Pengaruh Pemberian Tocopherol Terhadap Kadar Testosteron, Jumlah Sperma, dan Berat Testis Mencit Jantan Dewasa (Mus musculus L.) Yang Mendapat Latihan Fisik Maksimal

(1)

PENGARUH PEMBERIAN TOCOPHEROL

TERHADAP KADAR TESTOSTERON, JUMLAH SPERMA DAN BERAT TESTIS MENCIT JANTAN DEWASA ( Mus musculus L.)

YANG MENDAPAT LATIHAN FISIK MAKSIMAL

TESIS

ZULFAHRI 087008021 / BM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU BIOMEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2011


(2)

PENGARUH PEMBERIAN TOCOPHEROL

TERHADAP KADAR TESTOSTERON, JUMLAH SPERMA DAN BERAT TESTIS MENCIT JANTAN DEWASA ( Mus musculus L.)

YANG MENDAPAT LATIHAN FISIK MAKSIMAL

TESIS

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Biomedik dalam Program Studi Magister Ilmu Biomedik

Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

ZULFAHRI 087008021 / BM

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

Judul Tesis : PENGARUH PEMBERIAN TOCOPHEROL TERHADAP KADAR TESTOSTERON, JUMLAH SPERMA DAN BERAT TESTIS MENCIT JANTAN DEWASA (Mus musculus L.)YANG MENDAPAT LATIHAN FISIK MAKSIMAL

Nama Mahasiswa : Zulfahri Nomor Pokok : 087008021 Program Studi : Ilmu Biomedik

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Em. dr. Yasmaeni Yazir) Ketua

(Prof. Dr.Drs. Syafruddin M.Biomed) Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

(dr. Yahwardiah Siregar, PhD) (Prof. Gontar A. Siregar, Sp.PD-KGEH)

 


(4)

Tanggal lulus : 15 Juli 2011 Telah diuji pada tanggal : 15 Juli 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Em. dr. Yasmeini Yazir

Anggota : 1. Prof. Dr. drs. Syafruddin Ilyas, M.Biomed 2. Prof. dr. Gusbakti Rusip, M.Sc, PKK, AIFM 3. dr. Kamajaya, Msc, Sp.And


(5)

ABSTRAK

Salah satu efek dari latihan fisik maksimal terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas merupakan suatu atom atau molekul yang tidak mempunyai pasangan elektron dan dapat merusak molekul-molekul penting bagi fungsi seluler. Pada kondisi stress oksidatif, radikal bebas akan menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid membran sel dan merusak organisasi membran sel. Seperti rusaknya sel-sel Leydig dalam testis sehingga menyebabkan kurangnya hormon testosteron yang dihasilkan dan menyebabkan gangguan spermatogenesis.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemberian tocopherol terhadap fungsi testis akibat stres oksidatif yang ditimbulkan dari latihan fisik maksimal pada mencit jantan dewasa (Mus musculus

L.). Penelitan menggunakan mencit (Mus musculus L.) jantan yang dibagi dalam 5 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 5 ekor, P0: Mencit tidak diberi perlakuan (kelompok Kontrol), P1: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 35 hari, P2: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal ditambah aquades 0,5 ml selama 35 hari, P3: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 20 hari lalu diberikan vitamin E 2mg dan Latihan Fisik Maksimal, P4: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal dan Vitamin E 2 mg selama 35 hari. Pada akhir perlakuan sesuai dengan kelompok, dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan testosteron, berat testis dan jumlah sperma mencit.

Hasil penelitian ini menunjukkan tocopherol meningkatkan kadar testosteron dan jumlah sperma mencit jantan dewasa yang mendapatkan latihan fisik maksimal secara nyata (p<0,05). Tocopherol meningkatkan berat testis mencit jantan dewasa yang mendapat latihan fisik maksimal, tetapi tidak nyata (p>0,05). Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan penambahan dosis vitamin E dan lama pemberian.

Kata Kunci: Testosteron, Berat Testis, Jumlah sperma, Tocopherol, Latihan Fisik Maksimal, Mencit.


(6)

ABSTRACT

One of the effect maximum physical exercise formation of free radicals. Free radicals are an atom or molecule that has no pairs of electrons and can damage the molecules essential for cellular function. In conditions of oxidative stress, free radicals will cause lipid peroxidation of cell membranes and damage the cell membrane organization. As the destruction of Leydig cells in the testes, causing the resulting lack of the hormone testosterone and cause disruption of spermatogenesis.

The purpose of this study was to find out how the effect of tocopherols on testicular function due to oxidative stress generated from maximum exercise in adult male mice (Mus musculus L.). Research using mice (Mus musculus L.) males who were divided into 5 groups, each group consisted of 5repetitions, P0: Mice given no treatment (control group), P1: Mice were treated maximum physical exercise for 35 days, P2: Mice were given maximum physical exercise treatment aquades plus 0.5 ml for 35 days, P3: Mice were treated maximum physical exercise for 20 days and then given vitamin E 2mg and maximum physical exercise, P4: Mice were treated maximum physical exercise and Vitamin E 2 mg for 35 days. At the end of treatment according towith the group, by checking on the content of testosterone ,testis weight and sperm counts of mice .

The results of this study indicate tocopherol increases testosterone levels and sperm counts of adult male mice who received the maximum physical exercise significantly (p<0.05). Tocopherol increased adult testis weight of male mice that received the maximum physical exercise, but no significant (p>0.05). For further research needs to be additional doses of vitamin E and long delivery.

Keywords: Testosterone, testis weight, sperm count, tocopherols, maximum physical exercise, Mice.


(7)

iii 

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah peneliti ucapkan kepada Allah swt Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan berkah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian dengan judul ”Pengaruh Pemberian Tocopherol Terhadap Kadar Testosteron, Jumlah Sperma, dan Berat Testis Mencit Jantan Dewasa (Mus

musculus L.) Yang Mendapat Latihan Fisik Maksimal yang menjadi tesis pada

Program Magister Ilmu Biomedik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Selama proses pelaksanaan penelitian ini penulis memperoleh banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak dan oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof.DR.dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K)., Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof.Dr.Gontar A. Siregar, Sp.PD, KGEH, dalam jabatan sebagai Dekan Fakultas Kedokteran yang juga membawahi Program Studi Ilmu Biomedik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Ilmu Biomedik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang selama ini sangat banyak membantu dalam penulisan dan memberikan masukan dan saran pada penyusunan penelitian yang akan penulis lakukan.


(8)

4. Ibu Prof. Em. Dr. Yasmeini Yazir selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah bersedia banyak meluangkan waktu, masukan, dan pemikiran serta saran-saran selama penyusunan penelitian ini.

5. Bapak Prof. Dr. Drs. Syafruddin Ilyas, M.Biomed, yang telah bersedia meluangkan waktu, masukan serta pemikiran beliau sebagai pembimbing penulis selama menyusun penelitian ini.

6. Istri dan anak-anak penulis (Eliya Suryani, SH, Elviza Fahriani S.Ked, M.Farhan Fachri, dan Haya Fachira) atas segala motivasi, dukungan, semangat serta doanya kepada penulis dalam menjalani proses pendidikan dan juga keikhlasan untuk penyelesaian penelitian ini.

7. Teman-teman seangkatan pada Program Study Biomedik 2008, Ilmu Biomedik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, terima kasih atas segala bantuan, kerjasama dan juga pemikirannya untuk penulisan penelitian yang akan penulis lakukan.

Harapan penulis, semoga kiranya proses pendidikan yang penulis jalani ini dapat memberikan manfaat baik bagi penulis sendiri dan bagi orang lain. Akhirul kalam, penulis sangat berterima kasih atas masukan, saran dan kritikan dari semua pihak guna perbaikan dari penelitian ini.

Medan, Juli 2011

Penulis


(9)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Zulfahri

2. Tempat/tanggal lahir : Medan, 27 Juli 1958

3. Agama : Islam

4. Status : Menikah

5. Nama Istri : Ellya Suryani, SH

6. Alamat : Jl. Harapan Pasti G.Sederhana No.7 Medan 7. Telepon / Hp : 061- 7872411 , 0811657914

8. Pendidikan :

 SD Negri 2 Kuala : 1965 - 1971

 SMP Negri Kuala : 1972 - 1974

 SMAN Kesatria Medan : 1975 - 1977

 S1 Fakultas Kedokteran UISU Medan : 1978 - 1986

9. Pekerjaan :

 Kepala Puskesmas Kota Nopan Tapsel : 1994 – 1997

 Kepala Puskesmas Unimed : 1998 – sampai saat ini

 Staf pengajar FIK UNIMED : 2008 – sampai saat ini


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK . ... i

ABSTRACT …. ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP . ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL . ... ix

DAFTAR SKEMA . ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN . ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Landasan Teori ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 6

1.4.1. Tujuan Umum ... 6

1.4.2. Tujuan Khusus ... 6

1.5. Hipotesis ... 6

1.6. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Latihan Fisik ... 8

2.2. Latihan Fisik dan Stres Oksidatif ... 11

2.3. Radikal Bebas dan Stres Oksidatif ... 12

2.4. Antioksidan dan Stres Oksidatif ... 14

2.4.1. Antioksidan Enzimatis ... 15

2.4.2. Antioksidan Non Enzimatis ... 15

2.5. Tocopherol ... 17


(11)

vii 

2.6.1. Testis ... 22

2.6.2. Fungsi Testis dan Testosteron ... 23

2.6.3. Tubulus Seminiferus Testis ... 24

2.6.4. Spermatogenesis ... 25

2.6.5. Efek Stress Oksidatif Terhadap Fungsi Reproduksi Pria ... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan waktu Penelitian ... 29

3.2. Variabel Penelitian ... 29

3.2.1. Variabel Independent ... 29

3.2.2. Variabel Dependent ... 29

3.3. Defenisi Operasional ... 30

3.4. Bahan Penelitian ... 30

3.4.1. Peralatan Utama Penelitian ... 31

3.5. Desain Penelitian ... 31

3.6. Pelaksanaan Penelitian ... 33

3.6.1. Pemeliharaan Hewan Coba ... 33

3.6.2. Pemberian Latihan Fisik Maksimal ... 34

3.6.3. Pemberian Tocopherol ... 34

3.6.4. Pengambilan Testosteron . ... 35

3.6.5. Pengamatan ... 35

3.7. Analisis Data ... 38

3.8. Jadwal Penelitian ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil ... 40

4.1.1. Kadar Testosteron Plasma Mencit . ... 40


(12)

4.1.3. Berat Testis Mencit . ... 45

4.2. Pembahasan ... 48

4.2.1. Kadar Testosteron Plasma Mencit . ... 48

4.2.2. Jumlah Sperma Mencit . ... 50

4.2.3. Berat Testis Mencit . ... 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan . ... 55

5.2. Saran ….. ... 55 DAFTAR PUSTAKA


(13)

ix 

DAFTAR TABEL

Tabel 1 ………. ... 39

Tabel 2 ... ... 40

Tabel 3 ……… ... 43


(14)

DAFTAR SKEMA


(15)

xi 

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 ... 37

Gambar 2 ... 42

Gambar 3 ... 45


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 ………... 61 Lampiran 2 ……… 67 Lampiran 3 ……… 70

 

               


(17)

ABSTRAK

Salah satu efek dari latihan fisik maksimal terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas merupakan suatu atom atau molekul yang tidak mempunyai pasangan elektron dan dapat merusak molekul-molekul penting bagi fungsi seluler. Pada kondisi stress oksidatif, radikal bebas akan menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid membran sel dan merusak organisasi membran sel. Seperti rusaknya sel-sel Leydig dalam testis sehingga menyebabkan kurangnya hormon testosteron yang dihasilkan dan menyebabkan gangguan spermatogenesis.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemberian tocopherol terhadap fungsi testis akibat stres oksidatif yang ditimbulkan dari latihan fisik maksimal pada mencit jantan dewasa (Mus musculus

L.). Penelitan menggunakan mencit (Mus musculus L.) jantan yang dibagi dalam 5 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 5 ekor, P0: Mencit tidak diberi perlakuan (kelompok Kontrol), P1: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 35 hari, P2: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal ditambah aquades 0,5 ml selama 35 hari, P3: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 20 hari lalu diberikan vitamin E 2mg dan Latihan Fisik Maksimal, P4: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal dan Vitamin E 2 mg selama 35 hari. Pada akhir perlakuan sesuai dengan kelompok, dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan testosteron, berat testis dan jumlah sperma mencit.

