Pengaruh Temperatur Pembakaran dalam Pembuatan Abu dari Kulit Buah Pisang Kepok (Musa paradisiaca Linn cv. ‘Saba’) sebagai Sumber Alkali

(1)

LAMPIRAN 1

DATA HASIL PENELITIAN

Kadar kulit pisang : 66,67 %

Sampel kulit kering pisang : 15 gram.

Hasil sampel furnace sampling 0,5 g diekstrak dengan aquadest sebanyak 5 ml. V sampling yang digunakan : 5 ml

Asam yang digunakan : asam asetat (CH3COOH) Konsentrasi asam : 0,1 N

L1.1 Data Berat Rendemen Abu yang Diperoleh

Tabel L1.1 Data Berat Rendemen Abu yang Diperoleh Waktu

(Jam)

Suhu (°C)

Berat Kulit Pisang Kering (g) Berat Abu (g) Rendemen Abu (%) 3 450 15

4,27 28,50

500 2,60 17,31

550 1,80 11,98

600 1,69 11,29

5

450 2,78 18,50

500 1,92 12,80

550 1,73 11,53

600 1,65 11,01

L1.2 Data Analisis Normalitas Ekstrak Abu

Tabel L1.2 Data Analisis Normalitas Ekstrak Abu Waktu (Jam) Suhu (°C) Sampling (ml) Volume Asam Asetat (0,1 N)

Normalitas (N)

3

450

5

1,7 0,034

500 1,8 0,036

550 3,0 0,06


(2)

5

450

5

2,4 0,048

500 2,8 0,056

550 3,1 0,0622

600 2,8 0,056

L1.3 Data Analisis pH Ekstrak Abu

Tabel L1.3 Data Analisis pH Ekstrak Abu Waktu

(Jam)

Suhu (°C)

Sampling (ml) pH

3

450

5

10,0

500 10,3

550 11,1

600 10,8

5

450 10,4

500 10,7

550 11,2

600 11,0

L1.4 Data Analisis Daya Hantar Listrik Ekstrak Abu

Tabel L1.4 Data Analisis Daya Hantar Listrik Ekstrak Abu Waktu (Jam) Suhu (°C) Sampling (ml)

Daya Hantar Listrik (µS/cm)

3

450

5

279,3

500 280

550 287,7

600 285,5

5

450 281,1

500 282,7

550 295,9


(3)

L1.5 Data Analisis Kadar K2O di dalam Abu

Tabel L1.5 Data Analisis Kadar K2O di dalam Abu Waktu (Jam) Suhu (°C) Sampling Abu (g) Kadar K2O (%) 3 450 0,5 31,33

500 43,11

550 57,90

600 59,07

5

450 45,65

500 51,90

550 61,80

600 43,98

L1.6 Data Analisis Kadar K2CO3 di dalam Abu

Tabel L1.6 Data Analisis Kadar K2CO3 di dalam Abu Waktu (Jam) Suhu (°C) Sampling (ml)

Volume HCl 0,1 N indikator

phenolptalein (ml)

Volume HCl 0,1 N indikator metil

jingga (ml)

3

450

25

4,1 5,0

500 3,7 6,0

550 4,2 5,6

600 4,0 8,4

5

450 3,1 6,0

500 3,3 4,2

550 4,2 12,5


(4)

Tabel L1.7 Data Analisis Kadar K2CO3 di dalam Abu (Lanjutan) Waktu

(Jam)

Suhu (°C)

Volume ekstrak (ml)

Kadar K2CO3 (%)

3

450 80,0 13,40

500 92,0 16,46

550 92,0 24,84

600 73,0 21,90

5

450 92,0 16,68

500 92,0 22,84

550 91,0 15,5


(5)

LAMPIRAN 2

CONTOH PERHITUNGAN

L2.1 Perhitungan Kadar Air Kulit Buah Pisang

Kadar air kulit buah pisang : Berat awal kulit = 28,1 gr Berat akhir kulit = 5,2 gr Kadar air kulit pisang = , ,

, × 100%

= ,

, × 100%

= 81,49 %

L2.2 Perhitungan Rendemen Abu

Rendemen abu pada waktu pembakaran 3 jam dengan suhu 450 °C Berat awal sebelum pembakaran = 15 gr

Berat akhir setelah pembakaran = 4,2747 gr

Rendemen Abu (%) =

= = 13,33 %

L2.3 Perhitungan Normalitas Ekstrak Abu

Sampel Abu = 0,5 gr

Aquades = 5 ml

V1 = Sampling titrasi = 5 ml N2 = Nasam asetat (CH3COOH) = 0,1 N

Pada ekstrak abu hasil pembakaran pada waktu 3 jam dengan suhu 450 °C, diperoleh volume titrasi asam asetat (CH3COOH) = 1,7 ml

Ngrek basa = Ngrek asam N = M × e


(6)

N1 × V1 = N2 × V2

e × M1 × V1 = e × M2 × V2 1 × M1 × 5 = 1 × 0,1 × 1,7 M1 = 0,034 mol/mL

N1 = M1 × e

= 0,034 × 1 = 0,034 N

L2.4 Perhitungan Kadar K2CO3

Kadar K2CO3 pada waktu pembakaran 3 jam dengan suhu 450 °C • Jumlah mol bikarbonat

nCO = HCl × (V HCl dengan metil orange − V HCl dengan pp)

nCO = 0,1 × (5,0 − 4,1)

nCO = 0,09 mmol

• Massa KHCO3 dalam 25 ml ekstrak

massa KHCO = n HCO × mr KHCO

1000 massa KHCO =

0,09 × 100 1000

massa KHCO = 0,009 gram

• Massa KHCO3 dalam ekstrak

massa KHCO =

)*++* ,-./01*2*) )2 34+56*4 ×7829)3 34+56*4

)2 massa KHCO =

:,:: ;6*) × : )2

massa K O dalam K CO = 0,1432 gram • Massa K2O dalam KHCO3

massa K O = )6 ,>/

×)6 ,-./0 × massa KHCO dalam ekstrak

massa K O = 94

200× 0,0288


(7)

• Massa K2O dalam abu

% K O dalam abu = massa K O dalam abu

massa abu yang diektraksi× 100%

31,33% =massa K O dalam abu

0,5 × 100% massa K O dalam abu

= 0,1567 gram • Massa K2O dalam K2CO3

massa K O dalam K CO

= massa K O dalam abu − massa K O dalam KHCO

massa K O dalam K CO = 0,1567 − 0,0135 massa K O dalam K CO = 0,1432 gram • Massa K2CO3 dalam ekstrak

massa K CO dalam ektrak =mr K CO

mr K O × massa K O dalam K CO

massa K CO dalam ektrak =

F × 0,1432

massa K CO dalam ektrak = 0,2102 gram

massa K CO dalam abu = 0,2102 − 0,1432

massa K CO dalam abu = 0,067 gram

• Persentase K2CO3 dalam abu

%K CO dalam abu = massa K CO dalam abu

massa abu yang diektraksi× 100%

%K CO dalam abu =0,067

0,5 × 100%


(8)

LAMPIRAN 3

DOKUMENTASI PERCOBAAN

L3.1 Kulit Pisang Kepok

Gambar L3.1 Kulit Buah Pisang Kepok

L3.2 Kulit Pisang Kepok Kering


(9)

L3.3 Pembakaran Kulit Pisang Kepok Kering Menggunakan Muffle Furnace

Gambar L3.3 Pembakaran Kulit Pisang Kepok Kering Menggunakan Muffle Furnace

L3.4 Hasil Pembakaran Kulit Pisang Kepok Kering

Gambar L3.4 Hasil Pembakaran Kulit Pisang Kepok Kering

L3.5 Sampling Abu Hasil Pembakaran


(10)

L3.6 Penentuan Konsentrasi Basa Ekstrak Abu

Gambar L3.6 Penentuan Konsentrasi Basa Ekstrak Abu

L3.7 Pengukuran pH Ektrak Abu Menggunakan pH Meter


(11)

L3.8 Pengukuran Konduktivitas Larutan Menggunakan Conductivity Meter


(12)

L4.1 Hasil Analisis

Gambar

LAMPIRAN 4

HASIL ANALISIS K

2

O

K2O


(13)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Luqman, Nuskha Amri. 2012. Keberadaan Jenis dan Kultivar serta

Pemetaan Persebaran Tanaman Pisang (Musa sp.) pada Ketinggian yang Berbeda di Pegunungan Kapur Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen. Program

Studi Biologi, Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

[2] Arvitrida, Niniet Indah. 2008. Simulasi Koordinasi Supply Chain Pisang:

Studi Kasus Pisang Mas dari Lumajang. Jurusan Teknik Industri, Fakultas

Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

[3] BPS. 2015. Produksi Tanaman Buah-Buahan. Badan Pusat Statistik. [4] Zuhal, Jeni Zhillullahi Reka. 2013. Pengaruh Ekstrak Kacang Hijau

sebagai Sumber Nitrogen pada Pembuatan Nata de Banana dari Kulit Pisang.

Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

[5] Babayemi, J.O.; Dauda, K.T.; Nwude, D.O.; dan Kayode, A.A.A.. 2010a.

Evaluation of the Composition and Chemistry of Ash and Potash from Various Plant Materials. Journal of Applied Sciences, Vol. 10, No. 16, Hal.1820-1824.

Asian Network for Scientific Information.

[6] Babayemi, J.O.; Dauda, K.T.; Nwude, D.O.; Kayode, A.A.A.; Ajiboye, J.A.; Essien, E.R.; dan Abiona., O.O.. 2010b. Determination of Potash Alkali and

Metal Contents of Ashes Obtained from Peels of some Varieties of Nigeria Grown Musa Species. BioResources, Vol. 5, No. 3, Hal.1384-1392.

[7] Onyegbado, C.O.; Iyagba E.T.; dan Offor O.J. 2002. Solid Soap

Production using Plantain Peel Ash as Source of Alkali. Journal of Applied

Science and Environmental Management, Vol. 6, No. 1, Hal. 73-77. JASEM. [8] Olabanji, I. Oluremi; Oluyemi, E. Ayodele; and Ajayi, O. Solomon. 2012.

Metal Analyses of Ash Derived Alkalis from Banana and Plantain Peels (Musa spp.) in Soap Making. African Journal of Biotechnology, Vol. 11, No. 99, Hal.

16512-16518. Academic Journals.

[9] Ogundrian, Mary B.; Babayemi, J.O.; dan Nzeribe, Chima G.. 2011.

Determination of Metal Content and an Assessment of the Potential Use of Waste Cashew Nut Ash (CNSA) as a Source For Potash Production. BioResources, Vol.

6, No. 1, Hal.529-536.

[10] Siahaan, Satriyani; Hutapea, Melvha; dan Hasibuan, Rosdanelli. 2013.

Penentuan Kondisi Optimum Suhu dan Waktu Karbonisasi pada Pembuatan Arang dari Sekam Padi. Jurnal Teknik Kimia, Vol. 2, No 1. Hal. 26-30.

[11] Singanusong, Riantong; Tochampa, Worasit; Kongbangkerd, Teeraporn; dan Sodchit, Chiraporn. 2013. Extraction and Properties of Cellulose from


(14)

Banana Peels. Suranaree Journal of Science and Technology, Vol. 21, No. 3, Hal.

201-213, Suranaree University of Technology.

