Pengaruh Variasi Sudut Bilge Keel terhadap Stabilitas Sampan Ember Bekas Tempat Cat (EBTC)

(1)

PENGARUH VARIASI SUDUT BILGE KEEL

TERHADAP STABILITAS SAMPAN EMBER BEKAS

TEMPAT CAT (EBTC)

MUHAMMAD AGAM THAHIR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(2)

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Variasi Sudut

Bilge Keel terhadap Stabilitas Sampan Ember Bekas Tempat Cat (EBTC) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal dari kutipan atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya ini kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Muhammad Agam Thahir


(4)

RINGKASAN

MUHAMMAD AGAM THAHIR. Pengaruh Variasi Sudut Bilge Keel terhadap Stabilitas Sampan Ember Bekas Tempat Cat (EBTC). Dibimbing oleh BUDHI HASCARYO ISKANDAR dan MOHAMMAD IMRON.

Sulitnya bahan baku kayu untuk pembuatan sampan dalam mendukung usaha penangkapan ikan di perairan pantai telah menjadi sebuah masalah. Ember bekas tempat cat diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pengganti kayu yang semakin sulit diperoleh dan pengganti bahan serat fiber yang tidak murah dalam pembuatan sampan. Namun sampan ini memiliki kekurangan, yakni stabilitasnya yang rendah. Bobotnya yang ringan membuat sampan mudah oleng meskipun hanya beroperasi diperairan yang relatif tenang. Oleh karena itu, instalasi sirip peredam oleng (bilge keel) diharapkan dapat meningkatkan stabilitas sampan ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menerangkan parameter hidrostatis, untuk membuktikan apakah pemasangan bilge keel dengan sudut yang berbeda, diperoleh stabilitas sampan yang baik dan menguji respon gerak sampan terhadap gelombang.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2013-Maret 2014, bertempat di Labolatorium Kapal Perikanan, Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau, Pekanbaru. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode permodelan dan metode simulasi numerik. Ukuran sampan yang dijadikan obyek dalam penelitian ini adalah panjang (LOA) 3,15 m; lebar (B) 0,64 m; dalam (D) 0,32 m. Metode simulasi numerik digunakan untuk mendapatkan nilai stabilitas serta beberapa parameter seakeeping (pitching, rolling dan heaving) digunakan dalam penelitian ini dengan bantuan perangkat lunak yang sesuai. Setelah itu, data yang telah diperoleh disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan gambar serta dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan pada literatur-literatur terkait.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa, nilai coefficient of fineness, sampan ember bekas tempat cat memiliki bentuk lambung yang berukuran sedang kapasitas muat dan ruang muat besar. Titik apung sampan ini secara longitudinal

(dari haluan hingga buritan) berada pada midship (tengah kapal), dan titik M sampan berada diatas titik G sehingga kapal memiliki kestabilan yang positif.

Sampan memiliki stabilitas yang baik. Perbedaan kualitas stabilitas ditunjukkan oleh nilai lengan GZ (righting arm) pada sampan yang dipasangi

bilge keel dengan sudut 30; 45 dan 60 derajat dan tanpa bilge keel. Perbandingan nilai lengan GZ (righting arm) antara sudut 30 dan 45 sebesar 0,001 m. Perbedaan nilai lengan GZ (righting arm) antara sudut 30 dan 60 derajat sebesar 0,002 m, sedangkan perbandingan nilai lengan GZ (righting arm) antara sudut 30 derajat dan tanpa pemasangan bilge keel sebesar 0,009 m. Dengan demikian, pemasangan

bilge keel mempengaruhi stabilitas sampan. Pemasangan sudut bilge keel dengan sudut 30 derajat memberikan nilai stabilitas terbesar dibandingkan sudut 45; sudut 60 derajat dan tanpa pemasangan bilge keel.

Respon Amplitude Operator (RAO), gerakan yang sangat berpengaruh terhadap sampan adalah gerakan rolling yang besar pada saat terjadi gelombang


(5)

(6)

SUMMARY

MUHAMMAD AGAM THAHIR. Effect of Bilge Keel Angle Variation on Stability Former Paint Bucket Boat. Supervised by BUDHI HASCARYO ISKANDAR dan MOHAMMAD IMRON.

The difficulty of the wood raw material for the manufacture of boat in support of fishing effort in coastal waters has become a problem. Former paint bucket is expected to be used as alternative to wood is increasingly difficult to obtain and substitute materials are not cheap fiberglass boat in the making. But this boat has its drawbacks, that low stability. Light weight make the boat easy to roll though only operates relatively calm waters. Therefore, installation of roll damping fins (bilge keel) is expected to increase the stability of the boat. The purpose of this study was to describe the hydrostatic parameters, to verify whether the installation of bilge keel with a different angle, obtained a good boat stability and motion response test the boat against the waves.

This study was conducted in September 2013-March 2014, in laboratories Fishing Boat, Aquatic Resources Utilization Department, Faculty of Fisheries and Marine Sciences, University of Riau, Pekanbaru. The method used in this research is a method of modeling and numerical simulation methods. The size of the boat that made the object of this research is the length (LOA) of 3.15 m; width (B) 0.64 m; depth (D) 0.32 m. Numerical simulation methods are used to obtain the value of some parameter stability and seakeeping (pitching, heaving and rolling) used in this study with the help of appropriate software. After that, the data that have been obtained are presented in the form of tables, graphs and images, and analyzed descriptively by comparing the relevant literature.

The result showed that, the value of the coefficient of fineness, the former paint bucket boat hull shape which has a loading capacity of medium size and large load space. This boat floating point longitudinal (from bow to stern) are at midship (a midships), and the waterman point M is above point G so that the ship has a positive stability.

Boat has good stability. The differences shown by the stability of the quality of the arm GZ (righting arm) on the bilge keel boat fitted with an angle of 30; 45 and 60 degrees and without bilge keel. Comparison of arm GZ (righting arm) angle between 30 and 45 is 0,001 m. The difference value of arms GZ (righting arm) between 30 and 60 degrees angle of 0.002 m, while the comparison of arm GZ (righting arm) angle between 30 degrees and without bilge keel installation of 0,009 m. Thus, the installation of bilge keel affect the stability of the boat. Installation of bilge keel angle with a 30 degree angle give the greatest stability compared to an angle of 45; angle of 60 degrees and without the installation of bilge keel.

Respon Amplitude Operator (RAO), which greatly affect the movement of a boat is a great rolling movement in the event of a beam sea waves.

Keywords: Bilge keel, boat former paint bucket, Respon Amplitude Operator (RAO), stability


(7)

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan ini hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(9)

PENGARUH VARIASI SUDUT BILGE KEEL

TERHADAP STABILITAS SAMPAN EMBER BEKAS

TEMPAT CAT (EBTC)

MUHAMMAD AGAM THAHIR

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Perikanan Laut

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(10)

(11)

NIM : C451120091

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Budhi Hascaryo Iskandar, MSi Dr Ir Mohammad Imron, MSi

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Teknologi Perikanan Laut

Prof Dr Ir Mulyono S. Baskoro, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013-Maret 2014 ini adalah kestabilan sampan ember bekas tempat cat, dengan judul Pengaruh Variasi Sudut

Bilge Keel terhadap Stabilitas Sampan Ember Bekas Tempat Cat (EBTC).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Budhi Hascaryo Iskandar, MSi dan Bapak Dr Ir Mohammad Imron MSi selaku pembimbing, serta Ibu Dr T. Ersti Yulika Sari, SPi, MSi dan Bapak Ronal M. Hutahuruk, ST, MT yang telah banyak memberikan saran. Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada Ayahanda, Ibunda dan adik-adikku atas doa, kasih sayang dan dukungannya, serta kepada seluruh keluarga, saudara dan teman-teman yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat kepada penulis selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.

Artikel yang berjudul “Stabilitas Sampan Terbuat dari Ember Cat Bekas dengan Bilge Keel pada Sudut 30 dan 45 Derajat” adalah artikel penulis yang

merupakan bagian dari karya ilmiah ini. Artikel tersebut telah diterbitkan pada Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, Vol. 4, No.2, Bulan Nov, Tahun 2013 (ISSN 2087-4871).

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini yang membutuhkan kritikan dan saran yang konstruktif sebagai langkah perbaikan penelitian ini di masa mendatang. Semoga karya ilmiah ini mampu memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu dan pengetahuan.

Bogor, Juli 2014


(13)

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

DAFTAR ISTILAH xvi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan dan Manfaat 3

Hipotesis Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Defenisi Sampan 3

Bilge Keel dan Fin Stabilizer 4

Parameter Hidrostatis 5

Stabilitas 9

Kurva Stabilitas 9

Keseimbangan Kapal 10

Keseimbangan Stabil 10

Keseimbangan Netral 11

Keseimbangan Labil 11

Gerakan Kapal 12

Respon Amplitude Operator (RAO) 14

3 METODOLOGI PENELITIAN 14

Waktu dan Tempat 14

Bahan dan Alat 14

Metode Penelitian 15

Metode 15

Jenis Data 15

Prosedur 15

Analisis Data 19

Analisis Parameter Hidrostatis 19

Analisis Stabilitas 22

Analisis Seakeeping 24

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 26

Sampan Ember Bekas Tempat Cat (EBTC) 26

Desain Sampan Ember Bekas Tempat Cat (EBTC) 27

General Arrangement 27

Lines Plan 27

Ukuran Utama Sampan Ember Bekas Tempat Cat (EBTC) 28

Parameter Hidrostatis Sampan Ember Bekas Tempat Cat 31 Stabilitas Kapal Sampan Ember Bekas Tempat Cat (EBTC) 35


(14)

Respon Amplitude Operated (RAO) 38

KESIMPULAN DAN SARAN 44

DAFTAR PUSTAKA 45

LAMPIRAN 49

RIWAYAT HIDUP 69

DAFTAR TABEL

1 Loadcase (muatan) diatas sampan saat dilakukan analisis 17 2 Nilai coefficient of fineness kapal penangkap ikan di Indonesia 22 3 Nilai acuan coefficient of fineness kapal longline Jepang 22 4 Parameter hidrostatis sampan ember bekas tempat cat (EBTC) 31 5 Nilai righting arm pada sampan tanpa dan dengan bilge keel 36