Hasil penelitian ini menunjukkan tocopherol meningkatkan kadar testosteron dan jumlah sperma mencit jantan dewasa yang mendapatkan latihan fisik maksimal secara nyata (p<0,05). Tocopherol meningkatkan berat testis mencit jantan dewasa yang mendapat latihan fisik maksimal, tetapi tidak nyata (p>0,05). Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan penambahan dosis vitamin E dan lama pemberian.

Kata Kunci: Testosteron, Berat Testis, Jumlah sperma, Tocopherol, Latihan Fisik Maksimal, Mencit.


(18)

ABSTRACT

One of the effect maximum physical exercise formation of free radicals. Free radicals are an atom or molecule that has no pairs of electrons and can damage the molecules essential for cellular function. In conditions of oxidative stress, free radicals will cause lipid peroxidation of cell membranes and damage the cell membrane organization. As the destruction of Leydig cells in the testes, causing the resulting lack of the hormone testosterone and cause disruption of spermatogenesis.

The purpose of this study was to find out how the effect of tocopherols on testicular function due to oxidative stress generated from maximum exercise in adult male mice (Mus musculus L.). Research using mice (Mus musculus L.) males who were divided into 5 groups, each group consisted of 5repetitions, P0: Mice given no treatment (control group), P1: Mice were treated maximum physical exercise for 35 days, P2: Mice were given maximum physical exercise treatment aquades plus 0.5 ml for 35 days, P3: Mice were treated maximum physical exercise for 20 days and then given vitamin E 2mg and maximum physical exercise, P4: Mice were treated maximum physical exercise and Vitamin E 2 mg for 35 days. At the end of treatment according towith the group, by checking on the content of testosterone ,testis weight and sperm counts of mice .

The results of this study indicate tocopherol increases testosterone levels and sperm counts of adult male mice who received the maximum physical exercise significantly (p<0.05). Tocopherol increased adult testis weight of male mice that received the maximum physical exercise, but no significant (p>0.05). For further research needs to be additional doses of vitamin E and long delivery.

Keywords: Testosterone, testis weight, sperm count, tocopherols, maximum physical exercise, Mice.


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Aktifitas fisik merupakan kegiatan hidup yang dikembangkan dengan harapan dapat memberikan nilai tambah berupa peningkatan kualitas, kesejahteraan dan martabat manusia. Aktifitas fisik dapat memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan seperti psikologis, sosial, ekonomi, budaya, politik dan fungsi biologis. Terhadap fungsi biologis Aktifitas fisik merupakan modulator dengan spektrum pengaruh yang luas dan dapat terjadi pada berbagai tingkat fungsi..

Latihan fisik yang teratur bila dilakukan sebagai bagian dari gaya hidup sehat akan banyak bermanfaat untuk kesehatan dan dapat mengurangi resiko penyakit kardiovascular, osteoporosis dan penyakit degeneratif lainnya. Dalam hal ini salah satu mekanisme yang ikut berperan adalah berkurangnnya jaringan lemak, perubahann profil lipid, hormonal dan peningkatan fungsi dari mitokhondria. Latihan fisik dapat juga akan meningkatkan fungsi dari otot – otot, mempertahankan massa otot serta memperbaiki sistem adaptasi kardiovaskular .

Latihan fisik juga dapat menimbulkan atau memicu ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dengan antioksidan tubuh, yang disebut sebagai stres oksidatif (Leewenburgh dan Heinecke, 2001). Menurut Ji (1999), selama latihan fisik maksimal, konsumsi oksigen didalam tubuh dapat meningkat sampai


(20)

20 kali. Sedangkan konsumsi oksigen oleh serabut otot diperkirakan meningkat sampai 100 kali lipat. Peningkatan konsumsi oksigen inilah yang mengakibatkan terjadinya peningkatan produksi radikal bebas yang dapat menimbulkan kerusakan sel. Stres oksidatif adalah suatu keadaan dimana produksi radikal bebas melebihi antioksidan system pertahanan selular (Agarwa et al.,2005, Evas 2000, Helliwell and whiteman, 2004), sehingga terjadi kerusakan membran sel (Singh, 1992) sel-sel otot (Witt et al.,1992) termasuk sel otak dan hati (Barbosa et.al., 2009).

Pada laki-laki, stres oksidatif diduga merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan menurunkan produksi testosteron. Peningkatan Nitric Oxide (NO) yang sering dikaitkan dengan peningkatan Lipid peroksidase pada berbagai jenis stres. Kemudian juga menyebabkan penurunan sekresi testosteron (Turner

et al., 2008). Untuk mencegah ataupun memperbaiki kerusakan sel tersebut,

maka tubuh mempunyai sistem pertahanan antioksidan.

Sistem pertahanan tubuh terhadap radikal bebas meliputi komponen antioksidan endogen seperti superoxide dismutase (SOD), glutation peroksidase (GPX), dan katalase, dapat menghilangkan radikal bebas secara enzimatik dan antioksidan eksogen, yang besarnya tergantung pada masukan diet. Meskipun tubuh secara alamiah dapat mengatasi peningkatan radikal bebas akan tetapi pada kondisi tertentu misalnya latihan fisik yang berat, antioksidan endogen kurang mencukupi, sehingga tubuh memerlukan antioksidan dari luar.

Ada indikasi bahwa tocopherol mampu mengatasi stres oksidatif akibat latihan fisik. Efek antioksidan dari tocopherol dapat menguntungkan bagi tubuh,


(21)

terutama dengan tujuan mencegah atau mengatasi stes oksidatif akibat latihan fisik maksimal. Tocopherol dapat mencegah dampak buruk litihan fisik maksimal dengan cara mengikat atau menangkap senyawa oksigen reaktif yang dihasilkan selama latihan fisik. Vitamin E mengendalikan peroksidasi lemak dengan menyumbangkan hydrogen kedalam reaksi, dan menyekat aktivitas tambahan yang dilakukan oleh peroksida, sehingga menghambat reaksi berantai dan bersifat membatasi kerusakan (Haryatmi,2003).

Dari uraian diatas dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan, yaitu apakah setiap pelaku latihan fisik maksimal memerlukan antioksidan berupa tocopherol, apakah terhindar dari stres oksidatif sebagi akibat latihan fisik maksimal apabila mengkonsumsi tocoopherol, apakah stres oksidatif akibat latihan berat maksimal dapat berpengaruh terhadap kadar testosteron, jumlah sperma dan berat testis.

1.2. Perumusan Masalah

Apakah aktifitas fisik maksimal dapat mempengaruhi kadar testosteron, jumlah sperma dan berat testis sebagai petunjuk adanya kerusakan sel. Apakah ada pengaruh pemberian tocopherol terhadap kadar testosteron, jumlah sperma dan berat testis yang mendapat aktifitas fisik maksimal?

1.3.Landasan Teori

Latihan fisik maksimal dapat mengakibatkan timbulnya radikal bebas yang lebih besar dari pada sistem antioksidan tubuh sehingga terjadi stres oksidatif.


(22)

Stres oksidatif yang dihasilkan dari latihan fisik dapat menyebabkan kerusakan enzym, reseptor protein, membrane lipid, dan DNA. Di dalam otot, mitokhondria merupakan salah satu sumber substansi reaktif seperti superoksida, dan radikal hidroksil. Substansi oksigen reaktif merupakan ancaman terhadap sistem pertahanan antioksidan selluler dan meningkatkan kerentanan jaringan terhadap kerusakan oksidatif (leewenburgh & Heinecke, 2001).

Radikal bebas didefinisikan sebagai atom atau molekul yang tidak mempunyai pasangan elektron (Cuzzocrea et al., 2001). Radikal bebas mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan di luar orbitnya yang memungkinkan menyerang komponen sel. Selama metabolis oksidatif, sebagian besar oksigen yang dikonsumsi akhirnya akan terikat dengan hidrogen membentuk air. Oleh karena proses ini tidak 100% efektif, 4-5 persen oksigen tidak secara komplet tereduksi dan membentuk radikal bebas, yang pada gilirannya membentuk produksi oksigen yang berbahaya. Jika radikal bebas menyerang membran sel, suatu reaksi berantai yang disebut peroksidasi lipid menyebabkan kerusakan sel.

Hal ini kemudian menyebabkan peroksidase lipid meningkat yang berakibat turunnya kadar testostron, jumlah sperma, dan berat testis. Oleh karena vitamin E (tocopherol) bersifat sebagai antioksidan dengan cara ”memakan” radikal bebas dan menghambat peroksidase lipid, maka diharapkan dengan pemberian tocopherol dapat menghambat terjadinya peroksidase lipid yang

kemudian mencegah penurunan kadar testosteron jumlah sperma dan berat testis. (Skema 1)


(23)

Latihan Fisik  Latihan Fisik 

Tocopherol 

5  Radikal Bebas 

Peroksidase Lipid     Stress oksidatif 

Kadar Testosteron  

Radikal Bebas  

Stress oksidatif 

Peroksidase Lipid  

Kadar Testosteron   

Jumlah Sperma       Jumlah Sperma   

Berat Testis          Berat Testis   

Skema 1 : Landasan teori Pengaruh Pemberian Tocopherol Terhadap Kadar Testosteron, Jumlah Sperma, Berat Testis Dan Mencit Jantan Dewasa Yang Mendapat latihan Fisik Maksimal


(24)

1.4.Tujuan Penelitian.

1.4.1.Tujuan umum

Untuk mengetahui bagaimana pengaruh tocopherol terhadap fungsi testis akibat stres oksidatif yang mendapat latihan fisik maksimal pada Mencit jantan dewasa (Mus musculus L.)

1.4.2.Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh pemberian tocopherol terhadap kadar testosteron mencit jantan dewasa yang mendapat latihan fisik maksimal.

b. Untuk mengetahui pengaruh pemberian tocopherol terhadap berat testis mencit jantan dewasa yang mendapat latihan fisik maksimal.

c. Untuk mengetahui pengaruh pemberian tocopherol terhadap jumlah sperma mencit jantan dewasa yang mendapat latihan fisik maksimal.

1.5. Hipotesis Ho :

a. Tidak ada pengaruh pemberian tocopherol terhadap kadar testosteron mencit jantan dewasa yang mendapatkan latihan fisik maksimal.

b. Tidak ada pengaruh pemberian tocopherol terhadap peningkatan jumlah sperma mencit jantan dewasa yang mendapatkan latihan fisik maksimal.

c. Tidak ada pengaruh pemberian tocopherol terhadap peningkatan berat testis mencit jantan dewasa yang mendapatkan latihan fisik maksimal.


(25)

Ha :

a. Ada pengaruh pemberian tocopherol terhadap peningkatan kadar testosteron mencit jantan dewasa yang mendapatkan latihan fisik maksimal .

b. Ada pengaruh pemberian tocopherol terhadap peningkatan jumlah sperma mencit jantan dewasa yang mendapat latihan fisik maksimal.

c. Ada pengaruh pemberian tocopherol terhadap peningkatan berat testis mencit jantan dewasa yang mendapat latihan fisik maksimal.

