Pengaruh Lama Pembakaran Dalam Pembuatan Abu Dari Kulit Buah Pisang Kepok (Musa parasidiaca Linn Cv „Saba‟) Sebagai Sumber Alkali
LAMPIRAN 1
DATA HASIL PERCOBAAN
L1.1 PERHITUNGAN KADAR AIR KULIT PISANG
Kadar air kulit pisang : Berat awal kulit : 28,1 gr Berat akhir kulit : 5,2
Kadar air kulit pisang :28,1−5,2
28,1 × 100% : 22,9
28,1× 100% : 81,5 %
L1.2 DATA PERHITUNGAN NORMALITAS ALKALI Sampel kulit pisang kering : 15 gram.
Hasil pembakaran diekstrak dengan aquades dengan perbandingan 1 : 100 0,3 gr abu diekstrak dengan 30 ml aquades
V sampling yang digunakan : 5 ml
Asam yang digunakan : asam asetat (CH3COOH) Konsentrasi asam : 0,1 N
Tabel L1.1 Data hasil titrasi tiap run percobaan Suhu
(oC)
Waktu (jam)
Berat Abu (gr)
% Abu Normalitas (N) pH % K2O
600
1 2,8 18,78 0,030 10,6 30,98
2 2,5 16,31 0,046 10,6 40,08
3 1,8 11,28 0,052 10,8 59,07
4 1,7 11,01 0,056 11,0 42,28
(2)
LAMPIRAN 2
CONTOH PERHITUNGAN
L2.1 PERHITUNGAN NORMALITAS
Sampel Abu : 0,3 gr Aquades : 30 ml
V1 = Sampling titrasi : 5 ml
N2 = N asam asetat (CH3COOH) : 0,1 N Tabel L2.1 Data Hasil Perhitungan Normalitas
Suhu (oC) Waktu (jam) V asam (ml) Normalitas
600
1 1,5 0,030
2 2,3 0,046
3 2,6 0,052
4 2,8 0,056
5 2,8 0,056
Pada waktu 1 jam
N grek basa = N grek asam N = M. e
N1. V1 = N2. V2
e. M1. V1 = e. M2. V2 1. M1. 5 = 1. 0,1. 1,5 M1 = 0,030 mol/ml N1 = M1.e
= 0,030. 1 = 0,030 N
(3)
L2.2 PERHITUNGAN PERSENTASE K2CO3
Tabel L2.2 Data Hasil Titrasi Tiap Run Percobaan
Sampel 1 jam 600 oC
Jumlah mol bikarbonat
nCO32-= HCl ×(V HCl dengan metil orange-V HCl dengan pp) nCO32-=0,1×(6,7-3,2)
nCO32-=0,35 mmol
Massa KHCO3 dalam 25 ml ekstrak
massa KHCO3 =n HCO3
-×mr KHCO3 1000
massa KHCO3 =0,35×100 1000 massa KHCO3 =0,035 gram
Massa KHCO3 dalam ekstrak
massa KHCO3 =massa KHCO3 dalam 25 ml ekstrak ×volume ekstrak 25 ml
massa KHCO3 =0,035 gram ×74 25 ml massa KHCO3 =0,1036
Massa K2O dalam KHCO3
massa K2O= mr K2O
2 ×mr KHCO3 ×massa KHCO3 dalam ekstrak massa K2O= 94
200×0,1036
No Sampel V HCl dengan phenoptalein
V HCl dengan metal orange
1 1 jam 600 oC 3,2 ml 6,7 ml
2 2 jam 600 oC 3,7 ml 7,3 ml
3 3 jam 600 oC 4,0 ml 8,7 ml
4 4 jam 600 oC 3,5 ml 7,7 ml
(4)
massa K2O=0,0487
Massa K2O dalam abu
%K2O dalam abu= massa K2O dalam abu
massa abu yang diektraksi×100%
30,98%=massa K2O dalam abu
0,5 ×100%
massa K2O dalam abu=0,1549 gram
Massa K2O dalam K2CO3
massa K2O dalam K2CO3=massa K2O dalam abu-massa K2O dalam KHCO3 massa K2O dalam K2CO3=0,1549-0,0487
massa K2O dalam K2CO3=0,1062
Massa K2CO3 dalam ekstrak
massa K2CO3dalam ektrak=mr K2CO3
mr K2O ×massa K2O dalam K2CO3
massa K2CO3dalam ektrak=138
94 ×0,1062 massa K2CO3dalam ektrak=0,1559 gram massa K2CO3dalam abu=0,1559-0,1062 massa K2CO3dalam abu=0,0497
Perentase K2CO3 dalam abu
%K2CO3dalam abu= massa K2CO3 dalam abu
massa abu yang diektraksi×100%
%K2CO3dalam abu=0,0497
0,5 ×100% %K2CO3dalam abu=9,94 %
(5)
LAMPIRAN 3
DOKUMENTASI PENELITIAN
L3,1 GAMBAR PERSIAPAN BAHAN BAKU KULIT PISANG KEPOK
Gambar L3.1 Gambar Persiapan Bahan Baku Kulit Pisang Kepok L3,2 GAMBAR PENGERINGAN KULIT PISANG KEPOK
(6)
L3,3 GAMBAR KULIT PISANG KEPOK SETELAH DIKERINGKAN PADA OVEN
Gambar L3.3 Gambar Kulit Pisang Kepok Setelah Dikeringkan Pada Oven L3,4 GAMBAR KULIT PISANG KEPOK KERING
(7)
L3,5 GAMBAR PERSIAPAN KULIT PISANG YANG AKAN DI FURNACE
Gambar L3.5 Gambar Persiapan Kulit Pisang Yang Akan Dipirolisis L3,6 GAMBAR PEMBAKARAN KULIT PISANG PADA SUHU 600 oC
(8)
L3,7 GAMBAR KULIT PISANG YANG TELAH DI FURNACE
Gambar L3.7 Gambar Kulit Pisang Yang Telah Dipirolisis
L3,8 GAMBAR KULIT PISANG YANG TELAH DI FURNACE DALAM VARIASI WAKTU PEMBAKARAN
Gambar L3.8 Gambar Kulit Pisang Yang Telah Di Bakar Dalam Variasi Waktu Pembakaran
(9)
L3,9 GAMBAR PENENTUAN KONSENTRASI BASA
Gambar L3.9 Gambar Penentuan Konsentrasi Basa L3,10 GAMBAR PENENTUAN pH LARUTAN
(10)
L3,11 GAMBAR PENENTUAN KONDUKTIVITAS LARUTAN
(11)
LAMPIRAN 4
HASIL ANALISIS K
2O
L4.1 HASIL ANALISA K2O
(12)
DAFTAR PUSTAKA
[1] Kemal Prihatman. “Pisang (Musa spp)”. Sistim Informasi Manajemen
Pembangunan di Pedesaan, BAPPENAS. 2000.
[2] BPS (2015) “Badan Pusat Statistika Buah-buahan di Indonesia”, Diakses pada tanggal 02 Agustus 2015. http://www.bps.go.id
[3] Henny Rosmawati. “Analisis Efisiensi Pemasaran Pisang Produksi Petani
di Kecamatan Lengkiti Kabupaten Ogan Komering Ulu”. Agronobis. Vol. 3, No.
5, ISSN: 1979-8245X. 2011.
[4] Catharina E. Fingolo, Joao M.A. Braga, Ana C.M Vieira, Mirian R.L. Moura Dan Maria Auxiliadora C. Kaplan. (2012). “The Natural Impact of Banana
Inflorescences (Musa acuminata) on human nutrition”. Anais da Academia
Brasileira de Ciencias (2012) 84(4) : 891-898 (Annals of the Brazilian Academy of Sciences). ISSN 0001-3765 / Online Version ISSN 1678-2690.
[5] Rezky Lastinov Amza. ”Respon Ketahanan Kultur Pisang Kepok (Musa balbisiana) Terhadap Inokulasi Fusarium oxysporum f. Sp cubense”. Skripsi.
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang. 2011
[6] Siswarni. M.Z. “Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang Sebagai Membran
Selulosa”. Jurnal Teknologi Proses. ISSN 1412-7814. 2007.
[7] Asteria Apriliani dan Franky Agustinus. (2013). “Pembuatan Etanol Dari
Kulit Pisang Secara Fermentasi”. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. 2,
No. 2. Jurusan Teknik Kimia, Universitas Diponogoro.
[8] Mahendra K Misra; Kenneth W. Ragland; Andrew J. Baker (1993).”Wood
Ash Composition As a Function of Furnace Temperature” Biomass and
(13)
[9] C.O. Iyagba, E.T Onyegbabo; Offor, O.J. (2002). “Solid Soap Production Using Plantain Peel Ash as Source of Alkali”. J. Appl.Sci. Environ. Mgt, ISSN
1119-8362, Vol 6(1), Department of Chemical Engineering, University of Port Harcourt, Port Harcourt, Hal 73-77.
[10] I.Olurmi Olabanji, E. Ayodele Oluyemi dan O. Solomon Ajayi. 2012.
“Metal Analyses of Ash derived alkalis from banana and plantain peels (Musa spp). In Soap Making”, African Journal of Biotechnology, ISSN 1684-5315, Vol. 11(99), Depatment of Chemistry, Obafemi Awolowo University, lle-lfe, hal 16512-16518
[11] H.O. Ogunsuyi; dan C.A. Akinnawo. (2012).” Quality Assessment of Soaps Produced from Palm Bunch Ash-Derived Alkali and Coconut Oi” dalam J. Appl. Sci. Environ. Mgt. Vol. 16 (4) 363-366.