DAFTAR GAMBAR

1 Waterplan area (Aw) 5

2 Midship area (Am) 6

3 Coefficient of block (Cb) 6

4 Coefficient of prismatic (Cp) dan Coefficient vertical prismatic (Cvp) 7

5 Coefficient of waterplane (Cw) 7

6 Coefficient of midship (Cm) 8

7 Jarak KB, BM, KM, KG dan GM 8

8 Pergeseran gaya-gaya akibat heel pada kapal 10

9 Kurva stabilitas 10

10 Keseimbangan stabil 11

11 Keseimbangan netral 11

12 Keseimbangan labil 12

13 Enam derajat kebebasan kapal 13

14 Pemasangan sudut bilge keel 16

15 Pemasangan bilge keel pada sudut 45 derajat 16

16 Bentuk sampan tampak depan dengan pemasangan bilge keel pada sudut

a). 30 derajat, b). 45 derajat dan c). 60 derajat 17

17 Tahapan Penelitian 18

18 Sampan yang di buat dari ember bekas tempat cat (EBTC) 18

17 Ilustrasi kurva kriteria stabilitas kapal 24

18 Sampan ember bekas tempat cat (EBTC) 26

19 Lines plan sampan ember bekas tempat cat (EBTC) 29 20 General arrangement sampan ember bekas tempat cat (EBTC) 30 21 Kurva hidrostatik sampan ember bekas tempat cat (EBTC) 32 22 Kurva stabilitas sampan tanpa dan dengan bilge keel

bersudut 30; 45 dan 60 derajat 37


(15)

45 derajat dan 60 derajat dan tanpa bilge keel dengan kecepatan

sampan 0 knots 41

25 Perbandingan respon gerak terhadap gelombang antara sampan yang dipasang bilge keel (dari kiri-ke kanan) pada sudut 30 derajat; 45 derajat dan 60 derajat dan tanpa bilge keel dengan kecepatan

sampan 0,5 knots 42

26 Perbandingan respon gerak terhadap gelombang antara sampan yang dipasang bilge keel (dari kiri-ke kanan) pada sudut 30 derajat; 45 derajat dan 60 derajat dan tanpa bilge keel dengan kecepatan

sampan 1 knots 43

DAFTAR LAMPIRAN

1 Spesifikasi sampan ember bekas tempat cat (EBTC) 49

2 Gambar teknik sampan ember bekas tempat cat (EBTC) 50

3 Perkiraan biaya pembuatan sampan ember bekas tempat cat (EBTC) 51

4 Pembuatan sampan ember bekas tempat cat (prototype) 52

5 Nilai RAO sampan dengan bilge keel sudut 30 derajat pada saat

gelombang head sea 57

6 Nilai RAO sampan dengan bilge keel sudut 30 derajat pada saat

gelombang beam sea 58

7 Nilai RAO sampan dengan bilge keel sudut 30 derajat pada saat

gelombang following sea 59

8 Nilai RAO sampan dengan bilge keel sudut 45 derajat pada saat

gelombang head sea 60

9 Nilai RAO sampan dengan bilge keel sudut 45 derajat pada saat

gelombang beam sea 61

10 Nilai RAO sampan dengan bilge keel sudut 45 derajat pada saat

gelombang following sea 62

11 Nilai RAO sampan dengan bilge keel sudut 60 derajat pada saat

gelombang head sea 63

12 Nilai RAO sampan dengan bilge keel sudut 60 derajat pada saat

gelombang beam sea 64

13 Nilai RAO sampan dengan bilge keel sudut 60 derajat pada saat

gelombang following sea 65

14 Nilai RAO sampan tanpa bilge keel derajat pada saat gelombang

head sea 66

15 Nilai RAO sampan tanpa bilge keel derajat pada saat gelombang

beam sea 67

16 Nilai RAO sampan tanpa bilge keel derajat pada saat gelombang


(16)

DAFTAR ISTILAH

After perpendicullar (AF) : garis tegak yang ditarik melalui titik perpotongan antara sisi depan linggi kemudi (titik tengah poros kemudi apabila tidak terdapat linggi kemudi) dan tegak lurus dengan garis dasar.

Akatsukibottom : bentuk badan kapal yang menyerupai huruf U namun setiap lekukannya membentuk suatu sudut dengan rata pada bagian bawahnya.

Area water plan (Aw) : luas area badan kapal yang terendam oleh air atau luas area yang dibatasi oleh garis air.

Beam sea : gelombang yang datang dari arah samping kiri maupun kanan dengan sudut kedatangan 90 dan 270 derajat.

Base line (BL) : garis dasar kapal yang tepat berada di atas lunas kapal.

Bilge keel : sistem stabilitas kapal secara pasif paling sederhana yang dipasang pada bilga kapal disepanjang lambung dengan cara

pengelasan untuk mengurangi

kecenderungan terhadap rolling.

Breadth over all (BOA) : lebar terbesar kapal yang diukur dari kulit lambung terluar pada bagian tengah kapal.

Centre of buoyancy : titik khayal yang merupakan pusat seluruh daya apung pada kapal yang bekerja secara vertikal ke atas; jarak titik B kapal dari midship sepanjang longitudinal kapal disebut LCB; jarak antara titik B dengan titik K (keel) disebut KB; jarak antara titik B dengan titk M (metacentre) secara vertikal disebut BM; dan jarak antara titik B dengan titk M (metacentre) secara longitudinal disebut BML.


(17)

antara titik G dengan titk K (keel) secara vertikal disebut KG sedangkan sepanjang longitudinal kapal yang diukur dari

midship disebut LCG.

Coefficient of block (Cb) : perbandingan antara volume badan kapal yang terendam air dengan volume balok yang dibentuk oleh panjang, lebar dan

draft kapal.

Coefficient of fineness : nilai-nilai koefisien yang dapat menunjukan keragaan badan kapal yang terendam oleh air.

Coefficient of midship (Cm) : perbandingan antara luas penampang bagian tengah kapal yang terendam air dengan luas persegi empat yang dibentuk oleh lebar dan draft kapal.

Coefficient of prismatic (Cp) : perbandingan antara volume badan kapal yang terendam air dengan volume prisma yang dibentuk oleh luas penampang bagian tengah kapal dan panjang kapal.

Coefficient of waterplan (Cw) : perbandingan antara luas penampang garis air dengan luas persegi empat yang dibentuk oleh lebar dan panjang kapal.

Coefficient of vertical prismatic : perbandingan luas badan kapal yang terendam air pada bagian tengah kapal dengan luas prisma yang dibentuk oleh luas penampang garis air dan tinggi kapal.

Depth (D) : tinggi kapal yang diukur dari badan kapal terbawah (diatas lunas) hingga deck

terendah pada bagian tengah kapal.

Draft (d) : jarak vertikal antara garis dasar (base line) dengan garis air (water line) muatan penuh yang diukur pada pertengahan panjang garis tegak kapal (Lpp).


(18)

Encircling gear : kelompok alat tangkap yang dioperasikan dengan cara melingkari gerombolan ikan.

Fin stabilizer : peralatan roll damping system yang dipasang di lambung kanan dan kiri kapal pada bagian bawah yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan kapal pada saat kapal berada di atas air dan prinsip kerjanya berdasarkan pengontrolan posisi

fin

Flooding angle (FA) : sudut oleng kapal hingga air mulai membasahi deck kapal.

Following sea : gelombang yang datang dari arah belakang kiri maupun kanan secara diagonal dengan sudut kedatangan 45 dan 315 derajat.

Fore perpendicular (FP) : garis tegak yang ditarik melalui perpotongan antara linggi haluan dengan garis air (water line) muatan penuh dan tegak lurus dengan garis dasar (base line).

General arrangement : gambar rencana umum yang menampilkan seluruh bagian dari kapal secara

transversal dan longitudinal.

Hard chin bottom : bentuk badan kapal yang mirip dengan bentuk akatsuki bottom namun pertemuan antara lambung kiri dengan lambung kanan pada bagian lunas membentuk suatu sudut seperti dagu.

Head sea : gelombang yang datang dari arah depan kiri maupun kanan secara diagonal dengan sudut kedatangan 135 dan 225 derajat.

Heaving : gerakan kapal naik turun (arah atas dan bawah/arah sumbu Z).

Intact stability : kondisi stabilitas kapal yang kedap air pada seluruh bagian kapal.

Keel (titik K) : titik khayal yang berada tepat di atas lunas kapal.


(19)

Kurva hidrostatis : suatu kurva yang menunjukan perubahan nilai parameter hidrostatis kapal pada masing-masing garis muat (water line).

Length between perpendicula (LBP): panjang kapal antara garis tegak depan dengan garis tegak belakang pada garis air.

Length of waterline (LWL) : panjang badan kapal pada batas garis air tertinggi yang setara dengan tinggi draft

maksimum.

Length over all (LOA) : panjang keseluruhan kapal yang diukur dari ujung buritan hingga ujung haluan.

Lines plan : gambar teknik dua dimensi yang

menggambarkan rencana garis sebuah kapal secara melintang dan membujur yang disajikan dalam tiga buah gambar yaitu body plan (tampak depan), profile plan (tampak samping) dan tampak atas setengah badan kapal (half breadth plan).

Metacentre (titik M) : titik khayal yang merupakan titik potong dari garis khayal yang melalui titik B dan titik G saat kapal berada pada posisi tegak dengan garis khayal yang melalui titik tersebut pada saat kapal berada pada posisi miring akibat bekerjanya gaya-gaya pada kapal; jarak antara titik M dengan titik G (gravity) disebut GM dan jarak antara titik M dengan titik K (keel) secara vertikal disebut KM sedangkan secara longitudinal disebut KML.

Midship : bagian tengah kapal.

Midship area : luas area penampang irisan melintang kapal di bagian tengah (bagian terlebar kapal).


(20)

Parameter hidrostatis : nilai-nilai parameter yang menunjukan nilai keragaan awal sebuah kapal.

Pithcing : gerakan rotasi kapal dengan sumbu Y sebagai sumbu putar.

Righting arm (GZ) : jarak antara titik G pada kondisi awal dengan saat kapal mengalami oleng atau miring dalam meter radian (m.rad).

Rolling : gerakan angguk merupakan gerakan rotasi

kapal dengan sumbu X sebagai sumbu putar.

Round bottom : bentuk badan kapal dengan bentuk bulat hampir setengah lingkaran.

Round flat bottom : bentuk badan kapal yang bulat dan bagian bawahnya cenderung rata pada bagian tengah.

Surging : gerakan kapal maju mundur (arah haluan dan buritan/arah sumbu X).

Swaying : gerakan kapal ke arah samping (arah port

dan starboard/arah sumbu Y).

Ton displacement : berat badan kapal yang terendam oleh air.

Ton percentimeter immersion (TPC): berat yang dibutuhkan untuk merubah tinggi draft kapal sebesar 1 cm.

Trim : kondisi kapal yang memiliki ketinggian

garis air berbeda antara bagian haluan dengan bagian buritan ; jika garis air pada bagian haluan lebih tinggi dibandingkan bagian buritan disebut trim by bow

sedangkan jika garis air pada bagian buritan lebih tinggi dari bagian haluan disebut trim by stern.

