Potensi Hutan Hak Adat Lekuk 50 Tumbi Lempur Struktur dan Mekanisme Kerja Adat Lempur

sumber-sumber panas bumi solfatara serta pola penyebaran danau yang membentuk suatu basin atau cekungan menandakan bahwa daerah tersebut terbentuk karena proses pengangkatan tenaga endogen. Daerah Lempur merupakan salah satu bagian jalur Patahan Semangko yang memanjang dari arah tenggara hingga ke arah barat laut sepanjang Pulau Sumatera. Wilayah patahan ini sangat labil terhadap gempa baik berupa gempa tektonik maupun terhadap longsoran batuan atau lapisan tanah. Secara terperinci Lempur terbagi atas dua jalur patahan yaitu Patahan Dikit dan Patahan Siulak. Patahan Dikit memanjang dari arah tenggara hingga barat daya, terutama bagian barat patahan ini membentuk garis lurus yang melewati Gunung Kunyit. Jalur patahan ini jika dikaji lebih mendalam bisa dikategorikan patahan besar yang relatif sangat rawan terhadap tektonik dan longsoran. Di bagian timur menyebar jalur-jalur patahan kecil yang juga memanjang dari arah tenggara sampai ke barat daya. Patahan Siulak penyebarannya meliputi bagian timur laut, jalur patahan ini pengaruhnya tidak terlalu besar untuk terhadap daerah Lempur. Berdasarkan hasil interpretasi pemetaan bentang alam seluas 40.000 ha, maka daerah Lempur terbagi dalam 8 delapan bagian daerah aliran sungai yaitu Lempur 30,9, Jujun 6,9, Sungai Kunyit 5,5 , Ulu Jernih 3,9 dan Batang Kemumu 3,1. Tipologi penggunaan lahan dalam daerah aliran sungai cakupan kawasan Lempur meliputi hutan primer atau sekunder 84,1, kebun atau pertanian lahan kering 12,3 , sawah 3,3 dan danau atau rawa 0,3 , sedangkan tipologi penggunaan tanah khusus di Daerah Hulu Air Lempur yang memiliki total luas 1.964,4 ha meliputi daerah aliran sungai lempur seluas 1.553,9 ha 79 dan daerah aliran sungai Manjunto seluas 412,5 ha. Kawasan Hutan Hak Adat Lekuk 50 Tumbi Lempur merupakan daerah yang berbukit-bukit dengan ketinggian 500 sampai 2.505 mdpl. Lokasi tertinggi dapat dijumpai di Hutan Hak Adat Gunung Batuah, dengan derajat kemiringan antara 10 -85 .

4.4 Potensi Hutan Hak Adat Lekuk 50 Tumbi Lempur

Sebagian besar Hutan Hak Adat Lekuk 50 Tumbi Lempur dikelilingi oleh perkebunan yang didominasi oleh tanaman kayu manis Cinnamomum subavenium. Hutan Hak Adat Lekuk 50 Tumbi Lempur ini memiliki potensi yang terdiri dari: 1. Tumbuhan, yaitu paku resam, Bambusa sp, Ardisia sp, Syzygium sp, dan ficus sp. Terdapat juga jenis tanaman obat-obatan, misalnya selasih gunung, kudo bawah, anggrek jambu, kap simpai, rukam, bintungan, pulut-pulut dan paku jantan. Jenis kayu yang digunakan untuk bahan bangunan seperti surian, kayu apit dan kayu bayo. 2. Hutan hak adat sebagai tempat rekreasi atau obyek wisata.