[12] Riantong Singanusong; Tochampa, Worasit; Kongbangkerd, Teeraporn; dan Sodchit, Chiraporn. (2013). “Extraction and Properties of Cellulose from Banana Peels”. Suranaree Journal of Science and Technology, Vol. 21, No. 3, Hal. 201-213, Suranaree University of Technology.
[13] Wutti Rattanavichai dan Cheng Winton. (2015). “Dietary Supplement Of Banana (Musa acuminata) Peels Hot-Water Extract to Enhance The Growth, Anti-Hypothermal Stress, Immunity and Disease Resistance Of The Giant Freshwater Prawn, Macrobrachium rosenbergii”. Fish & Shellfish Immunology, No. 43, Hal. 415-426. Elsevier Ltd.
[14] Willy Delviana. “Penetapan Kadar Kalium dan Natrium pada Pisang (Musa paradisiaca, L) secara Spektrofotometri Serapan Atom”. Program Ekstensi Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan. 2011 [15] Minda Sari Lubis. “Penggunaan Meltodekstroin Hasil Hidrolisis Pati Pisang pada Formulasi Sediaan Orally Disintegrating Tablet (ODT)”. Program studi magister dan Doktor ilmu farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.
(14)
[16] Direktorat Jenderal Hortikultura. “Produksi Pisang di Indonesia”. Diakses
pada tanggal 02 Agustus 2015 http://hortikultura.go.id
[17] G. Aurore, Parfait, B., Fahrasmane, L. 2009. “Bananas, raw materials for making processed food products”. Trends in Food Science & Technology, 20(2), 78-91.
[18] T.K. Lim. (2012). “Musa acuminata × balbisiana (ABB Group) „Saba‟. Edible Medicinal And Non-Medicinal Plants”, Vol. 3, Fruits, Hal. 544-547. Springer Science+Business Media B.V.
[19] Phatcharaporn Wachirasiri; Julakarangka, Siripan; dan Wanlapa, Sorada. (2009). “The Effects of Banana Peel Preparations on the Properties of Banana Peel Dietary Fibre Concentrate”. Songklanakarin Journal of Science and
Technology, Vol. 31, No. 6, Hal. 605-611, Prince of Songkla University.
[20] Judilynn N. Solidum. “Characterization of Saba Peels”. International
Journal of Chemical and Environmental Engineering, Vol.2, No.3, 2011 Hal. 147-152. WARP.
[21] Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, Jatim Surabaya 1982
[22] J.O. Babayemi; Dauda, K.T.; Nwude, D.O.; Kayode, A.A.A.; Ajiboye, J.A.; Essien, E.R.; dan Abiona., O.O.. (2010). “Determination of Potash Alkali and Metal Contents of Ashes Obtained from Peels of some Varieties of Nigeria Grown Musa Species”. BioResources, Vol. 5, No. 3, Hal.1384-1392.
[23] Peter McKendry. “Energy Production from Biomass (Part 1): Overview of Biomass”. Bioresource Technology Vol. 83, Hal. 37–46. 2001 Elsevier Science Ltd.
[24] Demirbas., “A. Potential Applications of Renewable Energy Sources, Biomass Combustion Problems in Boiler Power Systems and Combustion Related
(15)
[25] B.M Jenkins, L. L Baxter, T.R Miles,”Combustion properties of biomass”,
Fuel Processing Technology 54 (1998), hal 28-30
[26] Friedrich Biedermann, Ingwald Obernberger (2005),”Ash-Related Problems during Biomass Combustion and Posibilities for a Sustainable Ash
Utilisation” Austrian Bioenergu Centre, BIOS Bioenergiesystem.
[27] Peter Alexander Brownsort., “Biomass Pyrolysis Processes : Performance
Parameters And Their Influence On Biochar System Benefits”, Thesis, University of Edinburgh, 2009.
[28] Mohammad L. Jahirul, Mohammad G. Rasul, Ashfaque Ahmed
Chowdhury dan Nanjappa Ashwath (2012). “Biofuels Production Through
Biomass Pyrolysis A Technological Review”, energies, ISSN 1996-1073.
[29] Jan R. Pels, Danielle S. De Nie, Jacob H.A Kiel,”Utilization of ashes from
biomass combustion and gasification”, European Biomass Conference and
Exhibition, ECN-RX-05-182. Hal 4-8
[30] Webelements (2014), ”Potasium Oxide”, Diakses pada tanggal 01
November 2015. http://www.webelements.com/compound/potasium/ potasium_oxide.html
[31] IPCS (1993),”Potasium Oxide”, International Chemical Safety Cards :
0769
[32] Webelements (2014),”Disodium Oxide”, Diakses pada tanggal 01
November 2015. http://www.webelements.com/compound/disodium/ disodium_oxide.html
[33] Buzzle (2014), “Sodium Oxide”, Diakses pada tanggal 01 November 2015.
http://www.buzle.com/articles/sodium-properties-chemical-and-physical-properties-of-sodium.html
[34] RSC (2014), “Sodium Oxide”, Diakses pada tanggal 01 November 2015.
(16)
[35] Hary Surya Purnama. “Pengaruh Suhu Dalam Pembuatan Abu Dari Kulit Buah Markisa Sebagai Sumber Alkali”. Skripsi, Program Sarjana Fakultas Teknik USU. 2014
[36] Dan Bostrom, Erika Lindstrom, Christoffer Boman, Rainer Backman (2005), Ash transformation Chemistry during energy conversion of agricultural
biomass”. Energy and Thermal Process and Thermal Process Chemistri, Umea
University, Sweden, hal. 4
[37] Anderson, Destinee R., “Ohmic Heating as an Alternative Food Processing
technology”, Report, Kansas State University, Kansas, 2008. Hal. 12
[38] Partington, J. R., “A Short History of Chemistry: Third Edition”, ISBN 13: 9780486659770. 1957
[39] Agra I., “Pemanfaatan Senyawa Kalium Dari Abu”, Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. 1975
[40] Babayemi, J.O.; Dauda, K.T.; Nwude, D.O.; dan Kayode, A.A.A.. 2010a.
Evaluation of the Composition and Chemistry of Ash and Potash from Various Plant Materials. Journal of Applied Sciences, Vol. 10, No. 16, Hal.1820-1824.
Asian Network for Scientific Information.
[41] Bale, C., Chartrand, P., Degterov, S. A., Eriksson, G., Hack, K., Ben Mahfoud, R., Melancon, J., Pelton, A. D., Petersen, S. “FactSage thermochemical software and databases”, Calphad, 26 (2), hal 189–228, 2002.
[42] A. Dabrowski.”Adsorption and applications in industry and environment
protection”, Studies in Surface Science and Catalysis, Vol. 120A.1999
[43] Yongqi Lu, Xinhuai Ye, Manoranjan Sahu, Massoud Rostam-Abadi, Andrew Jones.”Development and Evaluation of a Novel Hot Carbonate Absorption Process with Crystallization-Enabled High Pressure Stripping for Post-Combustion CO2 Capture”. AIChE Annual Meeting. 2011
(17)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 LOKASI PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa dan Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan lebih kurang 6 bulan.
3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan Baku
Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain: 1. Bahan Utama
a. Kulit buah pisang Kepok b. Aquadest
2. Bahan Analisa
a. CH3COOH 0,1 N
b. Indikator phenolphtalein 3.2.2 Peralatan
Pada penelitian ini, peralatan yang digunakan antara lain : 1. Peralatan utama
a. Beaker glass b. Furnace c. Cawan 2. Peralatan Analisa
a. Statif dan klem b. Buret
c. Pipet tetes d. Neraca analitik e. Erlenmeyer f. Gelas ukur g. Beaker glass h. Corong
(18)
3.3 PROSEDUR UTAMA PERCOBAAN 3.3.1 Prosedur Pembuatan Abu
1. Kulit buah pisang dikeringkan menggunakan oven selama 1x24 jam. 2. Kulit kering dipotong ukuran kecil lalu di timbang sebanyak 15 g dan
dimasukkan ke dalam cawan dengan ukuran 75 ml. 4. Cawan dimasukkan ke dalam furnace.