U bottom : bentuk badan kapal yang menyerupai

huruf U.


(21)

Yawing : gerakan rotasi kapal dengan sumbu Z sebagai sumbu putar.


(22)

(23)

1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Bahan baku kayu sekarang ini semakin sulit diperoleh untuk membuat sampan sebagai pendukung kegiatan penangkapan disekitar perairan pantai sehingga menjadi sebuah permasalahan. Pembuatan sampan berbahan ember bekas tempat cat diharapkan dapat menjadi alternatif pengganti kayu yang semakin sulit diperoleh dan pengganti bahan serat fiber yang tidak murah. Sampan ini dibentuk dari susunan beberapa gading yang terbuat dari kayu, kemudian dilakukan pemasangan ember bekas tempat cat sebagai lambung. Ember bekas tempat cat berukuran 25 kg merupakan bahan plastik limbah buangan yang dapat diperoleh dengan mudah dan dibeli dengan harga sepuluh ribu rupiah per buah. Kelebihan dari sampan ini memiliki bobot yang lebih ringan (dapat dipindahkan dengan cara diangkat oleh satu orang), tahan terhadap perubahan cuaca serta mudah dalam perawatan dan perbaikannya. Namun memiliki kekurangan, karena bahan ini memiliki bobot yang ringan membuat sampan tersebut mudah oleng meskipun dioperasikan pada perairan yang relatif tenang.

Usaha dalam memperbaiki dan meningkatkan stabilitas sampan tersebut adalah dengan memasang cadik pada kedua sisi sampan. Ukuran panjang cadik berkisar antara 1-1,5 m. Penggunaan cadik telah terbukti memberikan hasil positif terhadap stabilitas kapal. Namun penggunaan cadik tidak selalu memberi hasil positif dalam penggunaannya. Ternyata pemasangan cadik masih memiliki berbagai macam kelemahan, yakni membutuhkan tempat yang luas saat berlabuh, baik di dermaga maupun dipinggiran pantai, saat sampan dioperasikan cadik akan memberi hambatan tambahan. Berkurangnya kemampuan olah gerak dan juga mengganggu operasi penangkapan. Oleh karena itu, timbul sebuah pemikiran untuk mengurangi ketergantungan terhadap pemasangan dan penggunaan cadik.

Desain ulang perlu dilakukan agar memiliki stabilitas yang baik, daya apung cadangan yang cukup, gerakan rolling dan pitching yang kecil, serta gerakan

yawing yang sebaik mungkin, dalam kondisi perairan yang buruk (Hutahuruk 2012). Salah satu upaya tersebut adalah dengan penambahan bilge keel pada sisi lambung kiri dan kanan sampan. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan selain lebih ekonomis penggunaan bilge keel tidak banyak membutuhkan tempat apabila bersandar di dermaga. (Thews 1976) telah melakukan percobaan dengan memasang bilge keel dengan sudut 45 derajat. Oleh karena itu penulis mencoba mengkaji stabilitas dengan memasang bilge keel pada sudut 30 dan 60 derajat. Apakah diantara ketiga sudut tersebut memberikan pengaruh terhadap stabilitas dan sudut manakah sebenarnya yang paling baik untuk stabilitas sampan ember bekas tempat cat (EBTC). Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan adanya pengaruh bilge keel terhadap gerakan rolling kapal. Beberapa peneliti tersebut antara lain Chang (2008) dan Bangun et al. (2009).

Ikeda et al. 2005 mengemukakan bahwa ukuran bilge keel sangat berpengaruh terhadap efektivitasnya. Selain itu, penggunaan bilge keel juga


(24)

2

memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap pengurangan amplitudo oleng. Pengurangannya dapat mencapai kisaran antara 40-80%. Sementara itu, menurut Aloisio dan Felice (2006) mekanisme peredaman gerakan oleng melalui pemasangan bilge keel disebabkan oleh adanya fenomena pusaran air sebagai akibat dari pemasangan bilge keel. Semakin besar pusaran yang ditimbulkan maka daya redamnya juga akan semakin tinggi.

Penggunaan bilge keel terhadap kualitas stabilitas kapal dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain karakteristik lambung kapal, ukuran bilge keel dan posisi pemasangan. Pemasangan bilge keel pada posisi draft model kapal menyebabkan rolling duration yang lebih kecil dibandingkan dengan pemasangan

bilge keel pada posisi setengah dari draft model kapal. Hal ini disebabkan oleh perbedaan volume massa air yang terdorong oleh bilge keel saat kapal oleng. Semakin jauh pemasangan bilge keel dari lunas kapal maka volume massa air yang menahan gerakan oleng kapal akan semakin besar. Sementara itu, penggunaan bilge keel pada model kapal akatsuki bottom mampu mengurangi

rolling duration mencapai 17%. Demikian pula pada bentuk kasko model kapal

U-bottom, round flat bottom dan round bottom, penambahan bilge keel dapat mengurangi rolling duration pada masing-masing bentuk kasko hingga 21%, 30% dan 45% (Iskandar dan Novita 2006).

1.2Perumusan Masalah

Sampan yang dibuat dari bahan ember bekas tempat cat masih rentan terhadap hempasan gelombang yang memungkinkan peluang sampan untuk terbalik masih besar karena bobot bahannya yang sangat ringan. Dengan demikian, pengetahuan akan stabilitas sangat dibutuhkan dalam pembuatan maupun pengoperasiannya. Hal ini dikarenakan sampan yang akan digunakan dalam melakukan usaha kegiatan penangkapan ikan selalu menghadapi kondisi perairan yang berubah-ubah meskipun fishing ground hanya berada disekitar perairan yang relatif tenang.

Kestabilan sampan masih sering bergantung kepada penggunaan cadik. Namun, karena penggunaan cadik masih memiliki berbagai macam kelemahan saat operasi penangkapan, membutuhkan ruang yang luas, menambah hambatan dan mengurangi kemampuan olah gerak sampan tersebut, maka perlu dicari alternatif pengganti cadik. Salah satunya dengan menambah bilge keel pada lambung kapal. Bilge keel adalah sistem stabilitas kapal secara pasif paling sederhana yang dipasang pada bilga kapal disepanjang lambung dengan cara pengelasan untuk mengurangi kecenderungan terhadap rolling. Pemasangan bilge keel umumnya dipasang pada sudut 45 derajat, namun hal ini menjadi sebuah permasalahan mengapa pemasangan hanya pada sudut 45 derajat. Oleh karena itu, dilakukan penelitian dengan mengkaji variasi sudut bilge keel yang berbeda dan bagaimana pengaruhnya terhadap kestabilan sampan bekas tempat cat. Penambahan dan pemasangan bilge keel dengan sudut yang bervariasi akan menjadi kajian utama dalam penelitian ini.


(25)

1.3Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1). Mendapatkan nilai parameter hidrostatis sampan ember bekas tempat cat (EBTC).

2). Menghitung pengaruh pemasangan bilge keel dengan sudut berbeda terhadap stabilitas.

3). Menghitung Respon Amplitude Operator (RAO) gerakan heaving, rolling dan

picthing pada variasi sudut bilge keel yang berbeda. Manfaat dari penelitian ini adalah:

1). Bahan informasi dalam pengembangan teknologi rancang bangun kapal 2). Memberikan masukan terhadap penyempurnaan pembuatan sampan dari

bahan ember bekas tempat cat (EBTC)

3). Dasar untuk melakukan penelitian lanjutan tentang stabilitas sampan yang terbuat dari bahan ember bekas tempat cat (EBTC).

1.4Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemasangan bilge keel pada lambung sampan dengan variasi sudut yang berbeda-beda dapat meningkatkan kualitas stabilitas sampan ember bekas tempat cat (EBTC).

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Defenisi Sampan

Perahu atau bot merupakan sejenis kendaraan air yang biasanya lebih kecil dari kapal. Perahu mempunyai struktur pengapungan yang disebut hull dan sistem pendorong yang mengunakan kipas, dayung, galah, layar dan jet air. Dalam pembuatan sampan atau perahu salah satu unsur utama yang harus dipertimbangkan adalah jenis material yang digunakan karena hal itu sangat berpengaruh terhadap aspek teknis dan ekonomisnya (BPPT 2002). Selain efisiensi bentuk lambung, pembangunan armada perahu secara tradisional juga kurang mengadopsi beberapa aspek keselamatan diperairan, ini dapat dilihat pada stabilitas yang dihasilkan. Anung 1993 menyatakan bahwa perahu atau kapal merupakan salah satu sarana terpenting dalam usaha penangkapan. Kapal atau


(26)

4

perahu memiliki beberapa persyaratan yang berkaitan dengan desain, konstruksi maupun populasinya yang sesuai dengan penangkapan ikan yang akan dioperasikan dengan perahu atau kapal tersebut.

Sampan atau perahu adalah alat yang digunakan untuk pemanfaatan komersial sumberdaya hayati baik dilaut maupun perairan umum. Sampan atau perahu yang akan dibuat harus memenuhi ukuran antar lain; panjang keseluruhan,

length over all (LOA) adalah jarak panjang keseluruhan yang diukur secara horizontal antara ujung linggi haluan (terujung) ke linggi buritan kapal. Panjang,

length (L) jarak panjang kapal dan perahu yang diukur dari panjang garis air pada posisi 85 % dari tinggi sampan atau perahu atau panjang garis air. Lebar, breadth

(B) adalah lebar sampan atau perahu yang diukur pada tengah-tengah sampan atau perahu dari sisi luar kulit untuk sampan atau perahu yang terbuat dari material kayu. Tinggi, depth (D) adalah tinggi sampan atau perahu yang diukur dari garis lunas ke sisi geladak pada tengah-tengah sampan atau perahu (IMO 1980). Kayu pilihan (tertentu) yang menjadi bahan utama selama ini sangat sulit diperoleh begitu juga fiberglas dan aluminium yang relatif mahal seiring dengan harga BBM (Hankinson 1982).

2.2Bilge Keel dan Fin Stabilizer

Fin stabilizer merupakan suatu peralatan roll damping system yang dipasang di lambung kanan dan kiri kapal pada bagian bawah yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan kapal pada saat kapal berada di atas air dan prinsip kerjanya berdasarkan pengontrolan posisi fin. Peralatan ini dimaksudkan untuk mengurangi pengaruh gerakan oleng (rolling) kapal yang disebabkan gelombang air laut. Tujuan dipasang fin stabilizer adalah untuk memberikan kenyamanan bagi penumpang atau ABK (Anak Buah Kapal) dan keamanan peralatan didalamnya serta peningkatan akurasi sistem senjata pada kapal perang.

Pada kapal perang jenis kapal cepat dan patroli, dimana kapal-kapal tipe ini memiliki berat yang ringan karena sebagian dari badan kapal terbuat dari logam aluminium agar memungkinkan kapal dapat bergerak lebih cepat dan lebih lincah.

