Perubahan penutupan lahan Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi Lempur

Berdasarkan interpretasi citra Landsat ETM tahun 2008, tipe penutupan lahan terluas adalah hutan. Adapun luas penutupan lahan hutan adalah 417,42 ha atau menempati 56,12 dari luas total kawasan Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi Lempur. Bagian hutan adat yang memiliki penutupan lahan hutan terluas dibandingkan dengan bagian hutan adat lainnya adalah HA Gunung Batuah yaitu seluas 342,93 ha dan bagian hutan adat yang mempunyai penutupan lahan hutan tersempit adalah HA Bukit Setangis dengan luas 19,01 ha. Sementara itu tipe penutupan lahan terluas kedua yaitu tidak ada data. Luas penutupan lahan ini terkait dengan kondisi saat penyiaman citra. Kebun kayu manis merupakan tipe penutupan lahan yang memiliki luas terbesar ketiga. Adapun luasnya adalah 101,29 ha atau menempati 13,62 dari luas total hutan adat. Bagian hutan adat yang memiliki penutupan lahan kebun campuran terluas dibandingkan dengan bagian hutan adat lainnya adalah HA Gunung Batuah yaitu seluas 72,29 ha dan bagian hutan adat yang mempunyai penutupan lahan hutan paling kecil adalah HA Bukit Setangis dengan luas 9,99 ha. Tipe penutupan lahan terluas keempat adalah semak belukar. Adapun luasnya adalah 13,97 ha atau menempati 1,88 dari luas total hutan adat. Sebagian besar semak belukar ini tumbuh dilahan bekas kebun kayu manis yang telah dipanen. Tipe penutupan lahan berikutnya yaitu lahan terbuka. Lahan terbuka ini terdapat pada kebun kayu manis yang baru dipanen. Masyarakat akan membiarkan lahan tersebut terbuka, setelah kayu manisnya dipanen, hingga tumbuh semak belukar serta tumbuh anakan tanaman kayu manis yang muncul dari tunggak induknya.

5.2.5 Perubahan penutupan lahan

Berdasarkan hasil interpretasi citra Landsat TM dan ETM tahun 1988 dan 2008, Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi Lempur mengalami perubahan penutupan lahan pada setiap penutupan lahannya. Laju degradasi penutupan lahan yang terjadi disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 Laju degradasi penutupan lahan Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi Lempur tahun 1988 dan 2008 No Penutupan lahan Tahun Perubahan tutupan lahan 1988 2008 Luas ha Persentase Luas ha Persentase Luas ha Laju 20 Th Laju tahun 1 Hutan 475 64,78 417 56,12 -58 -12,21 -0,61 2 Kebun kayu manis 39,23 5,35 101 13,62 62,06 158,20 7,91 3 Semak belukar 10,88 1,48 14 1,88 3,12 28,68 1,43 4 Lahan terbuka 2,18 0,34 2,18 5 Tidak ada data 208,26 28,38 208,55 28,04 Jumlah 733,71 100 742,73 100 - - Tipe penutupan lahan yang mengalami peningkatan luas wilayah dalam jumlah yang paling besar adalah kebun kayu manis. Penutupan lahan kebun kayu manis mengalami peningkatan pada tahun 2008 sebesar 62,06 ha atau 158,18 lebih luas dibandingkan dengan tahun 1988. Peningkatan kebun kayu manis ini terjadi karena tuntutan ekonomi dimana masyarakat lempur yang melakukan kegiatan pembukaan hutan untuk dijadikan kebun kayu manis. Tabel 5 Perubahan tutupan lahan tahun 1988-2008 No 1988 2008 Hutan Kebun kayu manis Semak belukar Lahan terbuka Tidak ada data 1 Hutan 391 66,5 9,4 1,86 6,417 2 Kebun kayu manis 12,99 22,7 3 0,08 0,32 3 Semak belukar 2,2 7,7 0,5 0,24 0,162 4 Tidak ada data 10,722 4,3 0,89 0,00 0,00 Luas Total 417 101 14 2,18 Tipe penutupan lain yang mengalami peningkatan luas wilayah adalah semak belukar. Penutupan lahan semak belukar ini mengalami peningkatan luas sebesar 3,12 ha atau 28,68 lebih luas dibandingkan dengan tahun 1988. Peningkatan tutupan semak belukar ini berbanding lurus dengan peningkatan jumlah kebun kayu manis yang telah ditebang, artinya semak belukar ini tumbuh pada bekas tegakan kayu manis tersebut sehingga semakin luas daerah tebangan kayu manis, maka semakin besar juga luasan semak belukar. Pada kurun waktu 1988 sampai 2008, tutupan lahan hutan mengalami penurunan luas wilayah sebesar 58 ha atau 12,21 dari luas tahun 1988. Tutupan hutan sebagian besar berubah menjadi kebun kayu manis, semak belukar dan lahan terbuka berturut-turut sebesar 66,5 ha, 9,4 ha dan 1,86 ha Tabel 5. Tutupan lahan hutan juga mengalami peningkatan luas wilayah sebesar 25,91 ha. Peningkatan luasan kawasan hutan berasal dari perubahan tutupan kebun kayu manis yang ditanam dengan tanaman kehutanan sehingga berubah menjadi hutan. Berdasarkan hasil wawancara, peningkatan hutan ini karena masyarakat mendapatkan bantuan bibit tanaman seperti surian dari pihak TNKS untuk ditanam di daerah hulu air. Hutan ini merupakan hak milik masyarakat dan bebas digarap oleh pemilik lahannya. Karena tuntutan ekonomi, masyarakat yang mempunyai tanah dalam Kawasan Hutan Adat Lekuk 50 Tumbi Lempur membuka hutan tersebut untuk dijadikan kebun kayu manis. Pembagian hutan berdasarkan status dan fungsi kawasan hutan dimana Hutan Adat Bukit Setanggis dan Hutan Adat Bukit Kemulau termasuk dalam kategori Areal Penggunaan Lain APL memiliki laju perubahan penutupan lahan lebih tinggi dibandingkan Hutan Adat Gunung Batuah yang termasuk dalam Kategori Kawasan Lindung. Hal ini disebabkan karena lokasi Hutan Adat Bukit Setanggis dan Hutan Adat Bukit Kemulau lebih dekat dengan pemukiman masyarakat. Lokasi ini juga memiliki akses yang mudah dibandingkan dengan Hutan Adat Gunung Batuah. Berdasarkan hasil survei, di hutan adat ini banyak ditemukan bekas-bekas tebangan liar oleh masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara, di hutan adat ini sering diambil kayunya untuk menjadi bahan bangunan baik untuk adat, pemerintah desa serta masyarakat. Hal ini yang mempengaruhi laju perubahan tutupan kawasan hutan di hutan adat ini. Hasil klasifikasi untuk kelas tidak ada data citra tahun 1988 sebesar 208,26 ha, sedangkan hasil klasifikasi citra tahun 2008 sebesar 208,55 ha. Luas kelas tidak ada data kedua periode digabungkan menjadi satu luasan total dan selanjutnya luasan total tidak ada data ini akan menjadi luasan total pada masing- masing tahun. Hal ini yang mengakibatkan luasan hutan berkurang sangat besar.

