Tinjauan Pustaka Metode Pengumpulan Data

masyarakat dengan orang-seorang, antar manusia, dan antar peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang”. Wellek dan Warren 1989: 157 dikatakan, “Karya sastra menyampaikan kebenaran yang sekaligus juga merupakan kebenaran sejarah dan kebenaran sosial. Karya sastra merupakan dokumen sosial karena merupakan monumen”. Nilai-nilai sosial yang mencakup cinta, kejahatan, dan kemiskinan tersebut merupakan suatu kebenaran sosial yang terjadi pada masyarakat yang dapat mewakili zaman kapan ia diciptakan dan dapat mencerminkan keadaan masyarakat itu sendiri. Dari keterangan sebelumnya dapatlah dimengerti bahwa sosiologi sastra merupakan teori yang berdasarkan prinsip bahwa karya sastra merupakan refleksi masyarakat pada zaman karya sastra itu ditulis. Teori ini dapat menjelaskan hakikat fakta-fakta sosial, karya sastra sebagai sistem komunikasi, khususnya kaitannya dengan aspek-aspek ekstrinsik, seperti aspek sosial, institusi sosial, dan bentuk-bentuk konkrit nilai-nilai sosial lainnya.

2.3 Tinjauan Pustaka

Suatu penelitian haruslah memiliki objek, artinya dalam penelitian ini yang menjadi objek utamanya adalah novel Langit dan Bumi Sahabat Kami karya Nh. Dini. Sejauh yang peneliti ketahui, novel ini belum pernah diteliti oleh mahasiswa di Departemen Sasatra Indonesia, Universitas Sumatera Utara. Namun, di lain tempat cerita ini pernah diteliti oleh mahasiswa di Universitas Padjajaran Bandung jurusan Sastra Indonesia, mengenai perkembangan sastra Indonesia dalam perkspektif feminisme, untuk melengkapi mata kuliah kajian novel popular. Selain itu novel Langit dan Bumi Sahabat Kami, pernah dikaji dari segi psikolinguistik terhadap akronim bahasa Indonesia, analisis kontrasitif tingkat perbandingan kata sifat bahasa Inggris, bahasa Arab, efektifitas pengajaran kosakata melalui teknik pengajaran menyimak di SLTP Negeri Ampel Gading Pemalang Tahun Pelajaran 1999-2000, analisis kata majemuk bahasa Indonesia dalam novel Langit dan Bumi Sahabat Kami karya Nh. Dini. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti akan menganalisis novel Langit dan Bumi Sahabat Kami dari segi sosiosastra, yaitu menganalisis unsur intrinsik dengan pendekatan struktural, yang mencakup tema, alur, penokohan, dan latar. Kemudian menganalisis unsur-unsur ektrinsik berupa nilai sosial, seperti cinta, kejahatan dan kemiskinan yang terdapat dalam novel Langit dan Bumi Sahabat Kami karya Nh. Dini. BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode penelitian kepustakaan library research, yaitu penelitian yang dilakukan di ruang kepustakaan. Pada penelitian ini diperoleh data dan informasi dari objek penelitian melalui buku- buku. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dari novel yaitu: Judul : Langit dan Bumi Sahabat Kami Karya : Nh. Dini Jumlah hal : 139 halaman Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Tahun terbit : 2009 Jenis : Novel Cetakan : kedelapan Ukuran : 13x20 cm Gambar kulit : Seorang wanita berdiri yang sedang merenungkan masa lalu yang telah terjadi. Sinopsis Cerita dimulai dengan penceritaan kembali oleh tokoh si aku yang bernama Dini, tentang keadaan masyarakat pada zaman penjajahan Belanda. Keluarga dan masyarakat dinama si aku tinggal pada saat itu mengalami kekurangan dalam segala hal sehingga masyarakat memperebutkan bahan makanan menir yang berulat. Para serdadu asing sering mengunjungi rumah-rumah di kampung dan membawa barang-barang berharga seperti perhiasan rumah, kain batik bahkan ayam dan itik. Mereka membawanya tanpa seijin yang punya, sehingga Ayah Dini memutuskan untuk menyembunyikan sebahagian barang-barang seperti lemari, beserta bahan makanan di dalam lubang yang sudah mereka gali. Seperti biasanya, mereka sibuk dengan pekerjaan masing-masing dan tiba-tiba Teguh memberitahukan serdadu akan datang. Tetapi kedatangan para serdadu pada saat ini hanya meminta kayu pemukul kasur