Fin stabilizer bekerja berdasarkan kecepatan kapal, dan amplitudo oleng kapal. Apabila kecepatan kapal rendah maka posisi fin stabilizer mempunyai sudut yang lebar dan apabila kecepatan kapal tinggi maka posisi sudut fin stabilizer harus kecil. Pada saat amplitudo oleng kapal tinggi maka sudut fin stabilizer akan besar dan bila amplitudo oleng kapal rendah maka sudut fin stabilizer juga harus kecil. Amplitudo oleng kapal selalu berubah-ubah sehingga sudut fin stabilizer juga harus berubah mengikuti perubahan keduanya. Untuk mengatur besarnya sudut fin stabilizer berdasarkan kecepatan kapal digunakan speed control switch pada control panel. Data amplitudo dan periode oleng kapal dihasilkan oleh rate gyro

yang terintegrasi langsung dengan sistem hidrolik dan mekanik dari fin stabilizer

(Ferry 2002).

Bilge keel adalah sistem stabilitas kapal secara pasif paling sederhana yang dipasang pada bilga kapal disepanjang lambung dengan cara pengelasan untuk mengurangi kecenderungan terhadap rolling. Pada dasarnya fungsi dari bilge keel


(27)

dan fin stabilizer adalah sama merupakan komponen yang berfungsi sebagai penyeimbang kapal agar memiliki stabilitas yang lebih bagus. Namun yang membedakannya hanyalah pemasangannya, yang dimana bilge keel dipasang permanen pada kedua sisi lambung kapal tanpa bisa digerakkan. Begitu pula sebaliknya fin stabilizer dipasang permanen pada kedua sisi lambung kapal bagian bawah tetapi bisa untuk digerakkan sesuai kebutuhan kapal ketika beroperasi diperairan.

Kebanyakan kapal dilengkapi dengan beberapa bentuk lambung kapal yang memakai keel berfungsi untuk membantu meredam gerakan rolling kapal. Keuntungan yang relatife kecil lain dari keel lambung kapal adalah perlindungan untuk lambung kapal pada landasan, dan kekuatan longitudinal meningkat dilambung kapal. Ada banyak bentuk konstruksi keel lambung kapal, dan beberapa pengaturan cukup rumit telah diadopsi dalam upaya untuk meningkatkan kinerja redaman sementara mengurangi hambatan apapun.

2.3Parameter Hidrostatis

Menurut Iskandar dan Novita (1997), parameter hidrostatis merupakan parameter yang menyangkut kemampuan kapal untuk mengapung di atas air. Parameter hidrostatis juga menggambarkan kondisi awal kapal (by design) sebelum kapal mengalami perubahan berat, variasi trim dan draft. Beberapa parameter hidrostatis yang perlu diketahui antara lain (Derret & Barras 2006): 1). Volume displacement (∇), menunjukkan kapasitas/volume badan kapal di

bawah water line (WL) atau volume air yang dipindahkan pada saat kapal berada dalam air pada draft tertentu.

2). Ton displacement (∆), menunjukkan berat badan kapal di bawah WL atau

berat air laut yang dipindahkan pada saat kapal berada dalam air pada draft

tertentu.

3). Waterplan area (Aw), menunjukkan luas area kapal pada WL tertentu secara horizontal-longitudinal (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Waterplan area (Aw)


(28)

6

4). Midship area (Am), menunjukkan luas area kapal di bagian tengah kapal (midship) pada suatu WL secara melintang (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Midship area (Am)

(Sumber: Iskandar dan Novita 1997 digambar ulang)

5). Ton per centimeter immersion (TPC), menunjukkan berat yang dibutuhkan untuk merubah draft kapal sebesar 1 cm.

6). Coefficient of fineness, merupakan koefisien yang dapat menunjukkan bentuk badan kapal, terdiri atas:

Coefficient of block (Cb), menunjukkan perbandingan antara nilai volume displacement kapal dengan volume bidang balok yang mengelilingi badan kapal. Cb juga dikenal sebagai koefisien kegemukan badan kapal (Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Coefficient of block (Cb)

(Sumber: Iskandar dan Novita 1997 digambar ulang)

Coefficient of prismatic (Cp), menunjukkan perbandingan antara volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area penampang melintang tengah kapal (Am) dan panjang kapal pada garis air tertentu


(29)

(Lwl). Cp juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk badan kapal secara horizontal (Gambar 2.4).

Coefficient vertical prismatic (Cvp), menunjukkan perbandingan antara

volume displacement kapal dengan volume yang dibentuk oleh luas area kapal pada WL tertentu secara horizontal-longitudinal (Aw) dan draft kapal. Cvp juga dikenal sebagai koefisien yang menunjukkan bentuk badan kapal secara vertikal (Gambar 2.5).

Gambar 2.4 Coefficient of prismatic (Cp) dan Coefficient vertical prismatic (Cvp) (Sumber: Iskandar dan Novita 1997 digambar ulang)

Coefficient of waterplan (Cw), menunjukkan besarnya luas area penampang membujur tengah kapal dibandingkan dengan bidang empat persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. Cw menunjukkan bentuk badan kapal pada bagian waterplan area (Gambar 2.6).

Gambar 2.5 Coefficient of waterplane (Cw) (Sumber: Iskandar dan Novita 1997 digambar ulang)

Coefficient of midship (Cm), menunjukkan perbandingan antara luas penampang melintang tengah kapal secara vertikal dengan bidang empat persegi panjang yang mengelilingi luas area tersebut. Cm mengambarkan bentuk badan kapal pada bagian tengah kapal/midship (Gambar 2.7).


(30)

8

Gambar 2.6 Coefficient of midship (Cm) (Sumber: Iskandar dan Novita 1997 digambar ulang)

7). Longitudinal Centre Buoyancy (LCB), menunjukkan titik buoyancy (gaya ke atas) dari midship sepanjang longitudinal kapal.

8). Jarak KB, menunjukkan posisi titik B (buoyancy) dari titik K secara vertikal (Gambar 2.8).

9). Jarak BM, menunjukkan jarak antara titik B (buoyancy) terhadap titik M (metacentre) secara vertikal (Gambar 2.8).

10). Jarak KM, menunjukkan jarak antara titik M (metacentre) terhadap titik K secara vertikal (Gambar 2.8).

11). Jarak KG, menunjukkan jarak antara titik G (gravity) terhadap titik K secara vertikal (Gambar 2.8).

12). Jarak GM, menunjukkan jarak antara titik M (metacentre) terhadap titik G (gravity) secara vertikal (Gambar 2.8).

Gambar 2.7 Jarak KB, BM, KM, KG dan GM (Sumber: Iskandar dan Novita 1997 digambar ulang)

13). Jarak BML, menunjukkan posisi BM secara longitudinal, dihitung dari

midship kapal.

14). Jarak KML, menunjukkan posisi KM secara longitudinal, dihitung dari


(31)

2.4Stabilitas

Stabilitas merupakan sesuatu hal terpenting yang harus diperhatikan dalam suatu bangunan kapal. Stabilitas secara umum mengacu kepada kemampuan sebuah kapal untuk kembali ke posisi tegak setelah mengalami oleng akibat pengaruh gaya-gaya luar (external force). Berbagai gaya luar yang dialami oleh kapal perikanan saat melakukan aktivitas penangkapan ikan di laut di antaranya gelombang laut, angin, penambahan gaya-gaya akibat operasi penangkapan, kandas, muatan yang dipindahkan melewati kapal, dan tumbukan dengan dermaga atau dengan kapal perikanan lainnya. Selain gaya-gaya eksternal, keseimbangan kapal juga dipengaruhi gaya-gaya internal seperti muatan yang dipindahkan dalam kapal dan juga terjebaknya air di kapal.

Pada sebuah kapal terdapat beberapa gaya yang akan terjadi, baik gaya-gaya eksternal maupun gaya-gaya internal akan menyebabkan posisi kapal berubah dari kondisi tegak hingga oleng pada sudut tertentu. Dimana, kapal yang stabil memiliki stabilitas yang cukup untuk menghadapi gaya eksternal tersebut dan kembali ke posisi tegak sehingga meminimalkan peristiwa terbaliknya kapal saat beroperasi di perairan, baik dalam kondisi air tenang maupun dalam cuaca buruk. Pada cuaca buruk, gaya-gaya yang dialami oleh kapal akan menjadi semakin besar yang menyebabkan oleng dan gerakan lainnya yang semakin besar dan cepat. Ketidak siapan kapal dalam menghadapi cuaca buruk menyebabkan peristiwa kecelakaan kapal. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wang (2005) menjelaskan kecelakaan yang dialami oleh kapal perikanan terutama disebabkan karena terperosok dan tergenang (foundering and flooding), terbalik dan oleng (capsizing and listing), kandas (grounding), kebakaran dan ledakan (fire and explosions), tubrukan dan kontak antara kapal (collision and contact) serta kerusakan akibat cuaca buruk (heavy weather damage). Ada kejadian yang menyebutkan bahwa ketika sebuah kapal mengapung di dalam air tenang (calm water), maka pada kapal tersebut bekerja dua buah komponen gaya yaitu gaya berat dengan arah ke bawah dan gaya tekan ke atas (buoyancy) dengan arah ke atas.

2.4.1 Kurva Stabilitas

Ketika kapal yang stabil mengalami gaya eksternal dan menyebabkan kapal dalam kondisi oleng (heels), maka titik pusat gaya apung kapal (buoyancy) akan mengalami perpindahan ke tempat yang lebih rendah. Apabila oleng yang dialami kapal semakin bertambah, maka lengan penegak (righting arm/lever) atau jarak antara kedua gaya (gaya berat dan gaya bouyancy) akan berkurang hingga mencapai nol atau bahkan negatif Pada kondisi tersebut air laut akan masuk ke dalam kapal melalui bukaan-bukaan (opening) yang ada pada kapal. Kualitas stabilitas sebuah kapal, dapat diperkirakan dari kurva stabilitas dengan sudut oleng (heel) sebagai sumbu horizontal dan lengan penegak sebagai sumbu vertikal.


(32)

10

Gambar 2.8 Pergeseran gaya-gaya akibat heel pada kapal Sumber: Hutauruk 2012

Gambar 2.9 Kurva stabilitas Sumber: Hutauruk 2012

Kualitas stabilitas sebuah kapal dikatakan baik bila memiliki : 1. Luasan di bawah kurva stabilitas dinamis besar.

2. Titik potong (crossing point) kurva stabilitas dinamis dengan sudut heels

terletak pada sudut yang besar.

2.5Keseimbangan Kapal

Keseimbangan benda kaku juga dialami oleh kapal saat berada dalam air (Hutauruk 2012).