1.6. Manfaat Penelitian

a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai informasi ilmiah mengenai efek tocopherol pada stres oksidatif akibat latihan fisik maksimal.

b. Dapat dipertimbangkan dalam upaya memberikan dukungan terhadap pemberian tocopherol untuk mencegah atau mengurangi efek negatif akibat latihan fisik maksimal.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. LATIHAN FISIK

Saat latihan fisik akan terjadi peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan ini akan mencapai maksimal saat penambahan beban kerja tidak mampu lagi meningkatkan konsumsi oksigen. Hal ini dikenal dengan konsumsi oksigen maksimum (VO2 max). Sesudah VO2 max tercapai, kerja ditingkatkan dan dipertahankan hanya dalam waktu singkat dengan metabolisme anaerob pada otot yang latihan. Secara teoritis, VO2 max dibatasi oleh cardiac output, kemampuan sistem respirasi untuk membawa oksigen darah, dan kemampuan otot yang bekerja untuk menggunakan oksigen. Faktanya, pada orang normal (kecuali atlet pada yang sangat terlatih), cardiac output adalah faktor yang menentukan VO2 max (Vander et al., 2001).

Latihan harus memperhatikan persiapan fisik, teknik, taktik serta psikis.

Latihan fisik untuk tujuan kebugaran jasmani harus dilakukan secara teratur (Bompa, 1990). Agar latihan fisik berpengaruh terhadap peningkatan kebugaran jasmani, maka latihan harus memperhatikan takaran latihan. Menurut Giam & The (1992), takaran latihan meliputi frekuensi, intensitas, lama latihan, dan jenis latihan. Latihan fisik aerobik sebaiknya dilakukan dengan frekuensi 3 x per minggu. Intensitas latihan dengan tujuan meningkatkan kebugaran fisik dilakukan


(27)

pada 60 – 85 % denyut nadi maksimal. Efek latihan fisik terhadap kebugaran jasmani umumnya terlihat setelah 8 sampai 12 minggu (Fox et al., 1993).

Olahragawan paling banyak melakukan latihan fisik aerobik intensitas sedang. Latihan fisik aerobik intensitas sedang bermanfaat untuk meningkatkan kapasitas kardiovaskular dan meminimalkan terjadinya cedera. Latihan fisik aerobik intensitas sedang adalah latihan fisik dengan beban kerja dibawah konsumsi oksigen maksimal subjek. Pada latihan fisik aerobik intensitas sedang, sistem energi aerobik menyediakan hampir seluruh energi yang dibutuhkan untuk kerja otot. Asam laktat dihasilkan dalam kecepatan yang cukup lambat selama latihan dan dioksidasi atau diubah kembali menjadi glikogen di hati (kecepatan pembentukan asam laktat seimbang dengan kecepatan pengubahan asam laktat). Jadi, di bawah kondisi steady-state, akumulasi laktat minimal. Latihan aerobik sangat baik untuk meningkatkan kapasitas sistem kardiovaskular. Latihan ini membutuhkan penggunaan setidaknya 50% massa otot tubuh dalam latihan yang ritmis, selama minimal 15 sampai 20 menit, 3 sampai 5 kali seminggu, dan mencapai 60-70% kapasitas maksimum (Brooks and Fahey, 1995).

Latihan secara aerobik dapat meningkatkan volume oksigen maksimum (VO2max). Jika melakukan latihan fisik secara aerobik dengan teratur,maka produksi asam laktat menjadi lebih sedikit sehingga respon fisiologi tubuh mengalami perubahan konsumsi oksigen dan produksi karbondioksida (CO2) menjadi lebih sedikit,sehingga ventilasi secara dramatis menurun. Walaupun ventilasi menurun,tekanan karbondioksida (PCO2) dan pH arteri tetap normal pada saat melakukan latiahan fisik maksimal (Casaburi, 1992).


(28)

Latihan fisik yang teratur akan memberikan efek yang menguntungkan dalam pencegahan dari berbagi penyakit seperti diabetes melitus, hipertensi, kanker, obesitas, osteoporosis dan kematian dini. Selain efek menguntungkan juga selama latihan fisik akan memberikan efek yang merugikan, dimana akan terjadi kerusakan struktural atau reaksi imflamsi pada otot yang bisa terjadi pada beberapa usia dan juga pada atlet yang secara produktif memproduksi radikal bebas (Barbarosa et al., 2009).

Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang tidak berpasangan dan sangat reaktif (Clarkson and Thompson, 2000). Radikal bebas juga merupakan produk normal dari proses metabolisme. Selama proses dioksidasi makanan dalam tubuh untuk menghasilkan energi, terbentuk sejumlah radikal bebas juga. Radikal bebas berfungsi untuk memberikan perlindungan terhadap tubuh dari serangan bakteri dan parasit, juga menyerang sasaran yang lebih spesifik pada asam lemak tak jenuh ganda membran sel, struktur sel, dan deoksiribonukleat (DNA).

Latihan fisik juga dapat menimbulkan atau memicu ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dan system pertahanan anti oksidan yang disebut sebagai stres oksidatif (Leewenburgh dan Heinecke, 2001). Menurut Ji (1999), selama latihan fisik maksimal, dimana konsumsi oksigen didalam tubuh dapat meningkat sampai 20 kali, sedangkan konsumsi oksigen pada tingkat serabut otot diperkirakan meningkat sampai 100 kali. Peningkatan oksigen inilah yang mengakibatkan terjadinya peningkatan produksi radikal bebas yang dapat menimbulkan kerusakan sel. Stres oksidatif adalah suatu keadaan dimana produksi radikal bebas melebihi antioksidan system pertahan selular (Agarwa et


(29)

11  al., 2005, Evan 2000, Helliwell and Whiteman, 2004), sehingga terjadi kerusakan membran sel (Singh, 1992) sel-sel otot (Witt et al.,1992) termasuk sel otak dan hati (Barbosa et al., 2009).

Pada laki-laki stres oksidatif merupakan faktor penting yang dapat menimbulkan penurunan produksi testosteron pada saat pematangan testis. Peningkatan Nitric Oxide (NO) yang sering dikaitkan dengan peningkatan Lipid peroksidase pada berbagai jenis stres, juga menyebabkan penurunan sekresi testosteron (Turner et al., 2008 ). Untuk mencegah ataupun memperbaiki kerusakan sel tersebut, maka tubuh mempunyai sistem pertahanan antioksidan.

2.2. LATIHAN FISIK DAN STRES OKSIDATIF

Latihan fisik akan berpotensi untuk menimbulkan ketidakseimbangan antara radikal bebas dengan antioksidan, yaitu saat antioksidan tidak dapat mengatasi radikal bebas yang terbentuk selama latihan fisik. Situasi ini dikenal sebagai stres oksidatif.

Stres okisidatif yang dihasilkan dari latihan fisik dapat menyebabkan kerusakan enzim, reseptor protein, membran lipid, dan DNA. Di dalam otot, mitokondria merupakan salah satu sumber substansi reaktif seperti superoksida, hidrogen peroksida, dan radikal hidroksil. Substansi oksigen reaktif merupakan ancaman serius terhadap sistem pertahanan antioksidan seluler dan meningkatkan kerentanan jaringan terhadap kerusakan oksidatif (Leeuwenburgh & Heinecke,


(30)

2001). Ada indikasi yang jelas bahwa latihan fisik berpotensi meningkatkan produksi radikal bebas dan menyebabkan stres oksidatif (Margaritis et al., 2003).

Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa latihan fisik intensitas sedang dapat meningkatkan produksi radikal bebas melebihi kapasitas pertahanan antioksidan dan menimbulkan stres oksidatif (Alessio, 1993), sedangkan menurut Ji (2002), latihan fisik yang tidak melelahkan (nonexhaustive) dapat menginduksi stres oksidatif ringan yanng menstimulasi ekspresi enzim-enzim antioksidan tertentu. Peningkatan enzim-enzim antioksidan biasanya membutuhkan latihan fisik yang teratur. Leeuwenburgh & Heinecke (2001) menemukan bahwa latihan fisik selama 10 minggu dapat meningkatkan aktivitas glutathion peroxidase dan superoxide dismutase pada otot vastus lateralis.

2.3. RADIKAL BEBAS DAN STRES OKSIDATIF

Radikal bebas mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan di bagian luar, orbitnya yang memungkinkannya menyerang komponen sel. Radikal bebas terjadi karena sebagaian besar penyakit diawali oleh adanya reaksi oksidasi yang berlebihan dalam tubuh. Tampaknya, oksigen merupakan sesuatu yang parodoksial dalam kehidupan. Molekul ini sangat dibutuhkan oleh organisme aerob karena memberikan energi pada proses metabolisme dan respirasi, namun pada berbagai penyakit dan kondisi degeneratif, seperti aging, artritis, kanker, dan lain-lain (Marx, 1985). Reaksi oksidatif terjadi setiap saat di dalam tubuh. Reaksi ini mencetuskan terbentuknya


(31)

13 

radikal bebas yang aktif, yang dapat merusak struktur serta fungsi sel. Namun, reaktifitas radikal bebas itu dapat dihambat oleh sistem antioksidan yang melengkapi sistem kekebalan tubuh. Meningkatnya radikal bebas dalam tubuh dapat ditunjukkan oleh rendahnya aktivitas enzim antioksidan dan tingginya kadar malondialdehid (MDA) dalam plasma (Zakaria et al., 2000; Winarsi et al., 2003). Dengan meningkatnya usia seseorang, sel-sel tubuh mengalami degenerasi, proses metabolisme terganggu, dan respon imun juga menurun. Semua faktor ini dapat memicu munculnya berbagai penyakit degeneratif. Oleh sebab itu, tubuh kita memerlukan suatu substansi penting, yakni antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dan menekan dampak negatifnya.

Sebagian besar radikal bebas yang terbentuk in vivo berasal dari reactive oxygen species (ROS) atau reactive nitrogen species. ROS terdiri atas oksigen berbasis radikal bebas, misalnya superoksida (O2 ⎯ ), hidroksil (OH⎯), alkoksil (RO⎯), peroksil (ROO⎯) dan hidroperoksil (ROOH). Konsekuensi dari radikal bebas berupa kecendrungan memperoleh elektron dari substansi lain menjadikan radikal bebas sangat reaktif. Meski demikian, tidak semua jenis oksigen reaktif merupakan radikal bebas, misal, oksigen singlet (tunggal) dan H2O2. Jika oksigen direduksi oleh enzim sitokrom oksidase menjadi air akan diperoleh 4 buah elektron. Meski demikian elektron juga dapat diperoleh secara satu persatu melalui reduksi univalen yang mungkin bertanggung jawab atas 1-5% total konsumsi oksigen. Moleku-molekul molekular di dalam reduksi univalen bersifat sangat reaktif dan berpotensi merusak jaringan. Molekul tersebut adalah radikal bebas super oksida, hidrogen peroksida, dan radikal bebas hidroksil. Unsur yang


(32)

disebut terakhir ini bersifat sangat toksis tetapi memiliki masa hidup singkat. Oleh karena itu radikal bebas hidroksil akan bekerja didekat tapak asal pembuatannya melalui rekasi penton dan Haber-Weiss yang dikatalisis Fe2+. Sumber spesies reaktif lain adalah xantin oksidase, yang menghasilkan superoksida (misalnya: selama cedera reperfusi pada organ iskemik), dan siklooksigenase serta lipoksigenase yang menghasilkan radikal hidroksil serta peroksil. Superoksida juga dapat dibentuk saat xenobiotik dimetabolisasi oleh sitokrom P450. Karena bersifat sangat reaktif, sebagian besar struktur sel bersifat sangat rentan termasuk membran, protein struktural, enzim serta asam nukleat yang dapat menyebabkan mutasi dan kematian sel. ( Robert K Murray et all., 2003)

2.4. ANTIOKSIDAN DAN STRES OKSIDATIF

Tubuh manusia mempunyai beberapa mekanisme untuk bertahan terhadap radikal bebas dan ROS lainnya. Pertahanan yang bervariasi saling melengkapi satu dengan yang lain karena bekerja pada oksidan yang berbeda atau dalam bagian seluler yang berbeda (Tuminah, 2000).