5.3 Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penutupan Lahan

Menurut Fakultas Kehutanan IPB 1986 menyatakan bahwa kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat sekitar hutan umumnya terkait erat dengan hutan. Pusat Studi lingkungan Unila 1984 dalam Kasim 1990 menyatakan bahwa Masyarakat di sekitar kawasan konservasi mempunyai sistem sosial, ekonomi dan budaya tersendiri dengan ekosistem dalam kawasan konservasi. Menurut kaidah ekologi, bila suatu sistem berdekatan umumnya akan terjadi eksploitasi dari ekosistem yang kuat terhadap yang lemah. Fenomena yang umum adalah eksploitasi terhadap kawasan konservasi oleh sistem sosial sekitarnya.

5.3.1 Faktor sosial, ekonomi dan budaya masyarakat

Data sosial, ekonomi dan budaya masyarakat Lempur berkaitan dengan kegiatan masyarakat dalam penggunaan lahan dan interaksi terhadap kawasan Hulu Air Lempur. Data yang diambil adalah data sekunder yang berasal dari wawancara dengan lembaga adat serta BPS Kabupaten Kerinci.

1. Peningkatan harga jual kayu manis

Kabupaten Kerinci merupakan salah satu wilayah kabupaten terluas dalam melakukan pengembangan kayu manis di Indonesia, dengan luas areal pengembangannya 42,610 ha 31,61, dan produksinya 65,422 ton 64,92 dari total produksi nasional Ditjenbun 2005. Tingginya harga jual serta dominannya pengembangan kayu manis di Kabupaten Kerinci menempatkan komoditas tersebut sebagai komoditas unggulan dan juga andalan ekspor daerah Kabupaten Kerinci. Sebagian besar masyarakat Lempur menggantungkan hidupnya dari hasil kebun kayu manis. Sebelum terjadi krisis moneter pada tahun 1998, harga kayu manis sangat tinggi yaitu sebesar Rp 20,000kg, sehingga masyarakat berlomba- lomba untuk berkebun kayu manis. Pembukaan hutan alam ini tidak lagi sesuai lagi dengan ketetapan adat tahun 1956. Pada tahun 1919 pemerintah Belanda menetapkan Kawasan Hulu Air lempur sebagai kawasan hutan lindung atau lebih dikenal dengan nama Bos Weisyen BW. Penetapan ini bertujuan untuk melindungi daerah tangkapan air. Pada tahun 1949 Aparat Pemerintah Darurat