6. Diatur perlakuan suhu furnace 600 oC dengan waktu yang diperlukan.
3.4 PROSEDUR ANALISA PERCOBAAN 3.4.1 Prosedur Analisa pH
1. Ditambahkan 30 ml aquades pada 0,3 g sampling abu hasil furnace 2. Direndam selama 15 menit
3. Dicelupkan pH meter.
4. Dicatat data hasil pengukuran.
3.4.2 Prosedur Analisa Normalitas
1. Ditambahkan 30 ml aquades pada 0,3 g sampling abu hasil furnace 2. Direndam selama 1 x 24 jam.
3. Disaring dan filtrat diambil sebanyak 5 ml. 4. Dititrasi dengan asam asetat 0,1 N
5. Dicatat penggunaan volume asam 6. Dihitung normalitas kandungan basa.
3.4.3 Prosedur Analisa Konduktivitas
1. Ditambahkan 5 ml air demineral pada 0,5 g sampling abu hasil furnace 2. Direndam selama 15 menit.
3. Disaring dan filtrat dicelupkan dengan conductivity meter. 4. Dicatat data pengukuran.
(19)
3.5 FLOWCHART PERCOBAAN UTAMA 3.5.1 Flowchart Percobaan Persiapan Abu
Gambar 3.1 Flowchart Percobaan Persiapan Abu [35] Mulai
Selesai
Kulit buah pisang dikeringkan menggunakan oven selama 1 x 24 jam
Di potong kecil dan ditimbang sebanyak 15 g
Diletakkan ke dalam cawan 75 ml dan dimasukkan ke dalam furnace
suhu 600 oC
Waktu pembakaran 1; 2; 3; 4 dan 5 jam
Ditimbang hasil berat tiap run
Abu hasil pembakaran selanjutnya dianalisa
(20)
3.6 FLOWCHART PERCOBAAN ANALISA 3.6.1 Flowchart Percobaan Analisa pH
Gambar 3.2 Flowchart Percobaan Analisa pH [35] 3.6.2 Flowchart Percobaan Analisa Konsentrasi Basa
Mulai
Ditambahkan 30 ml aquades dalam 0,3 g abu untuk setiap hasil pembakaran
Direndam selama 24 jam dan disaring dengan kertas saring
Diambil filtratnya sebanyak 5 ml
Diteteskan larutan indikator
phenolphtalein Mulai
Ditambahkan 30 ml aquades dalam 0,3 g abu untuk setiap hasil pembakaran
Direndam selama 15 menit
Dicelupkan pH meter
Dicatat pengukuran data pH
Selesai
(21)
Gambar 3.3 Flowchart Percobaan Analisa Kandungan Basa [35] 3.6.3 Flowchart Percobaan Analisa Konduktivitas
Gambar 3.4 Flowchart Percobaan Analisa Konduktivitas [35] Selesai
Dicatat volume asam asetat yang dipakai
Dititrasi dengan larutan asam asetat 0,1 N hingga warna merah tepat
hilang
Dihitung normalitas basa yang terkandung
A
Mulai
Ditambahkan 5 ml air demineralpada 0,5 g sampling abu hasil furnance
Direndam selama 15 menit dan disaring
Dicelupkan alat pengukuran conductivity meter
Dicatat data pengukuran
(22)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 PEMBUATAN ABU KULIT BUAH PISANG KEPOK
Pada pembuatan abu dari kulit buah pisang kepok ini dilakukan tahap awal yaitu pengeringan, kulit pisang kepok terlebih dahulu dikeringkan dengan menggunakan oven selama 1 × 24 jam. Hasil pengeringan ini mengurangi kadar air yang terdapat pada kulit hingga 81,5 % dari berat awal dengan metode penimbangan. Berikut gambar hasil setelah pengeringan pada kulit pisang kepok.
(a) (b)
Gambar 4.1 (a) kulit buah pisang kepok kering dan (b) abu kulit buah pisang
Kulit pisang kepok yang telah kering dipotong kecil sebanyak 5 g dan dibakar pada furnace dengan suhu 600 oC dan variasi waktu yang telah ditentukan. Hasil abu yang diperoleh dilakukan beberapa analisa yaitu berat abu, normalitas kandungan basa, pH, konduktivitas dan kandungan K2O.
4.2 ANALISA ABU
Hasil abu yang diperoleh dari perlakuan suhu furnace 600 oC dengan variasi waktu yang telah ditentukan dilakukan beberapa analisa yaitu berat abu, normalitas kandungan basa, pH, konduktivitas dan kandungan K2O.
(23)
4.2.1 Pengaruh Waktu PembakaranTerhadap Massa Abu
Gambar 4.2 menunjukkan bahwa pada perlakuan waktu pembakaran yang semakin lama berat abu yang dihasilkan akan semakin berkurang. Menurut Demirbas, kehadiran kandungan karbon pada abu akan mengurangi kestabilan abu dan secara signifikan juga membentuk volume abu yang banyak. Jika kandungan karbon ingin dikurangin maka abu dapat dibakar kembali [24]
Dengan semakin lamanya pembakaran dalam furnace, kandungan karbon yang masih tersisa akan terus terbakar dan volume abu akan terus berkurang. Pada gambar 4.2 ini menunjukkan berat abu yang terus berkurang karena adanya karbon dan senyawa-senyawa volatil yang terus menguap dengan lamanya pembakaran di dalam furnace.
Gambar 4.2 Pengaruh waktu pembakaran terhadap massa abu pada suhu 600 oC dengan jumlah massa 15 g
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0
1 2 3 4 5
M
a
ss
a
a
bu
(
g
)
(24)
4.2.2 Pengaruh Waktu Pembakaran terhadap pH
Gambar 4.3 Pengaruh waktu pembakaran terhadap pH pada suhu 600 oC dengan jumlah massa 15 g
Gambar 4.3 menunjukkan pengaruh waktu pembakaran terhadap pH larutan basa yang telah diekstrak dari abu yang dihasilkan. Perubahan pH yang terjadi tidak terlalu besar akan tetapi nilai pH yang dihasilkan menandakan larutan bersifat basa. Artinya abu yang dihasilkan mengandung banyak unsur alkali dan mempunyai jumlah kandungan alkali yang berbeda-beda untuk setiap perlakuan waktu pembakaran.
Menurut Misra et, al. karbonat terbentuk pada temperatur yang rendah sedangkan abu terbentuk pada temperatur yang tinggi didalam keadaan atmosfir oksigen yang secara utama membentuk logam oksida [8]. Dengan terbentuknya senyawa alkali karbonat maupun alkali oksida pada abu yang ditambahkan air. Campuran tersebut akan menjadi larutan yang bersifat basa.
10.6 10.6 10.7 10.7 10.8 10.8 10.9 10.9 11.0 11.0 11.1
0 1 2 3 4 5 6
pH
(25)
4.2.3 Pengaruh Waktu Pembakaran terhadap Normalitas
Gambar 4.4 Pengaruh waktu pembakaran terhadap normalitas pada suhu 600 oC dengan jumlah massa 15 g
Gambar 4.4 merupakan hasil perhitungan normalitas kandungan basa yang dianalisa dengan menggunakan metode titrasi asam-basa. Setiap sampling abu yang diperoleh dititrasi dengan menggunakan asam asetat (CH3COOH) 0,1 N. Dengan variasi waktu pembakaran yang dilakukan diperoleh normalitas basa meningkat pada waktu 4 jam dan tidak terjadi kenaikan kembali pada waktu 5 jam.
Menurut Onyegbado, dkk. (2002) tentang ekstrak alkali dari abu adalah alkali hidroksida yang dapat dijelaskan bahwa K2O dan/atau Na2O terbentuk selama pembakaran material suatu tumbuhan dan larut di dalam air selama ekstraksi menjadi hidroksida. Tetapi menurut Adewuyi, dkk. (2008) itu dikatakan susunan K2O atau Na2O terbentuk dari akibat pembakaran logam murni (K atau Na) di udara, dimana K atau Na didalam material tumbuhan terikat dalam matrik organiknya [40].Secara teori, pada temperatur yang tinggi kandungannya dapat berkurang oleh adanya senyawa karbon. Oleh karena itu, senyawa oksida tersebut bereaksi dengan uap air untuk mencapai keadaan stabil dan menjadi senyawa volatil hidroksida, KOH (g) dan NaOH (g) [36].
Selain itu, kemampuan abu untuk melarut menjadi suatu fungsi dari jumlah komponen-komponen logam alkali dan garam-garam yang dapat larut lainnya (seperti klorida dan sulfat dari K dan Na) yang terkandung didalam abu tergantung jenis tumbuhan yang dibakar. Komponen-komponen yang tidak larut pada abu mengandung
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06
1 2 3 4 5
No rm a lita s (N) Waktu (jam)
(26)
silikat dan logam lain yang sukar larut didalam air. Ketika abu dilarutkan dengan air, hanya karbonat dan mungkin klorida serta sulfat dari logam alkali yang terdapat pada larutan, termasuk sebagian kecil logam lain yang tidak larut atau sukar larut [40].
4.2.4 Pengaruh Waktu Pembakaran terhadap Konduktivitas
Gambar 4.5 Pengaruh waktu pembakaran terhadap konduktivitas pada suhu 600 oC dengan jumlah massa 15 g
Gambar 4.5 menunjukkan terjadinya peningkatan dalam hasil pengukuran konduktivitas dari waktu pembakaran yang semakin lama. Menurut Anderson [37], semakin tinggi jumlah ion zat terlarut dalam suatu zat akan meningkatkan konduktivitasnya. Ini menandakan semakin lama waktu pembakaran, terbentuknya senyawa-senyawa lainnya seperti garam yang memungkinkan jumlah ion zat terlarut juga semakin meningkat sehingga konduktivitas larutan tersebut juga meningkat.
276 278 280 282 284 286 288 290 292 294 296 298
0 1 2 3 4 5 6
K o nd uk tiv it a s ( μ S/cm ) Waktu (jam)
(27)
4.2.5 Hubungan Kandungan K2O terhadap Kandungan Abu
Gambar 4.6 menunjukkan hubungan kandungan K2O dari hasil analisa AAS terhadap Jumlah abu yang dihasilkan pada kondisi waktu 1; 2; 3; 4 dan 5 jam. Pada kondisi waktu 1 jam, kandungan abu yang diperoleh sebesar 18,78% dengan kandungan K2O sebesar 30,98%. Pada kondisi waktu2 jam, kandungan abu yang diperoleh sebesar 16,31% dengan kandungan K2O sebesar 40,08%.Pada kondisi waktu3 jam, kandungan abu yang diperoleh sebesar 11,28% dengan kandungan K2O sebesar 59,07%. Pada kondisi waktu4 jam, kandungan abu yang diperoleh sebesar 11,01% dengan kandungan K2O sebesar 42,28% sedangkan pada kondisi waktu 5 jam, kandungan abu yang diperoleh sebesar 11,01% dengan kandungan K2O sebesar 43,98%.