2.5.1 Keseimbangan Stabil

Keseimbangan disebut stabil jika pengaruh gaya luar dihilangkan (tidak ada), maka benda akan bergerak kembali ke posisi semula (awal). Bila diperhatikan, untuk keseimbangan stabil, besar dx (jarak titik berat posisi awal dan akhir) setelah gaya-gaya luar dihilangkan adalah nol. Keseimbangan stabil adalah gaya metasenter (M) berada di atas gaya berat (G).

Crossing point Kurva Stabilitas Dinamis

Righting Arm


(33)

Gambar 2.10 Keseimbangan stabil Sumber: Hutauruk 2012

2.5.2 Keseimbangan Netral

Keseimbangan disebut indiferen atau netral jika pengaruh gaya luar dihilangkan (tidak ada), maka benda tidak akan kembali ke posisi semula (awal), tetapi tetap pada posisi yang baru. Keseimbangan indeferen/netral akan membentuk titik berat baru yang tingginya sama dengan titik berat awal sebelum adanya pengaruh gaya luar. Keseimbangan netral adalah gaya metasenter (M) berhimpitan dengan gaya berat (G).

Gambar 2.11 Keseimbangan netral Sumber: Hutauruk 2012

2.5.3 Keseimbangan Labil

Keseimbangan disebut labil ketika pengaruh gaya luar dihilangkan, maka benda tidak akan kembali ke posisi semula melainkan akan bergerak terus menjauhi posisi awal. Titik berat benda pada posisi yang baru letaknya semakin jauh juga dari posisi titik berat awal. Keseimbangan labil adalah gaya metasenter (M) berada di bawah gaya berat (G).


(34)

12

Gambar 2.12 Keseimbangan labil Sumber: Hutauruk 2012

2.6Gerakan Kapal

Gerakan kapal di laut lepas sangat penting untuk diprediksikan karena gerakan kapal dapat menimbulkan masalah. Kapal haruslah terjamin aman dan stabil tidak hanya aman jika berlayar di laut yang kondisi cuacanya relatif tenang ,tetapi juga harus menjamin bahwa kapal mengalami penurunan fungsi dari sistem kerjanya. Secara umum karakteristik dasar dari suatu kapal yaitu stabil, bergerak dengan kecepatan yanng cukup mempunyai olah gerak yang cukup baik di perairan yang dalam ataupun dangkal dan cukup melakukan tugas ataupun fungsinya dalam cuaca yang jelek dari hantaman gelombang.

Dengan kemajuan yang saat ini telah berkembang pesat di bidang kelautan dan pemakaian teknologi komputer maka dimungkinkan untuk memperkirakan secara statistik beberapa aspek yang berhubungan dengan unjuk kerja kapal di laut lepas. Selain beberapa cara diatas, masalah gerak kapal ini juga dapat ditampilkan dan diselidiki dengan menggunakan software yang telah banyak dimunculkan untuk mempermudah permasalahan dalam menghitung respon gerak kapal. Penyelesaian permasalahan gerakan kapal dapat dipermudah dengan menggunakan satu derajat kebebasan. Dalam kenyataannya ketika kapal berlayar di perairan bebas akan mengalami enam derajat kebebasan dari enam macam gerakan kapal tersebut diatas. Di lain pihak, analisis dengan menggunakan enam derajat kebebasan merupakan hal yang sulit, oleh karena itu dalam analisa maupun penelitian mengenai gerakan kapal sering digunakan coupled dari gerakan-gerakan berikut:

1. Heave dan pitch

2. Yaw dan sway

3. Yaw, sway dan roll


(35)

Gerakan yang dominan untuk sebuah kapal yang berlayar dalam gelombang adalah roll, heave dan pitch, karena roll berpengaruh terhadap stabilitas kapal, sedangkan heave dan pitch berkaitan terjadinya slamming pada forefoot, permasalahan deckwetness pada forecastle. Saat kapal mengapung bebas di dalam laut atau perairan, kapal mengalami gerakan translasi dan rotasi dalam enam derajat kebebasan DOF (Degree of Freedom). Gerakan ini terjadi akibat gaya-gaya eksternal yang dialami kapal. Ada tiga gerakan translasi ke arah sumbu X, Y dan Z serta tiga gerakan rotasi memutari sumbu X, Y dan Z (Gambar 2.13). Sumbu X merupakan sumbu horizontal arah haluan/buritan kapal, sumbu Y merupakan sumbu horizontal arah kanan/kiri kapal dan sumbu Z adalah sumbu vertikal arah atas/bawah kapal.

Gerakan kapal dalam enam derajat kebebasan adalah:

1. Surging merupakan gerakan kapal maju mundur (arah haluan dan buritan/arah sumbu X).

2. Swaying merupakan gerakan kapal ke arah samping (arah port dan starboard/arah sumbu Y).

3. Heaving merupakan gerakan kapal naik turun (arah atas dan bawah/arah sumbu Z).

4. Rolling/heeling atau gerakan angguk merupakan gerakan rotasi kapal dengan sumbu X sebagai sumbu putar.

5. Pitching merupakan gerakan rotasi kapal dengan sumbu Y sebagai sumbu putar.

6. Yawing merupakan gerakan rotasi kapal dengan sumbu Z sebagai sumbu putar.

Gerakan kapal dalam enam derajat kebebasan menjelaskan jenis keseimbangan yang dialami kapal. Jenis keseimbangan berdasarkan gerakan kapal dapat disimpulkan menjadi:

1. Gerakan heaving merupakan keseimbangan stabil.

2. Gerakan surging dan swaying merupakan keseimbangan netral atau

indiferen.

3. Gerakan yawing merupakan keseimbangan netral atau indiferen.

4. Gerakan rolling/heel dan pitch: tidak tentu, mungkin keseimbangan stabil, labil atau netral.

Gambar 2.13 Enam derajat kebebasan Sumber: Hutauruk 2012


(36)

14

2.7Respon Amplitude Operator (RAO)

Metode spektra merupakan cara untuk mengetahui suatu respon struktur akibat beban gelombang reguler dalam tiap-tiap frekuensi. Respon Amplitude Operator (RAO) atau sering disebut sebagai Transfer Function adalah fungsi respon yang terjadi akibat gelombang dalam rentang frekuensi yang mengenai struktur offshore. RAO dapat juga didefinisikan sebagai hubungan antara amplitudo respon terhadap amplitude gelombang. Dapat dinyatakan dengan bentuk matematis yaitu (ζrespon / ζgelombang). Amplitudo respon bisa berupa gerakan, tegangan, maupun getaran. RAO juga disebut sebagai Transfer Function

karena RAO merupakan alat untuk mentransfer beban luar (gelombang) dalam bentuk respon pada suatu struktur (Chakrabarti 1987).

3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2013 sampai dengan Maret 2014, yang bertempat di Labolatorium Kapal Perikanan, Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau, Pekanbaru.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu unit sampan yang terbuat dari ember bekas tempat cat berukuran 25 kg. Alat-alat tulis, meteran, waterpass, jangka sorong, pendulum, benang ukur, kamera. Model dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak yang sesuai untuk mengetahui stabilitas sampan tersebut. Kemudian dilakukan analisis seakeeping untuk mengetahui Respon Amplitude Operator (RAO) sampan seperti pitching, rolling, heaving. Data yang telah diperoleh dari kedua hasil analisis tersebut dimasukkan kedalam program microsoft excel untuk memperoleh perbandingannya.


(37)

3.3Metode Penelitian

3.3.1 Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode permodelan dan metode simulasi numerik. Kasus yang diteliti adalah stabilitas sampan dan respon gerak terhadap gelombang dari sampan ember bekas tempat cat (EBTC). Jenis dan berat muatan yang dipindahkan harus diperhitungkan saat melakukan analisis.

3.3.2 Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah dimensi utama kapal meliputi panjang total (LOA) panjang antara dua garis tegak (Lpp), lebar kapal (B) dan dalam kapal (D). Selain itu, data kelengkungan badan kapal yang telah dipindahkan dalam bentuk lines plan digunakan untuk menghitung parameter hidrostatis kapal. Hasil perhitungan parameter hidrostatis selanjutnya digunakan sebagai data dasar dalam perhitungan stabilitas kapal. Data lainnya yang digunakan antara lain draft, trim

dan KG.

3.3.3 Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini dimulai dengan melakukan identifikasi terhadap sampan. 2. Selanjutnya mengukur dimensi sampan (LOA, LPP, LWL, B, D).

3. Mengukur stasiun (potongan melintang kapal pada jarak tertentu) kapal. 4. Menghitung/memperkirakan berat keseluruhan kapal.

5. Membuat gambar teknik model sampan dengan memasang bilge keel

menggunakan aplikasi pendukung.

Penggambaran teknik sampan dilakukan kedalam 4 bagian yakni sampan tanpa bilge keel, sampan dengan bilge keel sudut 30 derajat; 45 derajat dan 60 derajat (Gambar 3.1). Pemasangan bilge keel pada aplikasi pendukung didasarkan pada percobaan yang telah dilalakukan oleh Thews 1976. Sudut pemasangan bilge keel yaitu pada sudut 45 derajat yang diukur dari garir air (WL) seperti pada Gambar 3.2. Gambar teknik dalam aplikasi di tunjukkan pada Gambar 3.3.

Bilge keel dipasang melebihi panjangnya parallel middle body untuk kapal yang memiliki perpanjangan parallel middle body besar, sedangkan kedalaman/lebar bilge keel conventional dapat dihitung berdasarkan rumus yang disampaikan oleh (Gillmer dan Johnson 1982), yaitu:


(38)

16

Berikut ini merupakan data sampan yang digunakan dalam analisis pada penelitian ini. Ukuran sampan yang digunakan yaitu, panjang (LOA) 3,15 m; lebar (B) 0,64 m; dalam (D) 0,32 m. Gambar 3.2 menunjukkan visualisasi sampan dengan bilge keel untuk keperluan simulasi numerik. Gambar 3.4 menunjukkan tahapan penelitian. Gambar 3.5 menunjukkan sampan yang telah dioperasikan.

Gambar 3.1 Pemasangan sudut bilge keel

Gambar 3.2 Pemasangan bilge keel pada sudut 45 derajat Sumber: Thews 1976


(39)

Gambar 3.3 Bentuk sampan tampak depan dengan pemasangan bilge keel pada sudut a). Tanpa bilge keel, b).30 derajat, c).45 derajat dan d).60 derajat.

6 Menganalisis gambar yang telah dibuat dengan perangkat lunak yang sesuai untuk menentukan stabilitas sampan.

7 Analisis seakeeping untuk mengetahui respon sampan terhadap gelombang. 8 Data yang diperoleh dari kedua hasil analisis tersebut dimasukkan kembali

kedalam program microsoft excel untuk mendapatkan perbandingannya. 9 Hasil perbandingan tersebut dibahas secara deskriptif baik dalam bentuk

tabel,grafik maupun gambar.