lalu membagikan coklat. Tantangan yang paling sulit dihadapi Dini pada saat itu adalah membiasakan diri dengan makanan yang diberikan orang tuanya. Dengan memakan sayur dan nasi menir yang banyak kotorannya membuatnya muntah, hal ini disebabkan karena terlalu lama bahan makanan tersebut disimpan sehingga mulai busuk dan berulat. Kebiasaan yang dilakukan orang tuanya akhirnya Dini dan kedua kakaknya menerima kenyataan. Ketika pertempuran itu tiba, masyarakat kekurangan dalam segala-galanya bahkan semua penduduk menderita kelaparan, tetapi keluarga Dini tidak mengalami demikian karena mereka telah menyimpan banyak bahan makanan, melainkan mereka dapat membantu satu sampai tiga kelurga yang paling miskin pada saat itu. Sejak zaman pendudukan Jepang, aliran listrik yang sampai di rumah- rumah sangat lemah, kadang-kadang diadakan giliran dalam kota, hal ini disebabkan karena Jepang menggunakan arus listrik dengan berbagai keperluan lain. Pipa air leding banyak rusak yang tidak diperbaiki sehingga penduduk tidak menerima aliran air. Keluarga Dini pun sangat prihatin melihat hal itu, setiap pagi Ayahnya selalu melihat air sumur yang ada di belakang rumah yang setiap hari semakin mengering, sehingga harus mengangkat air dari sungai yang tidak jauh dari rumah. Begitu juga dengan penduduk lainnya yang berbondong-bondong ke sungai mencuci dan mandi. Pada esok harinya Ayah berencana membuat sumur di belakang rumah, anak-anaknya sangat setuju, tetapi Ibu tidak menerimanya karena kekurangn uang pada saat itu. Ayah menjelaskan kalau ia mendapat uang hasil dari penjualan burung dan itik. Oleh karena itu, Ayah memutuskan untuk pembuatan sumur. Kelurga Dini pada saat itu sangat bahagia, di zaman yang serba kekurangan mereka masih menikmati air bersih. Orang tua Dini pun dapat membantu warga. Seiring barjalannya waktu, jumlah penduduk serta cara hidup mereka berubah. Di belakang rumah Dini pada mulanya padang ilalang yang sekarang menjadi sumber bahan makanan yang ditanami seperti singkong, sayur-sayuran, papaya, labu, turi, dan lain sebagainya. Karena pada saat itu penduduk kekurangan, sering sekali penduduk mencuri dan membawa tanaman tanpa seijin dan sepengetahuan keluarga Dini. Ayah dan Ibu Dini tidak keberatan, karena mereka suka membantu orang lain. Sekolah pun mulai dibuka sehingga Dini dapat belajar dan bertemu dengan kawan lamanya. Pada saat itu Belanda memanggil penduduk untuk membagi- bagikan pakaian dan susu kaleng kepada warga. Belanda sedang mencari muka terhadap masyarakat, setelah merampas harta kekayaan penduduk. Pada keluarga Dini timbul permasalahan karena pemberian Belanda. Ayah Dini sangat keberatan, namun Ibu Dini dapat menerimanya karena barang itu dapat diperlukan. Setelah beberapa hari sekolah dibuka, Ibu Dini membuka kantin dekat sekolah dengan menjual beberapa makanan ringan seperti singkong rebus, goreng, rujak, dan sebagainya. Penjual sudah mulai banyak di pasar Prambaen, rumah Dini menjadi persinggahan mereka sebelum dan sesudah pulang dari pasar, sehingga rumahnya pada saat itu tidak pernah kosong. Kemakmuran kembali seperti dulu, warga gelandangan tak punya rumah sekarang kembali normal dan utuh. Sekolah pun tetap lancar bahkan mata pelajaran bertambah dengan bahasa Belanda, sekalipun anak-anak tidak mengetahui asal usulnya. Kesibukan di kelurga Dini pun semakin bertambah. Ayam dan itik warga kembali berkeliaran di sekitar rumah. Peliharaan di rumah Dini juga berkembangbiak seperti kucing dan peliharaan lainnya. Dari pengalaman itu, Dini semakin mengetahui dan mengerti arti kehidupan yang dialaminya. Sejak pintu perbatasan kota dibuka, semua kegiatan berlangsung kembali. Ayah Dini yang terdaftar dalam pegawai negeri, pada saat itu ia tidak menjalankan tugas karena ia tidak mau bekerja sama dengan pemerintah Belanda. Bukan berarti tidak ada kegiatan lain, Ayahnya selalu bekerja di kebun dan kegiatan lainnya. Ayahnya juga sering mendapat