24 material tumbuhan pada temperatur yang tinggi menghasilkan dekomposisi
beberapa komponen anorganik dan juga pengurangan berat [5]. Penyebab rendahnya rendemen abu ini dikarenakan reaksi antara karbon
dengan uap air semakin meningkat dengan bertambahnya temperatur dan lamanya waktu pembakaran, sehingga karbon yang bereaksi menjadi CO
2
dan H
2
menjadi banyak, sebaliknya jumlah abu yang dihasilkan semakin sedikit [10]. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan pada pembakaran tempurung kelapa, dimana semakin meningkatnya temperatur dan waktu
pembakaran, rendemen hasil pembakaran yang dihasilkan semakin menurun [33].
4.3 Pengaruh Temperatur Pembakaran
o
C terhadap Normalitas Ekstrak Abu N
Hasil pirolisis yang diperoleh dari percobaan diekstraksi menggunakan aquadest, lalu disaring dan filtratnya dianalisa dengan metode titrasi
menggunakan asam untuk mengetahui konsentrasi basa yang dikandung dari hasil pirolisis. Pengaruh temperatur pembakaran terhadap normalitas ekstrak dari abu
dapat dilihat pada Gambar 4.3 di bawah ini:
Gambar 4.3 Pengaruh Temperatur Pembakaran
o
C terhadap Normalitas Ekstrak Abu N
Gambar 4.3 menunjukkan grafik pengaruh temperatur pembakaran terhadap normalitas ekstrak abu yang dihasilkan. Pada perlakuan pirolisis pada waktu 3 jam
dengan temperatur 450, 500, 550 dan 600
o
C diperoleh normalitas ekstrak abu masing-masing sebesar 0,034; 0,036; 0,060; dan 0,052 N. Sedangkan pada waktu
0,00 0,02
0,04 0,06
0,08 0,10
400 450
500 550
600
N or
m al
it as
N
Suhu Pembakaran ᵒC
5 jam 3 jam
Temperatur Pembakaran
o
C
Universitas Sumatera Utara
25 5 jam dengan temperatur 450, 500, 550 dan 600
o
C diperoleh normalitas ekstrak abu masing-masing sebesar 0,048; 0,056; 0,062; dan 0,056 N.
Dari Gambar 4.3 diperoleh pada waktu yang sama dengan bertambahnya temperatur pembakaran maka normalitas dari ekstrak abu juga semakin
bertambah, namun pada temperatur 600
o
C normalitas ekstrak abu menjadi berkurang. Ekstrak alkali dari abu adalah alkali hidroksida yang dapat dijelaskan
bahwa K
2
O danatau Na
2
O terbentuk selama pembakaran material suatu tumbuhan dan larut di dalam air selama ekstraksi menjadi hidroksida [7]. Tetapi
menurut penelitian terdahulu dikatakan susunan K
2
O atau Na
2
O terbentuk dari pembakaran logam murni K atau Na di udara, dimana K atau Na didalam
material tumbuhan terikat dalam matrik organiknya [5]. Dari penelitian terdahulu, perlakuan dengan bertambahnya temperatur pada
pembakaran, logam alkali, K dan Na, membentuk logam oksida yang kurang stabil dibandingkan dengan unsur lainnya yang terkandung dalam abu. Senyawa
oksida tersebut bereaksi dengan uap air untuk mencapai keadaan stabil dan menjadi senyawa volatil hidroksida, KOHg dan NaOHg [31].
Selain itu, kemampuan abu untuk melarut menjadi suatu fungsi dari jumlah komponen-komponen logam alkali dan garam-garam yang dapat larut lainnya
seperti klorida dan sulfat dari K dan Na yang terkandung didalam abu tergantung jenis tumbuhan yang dibakar. Komponen-komponen yang tidak larut
pada abu mengandung silikat dan logam lain yang sukar larut didalam air. Ketika abu dilarutkan dengan air, hanya karbonat dan mungkin klorida serta sulfat dari
logam alkali yang terdapat pada larutan, termasuk sebagian kecil logam lain yang tidak larut atau sukar larut [5].
4.4 Pengaruh Temperatur pembakaran