4.5 Struktur dan Mekanisme Kerja Adat Lempur

Pemimpin adat dari keseluruhan masyarakat adalah seorang Depati Agung, namun dalam memutuskan segala sesuatu tetap berdasarkan hasil musyawarah. Pemimpin yang berperan penting ada tiga orang yaitu Depati Agung, Depati Suko Berajo dan Depati Anum. Ketiga pemuka adat ini dibantu oleh depati-depati dan ninik mamak yang dikenal dengan istilah “ Depati Nan Sepuluh dan Ninik Mamak Nan Berenam” Gambar 5. Secara adat, tanggung jawab para depati cukup berat. Penentuan jabatan dilakukan secara adat bukan berdasarkan periode waktu, tetapi berdasarkan kesanggupan individu itu sendiri sehingga dapat menyandang gelar seumur hidupnya tetapi dapat pula mengundurkan diri bila tidak sanggup lagi. Kata kunci bagi adat istiadat L empur adalah “dimana ada adat disitu ada teliti ”. Kata teliti menandakan adanya kebiasaan berfikir dan masyarakat menghargai pendidikan. Manajemen pelaksanaan tugas masing-masing depati cukup baik, seperti Depati Agung bergerak di bidang pemerintahan, Depati Anom bergerak di bidang peraturan dan hukum dan Depati Suko Barajo bergerak di bidang ekonomi. Pucuk-pucuk pemimpin adat mempunyai hubungan keluarga yang dekat satu dengan yang lainnya, dari status mereka yang menganggap semuanya bersaudara. Terdapat keeratan hubungan antara pemangku adat dengan kepemimpinan pemerintahan dwi-fungsi. Keempat pemimpin desa di bidang pemerintahan mempunyai hubungan keluarga yang sangat dekat. Gambar 4 Struktur kelembagaan adat Lekuk 50 Tumbi Lempur. Kebiasaan bermusyawarah sangat kuat di daerah ini, sehingga keputusan yang diambil berdasarkan keputusan bersama sesama pemuka adat. Hal ini juga dapat diperhatikan dari kebiasaan masyarakat dari golongan atas sampai bawah, yang senang berbincang-bincang di warung pada pagi dan sore hari. Selain pemerintahan desa dan lembaga adat, lembaga-lembaga hukum yang terdapat pada tingkat desa adalah lembaga dapur, lembaga kurung, lembaga adat dan lemabaga alam. Lembaga kurung dipimpin oleh nenek-mamak yang meliputi kumpulan kaum atau perut, lembaga dapur dipimpin oleh tengganai yang terdiri dari kumpulan tumbi, lembaga adat dipimpin oleh para depati yang merupakan lembaga hukum tertinggi yang sekarang dikenal dengan nama pengadilan negeri. Mekanisme lainnya adalah kelompok yang tidak mempunyai otoritas politik adat tetapi turut akses dalam pembangungan desa yaitu para pengumpul dan penyalur kulit manis dari Lempur, Sungai Penuh atau Padang. Mereka juga tidak segan- DEPATI AGUNG DEPATI SUKO BERAJO DEPATI NAN BEREMPAT Lempur Hilir dan Lempur Tengah 7. Depati Suko Berajo 8. Depati Muncak 9. Depati Mudo 10. Depati Nalo Nenek Mamak Nan Batigo Lempur Mudik dan Dusun Baru Lempur 1. Kedemang Sri Memanti 2. Manggung Sri Menanti 3. Seri Paduko Rajo Nenek Mamak Nan Batigo Lempur Hilir dan Lempur Tengah

1. Rajo Depati

2. Rajo Bujang

3. Raja Mangkuto Alam

DEPATI NAN BERENAM Lempur Mudik dan Dusun Baru Lempur 1. Depati Pulang 2. Depati Serampas 3. Depati Kerinci 4. Depati Telago 5. Depati Anggo 6. Depati Naur DEPATI ANUM segan membelanjakan uang untuk kebutuhan fisik umum itu, karena itu juga berkaitan dengan prestise mereka dimata masyarakat. Kelompok wanita jarang dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Padahal jumlah mereka lebih banyak dan hampir lebih dari separuh kegiatan pertanian yang dilakukan dalam kelompok ini. Pada dasarnya „sistem pemerintahan adat tradisional‟ untuk mengatur serta mengarahkan kebijakan pembangunan dengan mekanisme kerja sesuai dengan tanggung jawab dalam pembagian kerjanya, telah ada dan berjalan sejak dulu. Sistem pemerintahan adat tradisional yang ada, secara tidak langsung menerapkan pembagian tugas legislatif dan eksekutif yang layaknya dalam praktek sistem pemerintahan modern sekarang. Oleh karenanya dominasi lembaga adat sengat berperan besar, jika dibandingkan dengan kekuasaan lembaga pemerintahan desa yang ada. Posisi lembaga adat desa merupakan media tunggal dan menjadi sangat strategis sebagai forum sentral untuk menentukan kebijakan pembangunan desa. Implikasinya dengan bergesernya nilai budaya adat kini, menjadi hambatan terbesar dan paling dasar dalam menentukan masa depan kebijakan pembangunan desa. Persoalan lain yang cukup serius untuk segera diantisipasi adalah faktor status sosial ekonomi masyarakat yang berjalan sangat kompetitif yang berdampak negatif. Pengendalian dan atau mengangkat kembali nilai-nilai budaya adat yang pernah ada dan sangat dihormati karena dapat dijadikan titik masuk utama bila berbicara tentang pembangunan secara berkelanjutan dari setiap program yang akan diterapkan di desa Lempur. Keberadaan pemuda yang selama ini tidak mempunyai peran dalam setiap rencana kebijakan pembangunan desa, harus diangkat kepermukaan agar dipandang eksistensinya. Konsep pemerintahan adat dengan mekanisme kerja tradisional yang telah ada, dinilai masih cukup efektif untuk tetap dilaksanakan. Hal ini disebabkan sistem yang berlaku tersebut telah mencerminkan konsep dari pola sistem pemerintahan modern yang diterapkan pada masa sekarang.

4.6 Tata Cara Pembukaan Lahan Pertanian