Secara umum pengertian antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam efek negatif oksidan dalam tubuh, bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktifitas senyawa oksidan tersebut dapat dihambat (Winarsih, 2007).


(33)

15 

Antioksidan dikelompokkan menjadi 2, yaitu :

1. Antioksidan enzimatis 2. Antioksidan non enzimatis

2.4.1 Antioksidan Enzimatis

Antioksidan enzimatis merupakan antioksidan endogenus, yang termasuk didalamnya adalah enzim superoksida dismutase (SOD), katalase, glutation peroksidase (GSH-PX), serta glutation reduktase (GSH-R) (Mates dan Jimenez,1999; Tuminah, 2000,). Sebagai antioksidan, enzim-enzim ini bekerja menghambat pembentukan radikal bebas, dengan cara memutuskan reaksi berantai (polimerisasi), kemudian mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil, sehingga antioksidan kelompok ini disebut juga chain-breaking-antioxidant(Winarsih, 2007).

Enzim katalase dan glutation peroksidase bekerja dengan cara mengubah H2O2 menjadi H2O dan O2 sedangkan SOD bekerja dengan cara mengkatalisis reaksi dismutasi dari radikal anion superoksida menjadi H2O2 (Langseth L, 1995; Winarsih 2007).

2.4.2 Antioksidan Nonenzimatis

Antioksidan non-enzimatis disebut juga antioksidan eksogenus, antioksidan ini bekerja secara preventif, dimana terbentuknya senyawa oksigen reaktif dihambat dengan cara pengkelatan metal, atau dirusak pembentukannya


(34)

(Winarsih, 2007). Antioksidan non-enzimatis bisa didapat dari komponen nutrisi sayuran, buah dan rempah-rempah. Komponen yang bersifat antioksidan dalam sayuran, buah dan rempah-rempah meliputi vitamin C, vitamin E, -karoten, flavonoid, isoflavon, flavon, antosianin, katekin dan isokatekin (kahkonen, et al, 1999). Senyawa-senyawa fitokimia ini membantu melindungi sel dari kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas.

Untuk mencegah stres oksidatif akibat latihan fisik, tubuh mempunyai sistem pertahanan antioksidan. Antioksidan ada yang berupa enzim maupun non enzim. Antioksidan enzim yaitu superoxide dismutase (SOD), glutathion peroksidase, dan katalase. Antioksidan non-enzim yang utama adalah glutathion (GSH), vitamin A, Vitamin C, dan Vitamin E.

Cara kerja antioksidan dapat melalui pemecahan reaksi berantai, yang meliputi fase lipid (vitamin E) dan fase air (vitamin C), mengurangi konsentrasi ROS (glutation), menangkap radikal bebas (SOD), dan khelating transition metal (transferin dan seruloplasmin). Antioksidan enzimatik diaktivasi secara selektif selama latihan fisk berat tergantung pada stres oksidatif jaringan dan kapasitas pertahanan antioksidan. Otot skelet mengalami stres oksidatif lebih besar dibandingkan hati atau jantung karena peningkatan produksi ROS. Oleh karena itu, otot membutuhkan perlindungan antioksidan melawan kerusakan oksidatif yang mungkin terjadi selama dan sesudah latihan fisik. SOD, katalase, dan glutation peroksidase merupakan pertahanan primer melawan pembentukan ROS selama latihan fisik, dan aktivitas enzim – enzim ini diketahui meningkat sebagai


(35)

17 

respons terhadap latihan fisik baik pada penelitian binatang maupun manusia (Ji, 1999).

2.5. Tocopherol

Tocopherol adalah bentuk dari α-tokoferol (C29H50O2) termasuk d- atau dL α-tokoferol (C29H50O2). Atau dL α-tokoferol asetat (C31H52O3), atau dL α -tokoferol suksinat (C33H54O5), mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 102,0% masing-masing C29H50O2, C31H52O3, C33H54O5. (Farmakope Indonesia 1998).

Tocopherol pertama kali ditemukan tahun 1922 dan merupakan vitamin yang larut dalam lemak (Burton, 1994). Vitamin ini secara alami memiliki 8 isomer yang dikelompokkan dalam 4 tokoferol (α, , ,δ) dan 4 tokotrienol (α, , ,δ). Bentuk vitamin E ini dibedakan berdasarkan letak berbagai grup metil pada cincin fenil rantai cabang molekul dan ketidakjenuhan rantai cabang (Burton, 1994; Brigelius-Flohe, 1994). α-tokoferol merupakan bentuk tokoferol yang paling aktif dan paling penting untuk aktivitas biologi tubuh, sehingga aktivitas vitamin E diukur sebagai α-tocopherol.

Tocopherol merupakan pertahanan baris pertama terhadap proses peroksidasi asam lemak tak jenuh ganda yang terdapat di dalam fosfolipid membran selular dan subselular. Fosfolipid mitokondria, retikulum endoplasma, serta membran plasma memiliki afinitas terhadap α-tocopherol, dan tocopherol


(36)

tampak terkonsentrasi di tempat-tempat ini. Tocopherol berfungsi sebagai antioksidan, memutus berbagai reaksi rantai radikal bebas karena kemampuannya memindahkan hidrogen fenolat kepada radikal bebas peroksil asam lemak tak jenuh ganda yang terperoksidasi, berikut kerja dari antioksidan memutus rantai yang dimilki tocopherol terhadap radikal peroksil (ROO· + TocOH  ROOH + TocO· dan ROO· + TocO· ROOH + Produk non radikal bebas.

Radikal bebas fenoksi yang terbentuk dapat bereaksi dengan tocopherol untuk menghasilkan kembali tocopherol, atau bereaksi dengan radikal bebas peroksil berikutnya sehingga cincin kromana serta rantai samping dioksidasi menjadi produk bukan radikal bebas. Produk oksidasi ini mengalami konjugasi dengan asam glukoronat melalui gugus 2-hidroksil dan diekskresikan ke dalam getah empedu. Jika bereaksi dengan cara ini tocopherol tidak akan di daur ulang setelah melaksakan fungsinya, tetapi harus sepenuhnya diganti untuk melanjutkan peran biologiknya di dalam sel. Kerja antioksidan tocopherol berlangsung efektif pada konsentrasi oksigen yang tinggi, dan dengan demikian tidaklah mengherankan jika tocopherol tersebut cenderung terkonsentrasi di dalam struktur lipid, yang terpajan pada tekanan parsial O2 paling tinggi, misal membran erotrosit, membran pohon respiratorius, dan retina. Saat ini kebutuhan bagi suplementasi umum dengan salah satu atau seluruh antioksidan di atas belum ditentukan dan keputusan mengenai hal ini masih harus menunggu hasil percobaan intervensi jangka panjang yang kini sedang berlangsung. Meski demikian konsumsi sereal, biji-bijian, buah, dan sayur-sayuran semua merupakan


(37)

19 

sumber antioksidan yang baik dan dianjurkan untuk digalakkan. (Robet K Murray

et al., 2003)

Tocopherol merupakan pemutus rantai peroksida lemak pada membran. Tocopherol mengendalikan peroksida lemak dengan menyumbangkan ion hidrogen ke dalam reaksi, sehingga mengubah radikal peroksil (hasil peroksidasi lipid) menjadi radikal tocopherol yang kurang reaktif, menyekat aktivitas tambahan yang dilakukan oleh peroksida, sehingga memutus reaksi berantai dan bersifat membatasi kerusakan. (Burton, 1984 )

Tocopherol terutama α tocopherol, telah diketahui sebagai antioksidan yang mampu mempertahankan integritas membran. Senyawa tersebut dilaporkan bekerja sebagai Scavenger radikal bebas oksigen, peroksi lipid, dan oksigen singlet (Diplock et al., 1989). Menurut Ascherio,et al., (1992), α tokopherol merupakan bentuk suplemen vitamin E yang paling banyak. Vitamin E berfungsi sebagai donor ion hidroge yang mampu mengubah radikal peroksil (hasil peroksidasi lipid) menjadi radikal tokoferol yang kurang reaktif, sehingga tidak mampu merusak rantai asam lemak.

Helgheim, et al., (1979) juga menyatakan bahwa setelah olah raga berat, aktivitas enzim otot seperti kreatin kinase dan laktat dehidrogenase dalam darah sama halnya pada orang yang mengonsumsi 300 mg vitamin E selama 6 minggu. Namun pada otot yang terluka akibat olah raga, peroksidasi lipid tidak dapat direduksi oleh suplementasi vitamin E 600 IU/hari, yang diberikan 2 hari sebelum dan setelah olah raga (Francis & Hoobler, 1986).


(38)

Tocopherol telah diterima sebagai zat yang efektif secara alamiah sebagai antioksidan pemecah rantai, melindungi membran sel dari radikal bebas yang memediasi gangguan peroksida. Pada binatang percobaan (α-tocopherol merupakan bentuk yang paling aktif dari vitamin E) adalah mengikat membran yang diperkirakan mempunyai dua peran dimana fungsi nukleus phenolic sebagai suatu antioksidan pada permukaan membran ketika penstabil sisi rantai membran dengan sisi dari group metil yang dipaskan kedalam celah yang diakibatkan oleh doubel Cis dalam asam lemak. Maka dari itu molekular dari vitamin E adalah sebagai antioksidan atau berpengaruh sebagai efek stabil membran. ( Bilgehan Dogru Pekiner, 2003).

Penelitian tentang efek antioksidan tocopherol pada hewan percobaan menggunakan berbagai dosis tocopherol berdasarkan berat badan hewan percobaan atau jumlah tocopherol yang dicampur dengan diet. El-Enazi (2007) meneliti efek antioksidan α-tocopherol sebanyak 100mg, 200mg, dan 400mg/kg diet yang dicampurkan dalam pakan dan diberikan selama 5 minggu pada mencit betina dewasa yang mendapat stres panas. Hasilnya menunjukkan bahwa ketiga dosis tocopherol tersebut mampu mengatasi kondisi stres oksidatif pada fungsi reproduksi mencit betina tersebut yang ditandai dengan perbaikan siklus estrus, peningkatan jumlah implantasi atau fetus, dan peningkatan kadar hormon progesteron. Rusdi et al., (2005) mendapatkan adanya efek antioksidan dengan potensi yang sama antara ekstrak kayu secang, tocopherol, dan vitamin C pada jaringan hati mencit. Dalam hal ini pemberian tocopherol 2mg/hari per oral selama 15 hari dapat melindungi jaringan hati dan meningkatkan Status


(39)

21 

Antioksidan Total yang diukur dalam jaringan hati mencit yang terpapar aflatoxin, yaitu toksin yang dihasilkan jamur A.Flavus dan A. Parasticus yang dapat bertindak sebagai radikal bebas dan bersifat hepatotoksik. Wresdiyati et al., (2002) melaporkan pemberian α-tocopherol dengan dosis 60 mg/kg/berat badan/hari selama tujuh hari pada tikus yang mendapat perlakuan stres yaitu dengan cara puasa selama 5 hari dan berenang selama 5 menit/hari menunjukkan peningkatan aktivitas SOD (Superoxide Dismutase).

Kelarutannya :

Bentuk vitamin E tidak larut dalam air, larut dalam ethanol, dapat bercampur dengan eter, aseton, minyak nabati dan klorafaron. (Farmakope Indonesia edisi IV 1998 Depkes RI.

