11
al., 2005, Evan 2000, Helliwell and Whiteman, 2004, sehingga terjadi kerusakan membran sel Singh, 1992 sel-sel otot Witt et al.,1992 termasuk sel otak dan
hati Barbosa et al., 2009. Pada laki-laki stres oksidatif merupakan faktor penting yang dapat
menimbulkan penurunan produksi testosteron pada saat pematangan testis. Peningkatan Nitric Oxide NO yang sering dikaitkan dengan peningkatan Lipid
peroksidase pada berbagai jenis stres, juga menyebabkan penurunan sekresi testosteron Turner et al., 2008 . Untuk mencegah ataupun memperbaiki
kerusakan sel tersebut, maka tubuh mempunyai sistem pertahanan antioksidan.
2.2. LATIHAN FISIK DAN STRES OKSIDATIF
Latihan fisik akan berpotensi untuk menimbulkan ketidakseimbangan antara radikal bebas dengan antioksidan, yaitu saat antioksidan tidak dapat
mengatasi radikal bebas yang terbentuk selama latihan fisik. Situasi ini dikenal sebagai stres oksidatif.
Stres okisidatif yang dihasilkan dari latihan fisik dapat menyebabkan kerusakan enzim, reseptor protein, membran lipid, dan DNA. Di dalam otot,
mitokondria merupakan salah satu sumber substansi reaktif seperti superoksida, hidrogen peroksida, dan radikal hidroksil. Substansi oksigen reaktif merupakan
ancaman serius terhadap sistem pertahanan antioksidan seluler dan meningkatkan kerentanan jaringan terhadap kerusakan oksidatif Leeuwenburgh Heinecke,
Universitas Sumatera Utara
12
2001. Ada indikasi yang jelas bahwa latihan fisik berpotensi meningkatkan produksi radikal bebas dan menyebabkan stres oksidatif Margaritis et al., 2003.
Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa latihan fisik intensitas sedang dapat meningkatkan produksi radikal bebas melebihi kapasitas pertahanan
antioksidan dan menimbulkan stres oksidatif Alessio, 1993, sedangkan menurut Ji 2002, latihan fisik yang tidak melelahkan nonexhaustive dapat menginduksi
stres oksidatif ringan yanng menstimulasi ekspresi enzim-enzim antioksidan tertentu. Peningkatan enzim-enzim antioksidan biasanya membutuhkan latihan
fisik yang teratur. Leeuwenburgh Heinecke 2001 menemukan bahwa latihan fisik selama 10 minggu dapat meningkatkan aktivitas glutathion peroxidase dan
superoxide dismutase pada otot vastus lateralis.
2.3. RADIKAL BEBAS DAN STRES OKSIDATIF
Radikal bebas mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan di bagian luar, orbitnya yang memungkinkannya menyerang
komponen sel. Radikal bebas terjadi karena sebagaian besar penyakit diawali oleh adanya reaksi oksidasi yang berlebihan dalam tubuh. Tampaknya, oksigen
merupakan sesuatu yang parodoksial dalam kehidupan. Molekul ini sangat dibutuhkan oleh organisme aerob karena memberikan energi pada proses
metabolisme dan respirasi, namun pada berbagai penyakit dan kondisi degeneratif, seperti aging, artritis, kanker, dan lain-lain Marx, 1985. Reaksi
oksidatif terjadi setiap saat di dalam tubuh. Reaksi ini mencetuskan terbentuknya
Universitas Sumatera Utara
13
radikal bebas yang aktif, yang dapat merusak struktur serta fungsi sel. Namun, reaktifitas radikal bebas itu dapat dihambat oleh sistem antioksidan yang
melengkapi sistem kekebalan tubuh. Meningkatnya radikal bebas dalam tubuh dapat ditunjukkan oleh rendahnya aktivitas enzim antioksidan dan tingginya kadar
malondialdehid MDA dalam plasma Zakaria et al., 2000; Winarsi et al., 2003. Dengan meningkatnya usia seseorang, sel-sel tubuh mengalami degenerasi, proses
metabolisme terganggu, dan respon imun juga menurun. Semua faktor ini dapat memicu munculnya berbagai penyakit degeneratif. Oleh sebab itu, tubuh kita
memerlukan suatu substansi penting, yakni antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dan menekan dampak negatifnya.
Sebagian besar radikal bebas yang terbentuk in vivo berasal dari reactive oxygen species ROS atau reactive nitrogen species. ROS terdiri atas oksigen
berbasis radikal bebas, misalnya superoksida O2 ⎯ , hidroksil OH⎯, alkoksil
RO ⎯, peroksil ROO⎯ dan hidroperoksil ROOH. Konsekuensi dari radikal
bebas berupa kecendrungan memperoleh elektron dari substansi lain menjadikan radikal bebas sangat reaktif. Meski demikian, tidak semua jenis oksigen reaktif
merupakan radikal bebas, misal, oksigen singlet tunggal dan H
2
O
2.
Jika oksigen direduksi oleh enzim sitokrom oksidase menjadi air akan diperoleh 4 buah
elektron. Meski demikian elektron juga dapat diperoleh secara satu persatu melalui reduksi univalen yang mungkin bertanggung jawab atas 1-5 total
konsumsi oksigen. Moleku-molekul molekular di dalam reduksi univalen bersifat sangat reaktif dan berpotensi merusak jaringan. Molekul tersebut adalah radikal
bebas super oksida, hidrogen peroksida, dan radikal bebas hidroksil. Unsur yang
Universitas Sumatera Utara
14
disebut terakhir ini bersifat sangat toksis tetapi memiliki masa hidup singkat. Oleh karena itu radikal bebas hidroksil akan bekerja didekat tapak asal pembuatannya
melalui rekasi penton dan Haber-Weiss yang dikatalisis Fe
2+
. Sumber spesies reaktif lain adalah xantin oksidase, yang menghasilkan superoksida misalnya:
selama cedera reperfusi pada organ iskemik, dan siklooksigenase serta lipoksigenase yang menghasilkan radikal hidroksil serta peroksil. Superoksida
juga dapat dibentuk saat xenobiotik dimetabolisasi oleh sitokrom P450. Karena bersifat sangat reaktif, sebagian besar struktur sel bersifat sangat rentan termasuk
membran, protein struktural, enzim serta asam nukleat yang dapat menyebabkan mutasi dan kematian sel. Robert K Murray et all., 2003
2.4. ANTIOKSIDAN DAN STRES OKSIDATIF