[12] Rattanavichai, Wutti dan Cheng Winton. 2015. Dietary Supplement Of

Banana (Musa acuminata) Peels Hot-Water Extract to Enhance The Growth, Anti-Hypothermal Stress, Immunity and Disease Resistance Of The Giant Freshwater Prawn, Macrobrachium rosenbergii. Fish & Shellfish Immunology,

No. 43, Hal. 415-426. Elsevier Ltd.

[13] Imam, Mohammad Zafar dan Akter, Saleha. 2011. Musa paradisiaca L.

and Musa sapientum L. : A Phytochemical and Pharmacological Review. Journal

of Applied Pharmaceutical Science, Vol. 1, No. 5, Hal. 14-20. JAPS.

[14] Delviana, Willy. 2011. Penetapan Kadar Kalium dan Natrium pada

Pisang (Musa paradisiaca, L) secara Spektrofotometri Serapan Atom. Program

Ekstensi Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan. [15] Lubis, Minda Sari. 2011. Penggunaan Maltodekstrin Hasil Hidrolisis Pati

Pisang pada Formulasi Sediaan Orally Disintegrating Tablet (ODT). Program

Studi Magister dan Doktor Ilmu Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.

[16] Lim, T.K.. 2012. Musa acuminata × balbisiana (ABB Group) ‘Saba’. Edible Medicinal And Non-Medicinal Plants, Vol. 3, Fruits, Hal. 544-547. Springer Science+Business Media B.V.

[17] Wachirasiri, Phatcharaporn; Julakarangka, Siripan; dan Wanlapa, Sorada. 2009. The Effects of Banana Peel Preparations on the Properties of Banana Peel

Dietary Fibre Concentrate. Songklanakarin Journal of Science and Technology,

Vol. 31, No. 6, Hal. 605-611, Prince of Songkla University.

[18] Buanarinda, Tiara Puspa; Rahmawati, Nur; Ainun, Iqbal; Arysta; dan Hidayah, Rusly. 2014. Pembuatan Biosorben Berbahan Dasar Sampah Kulit

Pisang Kepok (Musa acuminate) yang Dikemas Seperti Teh Celup. Prosiding

Seminar Nasional Kimia, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya.

[19] Solidum, Judilynn N.. 2011. Characterization of Saba Peels. International Journal of Chemical and Environmental Engineering, Vol.2, No.3, Hal. 147-152. WARP.

[20] Dewati, Retno. 2008. Limbah Kulit Pisang Kepok sebagai Bahan Baku

Pembuatan Ethanol. UPN ”Veteran” Jatim.

[21] Ravi, M. R.; Jhalani, Anurag; Sinha, Sanjiv; Ray, Anjan. 2004.

Development of a semi-empirical model for pyrolysis of an annular sawdust bed.

Jurnal Analysis Application Pyrolysis, No. 71, Hal. 353–374, Elsevier B. V. [22] Laird, David A.; Brown, Robert C.; Amonette, James E.; dan Lehmann, Johannes. 2009. Review of the Pyrolysis Platform for Coproducing Bio-oil and


(15)

Biochar. Biofuels, Bioprod. Bioref., No. 3, Hal. 547-562, John Wiley & Sons,

Ltd.

[23] Winanti, Meiga Setyo dan Hanim, Damas Masfuchah. Pabrik Bio-Oil dari

Jerami Padi dengan Proses Pirolisis Cepat Teknologi Dynamotive. Program Studi

DIII Teknik Kimia, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

[24] McKendry, Peter. 2001. Energy Production from Biomass (Part 1):

Overview of Biomass. Bioresource Technology Vol. 83, Hal. 37–46. Elsevier

Science Ltd.

[25] Jenkins, B.M.; Baxter, L.L.; Miles Jr, T.R.; dan Miles, T.R.. 1998.

Combustion Properties of Biomass. Fuel Processing Energy, No. 54, Hal 17-46.

Elsevier Science B.V.

[26] James, Adrian K.; Thring, Ronald W.; Helle, Steve; dan Ghuman, Harpuneet S. 2012. Ash Management Review-Applications of Biomass Bottom

Ash. Energies, No. 3, Hal 3856-3873.

[27] Misra, Mahendra K.; Ragland, Kenneth W.; dan Baker, Andrew J.. 1993.

Wood Ash Composition As a Function of Furnace Temperature. Biomass and

Bioenergy, Vol. 4, No.2, Hal. 113. Pergamon Press Ltd.

[28] Joller, M.; Brunner, T.; dan Obernberger, I. 2004. Modeling of Aerosol

Formation during Biomass Combustion in Grate Furnaces and Comparison with Measurements. Energy & Fuels, No. 19, Hal. 311-323. American Chemical

Society.

[29] Baxter, L.L.; Miles , T.R.; Miles Jr, T.R..; Jenkins, B.M.; Dayton, D.; Milne, T.; Bryers , R.W.; dan Oden, L.L.. 1996. The Behavior of Inorganic

Material in Biomass-fired Power Boilers-field and Laboratory Experiences.

Alkali deposits found in biomass power plants, National Renewable Energy Laboratory, Hal. 1424-1444. Springer Science+Business Media Dordrecht 1997. [30] Pels, Jan R.; de Nie, Danielle S.; dan Kiel, Jacob H.A.. 2005. Utilization of

Ashes from Biomass Combustion and Gasification. European Biomass Conference

& Exhibition.

[31] Purnama, Hari Surya.2014. Pengaruh Waktu dan Suhu Pembakaran dalam

Pembuatan Abu dari Kulit Buah Markisa sebagai Sumber Alkali. Departemen

Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

[32] Ragland, K.W.; Aerts, D.J.; dan Baker, A.J.. 1991. Properties of Wood for

Combustion Analysis, Bioresources Technology, No. 37, Hal. 161-168. Elsevier

Science Publishers Ltd.

[33] Tirono, M; Sabit, Ali. 2011. Efek Suhu Pada Proses Pengarangan


(16)

[34] Hendri, Yasni Novi; Gusnedi; dan Ratnawulan. 2015. Pengaruh Jenis

Kulit Pisang dan Variasi Waktu Fermentasi terhadap Kelistrikan dari Sel Accu dengan Menggunakan Larutan Kulit Pisang. Pillar of Physics, Vol. 6. Hal.

97-104.

[35] Perry, Robert. H. dan Green, Don W.. 1999. Perry’s Chemical Engineers

Handbook-Physical and Chemical Data. Edisi Ke-7, McGraw-Hill Company, Inc.

[36] Edahwati, Luluk. 2012. Sulphate Potasium Extraction from Banana Stem

Ash with Bleaching Earth Waste Liquid. Jurnal Teknik Kimia Vol.4, No.2, April


(17)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa dan Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan selama lebih kurang 6 bulan.

3.2 Bahan dan Peralatan 3.2.1 Bahan

Pada penelitian ini, bahan yang digunakan antara lain: 1. Bahan Utama:

a. Kulit buah pisang kepok b. Aquadest

c. Deionized water

2. Bahan Analisis:

a. CH3COOH 0,1 N b. Indikator phenolftalein 3.2.2 Peralatan

Pada penelitian ini, peralatan yang digunakan antara lain: 1. Peralatan Utama:

a. Beaker glass

b. Muffle furnace

c. Cawan Porselen 2. Peralatan Analisis:

a. Statif dan klem b. Buret

c. Pipet tetes d. Neraca analitik e. Gelas erlenmeyer


(18)

f. Gelas ukur g. Beaker glass

h. Corong gelas i. Konduktivitimeter

3.3 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan pola faktorial 2 x 4. Perlakuan awal kulit pisang yaitu dipotong ukuran kecil. Faktor I ialah variasi temperatur pembakaran (450 oC; 500 oC; 550 oC; dan 600 oC) dan faktor II adalah variasi waktu pembakaran (3 jam dan 5 jam). Dari dua faktor tersebut diperoleh rancangan penelitian seperti pada tabel berikut:

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian

Kulit Pisang Temperatur Pembakaran

Waktu Pembakaran

t 3 t 5

Pisang kepok

T 450 T 450 t 3 T 450 t 5

T 500 T 500 t 3 T 500 t 5

T 550 T 550 t 3 T 550 t 5

T 600 T 600 t 3 T 600 t 5

3.4 Prosedur Utama Penelitian 3.4.1 Pembuatan Abu

1. Kulit buah pisang kepok dikeringkan di bawah sinar matahari selama 1×24 jam.

2. Kulit kering dipotong ukuran kecil kemudian ditimbang sebanyak 15 gr untuk 3 cawan porselen dengan ukuran 75 ml.

3. Cawan dimasukkan ke dalam muffle furnace.

4. Diatur perlakuan waktu furnace 3 jam dan 5 jam dengan temperatur pembakaran 450 oC; 500 oC; 550 oC; dan 600 oC.

5. Ditimbang hasil pembakaran menggunakan neraca digital. 6. Dicatat data hasil pembakaran.


(19)

3.5 Prosedur Analisis Penelitian 3.5.1 Analisis pH

1. Ditambahkan 20 ml aquades pada 0,5 gr sampling abu hasil pembakaran. 2. Direndam selama 15 menit.

3. Dicelupkan pH meter.

4. Dicatat data hasil pengukuran pH.

3.5.2 Analisis Normalitas

1. Ditambahkan 20 ml aquades pada 0,5 gr sampling abu hasil pembakaran. 2. Direndam selama 1 x 24 jam.

3. Disaring dan filtrat diambil.

4. Dititrasi dengan asam asetat 0,1 N. 5. Dicatat penggunaan volume asam. 6. Dihitung normalitas kandungan basa.

3.5.3 Analisis Konduktivitas

1. Ditambahkan 5 ml deionized water pada 0,5 gr sampling abu hasil pembakaran.

2. Direndam selama 15 menit.

3. Disaring dan filtrat dicelupkan dengan conductivity meter. 4. Dicatat data pengukuran DHL (Daya hantar listrik).


(20)

3.6 Flowchart Utama Penelitian 3.6.1 Pembuatan Abu

Gambar 3.1 Flowchart Percobaan Pembuatan Abu [31] Mulai

Selesai

Kulit buah pisang dikeringkan

dibawah sinar matahari selama 1 x 24 jam

Dipotong kecil dan ditimbang sebanyak 15 gr

Diletakkan ke dalam cawan dan dimasukkan ke dalam muffle furnace

selama 3 jam dan 5 jam

Temperatur pembakaran diatur pada 450 o

C; 500 oC; 550 oC; dan 600 C

Ditimbang hasil pembakaran menggunakan neraca digital

Dicatat massa abu hasil pembakaran


(21)

3.7 Flowchart Analisis Penelitian 3.7.1 Analisis pH

Gambar 3.2 Flowchart Analisis pH [31]

3.7.2 Analisis Normalitas

Mulai

Direndam selama 24 jam dan disaring dengan kertas saring

Ditambahkan 20 ml aquadest dalam 0,5 gr abu untuk setiap hasil pembakaran

Mulai

Direndam selama 15 menit

Selesai

Ditambahkan 20 ml aquadest dalam 0,5 gr abu untuk setiap hasil pembakaran

Dicelupkan pH meter

Dicatat pengukuran data pH


(22)

Gambar 3.3 Flowchart Analisis Normalitas [31] 3.7.3 Analisis Konduktivitas

Selesai

Diambil filtrat sebanyak 5 ml

Diteteskan dengan larutan indikator phenolphtalein

Dititrasi dengan larutan asam asetat 0,1 N hingga warna merah tepat hilang

Dicatat volume asam asetat yang dipakai

Dihitung normalitas basa yang terkandung

Mulai

Direndam selama 15 menit dan disaring Ditambahkan 5 ml deionized water pada 0,5 gr abu

untuk setiap hasil pembakaran A

Dicelupkan alat konduktivitimeter


(23)

Gambar 3.4 Flowchart Analisis Konduktivitas [31] Selesai

Dicatat data pengukuran A


(24)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Abu Kulit Buah Pisang Kepok

Pemanfaatan kulit buah pisang kepok sebagai sumber alkali dapat dilakukan dengan 2 tahap yaitu pengurangan kadar air kulit buah pisang dan pirolisis kulit buah pisang kering dengan menggunakan muffle furnace. Kulit buah pisang dikeringkan di bawah sinar matahari hingga menjadi kering.