Gambar 4.6 Hubungan kandungan K2O dengan kandungan abu pada suhu 600 oC dengan jumlah massa 15 g
Setiap spesies tanaman mempunyai kandungan abu dan kandungan alkali yang berbeda. Dari gambar 4.6 menunjukkan dengan bertambahnya kandungan abu tidak akan mempengaruhi bertambahnya kandungan kandungan K2O. Dalam proses pembakaran yang terjadi pada 1 jam terlihat kandungan abu yang cukup tinggi akan tetapi pembentukan senyawa K2O tidak banyak. Kandungan K2O terbanyak ada pada kondisi waktu 3 jam.
0 10 20 30 40 50 60 70
0 3 6 9 12 15 18 21
%
K2
O
(28)
Menurut Babayemi, et al., diharapkan dengan kandungan abu yang semakin tinggi maka yield dari alkali juga semakin tinggi, akan tetapi hal tersebut tidak demikian. Dengan kata lain, hubungan antara kandungan abu dan kandungan alkali merupakan 2 hal variatif yang bergantung pada jenis spesies tanaman [22].
4.2.6 Pengaruh waktu pembakaran terhadap kandungan K2O dan K2CO3
Gambar 4.7 Pengaruh waktu pembakaran terhadap kandungan K2O dan K2CO3 pada suhu 600 oC dengan jumlah massa 15 g
Hasil abu yang diperoleh dianalisa menggunakan metode AAS (Atomic
Absorption Spectroscopy). Gambar 4.7 menunjukkan bahwa kondisi waktu yang
optimum untuk memperoleh kandungan alkali terbanyak adalah 3 jam. Pada kondisi waktu 1 jam, 2 jam dan 3 jam kandungan K2O meningkat. Ini disebabkan abu yang terbentuk pada temperatur yang tinggi didalam keadaan atmosfir oksigen yang secara utama membentuk logam oksida [8]. Akan tetapi pada kondisi waktu selama 4 jam dan 5 jam kandungan K2O menjadi turun. Menurut Jenkin, et al. [25], kombinasi kandungan oksigen tinggi dengan bahan organik volatil yang terkandung didalam biomassa menunjukkan potensi terjadinya penguapan pada sejumlah bahan anorganik selama pembakaran. Begitu pula menurut Bale, et al. [41], perlakuan dengan bertambahnya temperatur pada pembakaran, logam alkali, K dan Na, membentuk logam oksida yang kurang stabil dibandingkan dengan unsur lainnya yang terkandung dalam abu. Secara teori, pada temperatur yang tinggi kandungannya dapat berkurang oleh adanya senyawa karbon. Oleh karena itu, senyawa oksida tersebut bereaksi dengan uap air untuk mencapai keadaan stabil dan menjadi senyawa volatil hidroksida, KOH (g)
0 10 20 30 40 50 60 70
0 1 2 3 4 5 6
%k a nd un g a n a lk a li waktu (jam) %K2O %K2CO3
% K2O %K2CO3
(29)
dan NaOH (g) [36]. ini menunjukkan dengan perlakuan waktu pembakaran yang terlalu lama, kandungan alkali akan menurun yang diakibatkan oleh terjadinya penguapan.Pengambilan senyawa kalium dari limbah pertanian dilakukan dengan cara membakar limbah pertanian tersebut menjadi abu sehingga garam–garam anorganik yang terkandung didalamnya berubah menjadi kalium karbonat (K2CO3) [37], jika abu tersebut diekstraksi dengan air maka akan terbentuk K2CO3 dan KHCO3 [38]. Adapun reaksi-reaksi yang terjadi : K2O+CO2↔K2CO3, K2CO3+CO2+H2O↔2KHCO3, K2O+H2O↔2KOH [42;43]
Dari hasil penelitian yang diperoleh jika dibandingkan dengan kandungan kalium pada beberapa kulit pisang [22], kandungan Kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn cv. „Saba‟) cukup tinggi.
(30)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini antara lain :
1. Waktu optimum yang diperlukan pada pembakaran 15 g kulit kering pisang kapok dengan furnace pada suhu 600 oC yaitu 3 jam.
2. Kandungan K2O pada suhu 600 oC dengan waktu 3 jam diperoleh sebesar 59,07%
3. Perlakuan waktu pembakaran yang melebihi 3 jam mengakibatkan kandungan K2O semakin berkurang.
4. Kandungan abu yang meningkat tidak mempengaruhi jumlah peningkatan kandungan K2O.
5. Perlakuan temperatur pirolisis yang semakin lama mengakibatkan normalitas, pH dan daya hantar listrik semakin bertambah.
5.2 SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan antara lain :
1. Perlunya dilakukan analisa terhadap senyawa-senyawa lain yang terbentuk pada abu dengan menggunakan analisa XRD (X-Ray Diffraction) seperti K2CO3 dan Na2O.
2. Perlunya dilakukan variasi temperatur dalam pembakaran untuk diketahui perubahan kandungan K2O yang terbentuk.
(31)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PISANGPisang adalah salah satu buah yang paling luas dikonsumsi di dunia dan mewakili 40% dari perdagangan dunia dalam buah-buahan [12]. Pisang merupakan buah terbesar kedua yang diproduksi setelah jeruk, berkontribusi sekitar 17% dari total produksi buah di dunia, dan dikultur lebih dari 130 negara, di sepanjang tropis dan subtropis [13].
Tinggi tanaman pisang (dewasa) berkisar antara 2 – 8 m (tergantung jenisnya), dengan daun-daun yang panjangnya ada yang mencapai 3,5 m. Tanaman pisang akan menghasilkan satu tandan buah pisang, sebelum dia mati dan digantikan oleh batang pisang baru. Untuk satu tandan pisang sendiri terdiri atas 5 – 20 sisir, yang masing-masing sisir terdiri lebih dari 20 buah pisang [14].
Buah pisang sangat prospektif sebagai bahan baku industri. Hal tersebut karena kemudahan dalam mendapatkan bahan baku, serta berbagai produk dapat diolah dari buah pisang sehingga dapat meningkatkan nilai tambah [15].
Tabel 2.1 Tabel Produksi Pisang (dalam ton) [16] No. Tahun Luas Panen
(Ha)
Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)
1. 2005 101.465 5.177.608 51,03
2. 2006 94.144 5.037.472 53,51
3. 2007 98.143 5.454.472 55,57
4. 2008 107.791 6.004.615 55,71
5. 2009 119.018 6.373.533 53,55
6. 2010 101.276 5.755.073 56,83
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa produksi pisang di berbagai provinsi di Indonesia cukup besar. Besarnya angka ini berbanding lurus dengan jumlah limbah dari pisang itu sendiri yaitu kulit pisang. Untuk itu dilakukanlah berbagai penelitian untuk menambah nilai guna dari kulit pisang ini.Selain itu, pisang
(32)
merupakan sumber potasium yang baik. Setiap bobot segar 100 g pisang mengandung 385 mg potassium [17].
2.1.1 Pisang Kepok
Pisang kepok merupakan pisang kultivar triploid hibrida berasal dari Filipina dengan nama ilmiah Musa paradisiaca L. cultigroup Plantain cv. „Saba‟. Pisang kepok seperti kultivar pisang lainnya tumbuh dengan baik di daerah lembab hangat, dengan suhu berkisar antara 18 °C hingga 35 °C dan curah hujan tahunan 2.500 mm yang merata sepanjang tahun. Pisang kepok juga tumbuh dengan baik di bawah sinar matahari penuh dengan tanah subur yang kaya akan bahan organic dan pH tanah antara 5,5 dan 6,5. Pisang kepok dapat dimakan mentah atau dimasak. Pisang ini juga dibudidayakan sebagai tanaman hias dan pohon rindang untuk ukuran besar dan warna mencolok. Daunnya juga digunakan sebagai pembungkus tradisional makanan hidangan asli di Asia Tenggara. Seratnya juga dapat diambil dari batang atau daun dan diolah menjadi tali, tikar, dan karung [18].
2.1.2 Kulit Pisang
Limbah kulit pisang merupakan biomassa yang awalnya derivatif dari pisang yang telah di ambil dari kulit pisang. Limbah kulit pisang biasanya dibuang di tempat pembuangan sampah kota, yang berkontribusi terhadap masalah lingkungan yang ada [19]. Kulit pisang dapat dimanfaatkan secara langsung sebagai makanan ternak. Akan tetapi, limbah kulit pisang ini berpotensi untuk diolah menjadi bahan baku yang berguna dan mempunyai nilai lebih. Kulit pisang mengandung komponen yang bernilai, seperti karbohidrat, vitamin C, kalsium dan nutrien lainnya. Berdasarkan sifat fisik dan kimianya, limbah kulit pisang sangat berpotensi untuk digunakan sebagai sumber karbon dalam pembuatan alkohol [7]. Daur ulang limbah kulit buah tidak hanya akan membantu mengurangi masalah limbah padat tetapi juga akan membantu menemukan zat penting yang mungkin terbukti memiliki penggunaan yang penting. Limbah kulit buah pisang kepok kemudian dapat dimanfaatkan dengan baik sebelum dibuang. Hasil positif dari penelitian ini diharapkan akan mempercepat penelitian yang serupa dilimbah bahan lainnya. Ini akan membuka jalan dalam memproduksi kebutuhan penting
(33)
bagi manusia dari limbah. Manusia akan dapat melestarikan sumberdaya dengan menggunakan limbah sebagai sumber pengganti [20]. Balai penelitian dan pengembangan industri, Jatim Surabaya (1982) kulit buah pisang mengandung 15% kalium dan 12% fosfor lebih banyak daripada daging buah [21].