Selanjutnya, Tabel 3.1 di bawah ini menunjukkan berat dan posisi muatan (loadcase) pada sampan yang menjadi obyek penelitian.

Tabel 3.1 Loadcase (muatan) di atas sampan saat dilakukan analisis Item Name Quantity W

(ton) Long.Arm (m) Vert.Arm (m) Trans.Arm (m) FS Mom. tonne.m Kapal

Kosong 1 0,021 -1 0,3 0 0

Nelayan 1 0,065 -0,7 0,1 0 0

Hasil

Tangkapan 1 0,01 0,5 0,08 0 0

Alat

Tangkap 1 0,05 0 0,1 0 0

Perbekalan 1 0,002 -0,3 0,05 0 0

Total Weight = 0,148 LCG= -0,420 VCG= 0,126 TCG=

0,000 0

d b

c a


(40)

18

Gambar 3.4 Tahapan Penelitian

Gambar 3.5 Sampan yang di buat dari ember bekas tempat cat (EBTC)

Mulai

Studi literatur

Pengumpulan data dan ukuran sampan

Memodelkan sampan dengan memasang bilge keel

Rencana Umum Rencana Garis

Analisis stabilitas dan seakeeping

Kualitas stabilitas dan variasi sudut bige keel


(41)

3.4 Analisis Data

Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini ada beberapa analisis utama, yaitu analisis parameter hidrostatis. Analisis selanjutnya yaitu analisis stabilitas dan analisis respon amplitude operator (RAO). Setelah itu, data yang telah diperoleh disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan gambar serta dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan pada literatur-literatur terkait.

3.4.1 Analisis Parameter Hidrostatis

Untuk nilai parameter hidrostatis sampan sebagai langkah untuk melengkapi tujuan pertama, dapat diperoleh dengan melakukan pengolahan data dari lines plan dengan menggunakan rumus naval architecture (Gillmer dan Johnson 1982; Tupper 2004). Parameter hidrostatis yang dihitung antara lain:

Volume displacement ( ), dengan rumus Simpson I

) 4 .... 2 4 (

3 A0 A1 A2 An An 1

h

... (1) dimana,

A = Luas area bidang air ordinat ke-i pada WL tertentu (m²)

Ton displacement ( ∆ ), dengan rumus :

∆ = × δ ... (2) dimana,

= Volume displacement (m³)

δ = Densitas/berat jenis air laut (1,025 ton/m³)

Waterplane area (Aw), dengan rumus Simpson I

) 1 + Yn + 4Yn + .... + 2Y2 + 4Y1 + Y0 ( 3 h

Aw ... (3)

dimana,

h = Jarak antar ordinat pada garis air (WL) tertentu Yn = Lebar pada ordinat ke-n (m)

Ton Per Centimeter (TPC), dengan rumus :

TPC = (Aw/100) × 1,025 (4) ... (4) dimana,


(42)

20

Coefficient of block (Cb), dengan rumus :

LxBxD

Cb ... ... (5) dimana,

= Volume displacement (m³) L = Panjang kapal (m)

B = Lebar kapal (m) D = draft kapal (m)

Coefficient of midship (Cm), dengan rumus :

Cm = Am / (B × d) ... (6) dimana,

Am = Luas tengah kapal (m²) B = Lebar kapal (m)

d = draft kapal (m)

Coefficient of prismatic (Cp), dengan rumus :

Cp = /(Am × L) ... (7) dimana,

= Volume displacement (m³) Am = Luas area tengah kapal (m²) L = Panjang kapal (m)

Coefficient of vertical prismatic (Cvp), dengan rumus :

Cvp = / (Aw × d) ... (8) dimana,

= Volume displacement (m³) Aw = Waterplane area (m²) d = draft kapal (m)

Coefficient of waterplane (Cw), dengan rumus :

Cw = Aw / (L × B) ... (9) dimana,

Aw = Waterplane area (m²) L = Panjang kapal (m) B = Lebar kapal (m)

Jarak titik apung (B) terhadap lunas (K), dengan rumus :

KB = 1/3 [ 2,5 d – ( /Aw) ] ... (10) dimana,


(43)

Aw = Waterplane area (m²) d = draft kapal (m)

Jarak titik apung (B) terhadap titik metacentre (M), dengan rumus : BM = I / ... (11) dimana,

= Volume displacement (m³) I = Moment innertia

Jarak metacentre (M) terhadap lunas (K), dengan rumus :

KM = KB +BM ... (12) dimana,

KB = Jarak titik apung terhadap lunas BM = Jarak titik apung terhadap metacentre

Jarak titik apung terhadap metacentre longitudinal (BML), dapat dihitung dengan rumus :

BML = IL/ ... (13) dimana,

IL = Innertia longitudinal

= Volume displacement (m³)

Jarak metacentre longitudinal terhadap lunas (KML)

KML = KB + BML ... (14) dimana,

KB = Jarak titik apung terhadap lunas

BML = Jarak titik apung terhadap metacentre longitudinal

Jarak titik berat (G) terhadap lunas (K), dengan rumus :

KG = I / ⊗ ... (15) dimana,

⊗ = Ton displacement (ton) I = Moment innertia

Jarak titik berat (G) terhadap metacentre (M), dengan rumus :

GM = KM – KG ... (16) dimana,

KM = Jarak metacentre terhadap lunas (m) KG = Jarak titik berat terhadap lunas (m)

Kesesuaian dan keragaan kapal selain dapat dilihat secara langsung juga dapat dilihat melalui nilai parameter hidrostatisnya. Parameter hidrostatis yang dibandingkan adalah nilai coefficient of fineness. Koefisien ini juga sering disebut


(44)

22

sebagai koefisien bentuk badan kapal. Hasil perhitungan dibandingkan dengan hasil penelitian Iskandar dan Pujiati (1995) seperti ditunjukkan pada Tabel 3.2. Nilai tersebut merupakan kisaran nilai koefisien bentuk badan kapal di Indonesia tetapi bukan merupakan nilai mutlak (standar baku).

Tabel 3.2 Nilai coefficient of fineness kapal penangkap ikan di Indonesia Encircling gear Towed gear Static gear

Cb 0,56-0,67 0,40-0,60 0,39-0,70

Cp 0,60-0,79 0,51-0,62 0,56-0,80

Cm 0,84-0,96 0,69-0,98 0,63-0,91

Cw 0,78-0,88 0,66-0,77 0,65-0,85

Cvp 0,71-0,76 0,61-0,78 0,60-0,82

Sumber : Iskandar dan Pujiati (1995)

Sementara itu Inamura (1968) memberikan pedoman kisaran koefisien bentuk (coefficient of fineness) untuk kapal longline. Kapal longline termasuk dalam kelompok kapal yang mengoperasikan alat tangkap yang bersifat diam (static gear). Nilai coefficient of fineness untuk kapal-kapal longline Jepang seperti ditunjukkan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Nilai acuan coefficient of fineness kapal longline Jepang

Coefficient of fineness Nilai Acuan

Cb 0,61-0,72

Cp 0,65-0,75

Cm 0,88-0,98

Cw 0,83-0,90

Cvp 0,84-0,96

3.4.2 Analisis Stabilitas

Perhitungan parameter stabilitas kapal meliputi perhitungan perubahan nilai titik gravity (G) secara vertikal (KG)dan secara longitudinal (LCG)pada masing-masing kondisi menggunakan formula yang dikemukakan dalam Fyson (1985). Perhitungan parameter stabilitas yang dilakukan sebagai berikut:

Keel of gravity (KG) z moment

KG ... (17) dimana,

Δz = moment vertikal

Δ = berat kapal

Longitudinal centre of gravity (LCG) :


(45)

dimana,

H = haluan B = buritan

Longitudinal centre of bouyancy (LCB) :

LCB = selisih moment / Σ berat ... (19) dimana,

Σ berat = berat total kapal (vertikal)

Perhitungan draft pada masing-masing kondisi dilakukan sesuai dengan perubahan variasi kondisi muatan dan nilai TPC. Perubahan draft kapal dapat dihitung menggunakan formula yang dikemukakan dalam Isotopo (1997):

Selisih berat (w) = berat baru – berat lama

Perubahan draft = w/TPC ... ... (20) TPCadalah ton percentimeter immersion

Draft baru adalah draft awal + penambahan draft

Berdasarkan nilai kurva stabilitas selanjutnya menghitung luas area di bawah kurva stabilitas pada masing-masing kondisi muatan dengan menggunakan formula trapeziodal seperti yang dikemukakan dalam Fyson (1985) sebagai berikut:

Sudut dalam radian diperoleh dengan rumus : Sudut (rad) = sudut (derajat) x Π / 1800

Maka, luas area (m.rad) = (y1 x y0/2) x (a1 – a0) ...(21) dimana,

Y1 = nilai GZ pada sudut yang lebih besar Y0 = nilai GZ pada sudut yang lebih kecil A1 = nilai sudut yang lebih besar

A0 = nilai sudut yang lebih kecil

Gerakan yang paling dominan akibat bilge keel adalah gerakan rolling. Berikut persamaan rolling:

cos 0 2 2 M c dt d b dt d a ... (22) dimana,

a = momen inersia, a adalah massa struktur

b = momen damping, b adalah koefisien momen damping

c = momen pengembali, c adalah koefisien momen pengembali


(46)

24

Hasil pengolahan data selanjutnya dianalisis secara deskriptif, numerik dan komparatif terkait desain dan stabilitas kapal. Adapun stabilitas sampan ember bekas tempat catdianalisis berdasarkan nilai parameter-parameter stabilitas dan luas area di bawah kurva stabilitas statis. Stabilitas sampan dianalisis dalam kondisi intact stability selanjutnya dibandingkan dengan nilai kriteria stabilitas IMO (1995). Ilustrasi kriteria stabilitas IMO (1995) dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Gambar 3.6 Ilustrasi kurva kriteria stabilitas kapal Sumber: Hind 1982

A B C D E F : : : : : :

Luas area di bawah kurva stabilitas statis sampai sudut oleng 300 tidak boleh kurang dari 0.055 m-rad.

Luas area di bawah kurva stabilitas statis sampai sudut oleng 400 tidak boleh kurang dari 0.09 m-rad.

Luas area di bawah kurva stabilitas statis antara sudut oleng 30-400 tidak boleh kurang dari 0.03 m-rad.

Nilai maksimum righting lever (GZ) sebaiknya dicapai pada sudut tidak kurang dari 300 serta bernilai minimum 0.20 meter.

