8Analisis DataSecara Statistik
Untuk menghitung Standar Deviasi SD digunakan rumus:
1
2
− −
=
∑
n X
X SD
Sedangkan untuk mendapatkan t
hitung
digunakan rumus:
t
hitung
n SD
X X
− =
Data diterima jika t
hitung
t
tabel
pada interval kepercayaan 99 dengan derajat kebebasan dk= n-
1 dan nilai α = 0,005 Keterangan :
SD = Standard deviasisimpangan baku X
= Kadar sampel
Universitas Sumatera Utara
X
= Kadar rata-rata sampel n
= Jumlah perlakuan Untuk menghitung kadar sebenarnya dengan
α = 0,005; dk = n-1, digunakan rumus:
Kadar Kofein μ=
X
n SD
x t
dk .
2 1
1 α
−
±
Keterangan:
X
= kadar rata-rata kofein dalam sampel SD = simpangan deviasi
3.5.9 Pengujian Validasi Metode Meliputi Akurasi dan Presisi
Uji akurasi dengan parameter recovery dilakukan secara metode penambahan baku standar addition method kemudian dianalisis dengan
perlakuan yang sama seperti pada penetapan kadar sampel. Menurut WHO 1992, perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut : Perolehan kembali =
A A
F
C C
C −
x 100 Keterangan : C
F
= kadar sampel yang diperoleh setelah penambahan larutan baku mg
C
A
= kadar sampel sebelum penambahan larutan baku mg C
A
= jumlah baku yang ditambahkan mg.
Universitas Sumatera Utara
Uji presisi ditentukan dengan parameter RSD dengan rumus : RSD =
X SD
x 100 Keterangan : RSD = Relatif Standar Deviasi
SD = Standar Deviasi
3.5.10 PenentuanBatas Deteksi LOD dan Batas Kuantitasi LOQ
Batas Deteksi LOD dan Batas Kuantitasi LOQmasing-masing dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Slope x
Sy x
LOD 3
=
Slope x
Sy x
LOQ 10
=
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penentuan
Kondisi Kromatografi Untuk Mendapatkan Hasil
Analisisyang Optimum.
Panjang gelombang analisis ditentukan denganmembuat kurva serapan kofein baku menggunakan spektrofotometer
Ultraviolet UV
.Spektrum hasil pengukuran kofeinbaku dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. KurvaSerapan KofeinBaku 10 ppm SecaraSpektrofotometer
UV Dari kurva diatas, dapat dilihat bahwa kofein memberikan serapan pada
panjang gelombang 273 nm.Di mana menurut Moffat et al., 2004 kofein juga memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 273 nm.Maka dalam
penelitian ini digunakan panjang gelombang 273 nm.
Universitas Sumatera Utara
Pada penelitian ini, digunakan metanol dan aquabidest sebagai fase gerak.optimasi fase gerak dilakukan dengan memvariasikan komposisi metanol
dan air. Data analisis KCKT dengan berbagai perbandingan komposisi fase gerak pada laju alir 1 mlmenit dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi metanol dalam fase gerak, maka waktu tambat kofein semakin singkat. Hal ini disebabkan oleh
kekuatan pelarut dimana pada fase terbalik konsentrasi metanol yang lebih besar akan mengakibatkan fase gerak semakin kuat sehingga proses elusi terjadi lebih
cepat. Jumlah lempeng yakni efisiensi kolom merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menilai kualitas pemisahan kromatografi.
Tabel 1. Data Hasil Analisis Kofein Baku 60ppm Pada Berbagai Perbandingan
Komposisi Fase Gerak Perbandingan Fase Gerak
Waktu tambat menit
Asym Jumlah
Lempeng Teoritis N
Metanol Aquabidest
10 90
8,61 1,56
5955 30
70 8,14
1,30 6542
40 60
5,71 1,95
3578 50
50 4,17
1,80 2481
Dari Tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa waktu tambat yang optimal adalah pada menit ke-8.Pemilihan waktu tambat didasarkan pada perbandingan fase
gerak dengan nilai asymetris terkecil dan jumlah lempeng teoritis yang terbesar. Oleh karena itu, semakin besar jumlah lempeng yang dihasilkan akan
menunjukkan bahwa kolom mampu memisahkan komponen dalam campuran dengan baik berarti efisiensi kolom besar Gandjar dan Rohman, 2007.
Universitas Sumatera Utara
4.2 Analisis Kualitatif