Hasil pengeringan kulit buah pisang kepok yang dilakukan ini mengurangi kadar air yang terdapat pada kulit hingga 81,49 % dari berat awal dengan waktu pengeringan selama 24 jam di bawah sinar matahari. Kulit buah pisang kering hasil pengeringan dan abu hasil pembakaran dapat dilihat pada Gambar 4.1 (a) dan (b) di bawah ini:

(a) (b)

Gambar 4.1 (a) Kulit Buah Pisang Kepok Kering dan (b) Abu Hasil Pembakaran

Furnace pada Kulit Buah Pisang Kepok

Kulit buah pisang yang telah kering dipotong kecil sebanyak 15 g dan dipirolisis dengan menggunakan muffle furnace dengan variasi waktu 3 dan 5 jam dengan temperatur pembakaran 450, 500, 550 dan 600 oC. Abu hasil pembakaran yang diperoleh dilakukan beberapa analisa yaitu rendemen abu, normalitas kandungan basa, pH, konduktivitas dan kadar K2O.


(25)

4.2 Pengaruh Temperatur Pembakaran (oC) terhadap Rendemen Abu (%) Pirolisis kulit buah pisang kering terhadap rendemen abu yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4.2 di bawah ini:

Gambar 4.2 Pengaruh Temperatur Pembakaran (oC) terhadap Rendemen Abu (%)

Gambar 4.2 menunjukkan grafik pengaruh temperatur pembakaran terhadap rendemen abu yang dihasilkan. Prosedur untuk waktu 5 jam sama dengan prosedur yang untuk waktu 3 jam, yang membedakan keduanya hanya terletak pada waktu pembakarannya. Pada perlakuan pirolisis kulit buah pisang pada waktu 3 jam dengan temperatur 450, 500, 550, dan 600 oC diperoleh rendeman masing-masing sebanyak 28,50; 17,31; 11,97; dan 11,29 %. Sedangkan pada waktu 5 jam dengan temperatur 450, 500, 550, dan 600 oC diperoleh rendeman abu masing-masing sebanyak 18,50; 12,80; 11,53; dan 11,01 %.

Dari Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa penambahan temperatur pembakaran menghasilkan rendeman abu yang semakin menurun, begitu juga terhadap penambahan lama pembakaran menghasilkan rendeman abu semakin menurun dimana dapat dilihat pada temperatur 450 oC dengan lama pembakaran 3 dan 5 jam menghasilkan rendemen yang semakin menurun dari 28,49 % menjadi 18,50 %.

Temperatur pembakaran merupakan faktor penting yang menentukan abu yang dihasilkan dari suatu tumbuhan [27]. Karakter dari lapisan abu tergantung pada temperatur, kecepatan aliran dan konsentrasi oksigen [32]. Pembakaran

0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0

400 450 500 550 600

R en d em en A b u ( % )

Temperatur Pembakaran (ᵒC) 5 jam 3 jam


(26)

material tumbuhan pada temperatur yang tinggi menghasilkan dekomposisi beberapa komponen anorganik dan juga pengurangan berat [5].

Penyebab rendahnya rendemen abu ini dikarenakan reaksi antara karbon dengan uap air semakin meningkat dengan bertambahnya temperatur dan lamanya waktu pembakaran, sehingga karbon yang bereaksi menjadi CO2 dan H2 menjadi banyak, sebaliknya jumlah abu yang dihasilkan semakin sedikit [10]. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan pada pembakaran tempurung kelapa, dimana semakin meningkatnya temperatur dan waktu pembakaran, rendemen hasil pembakaran yang dihasilkan semakin menurun [33].

4.3 Pengaruh Temperatur Pembakaran (oC) terhadap Normalitas Ekstrak Abu (N)

Hasil pirolisis yang diperoleh dari percobaan diekstraksi menggunakan aquadest, lalu disaring dan filtratnya dianalisa dengan metode titrasi menggunakan asam untuk mengetahui konsentrasi basa yang dikandung dari hasil pirolisis. Pengaruh temperatur pembakaran terhadap normalitas ekstrak dari abu dapat dilihat pada Gambar 4.3 di bawah ini:

Gambar 4.3 Pengaruh Temperatur Pembakaran (oC) terhadap Normalitas Ekstrak Abu (N)

Gambar 4.3 menunjukkan grafik pengaruh temperatur pembakaran terhadap normalitas ekstrak abu yang dihasilkan. Pada perlakuan pirolisis pada waktu 3 jam dengan temperatur 450, 500, 550 dan 600 oC diperoleh normalitas ekstrak abu masing-masing sebesar 0,034; 0,036; 0,060; dan 0,052 N. Sedangkan pada waktu

0,00 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10

400 450 500 550 600

N or m al it as ( N )

Suhu Pembakaran (ᵒC)

5 jam 3 jam


(27)

5 jam dengan temperatur 450, 500, 550 dan 600 oC diperoleh normalitas ekstrak abu masing-masing sebesar 0,048; 0,056; 0,062; dan 0,056 N.

Dari Gambar 4.3 diperoleh pada waktu yang sama dengan bertambahnya temperatur pembakaran maka normalitas dari ekstrak abu juga semakin bertambah, namun pada temperatur 600 oC normalitas ekstrak abu menjadi berkurang. Ekstrak alkali dari abu adalah alkali hidroksida yang dapat dijelaskan bahwa K2O dan/atau Na2O terbentuk selama pembakaran material suatu tumbuhan dan larut di dalam air selama ekstraksi menjadi hidroksida [7]. Tetapi menurut penelitian terdahulu dikatakan susunan K2O atau Na2O terbentuk dari pembakaran logam murni (K atau Na) di udara, dimana K atau Na didalam material tumbuhan terikat dalam matrik organiknya [5].

Dari penelitian terdahulu, perlakuan dengan bertambahnya temperatur pada pembakaran, logam alkali, K dan Na, membentuk logam oksida yang kurang stabil dibandingkan dengan unsur lainnya yang terkandung dalam abu. Senyawa oksida tersebut bereaksi dengan uap air untuk mencapai keadaan stabil dan menjadi senyawa volatil hidroksida, KOH(g) dan NaOH(g) [31].

Selain itu, kemampuan abu untuk melarut menjadi suatu fungsi dari jumlah komponen-komponen logam alkali dan garam-garam yang dapat larut lainnya (seperti klorida dan sulfat dari K dan Na) yang terkandung didalam abu tergantung jenis tumbuhan yang dibakar. Komponen-komponen yang tidak larut pada abu mengandung silikat dan logam lain yang sukar larut didalam air. Ketika abu dilarutkan dengan air, hanya karbonat dan mungkin klorida serta sulfat dari logam alkali yang terdapat pada larutan, termasuk sebagian kecil logam lain yang tidak larut atau sukar larut [5].

4.4 Pengaruh Temperatur pembakaran (oC) terhadap pH Ekstrak Abu Hasil pirolisis yang diperoleh dari percobaan diekstraksi menggunakan aquadest, lalu disaring dan filtratnya dianalisa untuk mengetahui pH dari abu hasil pirolisis. Pengaruh temperatur pembakaran terhadap pH dari abu dapat dilihat pada Gambar 4.4 di bawah ini:


(28)

Gambar 4.4 Pengaruh Temperatur Pembakaran (oC) terhadap pH Ekstrak Abu

Gambar 4.4 menunjukkan grafik pengaruh temperatur pembakaran terhadap pH abu yang dihasilkan. Pada perlakuan pirolisis pada waktu 3 jam dengan temperatur 450, 500, 550 dan 600 oC diperoleh pH ekstrak abu masing-masing sebesar 10,0; 10,3; 11,1; dan 10,8. Sedangkan pada waktu 5 jam dengan temperatur 450, 500, 550 dan 600 oC diperoleh pH ekstrak abu masing-masing sebesar 10,4; 10,7; 11,2; dan 11,0.

Dari Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa penambahan temperatur pembakaran menghasilkan pH yang semakin meningkat, namun pada temperatur 600 oC pH menjadi berkurang. Begitu juga terhadap penambahan waktu pembakaran menghasilkan pH semakin meningkat dimana dapat dilihat pada temperatur 450 o

C dengan waktu pembakaran 3 dan 5 jam menghasilkan pH yang meningkat dari 10 menjadi 10,4.

Karbonat terbentuk pada temperatur yang rendah sedangkan abu terbentuk pada temperatur yang tinggi di dalam keadaan atmosfir oksigen yang secara utama membentuk logam oksida. Dengan terbentuknya senyawa alkali karbonat maupun alkali oksida pada abu yang ditambahkan air, campuran tersebut akan menjadi larutan yang bersifat basa [27].

9,6 10,0 10,4 10,8 11,2 11,6

400 450 500 550 600

p

H

Temperatur Pembakaran (ᵒC) 5 jam 3 jam


(29)

4.5 Pengaruh Temperatur Pembakaran (oC) terhadap Daya Hantar Listrik Ekstrak Abu (µS/cm)

Hasil pirolisis yang diperoleh dari percobaan diekstraksi menggunakan air demin, lalu disaring dan filtratnya dianalisa untuk mengetahui daya hantar listrik dari abu hasil pirolisis. Pengaruh temperatur dan waktu pembakaran terhadap daya hantar listrik dari abu dapat dilihat pada Gambar 4.5 di bawah ini :

Gambar 4.5 Pengaruh Temperatur Pembakaran (oC) terhadap Daya Hantar Listrik Ekstrak Abu (µS/cm)

Gambar 4.5 menunjukkan grafik pengaruh temperatur pembakaran terhadap daya hantar listrik pada abu yang dihasilkan. Daya hantar listrik mengindikasikan adanya senyawa alkali pada abu. Pada perlakuan pirolisis kulit buah pisang pada waktu 3 jam dengan temperatur 450, 500, 550 dan 600 oC diperoleh daya hantar listrik masing-masing sebesar 279,3; 280,0; 287,7; dan 285,5 µS/cm. Sedangkan pada waktu 5 jam dengan temperatur 450, 500, 550 dan 600 oC diperoleh daya hantar listrik masing-masing sebesar 281,1; 282,7; 295,9; dan 296,6 µS/cm.

Dari Gambar 4.5 di atas dapat dilihat bahwa penambahan temperatur pembakaran menghasilkan daya hantar listrik yang semakin meningkat, begitu juga terhadap penambahan waktu pembakaran menghasilkan daya hantar listrik semakin meningkat dimana dapat dilihat pada temperatur 450 oC dengan waktu pembakaran 3 dan 5 jam menghasilkan daya hantar listrik yang meningkat dari 279,3 menjadi 281,1 µS/cm.