Penelitian tentang efek antioksidan vitamin E pada hewan percobaan menggunakan berbagai dosis vitamin E berdasarkan berat badan hewan percobaan atau jumlah vitamin E yang dicampurkan dalam diet. Al-Enazi (2007) meneliti efek antioksidan α-tokoferol sebanyak 100mg, 200mg dan 400mg/kg diet yang dicampurkan dalam pakan dan diberikan selama 5 minggu pada mencit betina dewasa yang mendapat stres panas. Hasilnya menunjukkan bahwa ketiga dosis tocopherol tersebut mampu mengatasi kondisi stres oksidatif pada fungsi reproduksi mencit betina tersebut yang ditandai dengan perbaikan siklus estrus, peningkatan jumlah implantasi atau fetus, dan peningkatan kadar hormon progesteron. Rusdi et al., (2005) mendapatkan adanya efek antioksidan dengan potensi yang sama antara ekstrak kayu secang, vitamin C, dan vitamin E pada


(40)

jaringan hati mencit. Dalam hal ini pemberian vitamin E 2 mg/hari per oral selama 15 hari dapat melindungi jaringan hati dan meningkatkan status antioksidan total yang diukur dalam jaringan hati mencit yang terpapar aflatoxin, yaitu toksin yang dihasilkan jamur A. Flavus dan A. Parasiticus yang bertindak sebagai radikal bebas dan bersifat hepatotoksik. Wresdiyati et al., (2002) melaporkan pemberian α-tokoferol dengan dosis 60 mg/kg/berat badan /hari selama tujuh hari pada tikus yang mendapat perlakuan stres yaitu dengan cara puasa selama 5 hari dan berenang selama 5 menit/hari menunjukkan peningkatan aktivitas SOD (Superoxide Dismutase) dan menurunkan kadar MDA dalam jaringan hati tikus. Verna et al., (2001) mendapatkan pemberian vitamin E 2 mg/hari per oral selama 45 hari mampu meningkatkan aktivitas enzim superoxide dismutase, glutathione

peroxidase, dan catalase, serta menurunkan kadar MDA testis mencit yang

dipaparkan aflatoxin 25 g/hari per oral selama 45 hari.

2.6.Fisiologi Reproduksi Mencit Jantan

Sistem reproduksi mencit jantan terdiri atas testis, epididimis dan vas deverens, sisa sistem ekskretori pada masa embrio yang berfungsi untuk transport sperma, kelenjar aksesoris, uretra dan penis. Selain uretra dan penis, semua struktur ini berpasangan (Rugh., 1976).

2.6.1. Testis

Testis ditutupi oleh jaringan ikat fibrous, tunika albuginea, testis yang bagian tipisnya atau septa akan memasuki organ untuk membelah menjadi lobus,


(41)

23 

yang mengandung tubulus yang berkelok-kelok disebut tubulus semineferus contortus didalamnya berlangsung proses spermatogenesis. Bagian dimana tunika memasuki testis dan bagian arteri testikular masuk disebut sebagai hilus. Arteri memberi nutrisi setiap bagian testis, dan akan berhubungan dengan vena ketika meninggalkan hilus (Rugh., 1976).

2.6.2. Fungsi Testis dan Testosteron

Secara embriogenesis, testis berkembang dari gonadal ridge yang terletak dorsal dari rongga abdomen. Pada bulan-bulan terakhir kehidupan janin, testis perlahan mulai turun keluar dari rongga abdomen melalui kanalis inguinalis masuk kedalam skrotum. Meskipun waktunya bervariasi proses penurunan testis biasanya selesai pada bulan ketujuh masa gestasi (SherwoodL., 2004).

Testis mempunyai dua fungsinya yaitu spermatogenesis dan steroidogenesis. Sekitar 80% massa testis dari tubulus seminiferosa yang didalamnya berlangsung proses spermatogenesis. Sel Leydig atau sel interstisium yang terletak di extra tubuler, inilah yang mengeluarkan testosteron atau sintesa androgen (Sherwood L., 2004).

Setelah disekresikan oleh testis, kurang lebih 97% dari ikatan lemah dengan plasma albuminatau berikatan kuat dengan beta globulin yang disebut hormon sex binding globulin dan akan bersirkulasi di dalam darah selama 30 menit sampai satu jam. Pada saat itu testosteron di transfer ke jaringan atau di


(42)

degradasikan menjadi produk yang tidak aktif yang kemudian dieksresikan (Sherwood L., 2004).

Secara umum testosteron bertanggung jawab atas perbedaan karakter maskulin dari tubuh. Bahkan pada saat masa janin, testis distimulasi oleh chorionic gonadotropin dari placenta untuk memproduksi testosteron selama perkembangan janin dan sampai 10 minggu atau lebih setelah lahir, setelah itu testosteron tidak diproduksi selama masa kanak-kanak sampai usia kurang lebih 10-13 tahun. Kemudian produksi testoteron akan meningkat dengan cepat dibawah stimulus gonadotropin hormon yang diproduksi oleh hipofise anterior sebagai onset dari pubertas dan berlangsung sepanjang hidup (Sherwood L., 2004).

Efek testosteron dapat dibagi menjadi lima kelompok yaitu; (1) efek pada sistem reproduksi sebelum lahir, (2) efek terhadap jaringan seks spesifik setelah lahir, (3) efek lain yang berhubungan dengan reproduksi, (4) efek terhadap karakteristik seks sekkunder, (5) fungsi non-reproduksi lain (Sherwood L., 2004).

2.6.3. Tubulus Seminiferus Testis

Epitel tubulus seminiferus berada tepat dibawah membran basalis yang dikelilingi oleh jaringan ikat fibrous yang tipis. Antara tubulus adalah stroma interstisial, terdiri ats gumpalan sel leydig atau sel sertoli dan kaya akan darah dan cairan limfe. Sel interstisila testis mempunyai inti bulat yang besar, yang mengandung butiran kasar. Sitoplasmanya bersifat eosinofilik. Dipercaya bahwa jaringan interstisial menguraikan hormon jantan testosteron. Epitel semineferus


(43)

25 

tidak mengandung sel spermatogenik secara eksklusif, tetapi juga mempunyai nutrisi yang menjaga sel sertoli, yang tidak dijumpai di tubuh lain. Sel sertoli bersentuhan dengan dasarnya ke membran basalis dan menuju lumen tubulus seminiferus. Sel sertoli memenjangkan selnya dengan nukleus oval yang besar yang muncul. Dalam nukleus sel sertoli mengandung nukleolus yang banyak, satu bagian terdiri atas badan bersifat asidofilik di sentral dan dua atau lebih yang lain badan bersifat basidofilik di perifer. Sel sertoli diperkirakan mempunyai banyak bentuk tergantung aktivitasnya. Pada masa istirahat berhubungan dekat dengan membran basalis didekatnya dan inti ovalnya paralel dengan membran. Sebagai sel penyokong untuk metamorfosis spermatid menjadi spermatozoa dan retensi sementara dari spermatozoa matang, panang, pirmid dan intinya berada tegak lurus dengan membran basalis (Rugh., 1967).

2.6.4. Spermatogenesis

Sel germinal primordial mencit jantan muncul sekitar 8 hari kehamilan, dengan jumlah hanya 100, yang merupakan awal dari jantan spermatozoa yang akan diproduksi dan masih berada di daerah akstra gonad. Karena sel germinal kaya akan alkalin fosfatase untuk mensuplai energi pergerakannya melalui jaringan embrio, maka sel germinal dapat dikenal dengan teknik pewarnaan. Pada hari ke 9 dan 10 kehamilan sebagian mengalami degenerasi sebagian lagi mengalami proliferasi dan bahkan bergerak (pada hari ke 11 dan 12) ke daerah genitalia. Pada saat itu jumlahnya mencapai sekitar 5000 dan identifikasi testis dapat dilakukan. Proses proliferasi dan difersnsiasi dalam testis, berlangsung di daerah medula. Pada kasus steril, kehilangan sel germinal berlangsung selama


(44)

perjalanan dari bagian ekstragonad menuju daerah genitalia. Menuju akhir masa fetus, aktivitas mitosis sel germinal primordial dlaam bagian genitalia berkurang dan berbagai sel mulai degenerasi menjelang hari ke-19 kehamilan. Tidak berapa lama setelah kelahiran sel tampak lebih besar, yaitu spermatogenia. Setelah itu akan ada spermatogonia dalam testis mencit sepanjang hidupnya. Ada 3 jenis spermatogonia: tipe A, tipe intermediat dan tipe B (Rugh, 1967).

Tipe A adalah induk stem cell yang mampu mengalami mitosis sampai menjadi spermatozoa. Spermatogonia tipe A yang paling besar dan mengandung inti kromatin yang mirip partikel debu halus dan nukleolus kromatin tunggal terletak eksentrik. Kromosom metafasenya panjang dan tipis. Dapat meningkat, melalui spermatogonia intermediat menjadi spermatogonia B yang lebih kecil, lebih banyak, dan mengandung inti kromatin serpihan kasar di atas atau dekat permukaan dalam membran inti. Terdapat plasmosom mirip nukleolus yang terletak di tengah. Kromosom metafase biasanya pendek, bulat, dan mirip kacang. Spermatogonia tipe B membelah dua untuk meningkatkan jumlahnya atau berubah menjadi spermatosit primer, lebih jauh dari membran dasar. Diperkirakan lamanya dari metastase spermatogonia primer, lebihjauh dari membran dasar. Diperkirakan lamanya dari metafase kedua selama 4 hari atau kurang, dan menuju spermatozoa imatur selama 7 hari atau lebih. Maka, waktu dari metastase spermatogonia menjadi spermatozoa imatur paling sedikit 10 hari (Rugh., 1967).

Sel tipe A pertama kali muncul 3 hari setelah kelahiran. Ketika jumlahnya meningkat, sel germinal primordial yang merupakan asalnya dan kemudian berada di samping membran dasar, akan berkurangnya jumlahnya. Meiosis dalam testis


(45)

27 

mulai 8 hari setelah kelahiran. Tanda pertama spermatogonia B akan metamorfosis menjadi spermatosit primer adalah pembesaran dan bergerak menjauhi membran dasar. Spermatosit primer membelah menjadi 2 spermatosit sekunder yang lebih kecil, yang kemudian membelah menjadi 4 spermatid. Mereka mengalami metemorfosis radikal menjadi spermatozoa matur dengan jumlah yang sama, kehilangan sitoplasmanya dan berubah bentuk (Rugh, 1967).

Antara tahap spermatosit primer dan sekunder, materi kromatin harus membelah. Sintesa premeiotik DNA terjadi di spermatosit primer selama fase istirahat dan berkahir sebelum onset profase meiosis, rata-rata selama 14 jam. Tidak ada pembentukan DNA terjadi pada tahap akhir spermatogenesis. Proses spermatogenesis mencit pada dsarnya sama dengan mamalia lain. Satu siklus epitel seminiferus selama 207±6 jam, dan 4 siklus yang mirip terjadi antara spermatogonia A dan spermatozoa matur. Produksi spermatozoa matur dari sel spermatozoa matur, sumber hyaluronidase terkaya, dan enzim ini efektif membubarkan sel cumulus sekitar ovum matur pada saat fertilisasi. Setiap spermatozoa membawa enzim yang cukup untuk membersihkan jalan melalui sel cumulus menuju matriks jel ovum. Bahan asam hialuronik semen cenderung bergabung ke sel granulose sel cumulus, agar kepala sperma dapat disuplai dengan enzim melimpah (Rugh, 1967).

2.6.5 Efek Stres Oksidatif Terhadap Fungsi Reproduksi Pria

Spermatozoa mamalia kaya akan asam lemak tidak jenuh ganda dan karena itu sangat rentan terhadap serangan ROS. Kemampuan ROS dalam


(46)

menurunkan motilitas sperma melalui peroksidasi membran sel sperma yang diinduksi oleh ROS menyebabkan penurunan fleksibilitas dan pergerakan ekor sperma. Peroksidasi lipid membran sel sperma ini dapat terjadi secara enzimatik dan nonenzimatik. Secara enzimatik melibatkan enzim NADPH-cytochrome P450

reductase dan bereaksi dengan kompleks perferryl (ADP-FE3+O2.-). Selain peroksidasi lipid, kerusakan langsung mitokondria sperma oleh ROS yang menyebabkan penurunan ketersediaan energi juga menyebabkan penurunan motilitas sperma (Tremallen, 2008).

