BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Karya sastra dapat dikatakan bahwa wujud dari perkembangan peradaban manusia sesuai dengan lingkungan karena pada dasarnya, karya sastra itu
merupakan unsur budaya manusia itu sendiri yang dilakukan dalam kehidupan manusia dan dilakukan sesuai kebiasaan sehari-hari dan mampu menggambarkan
kenyataan.
Karya sastra merupakan hasil ciptaan pengarang melalui proses kreatif dengan bahasa sebagai mediumnya. Sebagaimana dikatakan Luxemberg, dkk
1984: 5 “Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan semata-mata sebuah imitasi.” Selanjutnya Luxemberg, dkk mengatakan:
“Sastra bukanlah sebuah benda yang kita jumpai, sastra adalah sebuah nama yang dengan alasan tertentu diberikan kepada sebuah hasil tertentu dalam
sebuah lingkungan kebudayaan. Sastra adalah teks-teks yang tidak harus disusun atau dipakai untuk suatu tujuan komunikatif dan hanya berlangsung
untuk sementara waktu saja, Luxemberg dkk, 1984: 9.” Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sastra tidak dapat
diprediksi untuk mengetahui bentuk dan isinya, namun sastra hanya dapat dipelajari dan dipahami untuk mengetahui isi yang terkandung di dalamnya.
Menurut Teeuw 1988: 19. “Ilmu sastra menunjukkan keistimewaan, barangkali juga keanehan yang mungkin tidak dapat kita lihat pada banyak cabang
ilmu pengetahuan lain, yaitu bahwa objek utama penelitiannya tidak tentu malahan tidak keruan”. Kenyataan ini barangkali disebabkan oleh begitu luasnya
ruang lingkup ilmu sastra tersebut. Sastra memiliki keterkaitan yang sangat erat
dengan berbagai ilmu lain yang dalam hal ini termasuk juga ilmu bantu bagi penelaahan ilmu sastra, diantaranya adalah psikologinya, sosiologi, dan filsafat.
Suatu karya sastra juga harus dilihat sebagai ekspresif pengarangnya dan bukan semata-mata kenyataan sosial yang murni. Tidak bisa dipungkiri bahwa
masyarakat tempat karya sastra itu lahir sangat mempengaruhi proses penciptaannya. Pengarang merupakan bagian masyarakatnya yang menangkap
pesan-pesan dari peristiwa-peristiwa dari lingkungannya lalu menuliskan semua itu dalam sebuah seni sastra yang telah melalui proses kreaktif. Dapat
disimpulkan bahwa apapun yang akan diciptakan oleh seorang pengarang selalu mendapat pengaruh dari luar, karena tidak mungkin pengarang menjadi individu
yang lepas jiwa dan raga dari lingkungannya. Kesusasteraan merupakan wadah untuk mencurahkan cita-cita dan
pengalaman jiwa seorang pengarang. Seiring berjalannya waktu, sastra pun berkembang menjadi ilmu yang lebih luas dan layak mendapat perhatian khusus
dari masyarakat. Bukan semata hanya untuk mengangkat keberadaan ilmu sastra diantara ilmu-ilmu lainnya, tetapi juga sebagai jembatan untuk mengenal
kehidupan masyarakat, mengingat bahwa sastra merupakan gambaran kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk cerita. Cerita tersebut berawal dari
pengalaman pribadi pengarang, pengalaman orang lain, maupun hasil imajinasi pengarang itu sendiri.
Salah satu kesusasteraan yang paling dikenal adalah novel. Pada umumnya novel merupakan hasil daya cipta seorang pengarang akan pengalaman kehidupan
nya serta bentuk-bentuk kehidupan masyarakat. Masyarakat kerap mengatakan bahwa novel adalah wadah untuk mengungkapkan kehidupan manusia dari
berbagai aspek karena mengungkapkan berbagai perasaan di dalamnya misalnya latar belakang kehidupan masyarakat itu menjadi dasar penciptaan sebuah karya
sastra. Fenomena ini dikenal sebagai simbol psikologis karena memilki respon emosional. Respon emosional tersebut dapat berasal dari pengarang itu sendiri
maupun dari pembaca yang pada umumnya berupa kesenangan dan kebencian. Kekecewaan, penyesalan, kemarahan, dan sebagainya yang merupakan wujud
tanggapan atau penilaian pembaca terhadap tokoh maupun tema cerita yang disungguhkan oleh pengarang.
Pada sisi lain sosiologi sastra mengkaji unsur penting dalam karya sastra, yaitu pengarang, pembaca, dan karya itu sendiri khususnya tokoh cerita.
Sosiologi sastra menjadi ilmu yang mewakili sastra dalam mengungkapkan perasaaan dan keadaan sosial pengarang, karya dan pembaca sebagai sebab dan
akibat terciptanya suatu cerita, sedangkan pelopor dari sosiologi sastra ini adalah Johan Gottfriend Won Herder, seorang penulis kritik sastra yang berkebangsaan
Jerman, yang beranggapan bahwa setiap karya sastra berakar pada suatu lingkungan sosial dan geografis tertentu Sapardi Djoko Damono, 1984: 16.
Novel Indonesia sebagai salah satu jenis karya sastra cenderung mengungkap aspek sosiologis yang erat hubungannya dengan masyarakat. Tema
novel-novel tersebut menggambarkan kehidupan sosial tokoh di dalamnya secara khusus, salah satu novel Indonesia yang memiliki unsur sosiologis adalah Novel
Langit dan Bumi Sahabat Kami karya Nh. Dini, juga terdiri dari kemungkinan mengetengahkan sesuatu kemiskinan masyarakat, yang tidak puas dengan
lingkungan yang telah ada dan kemungkinan ide lain yang disembunyikan pengarang. Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk meneliti kemiskinan
melalui unsur- unsur intrinsik dan ekstrinsik yang terdapat dalam novel Langit dan Bumi Sahabat Kami karya Nh. Dini dan juga masyarakat tersebut melalui
tinjauan sosiologis. Kisah-kisah hidup dalam kekangan yang dialami oleh Nh. Dini dan
keluarganya serta masyarakat sekitarnya ini sangat menarik apabila dikaitkan dengan aspek sosiologi. Demikian pula penggambaran peristiwa demi peristiwa
oleh Nh. Dini yang menegangkan dalam cerita ini sangat menarik perhatian pembaca. Dengan alasan ini maka penulis tertarik untuk menganalisis novel ini
dengan melihat aspek-aspek sosiologisnya.
2. Masalah