Konduktivitas listrik berhubungan dengan kemampuan suatu bahan untuk mengalirkan arus listrik. Sifat konduktivitas pada berbagai bahan berbeda-beda,

275 280 285 290 295 300

300 400 500 600 700 800

D aya H an tar L is tr ik ( µ S /c m )

Temperatur Pembakaran (ᵒC) 5 jam 3 jam


(30)

tergantung pada kandungan bahan penghantamya. Konduktivitas listrik larutan dipengaruhi oleh jumlah ion, mobilitas ion, tingkat oksidasi serta temperatur. Semakin besar nilai daya hantar listrik berarti kemampuan dalam menghantarkan listrik semakin kuat.

Pada konduktor elektrolit elektron mengalir dibawa oleh ion-ion, sedangkan yang dapat menghasilkan ion antara lain asam, basa dan garam. Daya hantar listrik berhubungan dengan pH suatu bahan. Pada kondisi asam, pH yang memiliki tingkat keasaman yang kuat akan menghasilkan daya hantar listrik yang besar, dan pada keadaan basa, pH yang memiliki tingkat kebasaan yang besar akan menghasilkan daya hantar listrik yang besar [34].

Temperatur pembakaran mempengaruhi pH dari abu yang dihasilkan, dimana dapat dilihat pada Gambar 4.4 bahwa penambahan temperatur pembakaran menghasilkan pH yang semakin meningkat, begitu juga terhadap penambahan waktu pembakaran menghasilkan pH semakin meningkat dimana dapat dilihat pada temperatur 400 oC dengan waktu pembakaran 1 dan 5 jam menghasilkan pH yang meningkat dari 10 menjadi 10,4.

Oleh karena itu, penambahan temperatur pembakaran menghasilkan daya hantar listrik yang besar yang terbukti dari pH yang semakin basa seiring bertambahnya temperatur pembakaran, demikian juga dengan penambahan waktu pembakaran menghasilkan daya hantar listrik yang semakin meningkat seiring meningkatnya kebasaan dari abu tersebut.


(31)

4.6 Pengaruh Temperatur Pembakaran (oC) terhadap Kadar K2O (%)

Pirolisis kulit buah pisang kering terhadap kadar K2O pada abu hasil pirolisis dapat dilihat pada Gambar 4.6 di bawah ini :

Gambar 4.6 Pengaruh Temperatur Pembakaran (oC) terhadap Kadar K2O (%)

Gambar 4.6 menunjukkan grafik pengaruh temperaturpembakaran terhadap kadar K2O pada abu yang dihasilkan. Pada perlakuan pirolisis kulit buah pisang pada waktu 3 jam dengan temperatur 450, 500, 550 dan 600 oC diperoleh kadar K2O masing-masing sebesar 31,33; 43,11; 57,90; dan 59,07 %. Sedangkan pada waktu 5 jam dengan temperatur 450, 500, 550 dan 600 oC diperoleh kadar K2O pada abu masing-masing sebesar 45,65; 51,90; 61,80 dan 43,98 %.

Dari Gambar 4.6 di atas dapat dilihat bahwa pada waktu 5 jam penambahan temperatur pembakaran 450-550 oC menghasilkan kadar K2O yang semakin meningkat, namun penambahan temperatur 600 oC kadar K2O yang dihasilkan menurun. Akan tetapi pada penambahan waktu pembakaran menghasilkan kadar K2O semakin meningkat dimana dapat dilihat pada temperatur 450 oC dengan waktu pembakaran 3 dan 5 jam menghasilkan kadar K2O yang meningkat dari 31,33 menjadi 45,65 %, namun pada temperatur 600 oC kadar K2O yang dihasilkan menurun.

Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur pada proses pengarangan sekam mengalami penurunan kadar K2O yang terlihat pada temperatur mulai 600 oC [31]. Penurunan kadar K2O dapat terjadi karena logam K

25,0 35,0 45,0 55,0 65,0

300 400 500 600 700

K ad ar K 2 O ( % )

Temperatur Pembakaran (ᵒC) 5 jam 3 jam


(32)

yang terkandung pada abu telah mengalami penguapan dapat dilihat dari titik didih logam K yaitu 760 oC [37].

Begitu pula menurut penelitian terdahulu lainnya, perlakuan dengan bertambahnya temperatur pada pembakaran, logam alkali, K dan Na, membentuk logam oksida yang kurang stabil dibandingkan dengan unsur lainnya yang terkandung dalam abu. Secara teori, pada temperatur yang tinggi kandungannya dapat berkurang oleh adanya senyawa karbon. Senyawa oksida tersebut bereaksi dengan uap air untuk mencapai keadaan stabil dan menjadi senyawa volatil hidroksida, KOH(g) dan NaOH(g) [31].

4.7 Pengaruh Rendemen Abu (%) terhadap Kadar K2O (%)

Hubungan kadar K2O pada abu terhadap rendemen abu yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 4.7 di bawah ini :

Gambar 4.7 Pengaruh Rendemen Abu (%) terhadap Kadar K2O (%)

Gambar 4.7 menunjukkan hubungan kandungan K2O dari hasil analisa AAS terhadap rendemen abu yang dihasilkan. Pada waktu pembakaran 3 jam, kadar K2O yang dihasilkan pada rendemen abu 28,49; 17,31; 11,97; dan 11,29 % adalah 31,33; 43,11; 57,90; dan 59,07 %. Pada waktu pembakaran 5 jam, kadar K2O yang dihasilkan pada rendemen abu 18,50; 12,80; 11,53; dan 11,01 % adalah 45,65; 51,90; 61,80 dan 43,98 %.

Dari Gambar 4.7 menunjukkan bahwa dengan menurunnya rendemen abu dari hasil pirolisis akan menghasilkan kadar K2O yang semakin meningkat, akan

0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0

10,0 15,0 20,0 25,0 30,0

K ad ar K 2 O ( % )

Rendemen Abu (%)

5 jam 3 jam


(33)

tetapi pada temperatur yang mendekati titik didih dari logam K akan menghasilkan kadar K2O yang menurun. Dengan bertambahnya waktu pembakaran akan menghasilkan rendeman abu yang menurun akan tetapi menghasilkan kadar K2O yang meningkat pada kondisi temperatur yang sama.

Pembakaran material tumbuhan pada temperatur yang tinggi menghasilkan dekomposisi beberapa komponen anorganik dan juga pengurangan berat [27]. Setiap spesis tanaman mempunyai kandungan abu dan kandungan alkali yang berbeda. Diharapkan dengan kandungan abu yang semakin tinggi maka yield dari alkali juga semakin tinggi, akan tetapi hal tersebut tidak demikian. Dengan kata lain, hubungan antara kandungan abu dan kandungan alkali merupakan 2 hal variatif yang bergantung pada jenis spesies tanaman [5].

4.8 Pengaruh Temperatur Pembakaran (oC) terhadap Perbandingan Kadar K2O dan K2CO3 (%)

Pengaruh temperatur pembakaran terhadap perbandingan kadar K2O dan K2CO3 pada abu dapat dilihat pada gambar 4.8 di bawah ini :

Gambar 4.8 (a) 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0

400,0 450,0 500,0 550,0 600,0 650,0

K ad ar A lk al i ( % )

Temperatur Pembakaran (oC)

% K2O % K2CO3

% K2O % K2CO3


(34)

Gambar 4.8 (b)

Gambar 4.8 Pengaruh Temperatur Pembakaran (oC) terhadap Perbandingan Kadar K2O dan K2CO3 (%) (a) Pada Waktu 3 Jam dan (b) Pada Waktu 5 Jam

Gambar 4.8 menunjukkan grafik pengaruh temperatur pembakaran terhadap perbandingan kadar K2O dan K2CO3. Grafik tersebut menunjukkan bahwa kondisi temperatur optimum untuk memperoleh kandungan alkali (K2O dan K2CO3) terbanyak adalah 550 oC untuk senyawa K2O dan 500 oC untuk senyawa K2CO3, masing-masing untuk waktu 5 jam. Pengambilan senyawa kalium dari limbah pertanian dilakukan dengan cara membakar limbah pertanian tersebut menjadi abu sehingga garam–garam organik yang terkandung didalamnya berubah menjadi kalium karbonat (K2CO3), jika abu tersebut diekstraksi dengan air maka akan terbentuk K2CO3 dan KHCO3 [36].

Akan tetapi pada kondisi temperatur 600 oC, kandungan K2O menjadi turun. Ini menunjukkan dengan perlakuan temperatur pembakaran yang terlalu tinggi, kandungan alkali akan menurun yang diakibatkan oleh terjadinya penguapan. Kombinasi kandungan oksigen tinggi dengan bahan organik volatil yang terkandung didalam biomassa menunjukkan potensi terjadinya penguapan pada sejumlah bahan anorganik selama pembakaran [25].

0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0

400,0 450,0 500,0 550,0 600,0 650,0

K ad ar A lk al i ( % )

Temperatur Pembakaran (oC)

% K2O % K2CO3

% K2O % K2CO3


(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini antara lain :

1. Temperatur optimum yang diperlukan pada pirolisis kulit buah pisang kepok dengan pembakaran pada waktu 5 jam adalah 550 oC dengan kadar K2O sebesar 61,80 %.

2. Pirolisis dengan waktu 5 jam lebih baik dimana abu yang dihasilkan telah membentuk oksida sedangkan waktu 3 jam didapat masih banyaknya senyawa karbonat pada abu.

3. Perlakuan temperatur pirolisis yang semakin lama mengakibatkan normalitas, pH dan daya hantar listrik semakin bertambah.

4. Kandungan kalium pada abu kulit buah pisang dapat digunakan sebagai sumber larutan basa.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan antara lain :

1. Perlunya kajian lebih lanjut dari mineral yang terkandung pada lapisan kulit sebelah dalam maupun kulit luar buah pisang untuk memperoleh kadar kalium yang lebih banyak.

2. Perlunya kajian lebih lanjut untuk variasi temperatur pirolisis dengan range temperatur 25oC dari 450oC hingga dibawah suhu didih logam kalium < 760oC dan variasi waktu pirolisis dengan range waktu 30 menit dari 1 jam hingga 6 jam agar diperoleh kadar K2O terbanyak.

3. Untuk mendapatkan hasil K2O yang lebih baik lagi, diperlukan perlakuan pada kulit pisang, yaitu dengan melakukan pembakaran secara langsung.

4. Perlunya dilakukan pengujian hasil percobaan ini untuk diterapkan sebagai katalis atau pupuk.


(36)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pisang

Pisang adalah salah satu buah yang paling luas dikonsumsi di dunia dan mewakili 40% dari perdagangan dunia dalam buah-buahan [11]. Pisang merupakan buah terbesar kedua yang diproduksi setelah jeruk, berkontribusi sekitar 17% dari total produksi buah di dunia, dan dikultur lebih dari 130 negara, di sepanjang tropis dan subtropis [12].