Tabel 2.1 Komposisi Kandungan Beberapa Macam Kulit Pisang [22]
2.2 BIOMASSA
Biomassa merupakan material organik yang terdapat pada tanaman (termasuk alga, pohon dan lainnya). Ketika ikatan-ikatan molekul antara karbon, hidrogen dan oksigen terputus oleh pencernaan, pembakaran atau dekomposisi, zat-zat ini akan melepaskan energi kimianya. Biomassa selalu menjadi sumber energi utama untuk beberapa hal dan diperkirakan kontribusinya menyuplai energi untuk dunia hingga 10-14%.
Biomassa dapat terkonversi menjadi 3 jenis produk : - Energi panas/listrik
- Sumber bahan bakar transport - Cadangan bahan kimia
Sifat utama dari bahan biomassa yang menjadi perhatian dalam pengolahan menjadi sumber energi, berhubung pada :
- Kandungan air (luar dan dalam) - Nilai kalor
(34)
- Kandungan abu/residu - Kandungan logam alkali
- Perbandingan selulosa/lignin [23] 2.3 PEMBAKARAN BIOMASSA
Abu merupakan bahan anorganik yang tidak dapat dibakar dari sumber bahan bakar yang tersisa setelah melalui pembakaran sempurna dan mengandung fraksi mineral dari biomassa tersebut. Abu merupakan turunan bagian dari struktur tanaman dan mengandung berbagai unsur. Dalam kayu, abu terkandung kurang dari 2 persen, sedangkan bahan-bahan tanaman perkebunan dapat mencapai antara 5%-10% dan mencapai 30%-40% dalam sekam padi. Produk dasar biomassa menghasilkan residu abu, yang melibatkan proses termokimia yang meliputi pembakaran, pirolisis dan insinerasi dari biomassa tersebut. Menurut Khan et al., potensial pemanfaatan abu dipengaruhi oleh adanya kehadiran logam-logam berat yang terkandung dalam sumber biomassa. Menurut Demirbas, komposisi dari abu juga tergantung pada jenis tumbuhan, kondisi pertumbuhan dan fraksi abu. Akan tetapi, beberapa mineral dari abu mempunyai dampak yang baik pada aplikasi perkebunan dan lahan tanah kehutanan [24]. Mekanisme yang dilakukan untuk memperoleh mineral yang terbentuk pada abu selama pembakaran masih belum jelas, akan tetapi dengan alasan yang pasti dengan mengasumsikan konversi mineral tersebut berubah berdasarkan temperatur pembakaran. Pada temperatur yang tinggi, kalium oksida yang terbentuk akan bereaksi dengan unsur-unsur lain dan membentuk ikatan kimia, pada keadaan yang sama terjadi disosiasi dari kalium karbonat dan senyawa kalium oksida akan mengalami penguapan dengan cepat sedangkan temperatur yang rendah, panas akan berpindah ke permukaan KOH sehingga K2CO3akan terbentuk [8]. Kombinasi kandungan oksigen tinggi dengan bahan organik volatil yang terkandung di dalam biomassa menunjukkan potensi terjadinya penguapan pada sejumlah bahan anorganik selama pembakaran [25]. K, Na, S dan Cl merupakan senyawa-senyawa volatil yang terbentuk dari abu berdasarkan cara pembakaran biomassa, begitu pula dengan logam berat volatil (Zn dan Cd) akan
(35)
terlepas dari bahan yang dibakar menjadi fasa gas dan kemudian beraksi dalam kondisi fasa gas [26].
Klorin merupakan faktor utama dalam pembentukan abu. Klorin sangat mempengaruhi kehadiran senyawa-senyawa anorganik, pada khususnya kalium. Kalium klorida merupakan senyawa paling stabil pada temperatur tinggi, dalam fasa gas. Konsentrasi klorin sering dipakai sebagai jumlah logam alkali yang menguap selama pembakaran yang juga mengartikan konsentrasi dari logam alkali tersebut. Ketidakhadiran klorin membuat alkali hidroksida menjadi senyawa utama dalam fasa gas yang stabil pada gas pembakaran [25].
Profil temperatur merupakan aspek paling penting dalam pengontrolan operasi proses pirolisis. Laju alir massa, fasa gas maupun padatan, bersama dengan temperatur reaktor mengontrol parameter-parameter seperti laju panas, puncak temperatur, residence time dan waktu kontak antara fasa gas dan fasa padatan. Faktor ini mempengaruhi sifat dari produk yang dihasilkan. Residence time padatan juga penting akan tetapi sedikit di bawah perinkat dibanding dengan temperatur, pengaruh waktu yang lama akan mempengaruhi yield yang lebih rendah [27]. Menurut Jaihrul. et al., perbandingan zat volatil, fixed carbon, kandungan abu dan air merupakan indikator-indikator yield produk pirolisis. Kandungan air pada biomassa hanya mempengaruhi proses perpindahan panas dengan efek yang signifikan saat menghasilkan produk-produk tersebut [28]. Temperatur pembakaran merupakan faktor penting dalam menentukan yield abu dari biomasssa. Adanya partikel hitam pada abu biasanya diidentifikasikan sebagai pembakaran tidak sempurna. Pembakaran biomassa pada temperatur tinggi akan mengakibatkan dekomposisinya beberapa senyawa anorganik dan berkurangnya berat abu. Babeyemi et al, merupakan salah satu peneliti yang mengevaluasi kembali komposisi dan senyawa kimia pada abu dari berbagai jenis tanaman yang berbeda.
Babayemi et al, menyatakan kandungan abu secara utama mengandung karbonat dan hidroksida dari logam alkali (Na/K), tetapi pada beberapa kasus, juga mengandung zat non alkali yang larut dalam air seperti garam klorida dan
(36)
sulfat. Dalam beberapa studi juga menyatakan adanya beberapa jenis tanaman mengandung non-alkali yang cukup tinggi. Dengan pertimbangan dari metode pemisahan (khususnya pengkristalan), komponen yang berbeda dapat dipisahkan dan diperoleh dalam bentuk senyawa yang lebih murni.
Komponen-komponen yang tidak larut dari abu mengandung silikat dan beberapa logam lainnya, ketika abu diekstrak dengan air, hanya karbonat dan mungkin logam klorida dan sulfat akan ikut di dalam larutan tersebut. Kandungan alkali pada abu merupakan kalium atau natrium karbonat. Biasanya kandungan tersebut dapat ditentukan dari metode titrasi asam-basa, dengan menggunakan metil orange atau indikator phenolpthalein.
Ekstraksi alkali abu merupakan alkali hidroksida yang dijelaskan dari K2O atau Na2O yang terbentuk dari hasil pembakaran biomassa dan larut dalam air selama ekstraksi dan membentuk hidroksida. Tetapi pembentukan K2O atau Na2O dapat terjadi dari pembakaran logam murni di udara, sebab K dan Na dalam bahan tanaman membentuk ikatan dengan matriks organik didalam tanaman, pelepasan gas CO2 dalam sistem pembakaran akan lebih mengarah membentuk karbonat dari logam tersebut dibanding oksidanya. Juga sangat diharapkannya dengan kandungan abu yang semakin tinggi akan membuat yield alkali terus meningkat, akan tetapi hal tersebut tidak demikian. Menurut Babayemi et al., hubungan antara abu dan kandungan alkali akan berbeda dikarenakan variasi dari spesies tanaman [22].
2.4 PEMANFAATAN ABU
Secara global penggunaan abu dapat digunakan menjadi 3 pilihan : - Penggunaan sebagai pupuk (bahan mentah)
- Aplikasi sebagai bahan bangunan atau sebagai komponen dalam manufaktur bahan-bahan bangunan.
(37)
2.4.1 Penggunaan Sebagai Pupuk
Abu biomassa dapat digunakan langsung sebagai pupuk atau pengontrolan pH pada tanah atau dijadikan sebagai bahan mentah untuk memproduksi pupuk mineral. Penggunaan sebagai bahan pupuk menghemat sumber bahan baku utama yang ada. Tiga unsur untuk memenuhi sebagai pupuk adalah nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Abu biomassa hanya dapat dijadikan sebagai sumber kalium, karena abu dari proses termal akan melepaskan unsur nitrogen dan kehadiran bentuk senyawa fosfor membuatnya sangat sukar untuk larut dikondisi tanah. Akan tetapi, penggunaan sebagai pupuk perlu dipertimbangkan dosis minimum nutrisi yang diperlukan untuk penggunaan perkebunan dan dosis maksimum zat kontaminasi yang terkandung. Jadi secara kesimpulannya, penggunaan abu biomassa sebagai bahan mentah untuk pupuk dapat dipertimbangkan sebagai pilihan penggunaan abu, karena nutrisi pada abu akan kembali ke lingkungan dan sumber bahan alam tak terbarukan dapat dijaga.
2.4.2 Penggunaan sebagai bahan bangunan
Bottom Ashes merupakan abu yang lebih mudah penggunaannya sebagai bahan bangunan. Bottom ashes dapat digunakan untuk menggantikan beberapa jenis pasir dalam konstruksi jalanan atau perataan tanah. Penggunaannya juga digunakan sebagai dinding pelapis untuk menghindari kontak dengan air hujan ataupun air tanah jika kandungan beberapa unsur-unsur logam berat dibawah batas yang ditentukan. Penggunaan sebagai bahan materi bangunan atau komponen dalam memproduksi produk-produk bangunan sering kali merupakan pilihan terbaik untuk abu dari pembakaran biomassa. Abu dari biomassa menjadi sebuah perhatian jika ada dalam jumlah yang besar bahkan dengan kualitas yang rendah.