Sudut maksimum stabilitas sebaiknya lebih dari 250. Nilai initial GMtidak boleh kurang dari 0.35 meter

3.4.3 Analisis Seakeeping

Metode spektra merupakan cara untuk mengetahui suatu respon struktur akibat beban gelombang reguler dalam tiap-tiap frekuensi. Respon Amplitude Operator (RAO) atau sering disebut sebagai Transfer Function adalah fungsi respon yang terjadi akibat gelombang dalam rentang frekuensi yang mengenai struktur offshore. RAO dapat juga didefinisikan sebagai hubungan antara


(47)

amplitudo respon terhadap amplitude gelombang. Dapat dinyatakan dengan

bentuk matematis yaitu (ζrespon / ζgelombang). Amplitudo respon bisa berupa

gerakan, tegangan, maupun getaran. RAO juga disebut sebagai transfer function

karena RAO merupakan alat untuk mentransfer beban luar (gelombang) dalam bentuk respon pada suatu struktur (Chakrabarti 1987). Bentuk umum dari persamaan RAO dalam fungsi frekuensi adalah sebagai berikut:

2 ) ( ) ( )

( e e e

R S H

S ... (23)

2 2 a Ra elombang Amplitudog an espongerak Amplitudor

RAO ... (24)

2 ) ( a Ra S

SR e ... ...(25) dimana,

) ( e

S = Fungsi densitas spektrum gelombang [ft2-sec] )

( e R

S = Fungsi densitas spektrum respon gerakan [ft2-sec] R

S = Spektrum respon gerakan [ft]

2

) ( e

H = Response Amplitudo Operator (RAO)

Ra = Amplitudo respon gerakan [ft]

Ζa = Amplitudo gelombang [ft]

Persamaan yang digunakan untuk menghitung hambatan kapal di berikan pada persamaan dibawah ini

= [ (1+ )+ ] + ... (26) dimana,

= tahanan total kapal (N) = koefisien tahanan gesek kapal

CA = koefsien penambahan tahanan = kecepatan kapal (m/s)

= luas bidang basah (m2) = tahanan gelombang


(48)

26

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Sampan Ember Bekas Tempat Cat (EBTC)

Sampan ember bekas tempat cat merupakan hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2010 di Labolatorium Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau. Disamping memanfaatkan kembali bahan plastik limbah sisa buangan yang biasanya dibuang atau digunakan sebagi wadah air dan wadah bagi penjual tahu. Ember bekas tempat cat yang rencanakan dan dibuat (rancang bangun) menjadi sebuah perahu dengan investasi yang relatif lebih murah, perawatan yang lebih mudah dan murah, bobot yang lebih ringan, kapasitas yang optimal, dan dengan kemampuan yang baik diharapkan mampu meningkatkan stabilitas dan status perekonomian masyarakat tertentu sebagai bahan alternatif alat bantu transportasi yang optimal, efektif, efisien dan ekonomis, eksitensi perahu ember bekas tempat cat dapat menjadi pilihan yang tepat sebagai alternatif perahu yang biasa digunakan oleh sebagian masyarakat dengan karakteristik dan nama yang berbeda. Bahan ini dibuat sebagai alternatif pengganti kayu yang semakin sulit diperoleh dan bahan fiber yang membutuhkan biaya mahal, sehingga diharapkan biaya produksi pembuatan sampan dari ember bekas tempat cat ini lebih murah.

Sampan ember bekas tempat cat dibentuk dari susunan beberapa gading-gading yang terbuat dari kayu, kemudian dilakukan pemasangan kulit lambung sampan yang terbuat dari ember bekas tempat cattersebut. Ember bekas tempat cat 25 kg adalah bahan plastik limbah buangan/sisa yang dengan mudah dapat diperoleh dan dibeli dengan harga lima hingga sepuluh ribu rupiah per unit. Ember cat tersebut direncanakan dan dibentuk menjadi sampan dengan bobot yang lebih ringan (dapat dipindahkan dengan diangkat oleh satu orang), tahan terhadap perubahan cuaca serta mudah dalam melakukan perawatan serta perbaikan.


(49)

4.2 Desain Sampan Ember Bekas Tempat Cat (EBTC)

Desain adalah rancangan awal berupa sketsa gambar terhadap suatu objek sesuai dengan tujuan dan fungsi pembuatannya yang spesifikasi dari pembuatan gambar harus sesuai dengan garis besar dan persyaratan umum yang berlaku (Ayodhyoa 1972). Sesuai dengan perbedaan jenis operasi dan alat tangkap kapal yang digunakan, maka desain dan konstruksi kapal dibuat berbeda-beda dengan memperhatikan persyaratan teknis pengoperasian dan jenis alat tangkap yang digunakan.

4.2.1 General Arangement

General Arangement (rancangan umum) adalah suatu gambar teknik yang menyajikan secara umum kelengkapan ruang kapal terlihat dari atas dan samping. Gambar rancangan umum (general arrangement) merupakan gambar yang menunjukkan tata letak muatan di atas kapal. Hal ini sangat penting dalam menunjang kemudahan operasi dan berpengaruh besar terhadap kondisi stabilitas kapal. Penempatan jenis muatan yang tepat akan memberikan keleluasaan dan kenyamanan kerja serta membuat kapal menjadi lebih stabil seperti terlihat pada Gambar 4.3. General arangement kapal dibuat dengan pertimbangan efektivitas proses penangkapan, tujuan penangkapan dan penyimpanan hasil tangkapan.

Perubahan jumlah muatan pada bagian haluan kapal yang tidak seimbang dengan perubahan jumlah muatan pada bagian buritan dapat juga mengakibatkan kapal pada kondisi trim by bow. Kondisi trim by bow pada kapal sebaiknya dihindari agar memberikan kenyamanan saat kapal beroperasi. Novita (2011) mengemukakan bahwa penempatan muatan yang diperkirakan memiliki berat terbesar sebisa mungkin berada pada midship untuk menghindari kapal berada pada posisi trim by bow maupun trim by stern.

4.2.2 Lines Plan

Rencana garis (lines plan) suatu kapal merupakan rencana garis desain kapal yang dibuat pada masing-masing water line dan ordinat yang diproyeksikan dalam tiga buah gambar teknik dua dimensi yaitu tampak depan (body plan), tampak samping (profile plan) dan tampak atas (half breadth plan). Panjang kapal antara kedua garis tegak dimulai dari garis tegak buritan After perpendicular (AP), hingga garis tegak haluan fore perpendicular (FP). AP merupakan garis tegak buritan yang berada pada tiang kemudi, sedangkan FP terdapat pada perpotongan antara linggi haluan dengan LWL (length water line) (Marjoni et al. 2010).

Antara kedua garis tegak sampan dibagi menjadi 8 bagian yang sama. Garis tegak yang diberi nomor 0-8 digunakan untuk membuat rencana garis half breadth plan dan body plan, sedangkan buttock line (BL) digambarkan sebagai garis yang memotong WL, posisinya sejajar dengan center line disepanjang


(50)

28

sampan, BL membagi sampan secara transversal dan jumlahnya minimal membagi sampan menjadi 3 bagian yang sama.

Body plan merupakan gambar garis yang tampak haluan dan buritan yang menampilkan bentuk kasko sampan pada masing-masing ordinat, bentuk yang digambarkan adalah setengah lebar sampan dari haluan hingga ordinat 4 (midship) dan ordinat 0-3. Pada Gambar 4.2, lines plan terlihat bahwa lambung sampan dari haluan hingga buritan adalah sama, berbentuk perpaduan antara round plat bottom

dengan hard chin bottom. Penelitian Novita dan Iskandar (2006) mengemukakan bahwa nilai tahanan gerak yang dimiliki oleh kasko model round bottom lebih kecil dibanding dengan kasko model round flat bottom, U-bottom maupun

akatsuki.

4.3 Ukuran Utama Sampan Ember Bekas Tempat Cat (EBTC)

Dalam merancang sebuah sampan diperlukan ukuran utama sebagai dasar perencanaan dan pemodelan sampan. Ukuran utama sampan yang akan dijadikan model adalah panjang keseluruhan (LOA): 3,15 m; lebar (B): 0,68 m dan depth (D): 0,32 m. Struktur sampan dilengkapi 6 buah gading-gading dengan jarak gading 0,45 m. Pada alas diberi penumpu alas bawah, untuk memperbaiki kekuatan memanjang sampan. Penumpu alas terdiri dari penumpu tengah dan penumpu samping. Sampan ini memiliki bobot 21,5 kg; dengan kapasitas daya tampung 2 orang.


(51)

(52)

(53)

4.4Parameter Hidrostatis Sampan Ember Bekas Tempat Cat (EBTC)

Parameter hidrostatis merupakan nilai yang menunjukkan kondisi sebuah sampan di dalam perairan pada saat kondisi perairan tersebut tenang. Rawson dan Tupper (1983) menjelaskan saat kapal beroperasi terjadi perubahan berat, perpindahan beban serta variasi draft, trim dan freeboard demikian juga stabilitasnya, dan untuk mengetahui perubahan tersebut, maka parameter hidrostatisnya harus diketahui. Berdasarkan analisis yang dilakukan diperoleh nilai parameter hidrostatisnya, maka karakteristik sampan tersebut pada ketinggian garis air (WL) tertentu dapat diketahui. Dibawah ini merupakan tabel parameter hidrostatis sampan ember cat bekas.

Kelayakan desain sebuah kapal dapat dilihat dari nilai koefisien kapal (coefficient of fineness), yang terdiri dari koefisien blok (block of coefficient; Cb), koefisien prismatik (prismatic of coefficient; Cp), koefisien garis air (waterplan coefficient; Cw), dan koefisien gading besar (midship coefficient; Cm) (Gillmer dan Johnson 1982). Nilai acuan coefficient of fineses kapal ikan di Indonesia berdasarkan metode pengoperasian alat tangkap disajikan pada Tabel 3.2 dan Tabel 3.3; di metode penelitian.