Pisang adalah buah tropis yang begitu familiar. Buah ini berasal dari penduduk asli Pasifik Barat Daya, tanaman pisang menyebar ke India sekitar 600 SM dan kemudian menyebar ke seluruh negara tropis di dunia. Buah ini merupakan tanaman budidata tertua di dunia. Buah ini bahkan menyebar ke Kepulauan Pasifik dan ke Pantai Barat Afrika sejak 200-300 SM. Adapun taksonomi dari tanaman pisang ini, yaitu [13]:

Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Bangsa : Zingiberales Keluarga : Musaceae Marga : Musa

Spesies : Musa paradisiaca, Musa sapientum.

Tinggi tanaman pisang (dewasa) berkisar antara 2 – 8 m (tergantung jenisnya), dengan daun-daun yang panjangnya ada yang mencapai 3,5 m. Tanaman pisang akan menghasilkan satu tandan buah pisang, sebelum dia mati dan digantikan oleh batang pisang baru. Untuk satu tandan pisang sendiri terdiri atas 5 – 20 sisir, yang masing-masing sisir terdiri lebih dari 20 buah pisang [14].

Buah pisang sangat prospektif sebagai bahan baku industri. Hal tersebut karena kemudahan dalam mendapatkan bahan baku, serta berbagai produk dapat diolah dari buah pisang sehingga dapat meningkatkan nilai tambah. Salah satu alternatif dari pemanfaatan pisang yaitu dapat diolah menjadi pati. Sifat fisika dan kimia tepung pisang dari beberapa varietas, yaitu: tepung pisang kepok bewarna


(37)

putih, tepung pisang nangka bewarna putih coklat, tepung pisang ambon bewarna putih abu-abu, tepung pisang raja bulu bewarna putih kecoklatan, tepung pisang ketan bewarna putih abu-abu dan tepung pisang siem bewarna kuning kecoklatan dengan komposisi kimia rata-rata tepung pisang, yaitu kadar air 6,24% - 8,39% dan kadar karbohidrat 70,10% - 78,88% [15].

2.2 Pisang Kepok

Pisang kepok merupakan pisang kultivar triploid hibrida berasal dari Filipina dengan nama ilmiah Musa paradisiaca L. cultigroup Plantain cv. ‘Saba’. Pisang kepok seperti kultivar pisang lainnya tumbuh dengan baik di daerah lembab hangat, dengan suhu berkisar antara 18 °C hingga 35 °C dan curah hujan tahunan 2.500 mm yang merata sepanjang tahun. Pisang kepok juga tumbuh dengan baik di bawah sinar matahari penuh dengan tanah subur yang kaya akan bahan organik dan pH tanah antara 5,5 dan 6,5. Pisang kepok dapat dimakan mentah atau dimasak. Saba pisang juga dibudidayakan sebagai tanaman hias dan pohon rindang untuk ukuran besar dan warna mencolok. Daunnya juga digunakan sebagai pembungkus tradisional makanan hidangan asli di Asia Tenggara. Seratnya juga dapat diambil dari batang atau daun dan diolah menjadi tali, tikar, dan karung [16].

2.3 Kulit Pisang Kepok

Limbah kulit pisang merupakan biomassa yang awalnya derivatif dari pisang yang telah di ambil dari kulit pisang. Limbah kulit pisang biasanya dibuang di tempat pembuangan sampah kota, yang berkontribusi terhadap masalah lingkungan yang ada [17]. Di Indonesia, buah pisang adalah ketiga terbesar dari hasil produksi pertanian setelah padi dan singkong. Produksi buah pisang di Indonesia sekitar 6.7 juta matrik ton yang dihasilkan selama setahun. Sekarang ini, limbah kulit pisang belum banyak dimanfaatkan karena masyarakat masih beranggapan bahwa kulit pisang hanyalah limbah yang bisa menyebabkan pencemaran lingkungan [18].

Limbah kulit buah pisang kepok mungkin berisi zat yang sama kadarnya dengan umumnya yang ditemukan di bagian daging dari pisang. Zat-zat bernilai


(38)

ini dapat digunakan untuk memformulasikan persiapan dengan farmakologi/ nilai obat, nutrisi, dan energi.

Daur ulang limbah kulit buah tidak hanya akan membantu mengurangi masalah limbah padat tetapi juga akan membantu menemukan zat penting yang mungkin terbukti memiliki penggunaan yang penting. Limbah kulit buah pisang kepok kemudian dapat dimanfaatkan dengan baik sebelum dibuang. Hasil positif dari penelitian ini diharapkan akan mempercepat penelitian yang serupa di limbah bahan lainnya. Ini akan membuka jalan dalam memproduksi kebutuhan penting bagi manusia dari limbah. Manusia akan dapat melestarikan sumber daya dengan menggunakan limbah sebagai sumber pengganti [19]. Komposisi kulit pisang kepok ditunjukan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kandungan Kulit Pisang Kepok [20]

Unsur Komposisi

Air 73,60%

Protein 2,15%

Lemak 1,34%

Gula Reduksi 7,62%

Pati 11,48%

Abu 1,03%

Vitamin C, (mg/100g) 36

Kalsium, (mg/100g) 31

Besi, (mg/100g) 26

Fosfor, (mg/100g) 63

2.4 Pirolisis

Pirolisis, proses dekomposisi termokimia bahan bakar, adalah fenomena yang kompleks, terutama disebabkan oleh tipisnya jarak dan jumlah reaksi kimia yang meliputi pirolisis tersebut. Ini merupakan langkah penting dalam pembakaran bahan bakar biomassa seperti kayu. Bentuk bubuk kayu, sering disebut sebagai serbuk gergaji, digunakan secara luas sebagai bahan bakar untuk tungku, terutama di kalangan penduduk dunia ketiga. Karena serbuk gergaji memiliki komposisi kimia yang sama seperti kayu, reaksi kimia selama pirolisis


(39)

dapat diharapkan menjadi sama dalam kedua kasus. Namun, dinamika pirolisis berbeda untuk kayu dan serbuk gergaji, karena perbedaan dalam struktur fisik [21].

Pirolisis adalah proses termokimia yang dapat digunakan untuk mengubah biomassa densitas rendah (1,5 GJ/m3) dan bahan organik lainnya menjadi cairan berdensitas energi tinggi yang dikenal sebagai bio-oil (22 GJ/m3 atau 17 MJ/kg), padatan berdensitas energi tinggi yang dikenal sebagai biochar (18 MJ/kg), dan gas berdensitas energi berelatif rendah yang dikenal sebagai syngas (6 MJ/kg). Pada dasarnya, pirolisis melibatkan pemanasan bahan organik pada suhu lebih besar dari 400 °C tanpa adanya oksigen. Pada suhu ini, bahan organik secara termal terdekomposisi menghasilkan fasa uap dan fasa padatan residual (biochar). Pada pendinginan uap pirolisis, senyawa polar dengan berat molekuler tinggi terkondensasi sebagai cair (bio-oil) sedangkan senyawa berat molekul volatil rendah tetap dalam fase gas (syngas) [22].

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pirolisis:

a. Suhu pirolisis, yang berpengaruh terhadap hasil pirolisis, karena dengan bertambahnya suhu maka proses peruraian semakin sempurna.

b. Waktu pirolisis, yang berpengaruh terhadap kesempatan untuk bereaksi. Waktu pirolisis yang panjang akan meningkatkan hasil cair dan gas, sedangkan hasil padatnya akan menurun. Waktu yang dibutuhkan tergantung pada jumlah dan jenis bahan yang diproses.

c. Kadar air bahan, dimana nilainya yang tinggi akan menyebabkan timbulnya uap air dalam proses pirolisis yang mengakibatkan tar tidak bisa mengembun di dalam pendingin sehingga waktu yang digunakan untuk pemanasan semakin banyak.

d. Ukuran bahan, tergantung dari tujuan pemakaian, hasil arang dan ukuran alat yang digunakan [23].

2.5 Biomassa

Biomassa merupakan material tumbuhan yang diturunkan dari reaksi antara CO2 dalam udara, air dan cahaya matahari, melalui fotosintesis, untuk menghasilkan karbohidrat yang membentuk struktur pada biomassa. Biasanya


(40)

fotosintesis mengkonversi kurang dari 1% dari sinar matahari yang tersedia untuk disimpan dalam bentuk energi kimia. Tenaga surya yang menggerakkan fotosintesis disimpan dalam ikatan kimia dari komponen struktural biomassa. Jika biomassa diproses secara efisien, baik kimia atau biologis, dengan mengeluarkan energi yang tersimpan dalam ikatan kimia dan produk 'energi' selanjutnya dikombinasikan dengan oksigen, karbon dioksidasi untuk menghasilkan CO2 dan air. Proses ini terjadi secara siklis, seperti CO2 yang kemudian tersedia untuk menghasilkan biomassa baru.

Biomassa dapat terkonversi menjadi 3 jenis produk, yaitu: - Energi panas/listrik

- Sumber bahan bakar transport - Cadangan bahan kimia

Sifat utama dari bahan biomassa yang menjadi perhatian dalam pengolahan menjadi sumber energi, berhubung pada:

- Kandungam air (luar dan dalam) - Nilai kalor

- Jumlah dari fixed carbon dan volatil - Kandungan abu/residu

- Kandungan logam alkali

- Perbandingan selulosa/lignin [24]

2.6 Pirolisis Biomassa

Pembakaran adalah sebuah fenomena kompleks antara hubungan simultan perpindahan panas dan perpindahan massa dengan reaksi kimia dan aliran fluida. Reaksi pada umumnya pada pembakaran biomassa di udara menghasilkan bermacam bentuk, dimana kandungan reaktan pertama pada biomassa yaitu : C x1 H x2 O x3 N x4 S x5 Cl x6 Si x7 K x8 Ca x9 Mg x10 Na x11 P x12 Fe x13 Al x14 Ti x15 n1 H2O + n2 (1 + e

) (

O2 + 3.76N2) → n3 CO2 + n4 H2O + n5 O2 + n6 N2 + n7 CO

+ n8 CH4 + n9 NO + n10 NO2 + n11 SO2

+ n12 HCl + n13 KCl + n14 K SO + n15 C + . . . . [25] Abu merupakan bahan anorganik yang tidak dapat dibakar dari sumber bahan bakar yang tersisa setelah melalui pembakaran sempurna dan mengandung


(41)

fraksi mineral dari biomassa tersebut. Abu merupakan turunan bagian dari struktur tanaman dan mengandung berbagai unsur. Dalam kayu, abu terkandung kurang dari 2 persen, sedangkan bahan-bahan tanaman perkebunan dapat mencapai antara 5 % -10% dan mencapai 30%-40% dalam sekam padi. Produk dasar biomassa menghasilkan residu abu, yang melibatkan proses termokimia yang meliputi pembakaran, pirolisis dan insinerasi dari biomassa tersebut. Potensial pemanfaatan abu dipengaruhi oleh adanya kehadiran logam-logam berat yang tergantung dari sumber biomassa. Komposisi dari abu juga tergantung pada jenis tumbuhan, kondisi pertumbuhan dan fraksi abu. Akan tetapi, beberapa mineral dari abu mempunyai dampak yang baik pada aplikasi perkebunan dan lahan tanah kehutanan [26].