2.4.3 Penggunaan sebagai bahan bakar
Penggunaan abu sebagai bahan bakar merupakan pilihan yang baik dikarenakan masih adanya sejumlah sisa karbon yang tak terbakar (unburned carbon). Akan tetapi penggunaan sebagai bahan bakar dapat diaplikasikan jika kandungan karbon lebih besar dari 35% dari jumlah berat atau nilai kalori
(38)
melebihi dari 15 MJ/kg. Kandungan air dan nilai kalor juga merupakan faktor paling penting [29]
2.5 KARAKTERISTIK SENYAWA KIMIA 2.5.1 K2O (Kalium Oksida)
A. Sifat Fisika[30]
1. Warna : putih kekuningan-abu 2. Wujud : padatan kristal
3. Titik leleh : > 763 oC, 350 oC (dekomposisi) 4. Berat molekul : 2350 kg m-3
B. Sifat Kimia[31]
1. Reaksi kuat dengan asam dan bersifat korosif 2. Larut dalam air menjadi basa kuat.
3. Reaksi kuat dengan air menghasilkan kalium hidroksida 2.5.2 Na2O (Natrium Oksida)
A. Sifat Fisika[32]
1. Warna : putih 2. Wujud : padatan 3. Titik leleh : 1132 oC
4. Titik didih : dekomposisi pada 1950 oC 5. Densitas : 2270 kg m-3
6. Berat molekul : 61.976 B. Sifat Kimia
1. Natrium yang dibakar dengan oksigen membentuk natrium oksida (Na2O) [33]
(39)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1LATAR BELAKANG
Pisang adalah tanaman buah herbal yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Di Jawa Barat, pisang disebut dengan Cau, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dinamakan gedang [1]. Produksi pisang di Indonesia cukup besar, pada tahun 1990 produksi sebanyak 2.457.760 ton. Menurut data Badan Pusat Statistik (2015) volume produksi pisang di Indonesia dari tahun 2011 hingga tahun 2014 berturut–turut sebesar 6.132.695 ton, 6.189.052 ton, 6.279.290 ton, dan 6.862.567 ton [2]. Di Asia, Indonesia termasuk penghasil pisang terbesar karena 50% dari produksi Asia dihasilkan Indonesia dan setiap tahun produksinya terus meningkat [3]. Ia memberikan salah satu buah yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia dengan nilai ekonomi yang sangat besar dan sosial ekonomi yang penting [4]. Pisang merupakan salah satu komoditi buah yang penting di Indonesia. Buah ini memiliki nilai gizi dengan kandungan vitamin, mineral dan karbohidrat yang tinggi. Selain itu, bagian lain dari tanaman pisang juga dapat dimanfaatkan [5].
Kulit buah pisang merupakan bagian dari buah pisang yang umumnya dibuang sebagai sampah. Hal ini berdampak terhadap meningkatnya limbah padat yang dibuang ke lingkungan [6]. Jika limbah kulit pisang dibuang begitu saja tanpa dimanfaatkan akan sangat disayangkan, karena limbah kulit pisang mengandung komponen bernilai seperti karbohidrat, vitamin C dan nutrien lainnya berpotensi untuk diolah menjadi bahan baku yang berguna dan bernilai lebih [7]. Sehingga membutuhkan pemecahan masalah bagaimana cara untuk memanfaatkan limbah ini sehingga menjadi barang yang bermanfaat. Adanya bahan-bahan buangan yang berupa limbah industri tersebut, tentunya menuntut suatu teknologi yang bisa mengolah dan meningkatkan kualitas atau mutu bahan limbah tersebut. Salah satu bahan berharga yang dapat diolah dari kulit buah pisang adalah sumber alkali yang terkandung dalam abu.
(40)
Tabel 1. Beberapa penelitian yang melakukan analisa logam alkali pada beberapa jenis biomassa
Peneliti Terdahulu Judul Penelitian Intisari Mahendra K Misra et al,
(1993) [8]
Wood Ash Composition As a Function of Furnace Temperature dalam Biomass and Bioenergy, 4 (2) 1993
Menganalisa kandungan abu dan komposisi perubahan kandungan logam pada abu dari 5 jenis kayu yang berbeda dengan pengaruh temperatur pada furnace. Onyegbabo, C.O.Iyagba,
E,T dan Offor O.J (2002) [9]
Solid soap production using plantain peel ash as source of alkali
Menggunakan abu kulit pisang raja sebagai sumber alkali. Sabun yang dibuat sabun padat karena menggunakan NaCl selama reaksi safonifikasi. Campuran minyak kelapa sawit dan direaksikan 30 menit pada suhu 70 oC. I Oluremi Olabanji, E.
Ayodele Oluyemi dan O. Solomon Ajayi (2012) [10]
Metal analyses of ash derived alkalis from banana and plaintain peels (Musa spp) in soap making
Prosedur pembuatan sama dengan penelitian Onyegbabo dkk. Suhu pirolisis yang dilakukan dan waktu pirolisis yaitu 500 oC selama 6 jam. H.O. Ogunsuyi; dan C.A.
Akinnawo. (2012) [11]
Quality Assessment of Soaps Produced from Palm Bunch Ash-Derived Alkali and
Menggunakan abu dari kulit inti sawit sebagai sumber alkali. Limbah kulit inti sawit dibakar
(41)
Coconut Oil dalam J.
Appl. Sci. Environ. Mgt. Vol. 16 (4) 363-366.
pada suhu 550 oC selama 8 jam. Minyak kelapa sebanyak 150 mL dimasukkan ke dalam beaker glass 500 mL dan dipanaskan hingga 60 oC. Alkali hasil pembakaran dan sebanyak 20 mL NaCl ditambahkan hingga campuran homogen selama 30 menit. Hasil yang diperoleh merupakan sabun dengan kualitas yang sama dengan sabun berbahan alkali sintetis.
Dari berbagai penelitian terdahulu seperti tertera pada tabel 1, dapat disimpulkan bahwa limbah dari biomassa yang telah di abukan dapat dijadikan sebagai sumber alkali alternatif. Pada penelitian ini, akan dikaji pemanfaatan abu dari kulit buah pisang untuk dijadikan sebagai sumber alkali alternatif.
(42)
1.2PERUMUSAN MASALAH
Dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalah adalah menentukan waktu optimum pembentukan abu untuk memperoleh kandungan alkali terbanyak.
1.3TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui waktu terbaik pada pembuatan abu dari kulit buah pisang.
1.4MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu memberikan informasi bahwa kulit buah pisang mengandung alkali yang dapat dijadikan sumber alkali alternati
1.5RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa dan Labratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini memiliki ruang lingkup dan batasan sebagai berikut :
1. Bahan baku adalah abu kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn cv.
„Saba‟).
2. Proses utama yang diterapkan dalam penelitian ini adalah pembuatan abu dari kulit buah pisang kepok (Musa paradisiaca Linn cv. „Saba‟).
3. Variabel penelitian antara lain : variabel Tetap :
- Suhu Furnace : 600 oC Variabel Bebas :
- Lama pembakaran : 1, 2, 3, 4, dan 5 jam 4. Parameter uji yang dilakukan antara lain :
Normalitas basa
pH
konduktivitas
kandungan K2O dengan metode AAS (Atomic Absorption
(43)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan waktu optimum pembuatan abu dari kulit buah pisang. Penelitian ini diawali dengan pembakaran untuk diperoleh abu kulit buah pisang kapok (Musa paradisiaca Linn cv. „Saba‟). Pembakaran
dilakukan dengan menggunakan furnace dengan kondisi variabel tetap yaitu suhu 600 oC dan variasi waktu yaitu waktu pembakaran (1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam dan 5 jam). Kandungan kalium pada abu diekstraksi dengan aquades dengan perbandingan 1 : 100 dan direndam selama 24 jam. Analisa yang dilakukan adalah normalitas, pH, konduktivitas dan kandungan K2O dengan metode AAS. Hasil abu terbaik yang diperoleh pada suhu 600 oC dengan berat sampel sebanyak 15 gr adalah pada waktu 3 jam. Dimana hasil analisa dengan metode AAS (Atomic
Absorption Spectroscopy) diperoleh kandungan K2O sebesar 59,07%.
(44)
ABSTRACT
The purpose of this research to be determined the optimum time of making the ashes of saba banana peels. This study begins with the burning to ashes obtained saba banana peel ashes (Musa paradisiaca Linn cv. 'Saba'). Combustion is done by using muffle furnace with variable conditions fixed at a temperature of 600 oC and variations which time furnace time (1 hour, 2 hours, 3 hours, 4 hours and 5 hours). The content of potassium in the ash is extracted with distilled water in the ratio of 1: 100 and steeped for 24 hours. Analysis which do is normality, pH, conductivity and K2O content by AAS method. The best results of the ashes was obtained at a temperature of 600 oC, weighing 15 g sample is at 3 hours. Where the results of analysis with AAS method (Atomic Absorption Spectroscopy) was obtained at 59.07% K2O content.