Tabel 4.1 Parameter hidrostatis sampan ember bekas tempat cat (EBTC)

Parameter Hidrostatis Water Line (m)

0,032 0,064 0,096 0,128 0,16

Displacement tonne (ton) 0,0182 0,0564 0,097 0,139 0,1851

WL Length (m) 2,507 2,584 2,66 2,736 2,809

WL Beam (m) 0,677 0,616 0,558 0,6 0,633

Wetted Area (m2) 1,266 2,007 2,559 2,819 3,037

Waterpl. Area (m2) 0,958 1,25 1,226 1,342 1,466

Prismatic Coeff. (Cp) 0,761 0,763 0,772 0,766 0,762

Block Coeff. (Cb) 0,382 0,515 0,627 0,618 0,613

Midship Area Coeff. (Cm) 0,502 0,675 0,812 0,806 0,804 Waterpl. Area Coeff. (Cw) 0,777 0,815 0,826 0,818 0,824

LCB from Amidsh. (m) 0 0 0 0 0

LCF from Amidsh. (m) 0 0 0 0 0

KB (m) 0,02 0,039 0,056 0,073 0,091

KG (m) 0,032 0,064 0,096 0,128 0,16

BMt (m) 1,507 0,601 0,285 0,244 0,227

BML (m) 19,076 9,023 5,762 4,624 4,012

GMt (m) 1,367 0,48 0,181 0,158 0,158

GML (m) 18,936 8,903 5,659 4,538 3,943

KMt (m) 1,527 0,64 0,341 0,318 0,318

KML (m) 19,096 9,063 5,819 4,698 4,103

TPc (tonne/cm) 0,01 0,013 0,013 0,014 0,015

MTc (tonne.m) 0,001 0,002 0,002 0,002 0,003

RM at 1deg =


(54)

32 0 0,025 0,05 0,075 0,1 0,125 0,15 0,175

0 0,025 0,05 0,075 0,1 0,125 0,15 0,175 0,2

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4

-0,04 -0,02 0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12

0 5 10 15 20 25 30 35 40

0 10 20 30 40 50 60 70 80

0 0,003 0,005 0,007 0,01 0,013 0,015 0,018 0,02

0 0 0,001 0,001 0,002 0,002 0,002 0,003 0,003 Disp. Wet. Area WPA LCB LCF KB KMt KML Immersion (TPc) MTc

Displacement tonne

D

ra

ft

m

Area m^2

LCB, LCF, KB m

KMt m

KML m

Immersion tonne/cm

Moment to Trim tonne.m


(55)

Nilai parameter hidrostatis sangat tergantung pada nilai panjang (Lpp), lebar (B) dan sarat kapal (d). Semakin besar ketiga nilai tersebut maka nilai parameter hidrostatisnya juga akan semakin tinggi. Selain itu, nilai parameter hidrostatis juga sangat dipengaruhi oleh nilai coefficient of fineness yang merupakan representasi dari bentuk badan kapal yang berada di bawah permukaan air (Susanto et al. 2011a, 2011b). Parameter hidrostatik sampan ember bekas tempat catada pada Tabel 4.1 diatas, yang terdiri dari nilai ton displacement (∆),

waterplan area (Aw), midship area (Am), coefficient of fineness (Cb, Cp, Cm, Cw), ton per centimeter immersion (TPC), longitudinal center of bouyancy

(LCB), jarak maya pusat gaya apung (KB), jari-jari metacenter vertikal (BM) dan longitudinal (BML), dan jarak maya titik metacenter vertikal (KM) dan longitudinal (KML).

Kisaran nilai untuk masing-masing parameter hidrostatik pada garis air maksimum sampan ember bekas tempat catadalah nilai ton displacemet (∆)

0,0182-0,1851 ton; Waterplan area (Aw) 0,958-1,466m2; midship area (Am) 1,266-3,037m2; TPC 0,01-0,015, LCB dan LCF 0; Nilai coefficient of fineness

(Cb:0,382-0,613; Cp:0,761-0,762; Cm:0,502-0,804; Cw: 0,777-0,824).

Parameter hidrostatis yang memiliki pola yang sama dengan volume dan ton displacement adalah wetted area dan waterplan area. Wetted area dan waterplan area merupakan parameter yang masing-masing menunjukkan luas badan kapal yang terendam air (area basah) dan luas penampang pada tiap garis air secara melintang dari haluan hingga buritan. Semakin tinggi garis air, maka nilai keduanya juga semakin meningkat. Berat badan kapal dibawah garis air dapat dilihat dari nilai ton displacemet (∆) yang kisarannya adalah 0,0182-0,1851 ton.

Waterplan area (Aw) merupakan luas area kapal pada garis air tertentu secara horizontal-longitudinal. Luas area pada garis maksimum sampan ember bekas tempat catadalah 0,958-1,466m2, dimana nilainya semakin tinggi dengan bertambahnya garis air. Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin mendekati dek, ruang untuk penempatan muatan secara horizontal akan semakin lapang. Area dibagian tengah kapal secara melintang pada tiap garis air ditunjukkan oleh

midship area (Am). Kisaran nilai Am sampan adalah 1,266-3,037m2; dimana nilai Am terbesar berada pada pada garis air tertinggi.

Pada kurva hidrostatik, parameter hidrostatik digambarkan sebagai fungsi dari garis air kapal yang dapat dilihat perubahan nilai parameter hidrostatik pada tiap garis air yang memperlihatkan bahwa nilai parameter hidrostatik semakin besar dengan bertambah tingginya garis air kapal kecuali untuk nilai LCB. Semakin kecilnya nilai LCB seiring dengan bertambah tingginya garis air kapal menunjukkan bahwa letak titik apung kapal secara longitudinal bergerak kearah buritan. Parameter LCB menunjukan posisi atau jarak titik apung (bouyancy) kapal dari midship secara longitudinal. Nilai LCB sampan ember bekas tempat cat0 m yang berarti titik B (bouyancy) sampan secara longitudinal berada di

midship. Kantu et al. (2013) mengemukakan bahwa nilai LCB yang semakin mengarah ke buritan kapal diakibatkan adanya penambahan volume badan kapal yang besar pada bagian buritan. Begitu juga dengan nilai LCF (longitudinal centre floatation). LCF merupakan jarak titik pusat pengapungan kapal yang dihitung dari midship. LCF juga dapat didefinisikan sebagai jarak dari titik pusat waterplan area kapal pada draft tertentu terhadap midship, sehingga posisi LCF sangat dipengaruhi oleh bentuk lambung kapal yang terendam air. Pada sampan ember


(56)

34

cat bekas, nilai LCB adalah sebesar 0 m berada di depan midship sedangkan nilai LCF sebesar 0 m yang berada pada midship juga.

Parameter LCB, KB, KMt, BMt, KML dan BML sangat erat kaitannya dengan stabilitas kapal karena dapat mempengaruhi nilai M (metacentre), G (gravity) dan B(bouyancy) pada kapal. Titik penting yang memberikan pengaruh besar terhadap keragaan kapal adalah jarak vertikal dari lunas kapal (K) ke pusat titik berat (G) dan titik apung (B). Jarak dari lunas kapal ke pusat titik apung disebut dengan KB sementara jarak dari lunas kapal ke titik berat disebut dengan KG. Nilai KB akan semakin besar seiring dengan pertambahan draft, sedangkan nilai KG akan semakin berkurang seiring dengan dalamnya kapal yang terendam air. Pada kondisi draft desain, nilai KG sebesar 0,16 m dan nilai KB 0,091 m. Hal ini berarti titik berat kapal (gravity) berada lebih tinggi dari titik apungnya.

Titik metacentre (M) merupakan satu dari 3 titik keseimbangan yang sangat penting artinya bagi kestabilan kapal selain titik berat (G) dan titik apung (B). Posisi titik M menjadi parameter untuk menentukan kondisi kestabilan kapal. Berdasarkan hasil perhitungan (Tabel 1), maka posisi titik M dibagi menjadi 2 jenis yaitu Mt dan ML. Jarak titik apung terhadap metacentre secara vertikal atau BMt adalah sebesar 0,227 m dan jarak lunas terhadap metacentre (KMt) sebesar 0,318 m. Sementara itu jarak dari titik berat terhadap metacentre (GMt) adalah sebesar 0,158 m. Hal ini menunjukkan bahwa posisi titik M sampan ember cat berada diatas titik G sehingga kapal memiliki kestabilan yang positif. Jarak titik G, B dan K terhadap titik metacentre membujur (ML) dilambangkan dengan GML, BML dan KML. ML merupakan titik perpotongan antara garis-garis tegak yang melalui titik B secara membujur. Semakin tinggi draft maka nilai GML, BML dan KML semakin kecil. Pada kondisi draft desain nilai GML, BML dan KML berturut-turut adalah 18,936 m; 19,076 dan 19,096 m.

Beban yang diperlukan untuk merubah garis air sebesar satu centimeter disebut ton per centimeter immersion (TPC). Nilai ini berfungsi sebagai referensi pada saat akan menambah dan mengurangi muatan ke atau dari dalam kapal. Nilai TPC sampan berkisar antara 0,01 sampai 0,015, yang berarti bahwa penambahan atau pengurangan muatan sebesar 0,01-0,015 ke atau dari dalam sampan akan menambah dan mengurangi sarat air kapal sebesar satu sentimeter.

Coefficient of fineness kapal yang biasa disebut koefisien kegemukan kapal mencerminkan bentuk badan kapal. Nilai Coefficient of fineness sampan ember bekas tempat cattertera pada Tabel diatas. Dari beberapa koefisien bentuk kapal, nilai Cb yang sering digunakan untuk mementukan tingkat kegemukan kapal, karena nilai ini mencerminkan bentuk badan kapal yang terendam di dalam air. Nilai Cbbergerak dari 0-1, dimana semakin mendekati nilai 1 kapal dikatakan semakin gemuk dan bila nilai Cbmencapai 1 maka bagian kapal yang terendam di dalam air berbentuk balok.

Berdasarkan hasil analisis terhadap sampan ember bekas tempat catdiperoleh nilai coefficient of block, bahwa bentuk sampan ember cat memiliki lambung dengan tingkat kegemukan sedang (good type). karena nilainya berada dikisaran 0,613. Utama et al. (2007), bahwa kapal dengan nilai Cb sekitar 0,5-0,6 merupakan kapal yang memiliki bentuk lambung peralihan antara kapal gemuk (rounded) menuju kapal langsing (chine). Kapal dengan nilai Cb yang kecil akan mengalami tahanan gerak yang lebih kecil, tetapi agak bermasalah dengan stabilitas. Nilai coeffiicient of prismatik berpengaruh terhadap perubahan bentuk


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

69

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Labuhan Haji, Propinsi Nangroe Aceh Darussalam pada tanggal 24 Oktober 1989 sebagai anak pertama dari empat bersaudara pasangan Muhammad Iqbal Rangkuti dan Yenni Anita Lubis. Pendidikan sarjana di tempuh di Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau, pada tahun 2007, kemudian lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2012 penulis diterima di Program Studi Teknologi Perikanan Laut pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Beasiswa Unggulan Calon Dosen (BU DIKTI 2012) dari Direktorat Perguruan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional.

Artikel yang berjudul “Stabilitas Sampan Terbuat dari Ember Cat

Bekas dengan Bilge Keel pada Sudut 30 dan 45 Derajat” adalah artikel penulis yang merupakan bagian dari karya ilmiah ini. Artikel tersebut telah diterbitkan pada Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, Vol. 4, No.2, Bulan Nov, Tahun 2013 (ISSN 2087-4871).