Mekanisme yang dilakukan untuk memperoleh mineral yang terbentuk pada abu selama pembakaran masih belum jelas, akan tetapi dengan alasan yang yakin mengasumsikan konversi mineral tersebut berubah berdasarkan temperatur pembakaran. Karbonat terbentuk pada temperatur yang rendah sedangkan abu terbentuk pada temperatur yang tinggi didalam keadaan atmosfir oksigen yang secara utama membentuk logam oksida. Pada temperatur yang tinggi, kalium oksida yang terbentuk akan bereaksi dengan unsur-unsur lain dan membentuk ikatan kimia, pada keadaan yang sama terjadi disosiasi dari kalium karbonat dan senyawa kalium oksida akan mengalami penguapan dengan cepat sedangkan temperatur yang rendah, panas akan berpindah ke permukaan KOH sehingga K2CO3 akan terbentuk [27].

Kombinasi kandungan oksigen tinggi dengan bahan organik volatil yang terkandungan didalam biomassa menunjukkan potensi terjadinya penguapan pada sejumlah bahan anorganik selama pembakaran. Unsur alkali juga secara langsung menguap pada suhu operasi normal furnace [25]. K, Na, S dan Cl merupakan senyawa-senyawa volatil yang terbentuk dari abu berdasarkan cara pembakaran biomassa, begitu pula hanya dengan logam berat volatil (Zn dan Cd) akan terlepas dari bahan yang dibakar menjadi fasa gas dan kemudian bereaksi dalam kondisi fasa gas [28].

Klorin merupakan faktor utama dalam pembentukan abu. Klorin sangat mempengaruhi kehadiran senyawa-senyawa anorganik, pada khususnya kalium,


(42)

kalium klorida merupakan senyawa paling stabil pada temperatur tinggi, dalam fasa gas. Konsentrasi klorin sering mendedikasikan sebagai jumlah logam alkali yang menguap selama pembakaran yang juga mengartikan konsentrasi dari logam alkali tersebut. Ketidakhadiran klorin membuat alkali hidroksida menjadi senyawa utama dalam fasa gas yang stabil pada gas pembakaran [29].

2.7 Penggunaan Abu

2.7.1 Penggunaan sebagai Pupuk

Abu biomassa dapat digunakan secara langsung sebagai pupuk atau pengontrolan pH pada tanah atau dapat digunakan sebagai bahan baku dalam memproduksi pupuk mineral. Penggunaan sebagai bahan pupuk menghemat sumber bahan baku utama yang ada. Tiga unsur untuk memenuhi sebagai pupuk adalah nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Abu biomassa hanya dapat dijadikan sebagai sumber kalium, karena abu dari proses termal akan melepaskan unsur nitrogen, dan kehadiran senyawa fosfor membuatnya sangat sukar larut dalam tanah. Penggunaan abu biomassa yang dapat dijadikan sebagai bahan mentah untuk pupuk dapat dipertimbangkan sebagai pilihan penggunaan abu, karena kandungan pada abu akan kembali ke lingkungan dan sumber bahan alam tak terbarukan dapat dijaga.

2.7.2 Penggunaan sebagai Bahan Bangunan

Bottom ash adalah abu dengan pemanfaatan yang paling mudah sebagai

bahan bangunan. Bottom ash dapat menggantikan beberapa jenis dari pasir dalam konstruksi atau perataan jalan. Bottom ash dapat dibuat menjadi butiran dan digunakan untuk konstruksi jalan dan beton. Salah satu cara untuk memanfaatkan biomassa fly ash adalah sebagai bahan pengisi dalam campuran semen atau di mortir untuk penerapan khusus. Penggunaannya juga dapat digunakan untuk menghindari kontak langsung dengan air (air hujan atau air tanah). Pemanfaatan sebagai bahan bangunan atau sebagai komponen dalam produksi produk bangunan saat ini memberikan pilihan terbaik untuk abu dari pembakaran biomassa. Abu biomassa hanya menarik apabila tersedia dalam jumlah yang lebih besar pada kualitas yang dapat diprediksi bahkan saat kualitas yang lebih rendah.


(43)

2.7.3 Penggunaan sebagai Bahan Bakar

Pemanfaatan sebagai bahan bakar adalah pilihan yang layak untuk abu dengan sejumlah besar karbon yang tidak terbakar. Pemanfaatan sebagai bahan bakar adalah pilihan yang logis dan disukai, karena menggunakan abu dengan tujuan yang sama sebagai bahan asli, yaitu menghasilkan panas dan tenaga. Pemanfaatan sebagai bahan bakar tidak sama dengan pembakaran sampah disertai pemulihan energi. Perkiraan pertama menunjukkan bahwa pemanfaatan sebagai bahan bakar sangat memunginkan bila kandungan karbon lebih besar dari 35% berat atau nilai kalor lebih tinggi dari 15 MJ / kg. Kadar air dan nilai kalor merupakan parameter yang paling penting, tetapi sifat fraksi anorganik dalam jumlah besar di ruang bakar juga penting ketika mempertimbangkan penggunaan abu biomassa sebagai bahan bakar [30].


(44)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang mempunyai keanekaragaman flora yang tinggi, berbagai macam tanaman terdapat di Indonesia. Salah satunya adalah tanaman pisang, hampir tidak ada daerah di Indonesia yang tidak terdapat tanaman pisang. Pisang merupakan tanaman rakyat yang dapat tumbuh di hampir seluruh tipe agroekosistem, sehingga tanaman ini menduduki posisi pertama dalam hal luas bila dibandingkan dengan tanaman buah lainnya. Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Pengembangan dan persebaran tanaman pisang dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah iklim, media tanam dan ketinggian tempat. Oleh karena beberapa faktor tersebut maka perkembangan dan persebaran pisang juga akan dipengaruhi oleh pola ketersediaan air sepanjang tahun dan kecocokan (kemampuan adaptasi) varietas menurut seleksi alam, akibatnya daerah persebaran tersebut sekaligus menjadi sentra produksi pisang [1].

Pisang (Musa sp.) merupakan komoditas buah yang paling banyak diproduksi dan dikonsumsi di Indonesia. Pisang merupakan tanaman hortikultura yang memiliki tingkat produksi cukup tinggi di Indonesia dan memiliki kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Dilihat dari nilai produksi kotor dunia, pisang juga menempati urutan ke-empat untuk bahan pangan dunia yang paling penting untuk diperhatikan setelah beras, gandum, dan jagung [2].

Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya, yaitu sekitar 1/3 dari buah pisang yang belum dikupas. Menurut data Badan Pusat Statistik 2015 [3], volume produksi pisang di Indonesia dari tahun 2011 hingga tahun 2014 berturut–turut sebesar 6.132.695 ton, 6.189.052 ton, 6.279.290 ton, dan 6.862.567 ton. Sedangkan sampai saat ini kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, hanya dibuang sebagai limbah organik


(45)

saja atau digunakan sebagai makanan ternak seperti kambing, sapi, dan kerbau. Jumlah kulit pisang yang cukup banyak akan memiliki nilai jual yang menguntungkan apabila bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku [4].

Abu merupakan residu mineral yang diperoleh setelah pembakaran pada bahan organik. Potensi generasi abu bervariasi dari satu bahan tanaman yang lain. Komposisi abu tergantung pada sumber, jenis bahan tanaman dan sifat tanah tempat tumbuh suatu tanaman. Bagian dari tanaman yang dibakar dapat menentukan hasil abu dan komposisi. Bahkan pada tanaman yang sama, komposisi logam dapat bervariasi, seperti yang diamati dalam studi melacak konsentrasi elemen dalam kulit buah dan batang Musa paradisiaca [5].

Alkali kalium telah diperoleh secara domestik di seluruh dunia dan secara komersial digunaan pada sektor kaca datar, kimia, pulp dan kertas. Hal ini juga digunakan untuk produksi sabun lokal dan secara tradisional digunakan sebagai agen pembersih. Isi alkali dari kalium turunan abu dinyatakan kalium dan natrium hidroksida atau kalium dan natrium karbonat. Signifikan efektivitas dan ekonomis dari pengelolaan limbah kayu melalui produksi kalium. Kandungan kalium dari kulit pisang matang dan kulit pisang mentah ditujukan untuk pembuatan sabun [6].

Penelitian sejenis dalam rangka pembuatan abu dari kulit berbagai buah sebagai sumber alkali dapat dilihat di bawah ini.

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu dalam Pembuatan Abu dari Kulit Buah sebagai Sumber Alkali.

Peneliti Terdahulu Judul Penelitian Intisari C. O. Onyegbado;

E.T. Iyagba; dan O.J. Offor (2002) [7].

Solid Soap

Production using Plantain Peel Ash as Source of Alkali

dalam Journal of Applied Science and Environmental Management Vol.

Kulit pisang mentah dikeringkan dalam oven pada 100 °C selama dua hari sampai berat konstan. Pembakaran dilakukan selama 3 jam. Analisis spektrofotometri dari ekstrak untuk ion logam


(46)

6 (1) 73-77. menggunakan atomic absorption spectrophotometer

(AAS). Komposisi persentase ion logam dalam ekstrak diperoleh kalium sebesar 81,98 % dan natrium sebesar 15,86 %.

I. Oluremi Olabanji;

E. Ayodele

Oluyemi; dan O. Solomon Ajayi (2012) [8].

Metal Analyses of Ash Derived Alkalies From

Banana and

Plantain Peels (Musa spp.) in soap making dalam

African Journal of Biotechnology Vol. 11 (99) 16512-16518.

Prosedur pembuatan sabun sama dengan penelitian Onyegbado dkk. Sampel dikeringkan dalam oven pada 100 °C selama dua hari sampai berat konstan. Suhu dan waktu

furnace yang dilakukan yaitu

500 oC selama 6 jam. Dilakukan analisis spektofotometri, molaritas, pH, dan konduktivitas. Hasil

menunjukkan bahwa

kandungan alkali kalium pada kulit pisang raja sebesar 231,93 mg/kg dan kulit pisang sebesar 181,99 mg/kg.

Joshua O.

Babayemi; Khadijah T. Dauda; Abideen A.A. Kayode; Davies O. Nwude; John A. Ajiboye; Enobong R. Essien; dan Olufunmilayo

Determination of Potash Alkali and Metal Contents of Ashes Obtained From Peels of Some Varieties of Nigeria Grown Musa Species

Menggunakan kulit buah pisang sebagai sumber alkali. 0,5 gram sampel kering dan sampel tanah ditimbang dalam cawan lebur porselen dan dilakukan pembakaran dalam

muffle furnace pada suhu


(47)

O. Abiona (2010) [6].

dalam

BioResources, Vol. 5 (3) 1384-1392.

Dilakukan analisis spektofotometri dengan menggunakan atomic absorption spectrophotometer

(AAS). Hasil analisis berkisar 6,3-12,0% untuk kadar abu, 69,0-81,9% untuk kadar alkali pada abu, dan 4,7-9,6% untuk kadar alkali pada kulit kering. Mary B. Ogundiran;

Joshua O.

Babayemi; dan Chima G. Nzeribe (2011) [9].

Determination of Metal Content and an Assessment of the Potential Use of Waste Cashew Nut Ash (CNSA) as a Source For Potash Production

dalam

BioResources, Vol. 6 (1) 529-536.

Menggunakan kulit kacang mete sebagai sumber alkali. Sampel dikeringkan dalam oven pada 105 oC selama 3 jam, kemudian dibakar menjadi abu dalam muffle

furnace pada 500 oC selama 4 jam menggunakan cawan lebur porselen. Dilakukan analisa kandungan alkali karbonat dan hidroksida serta komponen anorganik. Hasil analisa menunjukkan bahwa didapat kandungan abu sebesar 3,0 ± 0,46% dan kandungan alkali sebesar 33,4 ± 0,22%.