(45)
PENGARUH LAMA PEMBAKARAN DALAM
PEMBUATAN ABU DARI KULIT BUAH PISANG
KEPOK
(Musa paradisiaca Linn cv. ‘Saba’)
SEBAGAI
SUMBER ALKALI
SKRIPSI
Oleh :
JOKO MULYA PRATAMA
110405021
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
JULI 2016
(46)
PENGARUH LAMA PEMBAKARAN DALAM
PEMBUATAN ABU DARI KULIT BUAH PISANG
KEPOK
(Musa paradisiaca Linn cv. ‘Saba’)
SEBAGAI
SUMBER ALKALI
SKRIPSI
Oleh :
JOKO MULYA PRATAMA
110405021
SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN
PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
JULI 2016
(47)
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:
PENGARUH LAMA PEMBAKARAN DALAM PEMBUATAN ABU DARI KULIT BUAH PISANG KEPOK (Musa paradisiaca Linn cv. ‘Saba’)
SEBAGAI SUMBER ALKALI
Dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.
Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Medan, Juni 2016
Joko Mulya Pratama NIM 110405021
(48)
(49)
PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan skripsi
dengan judul “Pengaruh Lama Pembakaran Dalam Pembuatan Abu Dari Kulit
Buah Pisang Kapok (Musa parasidiaca Linn Cv „Saba‟) Sebagai Sumber Alkali”, berdasarkan hasil penelitian yang Penulis lakukan di Laboratorium Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik.
Penelitian ini memberikan informasi bahwa kulit buah pisang mengandung alkali yang dapat dijadikan sumber alkali alternatif. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan mengenai manfaat kuling buah pisang sebagai sumber alkali.
Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini, Penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ir. Bambang Trisakti, M.Si selaku Pembimbing
2. Alm. Dr. Ir. Muhammad Yusuf Ritonga, M.T yang telah memberikan bimbingan
3. Dr. Eng. Rondang Tambun, ST. MT selaku Penguji 4. Dr. Ir. Iriany, M.Si selaku Penguji
5. Muh. Hendra S. Ginting, ST, MT selaku Dosen Pembimbing Akademik 6. Dr. Eng. Ir. Irvan, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia USU
7. Seluruh Dosen/Staf Pengajar dan Pegawai Administrasi Departemen Teknik Kimia
(50)
8. Laboratorium Departement Teknik Kimia yang telah memberikan sarana dan prasana dalam penelitian ini.
9. Dasa Haryuwibawa selaku partner dalam penelitian ini
10. Rekan-rekan di KAMMI Teknik dan Beastudi Etos Medan angkatan 2011 yang selalu memberi semangat dan motivasi
11. Sahabat-sahabat di Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara stambuk 2011, Asisten-asisten Laboratorium Kimia Analisa, Covalen Study Group (CSG), dan lain sebagainya yang telah membantu saya daam memberikan dukungan dalam membuat skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu Penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, Mei 2016
Penulis
(51)
DEDIKASI
Skripsi dipersembahkan untuk :
Kedua orang tua tercinta Bapak Sujarto dan Ibu Sri Sedari
Serta kepada adik-adikku Nicky dan Jecky.
Terima kasih kepada Bapak dan Ibu yang telah
membesarkan, mendidik, memberikan motivasi dan doa
(52)
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Joko Mulya Pratama NIM : 110405021
Tempat/tgl lahir
: Batang Serangan/ 04 November 1992 Nama orang tua : Sujarto Alamat orang tua
: Dusun Sember Rejo, Desa Sei Bamban, Kab. Langkat,
Sumatera Utara
Asal sekolah :
SDN 050693 Batang Serangan, Kab. Langkat tahun 1999-2005
SMPN 2 Padang Tualang, Kab. Langkat tahun 2005-2008
SMAN 1 Stabat, Kab. Langkat tahun 2008-2011 Beasiswa yang pernah diperoleh :
1. Pemerintah melalui program BIDIK MISI tahun 2011-2015 2. Beastudi Etos Indonesia tahun 2011-2014
Pengalaman organisasi/kerja
1. Covalent Study Group (CSG) periode 2013/2014 sebagai ketua umum 2. Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) FT USU periode
2014/2015 sebagai anggota bidang Sosial Rohani (SOSROH)
3. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Teknik USU sebagai ketua umum
4. Asisten Lab. Kimia Analisa tahun 2014-2016
5. Kerja praktek PT PERTAMINA EP Asset 1 Rantau Sield Kuala Simpang Aceh Tamiang (2015)
Artikel yang pernah dipublikasikan pada :
1. Jurnal Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang
berjudul “Pengaruh Lama Pembakaran Dalam Pembuatan Abu Dari Kulit
Buah Pisang Kepok (Musa Paradisiaca Linn Cv. „Saba‟) Sebagai Sumber Alkali”
Prestasi akademik/non akademik yang pernah dicapai :
(53)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan waktu optimum pembuatan abu dari kulit buah pisang. Penelitian ini diawali dengan pembakaran untuk diperoleh abu kulit buah pisang kapok (Musa paradisiaca Linn cv. „Saba‟). Pembakaran
dilakukan dengan menggunakan furnace dengan kondisi variabel tetap yaitu suhu 600 oC dan variasi waktu yaitu waktu pembakaran (1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam dan 5 jam). Kandungan kalium pada abu diekstraksi dengan aquades dengan perbandingan 1 : 100 dan direndam selama 24 jam. Analisa yang dilakukan adalah normalitas, pH, konduktivitas dan kandungan K2O dengan metode AAS. Hasil abu terbaik yang diperoleh pada suhu 600 oC dengan berat sampel sebanyak 15 gr adalah pada waktu 3 jam. Dimana hasil analisa dengan metode AAS (Atomic
Absorption Spectroscopy) diperoleh kandungan K2O sebesar 59,07%.
(54)
ABSTRACT
The purpose of this research to be determined the optimum time of making the ashes of saba banana peels. This study begins with the burning to ashes obtained saba banana peel ashes (Musa paradisiaca Linn cv. 'Saba'). Combustion is done by using muffle furnace with variable conditions fixed at a temperature of 600 oC and variations which time furnace time (1 hour, 2 hours, 3 hours, 4 hours and 5 hours). The content of potassium in the ash is extracted with distilled water in the ratio of 1: 100 and steeped for 24 hours. Analysis which do is normality, pH, conductivity and K2O content by AAS method. The best results of the ashes was obtained at a temperature of 600 oC, weighing 15 g sample is at 3 hours. Where the results of analysis with AAS method (Atomic Absorption Spectroscopy) was obtained at 59.07% K2O content.
(55)
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i
PENGESAHAN ii
PRAKATA iii
DEDIKASI v
RIWAYAT HIDUP PENULIS vi
ABSTRAK vii
ABSTRACT viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
DAFTAR SINGKATAN xvi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 PERUMUSAN MASALAH 4
1.3 TUJUAN PENELITIAN 4
1.4 MANFAAT PENELITIAN 4
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 PISANG 5
2.1.1 Pisang Kepok 6
2.1.2 Kulit Pisang 6
2.2 BIOMASSA 7
2.3 PEMBAKARAN BIOMASSA 8
2.4 PEMANFAATAN ABU 10
2.4.1 Penggunaan Sebagai Pupuk 10
2.4.2 Penggunaan Sebagai Bahan Bangunan 11
2.4.3 Penggunaan Sebagai Bahan Bakar 11
2.5 KARAKTERISTIK SENYAWA KIMIA 11
2.5.1 K2O (Kalium Oksida) 11
2.5.2 Na2O (Natrium Oksida) 12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 13
3.1 LOKASI PENELITIAN 13
3.2 BAHAN DAN PERALATAN 13
3.2.1 Bahan Baku 13
3.2.2 Peralatan 13
3.3 PROSEDUR UTAMA PERCOBAAN 14
3.3.1 Prosedur Pembuatan Abu 14
(56)
3.4.1 Prosedur Analisa Ph 14
3.4.2 Prosedur Analisa Normalitas 14
3.4.3 Prosedur Analisa Konduktivitas 14
3.5 FLOWCHART PERCOBAAN UTAMA 15
3.5.1 Flowchart Percobaan Periapan Abu 15
3.6 FLOWCHART PERCOBAAN ANALISA 16
3.6.1 Flowchart Percobaan Analisa Ph 16
3.6.2 Flowchart Percobaan Analisa Konsentrasi Basa 16
3.6.3 Flowchart Percobaan Analisa Konduktivitas 17
BAB IV HASIL PERCOBAAN 18
4.1 PEMBUATAN ABU KULIT BUAH PISANG KEPOK 18