ROS juga mampu secara langsung merusak DNA sperma dengan menyerang basa purin dan pirimidin. ROS juga dapat menginisiasi terjadinya apoptosis dalam sperma, menyebabkan aktifnya enzim –enzim caspase untuk mendegradasi DNA sperma (Tremalen, 2008).

Penelitian dengan menggunakan hewan percobaan tikus menunjukkan terjadi penurunan pada parameter sperma (Manna et al., 2004), kerusakan dalam jaringan testis (Laksmi, 2010), peningkatan biomarker penanda stres oksidatif dalam jaringan testis (Manna et al., 2003; Misra et al., 2005) akibat latihan fisik maksimal yaitu berenang sampai hampir tenggelam. Stres oksidatif yang terjadi pada fungsi reproduksi jika tidak dikoreksi pada akhirnya akan menimbulkan gangguan dan bahkan dapat menyebabkan kemandulan atau infertilitas pada pria (Sikka et al., 1995)


(47)

29 

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium FMIPA Universitas Sumatera Utara dan laboratorium klinik Pramita Medan pada bulan Desember 2010 – Januari 2011.

3.2. Variabel Penelitian

3.2.1. Variabel Independent

Aktivitas fisik maksimal

 Tocopherol

3.2.2. Variabel Dependent

a. Kadar testosteron dalam darah b. Jumlah Sperma


(48)

3.3. Definisi Operasional

a. Latihan fisik maksimal : aktivitas fisik yaitu berenang sampai kelelahan. b. Vitamin E : 2 mg α-tokoferol asetat dalam 0,5 ml larutan.

c. Kadar testosteron : jumlah testosteron dalam nano gram yang terdapat dalam 1 ml darah.

d. Jumlah sperma : banyaknya sperma yang diperoleh dari cauda epididimis dalam 1 ml suspensi.

e. Berat Testis : satuan ukuran untuk menyatakan massa jaringan testis (g).

3.4. Bahan Penelitian

Bahan Biologis. Bahan biologis yang akan digunakan dalam penelitian adalah mencit jantan (Mus musculus L.) strain DD Webster dewasa fertil berumur ± 3 bulan dengan berat badan 25-35 gram yang diperoleh dari FMIPA Biologi Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Jumlah hewan coba perkelompok ditentukan ditentukan dengan rumus (t-1) (n-1) ≥ 15 (Federer., 1963). Jika t

adalah jumlah perlakuan (dalam perlakuan ini ada 5 kelompok pelakuan) dan n

adalah jumlah ulangan perkelompok, maka jumlah n yang diharapkan secara (teoritis) adalah 5. Sehingga jumlah keseluruhan hewan coba yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 25 ekor yang dipilih dari hasil perbanyakan untuk keperluan penelitian.


(49)

31 

Bahan Kimia. Bahan kimia yang dibutuhkan pada penelitian ini terdiri atas vitamin E murni (Merck, Germany). Dalam bentuk vitamin E cair (dl-α -tochopherol asetat), aquades, NaCl 0,9%, alkohol 70%.

3.4.1. Peralatan Utama Penelitian

Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas :

a. Axsym system (abbott)

b. Mikropipet 50-200 ul

c. Bak bedah dan dissecting set

d. Kaca arlogi

e. Timbangan sartorius 2402

f. Cawan petri

g. Kamar hitung Improved Neubauer

h. Kaca objek dan mikroskop cahaya

3.5. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental yang didesain mengikuti Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini terdiri atas 5 kelompok perlakuan, yaitu :


(50)

a. Kelompok I (P0) = terdiri dari 5 ekor mencit jantan dewasa yang tidak diberi perlakuan (kelompok kontrol).

b. Kelompok II (P1) = terdiri dari 5 ekor mencit jantan dewasa yang diberi latihan fisik setiap hari selama 35 hari.

c. Kelompok III (P2) = terdiri dari 5 ekor mencit jantan dewasa yang diberi latihan fisik maksimal dan aquades selama 35 hari

d. Kelompok IV (P3) = terdiri dari 5 ekor mencit jantan dewasa yang diberi latihan fisik maksimal setiap hari selama 20 hari pertama, kemudian 15 hari berikutnya diberikan latihan fisik maksimal dan vitamin E 2 mg/hari per oral setiap hari.

e. Kelompok V (P4) = terdiri dari 5 ekor mencit jantan dewasa yang diberi latihan fisik maksimal dan vitamin E 2 mg/hari per oral setiap hari selama 35 hari.


(51)

Mencit ditempatkan ke dalam kelompok secara random.

33 

P4 LFM + Vit. E

P3 LFM LFM + Vit. E

P2 LFM + Aquadest 0,5 ml

P1 Latihan Fisik Maksimal (LFM)

P0 Kontrol

35  hari

0  20

3.6. Pelaksanaan Penelitian

3.6.1. Pemeliharaan Hewan Coba

Mencit diaklimatisasikan selama satu minggu dan ditempatkan di dalam kandang yang terbuat dari bahan plastic (ukuran 30 x 20 x 10 cm) yang ditutup dengan kawat kasa. Dasar kandang dilapisi dengan sekam padi setebal 0,5-1 cm dan diganti setiap tiga hari. Cahaya ruangan dikontrol persis 12 jam terang (pukul 06.00 sampai dengan pukul 18.00) dan 12 jam gelap (pukul 18.00 sampai dengan pukul 06.00), sedangkan suhu dan kelembapan ruangan dibiarkan berada pada kisaran alamiah. Pakan (pelet komersial) dan minum (air PAM) disuplai setiap


(52)

hari secara berlebih. Ethical clearance diperoleh dari Komite Etik Penelitian Dewan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

3.6.2. Pemberian Latihan Fisik Maksimal

Pemberian latihan fisik maksimal dilakukan dengan cara berenang sampai kelelahan (Laksmi, 2010: Jawi et al., 2008: Yu et al., 2006: Leeuwenburgh and LL 1998).

Mencit diberenangkan di dalam wadah kasa (ukuran 100 x 50 x 80 cm) vena diisi dengan air setinggi 60 cm tidak ada jalan keluar. Sebagai usaha untuk keluar dari wadah, maka tikus tersebut akan berenang, menyelam dan memanjat dinding wadah dengan sekuat tenaga.Pada saat mencit berhenti dari segala gerakannya kecuali gerakan untuk bertahan hidup (dalam hal ini mempertahankan kepalanya tetap berada di permukaan air), maka inilah mencit dianggap telah melakukan latihan fisik maksimal dan setelah itu segera dikeluarkan dari wadah, lalu di keringkan dengan handuk sampai bulunya kering dan kembalikan ke dalam kandang.

3.6.3. Pemberian Tocopherol

Tocopherol yang akan diberikan adalah dalam bentuk dl-α-tocoperol asetat yang dilarutkan dalam aquades. Adapun dosis tocopherol yang akan diberikan adalah sebesar 2mg/hari per oral dalam 0,5 ml larutan (Verma et al., 2001).


(53)

35 

3.6.4. Pengambilan Testosteron

Pada awalnya mencit dimatikan dengan cara mendislokasikan leher mencit lalu ditelengkankan kemudian difiksasi dengan peniti pada keempat ekstremitas. Dinding perut dijepit dengan pinset dan digunting pada bagian perut bawah lalu dilebarkan kearah kiri dan kanan dinding perut akan terlihat isi perut lalu dicari diapragma lalu digunting dan akan terlihat jantung kemudian lakukan pengambilan darah dengan spuit insulin melalui ventrikel kiri secara perlahan-lahan.

3.6.5. Pengamatan

Pengamatan dilakukan setelah 35 hari perlakuan, dimana masing-masing hewan coba akan dikorbankan dengan cara melakukan dislokasi dibagian leher dan selanjutnya dibedah. Adapun pengamatan dilakukan sebagai berikut :

a. Pengamatan Kadar Testosteron

Pengamatan dilakukan pada hari ke-35 pada semua kelompok, baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan. Kadar testosteron diperiksa dengan menggunakan metoda MEIA (Microparticle Enzyme Immunoassay). Solid Phase Receptacle (SPR) yang digunakan pada pemeriksaan ini merupakan fase solid seperti pipet. Reagensia pada pemeriksaan ini siap pakai dan tersimpan dalam satu bungkus reagensia strip. Semua lanngkah pemeriksaan ini dilakukan secara otomatis didalam alat.


(54)

Sampel, mikropartikel solut antitestosteron dan agent pemindah testosterone sudah ada didalam pipet sebagai sampel pemeriksaan didalam satu wadah dari reaction vessel (RV/SPR).

Sampel dimasukkan kedalam well yang berisi alkalin pospatase berlabel testosterone (konjugat). Sampel dan konjugat dicampu masuk dan keluar SPR pada waktu tertentu dan kecepatan reaksi tertentu antigen akan dikaitkan dengan antibodi yang telah dilekatkan oleh reaction vessel (RV) dan konjugat membentuk ikatan “sandwich”.

Komponen yang tidak terikat akan dihilangkan pada saat pencucian. Pada langkah akhir reaksi substrat (4-Methyl-umbelliferyl phospat) akan berputar masuk dan keluar RV. Enzyme konjugat katalisator akan menghidrolisa substrat menjadi product flourecent (4-Methyl-umbelliferone). Flouresensi ini diukur pada panjang gelombang 450 nm. Intensitasnya sebanding dengan konsentrasi Testosteron dalam serum.

b. Pengamatan Jumlah Sperma

Pengamatan sperma dilakukan sebagai berikut :

Suspensi sperma yang telah diperoleh terlebih dahulu dihomogenkan. Selanjutnya diambil sebanyak 10 µl sampel dan dimasukkan kedalam kotak-kotak hemositometer Improved Neubauer serta ditutup dengan kaca penutup. Di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400 kali, hemositometer diletakkan dan dihitung jumlah sperma pada kotak/bidang A.B,C,D, dan E. Hasil perhitungan


(55)

jumlah sperma kemudian dimasukkan ke dalam rumus penentuan jumlah sperma/ml suspense sekresi cauda epididimis sebagai berikut :

Jumlah sperma = N / 2 x 105  sperma / ml suspensi 

Dimana N = jumlah sperma yang dihitung pada kotak A,B,C,D, dan E.

Gambar 1. Kamar hitung Improved Neubauer

c. Pengamatan Berat Testis

Pengamatan dilakukan pada hari ke-35 pada semua kelompok baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan. Pengambilan organ testis dilakukan dengan cara menggunting skrotum. Testis dikeluarkan dan dibebaskan dari ligamentum yang mengikat testis, digunting pada kedua ujungnya. Testis tersebut diletakkan pada kaca arlogi, ditimbang dengan alat timbangan Sartorius 2402.


(56)

Berat testis dicatat dalam ketelitian 0,1 mg. Untuk mendapatkan hasil akhir, jumlah berat testis kiri dan kanan dijumlah kemudian diambil rata-ratanya.

3.7. Analisis Data

Semua data dipresentasikan dalam bentuk rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ± SD).

Data yang terdistribusi normal dan homogeny diuji dengan uji ANOVA. Distribusi data yang tidak normal dan atau tidak homogen, dilakukan transformasi data. Setelah data terdistribusi normal maka data diuji dengan uji ANOVA.

Semua analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 15,0. Dalam penelitian ini, hanya perbedaan rata-rata α≤ 0,05 yang dianggap bermakna (signifikan).