Satriyani Siahaan, Melvha Hutapea dan Rosdanelli Hasibuan (2013) [10]

Penentuan Kondisi Optimum Suhu

dan Waktu

Karbonisasi pada Pembuatan Arang dari Sekam Padi.

Variasi waktu pembakaran 30, 60, 90 dan 120 menit dan variasi suhu 400, 500 dan 600 o

C. Hasil analisa diperoleh rendemen, kadar air, kadar abu, kadar zat mudah menguap


(48)

Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 2, No 1

dan kadar karbon pada arang sekam padi dengan nilai bervariasi.

1.2 Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalah adalah menentukan temperatur pembakaran optimum pada pembuatan abu dari kulit buah pisang untuk memperoleh kandungan alkali K2O terbanyak.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Untuk menentukan temperatur pembakaran optimum pada pembuatan abu dari kulit buah pisang.

2.

Untuk menghasilkan komposisi terbaik alkali dari kulit buah pisang setelah pembakaran untuk digunakan sebagai sumber alkali.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa limbah kulit buah pisang dapat digunakan sebagai sumber alkali alternatif. Memberikan nilai lebih pada limbah kulit buah pisang dalam bidang industri. Selain itu juga dapat mengurangi limbah kulit buah pisang dan meningkatkan nilai ekonomis dari kulit buah pisang yang merupakan limbah padat.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

1. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa dan Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Bahan baku yang digunakan adalah kulit buah pisang kepok (Musa

paradisiaca Linn cv. ‘Saba’). Proses yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah pembuatan abu kulit buah pisang dengan memvariasikan dua variabel sebagai berikut:

- Temperatur pembakaran = 450 oC, 500 oC, 550 oC, dan 600 oC - Lama pembakaran = 3 jam dan 5 jam


(49)

Sedangkan variabel tetap antara lain sebagai berikut: - Bahan baku kulit buah pisang kepok

Parameter uji yang dilakukan antara lain : - Analisis rendemen

- Analisis pH

- Analisis normalitas basa - Analisis konduktivitas

- Analisis kandungan K2O dengan metode AAS (Atomic Absorption


(50)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan temperatur optimum dalam pembuatan abu dari kulit buah pisang kepok. Penelitian ini diawali dengan pirolisis untuk diperoleh abu kulit buah pisang kepok (Musa paradisiaca Linn cv. ‘Saba’). Pirolisis dilakukan dengan menggunakan muffle furnace dengan kondisi kulit buah pisang kepok sebagai variable tetap dan temperatur pembakaran (450 oC, 500 oC, 550 oC dan 600 oC) dan lama pembakaran (3 jam dan 5 jam) sebagai variabel berubah. Kandungan kalium pada abu diekstraksi dengan aquades dengan perbandingan 1 : 100 dan direndam selama 24 jam. Analisis yang dilakukan adalah normalitas, pH, konduktivitas dan kandungan K2O dengan metode AAS. Hasil abu terbaik yang diperoleh dengan berat sampel sebanyak 15 gr adalah pada temperatur 550 oC dan waktu 5 jam. Dimana hasil analisa dengan metode AAS (Atomic Absorption Spectroscopy) diperoleh kandungan K2O sebesar 61,80 %.


(51)

ABSTRACT

The purpose of this research to be determined optimum temperature in the ashes production from saba banana peels. This study was initiated by pyrolysis to obtaine saba banana peel ashes (Musa paradisiaca Linn cv. 'Saba'). Pyrolysis is done by using a muffle furnace with condition saba banana peel fruit as fixed variable and the combustion temperature (450 °C, 500 °C, 550 °C and 600 °C) and the combustion time (3 hours and 5 hours) as changed variable. The content of potassium in the ashes was extracted with distilled water at the ratio of 1: 100 and steeped for 24 hours. Analysis which do is normality, pH, conductivity and K2O content by AAS method. The best results of the ashes was obtained by sample weight of 15 g is at temperature of 550 °C and time 5 hours, where the results of analysis with AAS method (Atomic Absorption Spectroscopy) was obtained K2O content is 61,80%.


(52)

PENGARUH T

PEMBUATAN

KEPOK

SE

D

UNI

TEMPERATUR PEMBAKARAN

UATAN ABU DARI KULIT BUAH P

K (Musa paradisiaca Linn cv. ‘Sab

SEBAGAI SUMBER ALKALI

SKRIPSI

Oleh:

DASA HARYUWIBAWA

110405057

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

NIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

SEPTEMBER 2016

AN DALAM

H PISANG


(53)

PENGARUH T

PEMBUATAN

KEPOK

SE

SKRIPSI INI DIA

PERSYAR

D

UNI

TEMPERATUR PEMBAKARAN

UATAN ABU DARI KULIT BUAH P

K (Musa paradisiaca Linn cv. ‘Sab

SEBAGAI SUMBER ALKALI

SKRIPSI

Oleh:

DASA HARYUWIBAWA

110405057

DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI

ARATAN MENJADI SARJANA TEKN

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

NIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

SEPTEMBER 2016

AN DALAM

H PISANG

Saba’)

PI SEBAGIAN

TEKNIK


(54)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:

PENGARUH TEMPERATUR PEMBAKARAN DALAM PEMBUATAN ABU DARI KULIT BUAH PISANG KEPOK (Musa paradisiaca Linn cv.

‘Saba’) SEBAGAI SUMBER ALKALI

Dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.

Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Medan, September 2016

Dasa Haryuwibawa NIM 110405057


(55)

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul:

PENGARUH TEMPERATUR PEMBAKARAN DALAM PEMBUATAN ABU DARI KULIT BUAH PISANG KEPOK (Musa paradisiaca Linn cv.

‘Saba’) SEBAGAI SUMBER ALKALI

dibuat sebagai kelengkapan persyaratan untuk menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini telah diujikan pada sidang ujian skripsi pada 24 Agustus 2016 dan dinyatakan memenuhi syarat/sah sebagai skripsi oleh Departemen Teknik Kimia Fakulias Teknik Universitas Sumatera Utara.

Mengetahui, Medan, September 2016

Koordinator Skripsi Dosen Pembimbing

Ir. Renita Manurung, MT NIP. 19681214 199702 2 002

Dosen Penguji I

Dr. Eng. Rondang Tambun, S.T, M.T NIP. 19680820 199501 1 001


(56)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul “Pengaruh Temperatur Pembakaran dalam Pembuatan Abu dari Kulit Buah Pisang Kepok (Musa paradisiaca Linn cv. ‘Saba’) sebagai Sumber Alkali”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.

Hasil penelitian ini:

1. Penelitian ini menentukan temperatur pembakaran optimum pada pembuatan abu dari kulit buah pisang.

2. Penelitian ini menghasilkan komposisi terbaik alkali dari kulit buah pisang setelah furnace untuk digunakan sebagai sumber alkali.

Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ir. Bambang Trisakti, MT selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu dan arahan dalam pelaksanaan penelitian.

2. Dr. Eng. Rondang Tambun, S.T, M.T selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Iriany, M.Si selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Ir. Renita Manurung, M.T selaku Koordinator Penelitian Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

5. Dr. Eng. Ir. Irvan, M.Si selaku Ketua Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

6. Prof. Dr. Ir. Setiaty Pandia selaku Dosen Penasehat Akademik yang senantiasa memberikan arahan dan motivasi selama menyelesaikan perkuliahan.


(57)

7. Seluruh Dosen/Staf Pengajar dan Pegawai Administrasi Departemen Teknik Kimia yang telah memberikan banyak ilmu yang berharga dan bantuan kepada penulis selama menjalankan perkuliahan.

8. Alm. Dr. Ir. Muhammad Yusuf Ritonga yang telah banyak membantu dalam hal dukungan moril dan materil.

9. Joko Mulya Pratama selaku Rekan Penelitian dan Asisten Laboratorium Kimia Analisa.

10. Teman sejawat, adik dan abang/kakak senior serta teman-teman stambuk 2011 terutama Amin, Pri, Fahmi, Randi, Raymond, dan semua stambuk 2011, serta senior/junior yang memberikan banyak dukungan, semangat dan kenangan tak terlupakan kepada penulis.

11. Keluarga yang sangat luar biasa khususnya Kakek Mansur Husodo, Nenek Anizar Hamzah, Ibu Erma Zarni, Om Syaflidar, Ibu Syafrila RM, Om Diaz WK, Ibu Erlyna, Om Edi Prawoto, Ibu Ina Martina, Dwiki Ardiansyah, Yogi Pratama Simamora, dan sepupu-sepupu yang lain yang juga telah mendukung.

Penulis menyadari bahwa laporan hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, September 2016

Penulis


(58)

DEDIKASI

Alhamdulillahirobbilalamiin.

Skripsi ini saya didedikasikan kepada orang tua saya,

Ayahanda Suhardi dan (almh.) Ibunda Trisna Yuna.

Terimakasih untuk abah dan mama yang dengan sabar telah

berkorban untukku hingga saat ini. Rasa syukur tak hingga

selalu kuucapkan untuk abah dan mama yang sejak kecil telah

merawatku dan membimbingku tanpa kenal lelah hingga saat

ini.

Untuk adikku tersayang, Cita dan Lala, terimakasih karena

kalian selalu ada untuk abang disaat susah dan senang.

Semoga Allah SWT selalu melindungi dan menyayangi

keluarga kita.


(59)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Dasa Haryuwibawa Nim : 110405057

Tempat/ tgl lahir : Medan, 16 Januari 1994 Nama orang tua : Suhardi, BSc. dan Trisna Yuna Alamat orang tua :

Jl. Pasar VII Mariendal Gg. Sumber Amal Komp. Grand Gading Mas No. 1BB, Medan

Asal sekolah

TK As-Sa’adah Medan tahun 1998-1999

SD Taman Siswa Medan tahun 1999–2005

SMP Negeri 34 Medan tahun 2005–2008

SMA Harapan Mandiri Medan tahun 2008–2011 Pengalaman organisasi/ kerja :

1. Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) FT USU periode 2014/2015 sebagai anggota Bidang Kreativitas, Minat, dan Bakat

2. Covalen Study Group (CSG) periode 2013/2014 sebagai anggota Bidang Hubungan Masyarakat

3. Kerja praktek di PTPN IV SAWIT LANGKAT (SAL) 02 Februari-02 April 2015

Artikel yang telah dipublikasi dalam jurnal/ pertemuan ilmiah:

1. Effect of Temperature on the Combustion of Kepok Banana (Musa

Paradisiaca Linn cv. 'Saba') Peel as Potassium Source, Seminar Ilmiah


(60)

(61)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan temperatur optimum dalam pembuatan abu dari kulit buah pisang kepok. Penelitian ini diawali dengan pirolisis untuk diperoleh abu kulit buah pisang kepok (Musa paradisiaca Linn cv. ‘Saba’). Pirolisis dilakukan dengan menggunakan muffle furnace dengan kondisi kulit buah pisang kepok sebagai variable tetap dan temperatur pembakaran (450 oC, 500 oC, 550 oC dan 600 oC) dan lama pembakaran (3 jam dan 5 jam) sebagai variabel berubah. Kandungan kalium pada abu diekstraksi dengan aquades dengan perbandingan 1 : 100 dan direndam selama 24 jam. Analisis yang dilakukan adalah normalitas, pH, konduktivitas dan kandungan K2O dengan metode AAS. Hasil abu terbaik yang diperoleh dengan berat sampel sebanyak 15 gr adalah pada temperatur 550 oC dan waktu 5 jam. Dimana hasil analisa dengan metode AAS (Atomic Absorption Spectroscopy) diperoleh kandungan K2O sebesar 61,80 %.