4.2 ANALISA ABU 18
4.2.1 Pengaruh Waktu Pembakaran Terhadap Massa Abu 19
4.2.2 Pengaruh Waktu Pembakaran Terhadap pH 20
4.2.3 Pengaruh Waktu Pembakaran Terhadap Normalitas 21
4.2.4 Pengaruh Waktu Pembakaran Terhadap Konduktivitas 22
4.2.5 Hubungan Kandungan K2O Terhadap Kandungan Abu 23
4.2.6 Pengaruh Waktu Pembakaran Terhadap Kandungan K2O dan K2CO3 24
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 26
5.1 KESIMPULAN 26
5.2 SARAN 26
DAFTAR PUSTAKA 27
LAMPIRAN 1 32
LAMPIRAN 2 33
LAMPIRAN 3 36
(57)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Flowchart Percobaan Persiapan Abu 15
Gambar 3.2 Flowchart Percobaan Analisa pH 16
Gambar 3.3 Flowchart Percobaan Analisa Kandungan Basa 16
Gambar 3.4 Flowchart Percobaan Analisa Konduktivitas 17
Gambar 4.1 (a) kulit buah pisang kapok kering dan (b) abu kulit buah pisang 18
Gambar 4.2. Pengaruh Waktu Pembakaran Terhadap Massa Abu Pada Suhu 600 oC Dengan Jumlah Massa 15 g 19
Gambar 4.3 Pengaruh Waktu Pembakaran Terhadap pH Pada Suhu 600 oC Dengan Jumlah Massa 15 g 20
Gambar 4.4 Pengaruh Waktu Pembakaran Terhadap Normalitas Pada Suhu 600 oC Dengan Jumlah massa 15 g 21
Gambar 4.5 Pengaruh Waktu Pembakaran Terhadap Konduktivitas Pada Suhu 600 oC Dengan Jumlah Massa 15 g 22
Gambar 4.6 Hubungan Kandungan K2O Dengan Kandungan Abu Pada Suhu 600 oC Dengan Jumlah Massa 15 g 23
Gambar 4.7 Pengaruh Waktu Pembakaran Terhadap Kandungan K2O Dan K2CO3 Pada Suhu 600 oC Dengan Jumlah Massa 15 g 24 Gambar L3.1 Gambar Persiapan Bahan Baku Kulit Pisang Kepok 36
Gambar L3.2 Gambar Pengeringan Kulit Pisang Kepok 36
Gambar L3.3 Gambar Kulit Pisang Kepok Setelah Dikeringkan Pada Oven 37
Gambar L3.4 Gambar Kulit Pisang Kepok Kering 37
Gambar L3.5 Gambar Persiapan Kulit Pisang Yang Akan Dipirolisis 38
Gambar L3.6 Gambar Pembakaran Kulit Pisang Pada Suhu 600 oC 38
Gambar L3.7 Gambar Kulit Pisang Yang Telah Dipirolisis 39
Gambar L3.8 Gambar Kulit Pisang Yang Telah Dibakar Dalam Variasi Waktu Pembakaran 39
Gambar L3.9 Gambar Penentuan Konsentrasi Basa 40
Gambar L3.10 Gambar Penentuan pH Larutan 40
Gambar L3.11 Gambar Penentuan Konduktivitas Larutan 41
(58)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Beberapa Penelitian Yang Melakukan Analisa
Pada Beberapa Jenis Biomassa 2
Tabel 2.1 Tabel Produksi Pisang (dalam ton) 5
Tabel 2.2 Komposisi Kandungan Beberapa Macam Kulit Pisang 7
Tabel L1.1 Data Hasil Titrasi Tiap Run Percobaan 32
Tabel L2.1 Data Hasil Perhitungan Normalitas 33
(59)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Data Hasil Percobaan 32 L1.1 Perhitungan Kadar Air Kulit Pisang 32 L1.2 Data Perhitungan Normalitas Alkali 32 Lampiran 2 Contoh Perhitungan 33 L2.1 Perhitungan Normalitas 33 L2.2 Perhitungan Persentase K2CO3 34 Lampiran 3 Dokumentasi Penelitian 36 Lampiran 4 Hasil Analisa K2O 42 L4.1 Hasil Analisa K2O 42
(60)
DAFTAR SINGKATAN
AAS Atomic Absorption Spectroscopy K2O Kalium Oksida
K2CO3 Kalium Karbonat XRD X-Ray Diffraction
(1)
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i
PENGESAHAN ii
PRAKATA iii
DEDIKASI v
RIWAYAT HIDUP PENULIS vi
ABSTRAK vii
ABSTRACT viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
DAFTAR SINGKATAN xvi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 PERUMUSAN MASALAH 4
1.3 TUJUAN PENELITIAN 4
1.4 MANFAAT PENELITIAN 4
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 PISANG 5
2.1.1 Pisang Kepok 6
2.1.2 Kulit Pisang 6
2.2 BIOMASSA 7
2.3 PEMBAKARAN BIOMASSA 8
2.4 PEMANFAATAN ABU 10
2.4.1 Penggunaan Sebagai Pupuk 10
2.4.2 Penggunaan Sebagai Bahan Bangunan 11
2.4.3 Penggunaan Sebagai Bahan Bakar 11
2.5 KARAKTERISTIK SENYAWA KIMIA 11
2.5.1 K2O (Kalium Oksida) 11
2.5.2 Na2O (Natrium Oksida) 12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 13
3.1 LOKASI PENELITIAN 13
3.2 BAHAN DAN PERALATAN 13
3.2.1 Bahan Baku 13
3.2.2 Peralatan 13
3.3 PROSEDUR UTAMA PERCOBAAN 14
3.3.1 Prosedur Pembuatan Abu 14
3.4 PROSEDUR ANALISA PERCOBAAN 14
(2)
3.4.1 Prosedur Analisa Ph 14
3.4.2 Prosedur Analisa Normalitas 14
3.4.3 Prosedur Analisa Konduktivitas 14
3.5 FLOWCHART PERCOBAAN UTAMA 15
3.5.1 Flowchart Percobaan Periapan Abu 15
3.6 FLOWCHART PERCOBAAN ANALISA 16
3.6.1 Flowchart Percobaan Analisa Ph 16
3.6.2 Flowchart Percobaan Analisa Konsentrasi Basa 16
3.6.3 Flowchart Percobaan Analisa Konduktivitas 17
BAB IV HASIL PERCOBAAN 18
4.1 PEMBUATAN ABU KULIT BUAH PISANG KEPOK 18
4.2 ANALISA ABU 18
4.2.1 Pengaruh Waktu Pembakaran Terhadap Massa Abu 19
4.2.2 Pengaruh Waktu Pembakaran Terhadap pH 20
4.2.3 Pengaruh Waktu Pembakaran Terhadap Normalitas 21
4.2.4 Pengaruh Waktu Pembakaran Terhadap Konduktivitas 22
4.2.5 Hubungan Kandungan K2O Terhadap Kandungan Abu 23
4.2.6 Pengaruh Waktu Pembakaran Terhadap Kandungan K2O dan K2CO3 24
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 26
5.1 KESIMPULAN 26
5.2 SARAN 26
DAFTAR PUSTAKA 27
LAMPIRAN 1 32
LAMPIRAN 2 33
LAMPIRAN 3 36
(3)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Flowchart Percobaan Persiapan Abu 15
Gambar 3.2 Flowchart Percobaan Analisa pH 16
Gambar 3.3 Flowchart Percobaan Analisa Kandungan Basa 16
Gambar 3.4 Flowchart Percobaan Analisa Konduktivitas 17
Gambar 4.1 (a) kulit buah pisang kapok kering dan (b) abu kulit buah pisang 18
Gambar 4.2. Pengaruh Waktu Pembakaran Terhadap Massa Abu Pada Suhu 600 oC Dengan Jumlah Massa 15 g 19
Gambar 4.3 Pengaruh Waktu Pembakaran Terhadap pH Pada Suhu 600 oC Dengan Jumlah Massa 15 g 20
Gambar 4.4 Pengaruh Waktu Pembakaran Terhadap Normalitas Pada Suhu 600 oC Dengan Jumlah massa 15 g 21
Gambar 4.5 Pengaruh Waktu Pembakaran Terhadap Konduktivitas Pada Suhu 600 oC Dengan Jumlah Massa 15 g 22
Gambar 4.6 Hubungan Kandungan K2O Dengan Kandungan Abu Pada Suhu 600 oC Dengan Jumlah Massa 15 g 23
Gambar 4.7 Pengaruh Waktu Pembakaran Terhadap Kandungan K2O Dan K2CO3 Pada Suhu 600 oC Dengan Jumlah Massa 15 g 24 Gambar L3.1 Gambar Persiapan Bahan Baku Kulit Pisang Kepok 36
Gambar L3.2 Gambar Pengeringan Kulit Pisang Kepok 36
Gambar L3.3 Gambar Kulit Pisang Kepok Setelah Dikeringkan Pada Oven 37
Gambar L3.4 Gambar Kulit Pisang Kepok Kering 37
Gambar L3.5 Gambar Persiapan Kulit Pisang Yang Akan Dipirolisis 38
Gambar L3.6 Gambar Pembakaran Kulit Pisang Pada Suhu 600 oC 38
Gambar L3.7 Gambar Kulit Pisang Yang Telah Dipirolisis 39
Gambar L3.8 Gambar Kulit Pisang Yang Telah Dibakar Dalam Variasi Waktu Pembakaran 39
Gambar L3.9 Gambar Penentuan Konsentrasi Basa 40
Gambar L3.10 Gambar Penentuan pH Larutan 40
Gambar L3.11 Gambar Penentuan Konduktivitas Larutan 41
Gambar L4.1 Hasil Analisa K2O Dengan Metode AAS 42
(4)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Beberapa Penelitian Yang Melakukan Analisa
Pada Beberapa Jenis Biomassa 2
Tabel 2.1 Tabel Produksi Pisang (dalam ton) 5
Tabel 2.2 Komposisi Kandungan Beberapa Macam Kulit Pisang 7
Tabel L1.1 Data Hasil Titrasi Tiap Run Percobaan 32
Tabel L2.1 Data Hasil Perhitungan Normalitas 33
(5)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Data Hasil Percobaan 32
L1.1 Perhitungan Kadar Air Kulit Pisang 32 L1.2 Data Perhitungan Normalitas Alkali 32
Lampiran 2 Contoh Perhitungan 33
L2.1 Perhitungan Normalitas 33 L2.2 Perhitungan Persentase K2CO3 34 Lampiran 3 Dokumentasi Penelitian 36
Lampiran 4 Hasil Analisa K2O 42
L4.1 Hasil Analisa K2O 42
(6)
DAFTAR SINGKATAN
AAS Atomic Absorption Spectroscopy K2O Kalium Oksida
K2CO3 Kalium Karbonat XRD X-Ray Diffraction