(57)

39 

3.8. Jadwal Penelitian

Keseluruhan kegiatan penelitian dari persiapan sampai pada penulisan hasil penelitian adalah lebih kurang delapan minggu. Urutan kegiatan dan jadwal pelaksanaan secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut ini :

MINGGU KE

No KEGIATAN 1 2 3 4 5 6 7

1 Persiapan

2 Pelaksanaan

3 Analisa Data


(58)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL

Berdasarkan pengumpulan data dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat digambarkan pada beberapa grafik histogram yang tertera di bawah ini. Beberapa parameter pengukuran, yakni; (1) Kadar Testosteron Plasma mencit (Mus musculus L.), (2) Jumlah Sperma Mencit, dan (3) Berat Testis mencit.

4.1.1. Kadar Testosteron Plasma mencit (Mus musculus L.)

Hasil pengukuran dan perhitungan kadar testosteron plasma testis mencit jantan dewasa ditampilkan pada Lampiran 1, Tabel 1, dan pada Gambar 2 di bawah ini.

Tabel 2. Rata-rata kadar Testosteron Plasma mencit (Mus musculus L.) setelah perlakuan latihan fisik maksimal (ng/mL)

Perlakuan Kadar testosterone plasma (x±SD) P0 0,11±0,05 P1 0,45±0,85 P2 0,02±0,01 P3 1,06±0,89 P4 0,39±0,48


(59)

Keterangan; x= rata-rata, SD = standar deviasi

 P0 = Mencit tidak diberi perlakuan (kelompok Kontrol),

 P1 = Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 35 hari,

 P2 = Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal ditambah aquades 0,5 ml selama 35 hari,

 P3 = Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 20 hari lalu diberikan tocopherol 2mg dan Latihan Fisik Maksimal,

 P4 = Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal dan tocopherol 2 mg selama 35 hari

Hasil tersebut dapat dibuat grafik histogram seperti yang tertera pada Gambar 2. Pada pengujian normalitas dan homogenitas data, ternyata data testosteron tidak berdistribusi normal dan variansinya tidak homogen, sehingga perlu dilakukan transformasi data. Hasilnya ternyata data menjadi berdistribusi normal tetapi variansi data tetap tidak homogen. Sehingga data diuji dengan uji nonparametrik Kruskal Wallis. Hasil uji menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara kelompok perlakuan. Sehingga dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk melihat perbedaan masing-masing kelompok perlakuan. Hasil ujinya dapat dilihat dari perbedaan notasi pada masing-masing kelompok perlakuan pada Gambar 2.


(60)

a

a

a

a

b

Gambar 2. Kadar Testosteron Plasma Mencit Jantan Dewasa (ng/mL). Keterangan; Grafik histogram pada perlakuan berbeda yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada taraf uji 5%. P0: Mencit tidak diberi perlakuan (kelompok Kontrol), P1: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 35 hari, P2: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal ditambah aquades 0,5 ml selama 35 hari, P3: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 20 hari lalu diberikan tocopherol 2mg dan Latihan Fisik Maksimal, P4: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal dan tocopherol 2 mg selama 35 hari ; ┬ = standar deviasi (SD).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar testosteron plasma tertinggi didapatkan pada P3 (Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 20 hari lalu diberikan tocopherol 2mg dan Latihan Fisik Maksimal), yang berbeda nyata dengan P2 (p<0,05), tetapi tidak berbeda nyata dengan P0, P1, dan P4 (p>0,05). Sedangkan kadar testosteron plasma yang terendah terdapat pada P2 (Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal ditambah aquades 0,5 ml selama


(61)

35 hari) yakni 0,02±0,01 ng/mL, yang berbeda nyata dengan kontrol (P0) dan perlakuan lainnya P1, P3, dan P4 (p<0,05).

4.1.2. Jumlah Sperma mencit

Hasil pengukuran jumlah sperma mencit jantan dewasa ditampilkan pada Lampiran 1, Tabel 1, dan pada Gambar 4 di bawah ini. Hasil perhitungan analisis dari jumlah sperma mencit jantan dewasa untuk semua kelompok perlakuan dan kontrol disajikan pada Lampiran 1. Dari hasil tersebut dapat dibuat grafik histogram seperti yang tertera pada Gambar 4. Pada pengujian normalitas dan homogenitas data, ternyata data berdistribusi normal dan variansinya tidak homogen, sehingga perlu dilakukan transformasi data. Hasilnya tetap didapatkan variansi data yang tidak homogen meskipun data telah ditransformasi.

Tabel 3. Rata-rata Jumlah Sperma mencit (Mus musculus L.) setelah perlakuan latihan fisik maksimal (juta/mL)

Perlakuan Jumlah Sperma (x±SD)

P0 158,90±60,56

P1 67,70±15,45

P2 67,90±10,19

P3 107,40±10,56

P4 96,90±17,33


(62)

Keterangan; x= rata-rata, SD = standar deviasi

 P0 = Mencit tidak diberi perlakuan (kelompok Kontrol),

 P1 = Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 35 hari,

 P2 = Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal ditambah aquades 0,5 ml selama 35 hari,

 P3 = Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 20 hari lalu diberikan tocoperol 2 mg dan Latihan Fisik Maksimal,

 P4 = Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal dan tocopherol 2 mg selama 35 hari

Data memenuhi asumsi pengujian nonparametrik Krusal Wallis. Hasil uji menunjukkan adanya perbedaan antara perlakuan penelitian (p<0,05), sehingga perlu dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk menentukan notasi setiap perlakuan penelitian (perbedaan inter perlakuan). Hasil uji dan notasinya dapat dilihat pada Gambar 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah sperma mencit yang tertinggi didapatkan pada P0 (Mencit tidak diberi perlakuan/kelompok Kontrol) yakni 158,90±60,56 juta/mL, yang berbeda nyata dengan P1 dan P2 (p<0,05), tetapi tidak berbeda nyata dengan P3 dan P4 (p>0,05). Sedangkan jumlah sperma terendah terdapat pada P1 (Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 35 hari) yakni 67,70±15,45 juta/mL berbeda nyata dengan P0, P3, dan P4 (p<0,05), dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya P2 (p>0,05).


(63)

45 

a

 

a

a

 

b

b

Gambar 3. Jumlah Sperma Mencit Jantan Dewasa (mg). Keterangan; P0: Mencit tidak diberi perlakuan (kelompok Kontrol), P1: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 35 hari, P2: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal ditambah aquades 0,5 ml selama 35 hari, P3: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 20 hari lalu diberikan tocopherol 2mg dan Latihan Fisik Maksimal, P4: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal dan tocopherol 2 mg selama 35 hari; ┬ = standar deviasi (SD).

4.1.3. Berat Testis mencit (Mus musculus L.)

Hasil pengukuran dan perhitungan berat testis mencit jantan dewasa ditampilkan pada Lampiran 1 dan Tabel 2. Dari hasil tersebut dapat dibuat grafik histogram seperti yang tertera pada Gambar 3.


(64)

Tabel 4. Rata-rata Berat Testis mencit (Mus musculus L.) setelah perlakuan latihan fisik maksimal (mg)

Perlakuan Kadar testosterone plasma (x±SD) P0 0,10±0,03 P1 0,13±0,03 P2 0,02±0,01 P3 0,14±0,03 P4 0,10±0,04

Keterangan; x= rata-rata, SD = standar deviasi

 P0 = Mencit tidak diberi perlakuan (kelompok Kontrol),

 P1 = Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 35 hari,

 P2 = Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal ditambah aquades 0,5 ml selama 35 hari,

 P3 = Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 20 hari lalu diberikan tocopherol 2mg dan Latihan Fisik Maksimal,

 P4 = Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal dan tocopherol 2 mg selama 35 hari

Pada pengujian normalitas dan homogenitas data, ternyata data testosteron berdistribusi normal tetapi variansi datanya tidak homogen, sehingga perlu dilakukan transformasi data. Hasilnya ternyata data menjadi berdistribusi normal


(65)

tetapi variansi data tetap tidak homogen. Sehingga data diuji dengan uji nonparametrik Kruskal Wallis. Hasil uji menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata antara kelompok perlakuan. Sehingga tidak perlu dilanjutkan dengan uji lanjut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat testis yang berat testis tertinggi didapatkan pada P3 (Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 20 hari lalu diberikan tocopherol 2mg dan Latihan Fisik Maksimal) yakni 0,14±0,03 mg, yang tidak berbeda nyata dengan P0, P1, P2, dan P4 (p>0,05). Sedangkan berat testis terendah didaptkan pada P0 (Mencit tidak diberi perlakuan/kelompok Kontrol) yakni 0,10±0,03 mg, yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya P1, P2, P3, dan P4 (p>0,05).

Gambar 4. Berat Testis Mencit Jantan Dewasa (mg). Keterangan; P0 : Mencit tidak diberi perlakuan (kelompok Kontrol), P1: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 35 hari, P2: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik


(66)

Maksimal ditambah aquades 0,5 ml selama 35 hari, P3: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 20 hari lalu diberikan vitamin E 2mg dan Latihan Fisik Maksimal, P4: Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal dan Vitamin E 2 mg selama 35 hari; ┬ = standar deviasi (SD).

4.2. PEMBAHASAN

4.2.1. Kadar Testosteron Plasma mencit (Mus musculus L.)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar testosteron plasma tertinggi didapatkan pada P3 (Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 20 hari lalu diberikan tocopherol 2mg dan Latihan Fisik Maksimal), yang berbeda nyata dengan P2 (p<0,05), tetapi berbeda tidak nyata dengan P0, P1, dan P4 (p>0,05). Kemungkinan pengaruh penambahan tocopherol pada mencit yang melakukan latihan fisik maksimal dapat meningkatkan kandungan testosteron plasma. Dengan kata lain, pengaruh oksidan yang ditimbulkan oleh latihan fisik maksimal tidak sampai mempengaruhi tocopherol dalam memicu pembentukan testosterone plasma. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Umeda et al., (1982), bahwa tikus yang ditambah tocopherol, mempunyai kandungan FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone) dalam jaringan hipofisis secara nyata lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, tetapi tidak ada peningkatan nyata pada FSH dan LH plasma. Sedangkan tingkat testosteron secara nyata meningkat pada pada dan pada kedua testis tikus. Hal ini juga terjadi pada manusia, bahwa testosteron plasma meningkat pada subjek laki-laki normal


(67)

49 

setelah pemberian tocopherol secara nyata dan respon kadar testosteron plasma untuk HCG (Hormone Chorionic Gonadotropin) secara signifikan lebih tinggi pada saat pemberian tocopherol dari sebelumnya. Hasil ini menunjukkan bahwa tocopherol dapat memainkan peranan penting dan ampuh dalam produksi hormon di poros hipofisis-gonad pada manusia dan tikus. Pada penelitian Manna et al.,

(2004) yang menggunakan 30 tikus disimpulkan bahwa, pemberian tocopherol memulihkan testosteron plasma, Luteinizing Hormone, glutathione peroksidase (GPX), dan glutathione-s-transferase (GST).

Sedangkan kadar testosteron plasma yang terendah terdapat pada P2 (Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal ditambah aquades 0,5 ml selama 35 hari) yakni 0,02±0,01 ng/mL, yang berbeda nyata dengan kontrol (P0) dan perlakuan lainnya P1, P3, dan P4. Kemungkinan latihan fisik maksimal menimbulkan efek radikal bebas sehingga mengganggu produksi testosteron plasma. Seperti hasil penelitian dari Jana et al., (2008) menyatakan bahwa latihan fisik maksimal (berenang) dapat menginduksi stres oksidatif (oksidan). Begitu juga yang dinyatakan Leeuwenburgh and Heinecke (2001) aktifitas fisik maksimal dapat memicu terjadinya ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dan sistem pertahanan antioksidan tubuh, yang dikenal dengan stres oksidatif. Hasil penelitian. Ji (1999) menyatakan bahwa, selama aktifitas maksimal konsumsi oksigen seluruh tubuh meningkat sampai 20 kali, sedangkan konsumsi oksigen pada serabut otot diperkirakan meningkat 100 kali lipat. Peningkatan konsumsi oksigen ini berakibat dengan terjadinya peningkatan produksi radikal bebas sehingga akhirnya dapat menyebabkan kerusakan sel.