kunjungan dari kenalan yang tinggal di Batanmiroto, orang yang pernah mereka singgahi sewaktu Jepang masuk kota. Tetapi kegiatan yang dilakukakan keluarga Dini dan warga tidak berjalan lama, tiba-tiba Belanda datang dan menyerang kembali. Pada saat itu Belanda mempunyai mata-mata yaitu penduduk itu sendiri yang dianggap sebagai penjilat. Sehingga mengetahui keberadaan masyarakat. Ayah Dini yang sedang pergi berkunjung ke rumah Pak Puspo, telah ditangkap Belanda bersama Pak Puspo dan Kang Marjo. Mereka ditahan oleh Belanda beberapa hari dengan tempat yang berbeda. Ayah Dini yang hanya memakai sarung merasakan kedinginan di dalam tahanan ditambah lagi kondisi ayahnya yang sakit-sakitan. Keluarga sangat bersedih karena sudah dua hari, baru diketa hui Ayah Dini ditahan. Dalam kelurga tidak ada semangat lagi, mereka hanya menangis. Setelah mereka temukan kondisi ayahnya sangat memprihatinkan. Pihak keluarga tidak diijinkan memberi pakaian dan membawa makanan. Pada esok harinya dengan berat hati Dini pergi ke sekolah, begitu juga sepulang sekolah seolah-olah tidak ada semangat bagi dirinya. Setelah beberapa hari ditahan akhirnya Ayah dan semua warga pulang ke rumahnya masing-masing. Mereka sangat gembira, namun kelurga Dini sedih, karena kondisi Ayahnya yang sangat lemah. Sejak itu kesehatan Ayah Dini menurun, setiap hari batuk, kadang-kadang sembuh dan kembali sakit, begitulah kondisinya setiap hari. Pada tengah malam tiba-tiba terdengar suara kebakaran tidak jauh dari rumah Dini. Kejadian tersebut membuat Nugroho dan Teguh senang karena pemilik rumah itu sangat dibenci warga yang dianggap sebagai tangan kanan Belanda. Warga berpikir kalau perbuatannya telah manerima balasan yang setimpal. Tetapi orang tua Dini melarang anak-anaknya untuk membenci orang sekaligus menasehatinya. Pada esok harinya, orang tua Dini dan Pak Puspo membicarakan tentang kemajuan tanah airnya. Dini dan kakaknya mendengar pembicaraan orangtuanya dan menjelaskan kepada anak-anaknya. Mereka membagun kembali Republik Indonesia dan tidak ada kekhawatiran lagi. Pemerintah kota akan segera pindah dan serdadu-serdadu segera angkat kaki dari Republik Indonesia. Sehingga keadaan semua pulih kembali, bendera kembali dikibarkan dan sanak saudara yang pergi mengungsi beberapa lama sekarang kembali ke kampung halamannya. Keluarga Dini sangat bahagia kepulangan saudaranya Heratih dan Maryam, begitu juga dengan warga. Saat itu penyakit ayahnya semakin parah sehingga dilarikan ke rumah sakit dan dirawat beberapa hari di sana karena mengalami penyakit paru-paru. Dini tidak diijinkan ikut ke rumah sakit, dengan cemas dan hati kosong dia hanya tinggal di rumah bersama Maryam dan keponakannya. Selanjutnya metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode membaca heuristik dan hermeneutik. Pradopo 2000: 135 menyatakan: “pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan struktur bahasanya atau secara semiotik adalah berdasarkan konvensi sistem semiotik sistem pertama”. Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan berdasarkan sistem semiotik tingkat kedua atau berdasarkan konvensi sastranya. Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan ulang retroaktif sesudah pembacaan heuristik dengan memberi konvensi sastranya. Selanjutnya pradopo 2001: 135 menjelaskan, “Pembacaan heruistik cerita rekaan adalah tatabahasa ceritanya, yaitu pembacaan dari awal sampai akhir cerita secara berurutan.” Dalam penelitian ini selanjutnya penafsiran data tentang unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik dicatat pada kartu data. Setiap kartu data berbeda warna, yaitu kartu kuning untuk unsur intrinsik yang meliputi tema, penokohan, alur, dan latar serta kartu merah untuk unsur ektrinsik berupa nilai-nilai sosial yaitu cinta, kejahatan, dan kemiskinan. Hal ini dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam membedakan setiap masalah yang akan dibahas.

3.2 Metode Analisis Data