(62)

ABSTRACT

The purpose of this research to be determined optimum temperature in the ashes production from saba banana peels. This study was initiated by pyrolysis to obtaine saba banana peel ashes (Musa paradisiaca Linn cv. 'Saba'). Pyrolysis is done by using a muffle furnace with condition saba banana peel fruit as fixed variable and the combustion temperature (450 °C, 500 °C, 550 °C and 600 °C) and the combustion time (3 hours and 5 hours) as changed variable. The content of potassium in the ashes was extracted with distilled water at the ratio of 1: 100 and steeped for 24 hours. Analysis which do is normality, pH, conductivity and K2O content by AAS method. The best results of the ashes was obtained by sample weight of 15 g is at temperature of 550 °C and time 5 hours, where the results of analysis with AAS method (Atomic Absorption Spectroscopy) was obtained K2O content is 61,80%.


(63)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

PENGESAHAN ii

PRAKATA iii

DEDIKASI v

RIWAYAT HIDUP PENULIS vi

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

DAFTAR SINGKATAN xvi

DAFTAR SIMBOL xvii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 5

1.3 Tujuan Penelitian 5

1.4 Manfaat Penelitian 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1 Pisang 7

2.2 Pisang Kepok 8

2.3 Kulit Pisang Kepok 8

2.4 Pirolisis 9

2.5 Biomassa 10

2.6 Pirolisis Biomassa 11


(64)

2.7.1 Penggunaan sebagai Pupuk 13 2.7.2 Penggunaan sebagai Bahan Bangunan 13 2.7.3 Penggunaan sebagai Bahan Bakar 14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 15

3.1 Lokasi Penelitian 15

3.2 Bahan dan Peralatan 15

3.2.1 Bahan 15

3.2.2 Peralatan 15

3.3 Rancangan Penelitian 16

3.4 Prosedur Utama Penelitian 16

3.4.1 Prosedur Pembuatan Abu 16

3.5 Prosedur Analisis Penelitian 17

3.5.1 Analisis pH 17

3.5.2 Analisis Normalitas 17

3.5.3 Analisis Konduktivitas 17

3.6 Flowchart Utama Penelitian 18

3.6.1 Pembuatan Abu 18

3.7 Flowchart Analisis Penelitian 19

3.7.1 Analisis pH 19

3.7.2 Analisis Normalitas 19

3.7.3 Analisis Konduktivitas 20

BAB IV HASIL PERCOBAAN 22

4.1 Pembuatan Abu Kulit Buah Pisang Kepok 22 4.2 Pengaruh Temperatur Pembakaran (oC) terhadap Rendemen

Abu (%) 23

4.3 Pengaruh Temperatur Pembakaran (oC) terhadap Normalitas

Ekstrak Abu (N) 24

4.4 Pengaruh Temperatur Pembakaran (oC) terhadap pH Ekstrak

Abu 25

4.5 Pengaruh Temperatur Pembakaran (oC) terhadap Daya


(65)

4.6 Pengaruh Temperatur Pembakaran (oC) terhadap Kadar K2O

(%) 29

4.7 Pengaruh Rendemen Abu (%) terhadap Kadar K2O (%) 30 4.8 Pengaruh Temperatur Pembakaran (oC) terhadap

Perbandingan Kadar K2O dan K2CO3 (%) 31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 33

5.1 Kesimpulan 33

5.2 Saran 33

DAFTAR PUSTAKA 34

LAMPIRAN 1 38

LAMPIRAN 2 42

LAMPIRAN 3 45


(66)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 3.1 Flowchart Percobaan Pembuatan Abu 18

Gambar 3.2 Flowchart Analisis pH 19

Gambar 3.3 Flowchart Analisis Normalitas 20

Gambar 3.4 Flowchart Analisis Konduktivitas 21

Gambar 4.1 (a) Kulit Buah Pisang Kepok Kering dan (b) Abu Hasil Pembakaran Furnace pada Kulit Buah Pisang Kepok 22 Gambar 4.2 Pengaruh Temperatur Pembakaran (oC) terhadap Rendemen

Abu (%) 23

Gambar 4.3 Pengaruh Temperatur Pembakaran (oC) terhadap Normalitas

Ekstrak Abu (N) 24

Gambar 4.4 Pengaruh Temperatur Pembakaran (oC) terhadap pH Ekstrak

Abu 26

Gambar 4.5 Pengaruh Temperatur Pembakaran (oC) terhadap Daya

Hantar Listrik Ekstrak Abu (µS/cm) 27

Gambar 4.6 Pengaruh Temperatur Pembakaran (oC) terhadap Kadar K2O

(%) 29

Gambar 4.7 Pengaruh Rendemen Abu (%) terhadap Kadar K2O (%) 30 Gambar 4.8 Pengaruh Temperatur Pembakaran (oC) terhadap

Perbandingan Kadar K2O dan K2CO3 (%) (a) Pada Waktu 3

Jam dan (b) Pada Waktu 5 Jam 32

Gambar L3.1 Kulit Buah Pisang Kepok 47

Gambar L3.2 Kulit Buah Pisang Kepok Kering 47

Gambar L3.3 Pembakaran Kulit Pisang Kepok Kering Menggunakan

Muffle Furnace 48

Gambar L3.4 Hasil Pembakaran Kulit Pisang Kepok Kering 48

Gambar L3.5 Sampling Abu Hasil Pembakaran 48

Gambar L3.6 Penentuan Konsentrasi Basa Ekstrak Abu 49 Gambar L3.7 Pengukuran pH Ekstrak Abu Menggunakan pH Meter 49


(67)

Gambar L3.8 Pengukuran Konduktivitas Larutan Menggunakan

Conductivity Meter 50


(68)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu dalam Pembuatan Abu dari Kulit Buah

sebagai Sumber Alkali 2

Tabel 2.1 Kandungan Kulit Pisang Kepok 9

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian 16

Tabel L1.1 Data Berat Rendemen Abu yang Diperoleh 38 Tabel L1.2 Data Analisis Normalitas Ekstrak Abu 38

Tabel L1.3 Data Analisis pH Ekstrak Abu 39

Tabel L1.4 Data Analisis Daya Hantar Listrik Ekstrak Abu 39 Tabel L1.5 Data Analisa Kadar K2O di dalam Abu 40 Tabel L1.6 Data Analisa Kadar K2CO3 di dalam Abu 40 Tabel L1.7 Data Analisa Kadar K2CO3 di dalam Abu (Lanjutan) 41


(1)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 3.1 Flowchart Percobaan Pembuatan Abu 18

Gambar 3.2 Flowchart Analisis pH 19

Gambar 3.3 Flowchart Analisis Normalitas 20

Gambar 3.4 Flowchart Analisis Konduktivitas 21 Gambar 4.1 (a) Kulit Buah Pisang Kepok Kering dan (b) Abu Hasil

Pembakaran Furnace pada Kulit Buah Pisang Kepok 22 Gambar 4.2 Pengaruh Temperatur Pembakaran (oC) terhadap Rendemen

Abu (%) 23

Gambar 4.3 Pengaruh Temperatur Pembakaran (oC) terhadap Normalitas

Ekstrak Abu (N) 24

Gambar 4.4 Pengaruh Temperatur Pembakaran (oC) terhadap pH Ekstrak

Abu 26

Gambar 4.5 Pengaruh Temperatur Pembakaran (oC) terhadap Daya Hantar Listrik Ekstrak Abu (µS/cm) 27 Gambar 4.6 Pengaruh Temperatur Pembakaran (oC) terhadap Kadar K2O

(%) 29

Gambar 4.7 Pengaruh Rendemen Abu (%) terhadap Kadar K2O (%) 30

Gambar 4.8 Pengaruh Temperatur Pembakaran (oC) terhadap Perbandingan Kadar K2O dan K2CO3 (%) (a) Pada Waktu 3

Jam dan (b) Pada Waktu 5 Jam 32

Gambar L3.1 Kulit Buah Pisang Kepok 47

Gambar L3.2 Kulit Buah Pisang Kepok Kering 47

Gambar L3.3 Pembakaran Kulit Pisang Kepok Kering Menggunakan

Muffle Furnace 48


(2)

xiii

Gambar L3.8 Pengukuran Konduktivitas Larutan Menggunakan

Conductivity Meter 50 Gambar L4.1 Hasil Analisis K2O dengan Metode AAS 51


(3)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu dalam Pembuatan Abu dari Kulit Buah

sebagai Sumber Alkali 2

Tabel 2.1 Kandungan Kulit Pisang Kepok 9

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian 16

Tabel L1.1 Data Berat Rendemen Abu yang Diperoleh 38 Tabel L1.2 Data Analisis Normalitas Ekstrak Abu 38

Tabel L1.3 Data Analisis pH Ekstrak Abu 39

Tabel L1.4 Data Analisis Daya Hantar Listrik Ekstrak Abu 39 Tabel L1.5 Data Analisa Kadar K2O di dalam Abu 40

Tabel L1.6 Data Analisa Kadar K2CO3 di dalam Abu 40


(4)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PENELITIAN 38

L1.1 Data Berat Rendemen Abu yang Diperoleh 38 L1.2 Data Analisis Normalitas Ekstrak Abu 38 L1.3 Data Analisis pH Ekstrak Abu 39 L1.4 Data Analisis Daya Hantar Listrik Ekstrak Abu 39 L1.5 Data Analisis Kadar K2O di dalam Abu 40

L1.6 Data Analisis Kadar K2CO3 di dalam Abu 41

LAMPIRAN 2 CONTOH PERHITUNGAN 42

L2.1 Perhitungan Kadar Air Kulit Buah Pisang 42

L2.2 Perhitungan Rendemen Abu 42

L2.3 Perhitungan Normalitas Ekstrak Abu 42

L2.4 Perhitungan Kadar K2CO3 43

LAMPIRAN 3 DOKUMENTASI PERCOBAAN 45

L3.1 Kulit Pisang Kepok 45

L3.2 Kulit Pisang Kepok Kering 45

L3.3 Pembakaran Kulit Pisang Kepok Kering Menggunakan

Muffle Furnace 46 L3.4 Hasil Pembakaran Kulit Pisang Kepok Kering 46 L3.5 Sampling Abu Hasil Pembakaran 46 L3.6 Penentuan Konsentrasi Basa Ekstrak Abu 47 L3.7 Pengukuran pH Ektrak Abu Menggunakan pH Meter 47 L3.8 Pengukuran Konduktivitas Larutan Menggunakan

Conductivity Meter 48

LAMPIRAN 4 HASIL ANALISIS K2O 49

L4.1 Hasil Analisis K2O 49


(5)

DAFTAR SINGKATAN

AAS Atomic Absorption Spectroscopy

K2CO3 Kalium Karbonat


(6)

xvii

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Dimensi

T Temperatur pembakaran (oC)

t Waktu pembakaran (jam)

N Normalitas (N)

V Volume (ml)