(68)

Diperkuat lagi oleh penelitian Manna et al., (2004) pada tikus, yang melakukan latihan fisik maksimal dengan berenang, menimbulkan peningkatan produksi MDA (bukti adanya stres oksidatif) yang berbeda nyata (p<0,05) dengan kontrol (tanpa latihan fisik maksimal/berenang). Dinyatakan juga bahwa stres oksidatif yang timbul karena latihan fisik maksimal tersebut dapat menyebababkan gangguan fungsi sistem reproduksi jantan. Klomberg et al., (2002) menyatakan bahwa salah satu fungsi reproduksi jantan tersebut adalah penghasilan testosteron oleh testis (sel Leydig) yang ikut mensuplai kandungan testosteron plasma.

4.2.2. Jumlah Sperma mencit (Mus musculus L.)

Jumlah sperma mencit tertinggi didapatkan pada P0 (158,90±60,56 juta/mL), yang berbeda nyata (p<0,05) dengan P1 dan P2, tetapi tidak berbeda nyata dengan P3 dan P4. Hal ini membuktikan bahwa kecilnya radikal bebas yang ditimbulkan karena tidak adanya latihan fisik maksimal menyebabkan jumlah sperma tidak terpengaruh nyata. Seperti yang dinyatakan oleh Schürmann et al.,

(2002) dalam kondisi normal (tanpa gangguan yang berarti), produksi sperma berjalan sebagaimana mestinya tanpa gangguan.

Jumlah sperma pada P3 dan P4 tidak berbeda nyata dengan kontrol P0. Ini menandakan bahwa pemberian tocopherol pada saat latihan fisik maksimal dilakukan sangat berpengaruh nyata (p<0,05). Efek antioksidan dari tocoperol terhadap radikal bebas yang terbentuk karena latihan fisk maksimal terbukti dapat ditekan oleh tocopherol. Ini dapat dilihat pada hasil penelitian yang menunjukkan perbedaan yang secara nyata (p<0,05) antara P3 dan P4 (kelompok latihan


(69)

51 

fisik+tocopherol) dengan P1 dan P2 (kelompok letihan fisik maskimal). Hariyatmi (2004) menyatakan bahwa, tocopherol merupakan antioksidan nonenzimatik yang melindungi membran sel dari oksidasi oleh radikal bebas. Tocopherol mengendalikan peroksida lemak dengan menyumbangkan hidrogen ke dalam reaksi yang mampu mengubah radikal peroksil (hasil peroksidasi lipid) menjadi radikal tocopherol yang kurang reaktif, sehingga tidak mampu merusak rantai asam lemak dan selanjutnya melindungi sel dari kerusakan. Acharya et al., (2008)Penelitian yang dilakukan terhadap mencit yang dipaparkan Cadmium (Cd) 1 mg/kg berat badan secara intraperitoneal selama 5 minggu memperlihatkan bahwa pemberian vitamin C 10 mg/kg berat badan maupun tocopherol 100 mg/kg berat badan secara intraperitoneal mampu mengurangi kadar MDA dalam testis dan meningkatkan jumlah sperma disertai penurunan persentase sperma yang berbentuk abnormal. Rao dan Sharma (2001) menemukan adanya efek proteksi oleh tocopherol 2mg/kg berat badan per oral terhadap fungsi reproduksi mencit jantan yang dipaparkan Merkuri 1,25 mg/kg berat badan/hari selama 45 hari yang

ditandai dengan peningkatan dalam jumlah dan motilitas sperma, peningkatan morfologi sperma yang normal serta jumlah sperma yang hidup. Ini menunjukkan bahwa tocopherol sebagai antioksidan mampu melindungi atau memperbaiki fungsi reproduksi mencit jantan yang terpapar oleh berbagai zat penginduksi stres oksidatif.

Jumlah sperma mencit yang terendah pada P1 (67,70±15,45) yang berbeda nyata (p<0,05) dengan P0, P3, dan P4, tetapi tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan P2. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh radikal bebas yang dihasilkan pada


(70)

latihan fisik maksimal sehingga menyebabkan peroksidasi lipid pada membran plasma sperma sehingga menimbulkan kematian pada sperma yang akhirnya jumlah sperma menjadi sedikit.

Latihan fisik maksimal dapat menyebabkan terjadinya stres oksidatif pada tikus (Senturk et al., 2001) dan manusia (Sonneborn and Barbee, 1998; Pedersen and Hoffman-Goetz, 2000; Senturk et al., 2005; Escobar et al., 2009). Aktivitas fisik yang berlebihan dapat menyebabkan timbulnya stres oksidatif melalui peningkatan pembentukan ROS yang berasal dari metabolisme aerobik sel-sel otot selama aktivitas fisik tersebut (Peake et al., 2006). Menurut Manna et al., (2004), ROS yang terbentuk selanjutnya dapat menyerang jaringan dan organ tubuh, termasuk organ reproduksi. Penelitian terhadap beberapa kelompok tikus jantan yang mendapat perlakuan renang dengan intensitas yang berbeda-beda selama 1 jam, 2 jam, atau 3 jam didapati penurunan jumlah sperma, motilitas sperma, kadar plasma testosteron, kadar LH, penurunan kadar enzim superoxide dismutase

(SOD), catalase, glutathione peroxidase (GPX), dan glutathione-S-transferase

(GST) bersamaan dengan peningkatan kadar MDA dalam testis tikus.

4.2.3. Berat Testis mencit (Mus musculus L.)

Berat testis mencit tertinggi didapatkan pada P3 (Mencit diberi perlakuan Latihan Fisik Maksimal selama 20 hari lalu diberikan tocopherol 2mg dan Latihan Fisik Maksimal) yakni 0,14±0,03 mg, tetapi tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan perlakuan lainnya (P0, P1, P2, dan P4). Kemungkinan karena aktivitas pro-oksidan/radikal bebas hasil latihan fisik maksimal dapat dilindungi oleh


(1)

Ranks

5 7.60 38.00 5 3.40 17.00 10

5 6.80 34.00 5 4.20 21.00 10 Kelompok P1 P2 Total P1 P2 Total Jumlah_Sp T_plasma

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statisticsb

2.000 6.000 17.000 21.000 -2.193 -1.392 .028 .164 .032a .222a Mann-Whitney U

Wilcoxon W Z

Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

Jumlah_Sp T_plasma

Not corrected for ties. a.

Grouping Variable: Kelompok b.

Ranks

5 4.40 22.00 5 6.60 33.00 10

5 4.40 22.00 5 6.60 33.00 10 Kelompok P1 P3 Total P1 P3 Total Jumlah_Sp T_plasma

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statisticsb

7.000 7.000

22.000 22.000

-1.149 -1.149

.251 .251

.310a .310a Mann-Whitney U

Wilcoxon W Z

Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

Jumlah_Sp T_plasma

Not corrected for ties. a.

Grouping Variable: Kelompok b.

Ranks

5 7.60 38.00 5 3.40 17.00 10

5 5.00 25.00 5 6.00 30.00 10 Kelompok P1 P4 Total P1 P4 Total Jumlah_Sp T_plasma

N Mean RankSum of Ranks

Test Statisticsb

2.000 10.000 17.000 25.000 -2.193 -.525 .028 .599 .032a .690a Mann-Whitney U

Wilcoxon W Z

Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

Jumlah_Sp T_plasma

Not corrected for ties. a.

Grouping Variable: Kelompok b.

Ranks

5 3.00 15.00 5 8.00 40.00 10

5 3.20 16.00 5 7.80 39.00 10 Kelompok P2 P3 Total P2 P3 Total Jumlah_Sp T_plasma

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statisticsb

.000 1.000

15.000 16.000

-2.611 -2.417

.009 .016

.008a .016a Mann-Whitney U

Wilcoxon W Z

Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

Jumlah_Sp T_plasma

Not corrected for ties. a.

Grouping Variable: Kelompok b.


(2)

Ranks

5 5.60 28.00 5 5.40 27.00 10

5 3.40 17.00 5 7.60 38.00 10 Kelompok P2 P4 Total P2 P4 Total Jumlah_S T_plasma

N Mean RankSum of Ranks

Test Statisticsb

12.000 2.000 27.000 17.000 -.104 -2.227 .917 .026 1.000a .032a Mann-Whitney U

Wilcoxon W Z

Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

Jumlah_Sp T_plasma

Not corrected for ties. a.

Grouping Variable: Kelompok b.

Ranks

5 8.00 40.00 5 3.00 15.00 10

5 6.80 34.00 5 4.20 21.00 10 Kelompo P3 P4 Total P3 P4 Total Jumlah_S T_plasma

N Mean RankSum of Ranks

Test Statisticsb

.000 6.000 15.000 21.000 -2.611 -1.358 .009 .175 .008a .222a Mann-Whitney U

Wilcoxon W Z

Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

Jumlah_Sp T_plasma

Not corrected for ties. a.

Grouping Variable: Kelompok b.


(3)

Lampiran 2. Dokumentasi Penilitian

Gambar 1 . Mencit Jantan Dewasa (

Mus musculus,

L)


(4)

Gambar 3. Pengambilan darah dari jantung mencit jantan dewasa

Gambar 4. Mencit jantan dewasa yang diseksi abdomen untuk pengambilan

sampel darah yang diambil langsung dari jantung.


(5)

Gambar 5. Diruang Laboratorium Klinik Pramita untuk pemeriksaan kadar

testosterone yang menggunakan alat axsym system (abbott).


(6)

Lampiran 3.

Surat

 

Rekomendasi

 

Persetujuan

 

Etik

 

Penelitian

 

Kesehatan

 


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Vitamin E Terhadap Gambaran Histologis Tubulus Proksimal Ginjal Pada Mencit Betina Dewasa (Mus musculus L) Yang Mendapat Latihan Fisik Maksimal

0 59 66

Pengaruh Paparan Asap Rokok Elektrik Terhadap Motilitas, Jumlah Sel Sperma Dan Kadar MDA Testis Mencit Jantan (Mus musculus, L.)

10 92 71

Pengaruh Pemberian Vitamin E Terhadap Jumlah, Morfologi Dan Motilitas Sperma Serta Kadar Malondialdehyde (MDA) Testis Mencit Jantan Dewasa (Mus musculus L) Yang Mendapat Latihan Fisik Maksimal

0 66 81

Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Jumlah Sel Leydig Dan Jumlah Sperma Mencit Jantan Dewasa ( Mus musculus, L. ) Yang Dipapari Monosodium Glutamate (MSG)

0 62 54

Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Jumlah Sperma Dan Morfologi Sperma Mencit Jantan Dewasa (Mus musculus, L.) Yang Dipaparkan Monosodium Dlutamate (MSG)

4 35 78

Pengaruh Aktivitas Fisik Maksimal Terhadap Jumlah Dan Hitung Jenis Leukosit Pada Mencit (Mus musculus L) Jantan

0 29 101

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP BERAT TESTIS, JUMLAH SEL LEYDIG, DAN DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS MENCIT (Mus musculus L)JANTAN DEWASA YANG DIINDUKSI MONOSODIUM GLUTAMAT

2 33 97

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN E TERHADAP JUMLAH SPERMATOZOA MENCIT JANTAN MUS MUSCULUS YANG MELAKUKAN AKTIVITAS FISIK MAKSIMAL

0 17 90

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN E TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS TUBULUS PROKSIMAL GINJAL PADA MENCIT BETINA DEWASA (Mus musculus L) YANG MENDAPAT LATIHAN FISIK MAKSIMAL

0 0 7

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG PUTIH TERHADAP PENURUNAN KADAR MALONDIALDEHYDE (MDA) EJAKULAT - Studi Experimental pada Mencit Jantan Dewasa (Mus Musculus Linnaeus) yang Mendapat Latihan Fisik Maksimal - Unissula Repository

0 0 6