Sejarah Penetapan Kawasan Hutan Hak Adat Sejarah Hutan Hak Adat Lekuk 50 Tumbi Lempur Topografi

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Penetapan Kawasan Hutan Hak Adat

Kabupaten Kerinci yang terletak di lembah pegunungan Bukit Barisan memiliki luas wilayah 420.000 hektar dan berpenduduk 307.585 jiwa merupakan salah satu daerah yang masuk kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat TNKS dimana 51,19 atau 215.000 ha menjadi hutan lindung dan hutan konservasi TNKS. Kabupaten Kerinci sebagai daerah konservasi, mendukung upaya pelestarian keanekaragaman hayati, lingkungan hidup dan sumberdaya alam termasuk pengakuan terhadap keberadaan dan status kawasan hutan adat atau kawasan kelola rakyat.

4.2 Sejarah Hutan Hak Adat Lekuk 50 Tumbi Lempur

Hutan hak adat di daerah Hulu Air Lempur yang dikenal dengan Hutan Hak Adat Lempur termasuk dalam wilayah lingkungan Kerapatan Adat Alam Lekuk 50 Tumbi Lempur dengan luas 858,3 ha. Hutan Hak Adat Lempur dikukuhkan dengan SK Bupati TK II Kerinci No. 961994 tanggal 10 Mei 1994. Pengelolaan Hutan Hak Adat Lempur dilakukan oleh Perwalian Masyarakat Adat Desa Lembaga Kerja Tetap Daerah Hulu Air Lempur. Hutan Hak Adat 50 Tumbi Lempur ini dikelola oleh Perwalian Masyarakat Adat Desa Lembaga Kerja Tetap Daerah Hulu Air Lempur meliputi: a. Desa Lempur Hilir, b. Desa Lempur Mudik, c. Desa Dusun Baru Lempur dan d. Desa Lempur Tengah. Terdapat juga danau dan bukit-bukit di kawasan hulu air lempur seperti Danau Langkat, Danau Nyalo, Bukit Setanggis, Bukit Pematang, Bukit Kemulau dan Bukit Batuah.

4.3 Topografi

Secara administratif pemerintahan, wilayah sub-daerah aliran Sungai Lempur terletak di Kecamatan Gunung Raya, di sebelah barat laut berbatasan dengan Kecamatan Danau Kerinci, ke arah tenggara berbatasan dengan Kecamatan Jangkat Kabupaten Sarko. Penampakan bentang alam Lempur dibagi atas tiga tipologi yaitu rawa atau dataran lembah, perbukitan dan pengunungan. Curah hujan tahunan sangat tinggi berkisar 2.500-3.000 mm. Tingginya curah hujan ini menjadikan daerah Lempur penting artinya sebagai daerah tangkapan air untuk daerah dibawahnya. Wilayah rawa bergambut dataran tinggi sebagian besar penyebarannya terletak di bagian utara. Sebagian besar wilayah rawa dimanfaatkan masyarakat untuk daerah persawahan dan pada bagian lain masih ditemukan habitat hutan rawa gambut yang masih utuh. Wilayah dataran dimanfaatkan untuk pemukiman, sarana jalan, perladangan dan persawahan. Tipologi bentang alam tersebut merupakan retarder. Retarder adalah kawasan yang berfungsi sebagai penampung kelebihan air yang mengalir dari bagian perbukitan dan pegunungan dan air hujan. Pada musim penghujan fungsi rawa disini berperan sebagai penampung luapan air sungai yang datang dari hulu sungai Air Hitam, Air Rasau, Air Abang, Air Lempur dan Air Kesen. Mengingat kapasitas rawa terhadap luapan air sangat terbatas, maka perubahan ekosistem rawa memiliki konsekuensi rentan terhadap bahaya banjir dan kekeringan. Wilayah perbukitan penyebarannya tidak teratur, bukit-bukit mempunyai ketinggian 1.000-1.200 m dpl tersebar mengitari wilayah rawa dan dataran lembah. Satu sama lain bukit-bukit ini dipisahkan lembah berbentuk V yang curam. Lembah ini terdapat pada bagian tengah agak ke timur yaitu di antara Bukit Sarangtapai dengan Gunung Kemulau. Lembah-lembah curam dijumpai di sekitar Gunung Batuah, Gunung Setangis dan Gunung Kunyit. Wilayah perbukitan sudah sejak dahulu dimanfaatkan untuk perkebunan rakyat seperti kebun kulit manis dan kebun campuran lainnya. Tipologi daerah pegunungan merupakan rangkaian memanjang dari arah tenggara sampai ke arah barat laut. Klasifikasi wilayah pegunungan dimulai pada ketinggian 1.200 m dpl. Gunung-gunung di bawah rangkaian ini merupakan jalur pegunungan aktif atau rawan gempa. Hal ini ditandai dengan ditemukannya sumber-sumber panas bumi solfatara serta pola penyebaran danau yang membentuk suatu basin atau cekungan menandakan bahwa daerah tersebut terbentuk karena proses pengangkatan tenaga endogen. Daerah Lempur merupakan salah satu bagian jalur Patahan Semangko yang memanjang dari arah tenggara hingga ke arah barat laut sepanjang Pulau Sumatera. Wilayah patahan ini sangat labil terhadap gempa baik berupa gempa tektonik maupun terhadap longsoran batuan atau lapisan tanah. Secara terperinci Lempur terbagi atas dua jalur patahan yaitu Patahan Dikit dan Patahan Siulak. Patahan Dikit memanjang dari arah tenggara hingga barat daya, terutama bagian barat patahan ini membentuk garis lurus yang melewati Gunung Kunyit. Jalur patahan ini jika dikaji lebih mendalam bisa dikategorikan patahan besar yang relatif sangat rawan terhadap tektonik dan longsoran. Di bagian timur menyebar jalur-jalur patahan kecil yang juga memanjang dari arah tenggara sampai ke barat daya. Patahan Siulak penyebarannya meliputi bagian timur laut, jalur patahan ini pengaruhnya tidak terlalu besar untuk terhadap daerah Lempur. Berdasarkan hasil interpretasi pemetaan bentang alam seluas 40.000 ha, maka daerah Lempur terbagi dalam 8 delapan bagian daerah aliran sungai yaitu Lempur 30,9, Jujun 6,9, Sungai Kunyit 5,5 , Ulu Jernih 3,9 dan Batang Kemumu 3,1. Tipologi penggunaan lahan dalam daerah aliran sungai cakupan kawasan Lempur meliputi hutan primer atau sekunder 84,1, kebun atau pertanian lahan kering 12,3 , sawah 3,3 dan danau atau rawa 0,3 , sedangkan tipologi penggunaan tanah khusus di Daerah Hulu Air Lempur yang memiliki total luas 1.964,4 ha meliputi daerah aliran sungai lempur seluas 1.553,9 ha 79 dan daerah aliran sungai Manjunto seluas 412,5 ha. Kawasan Hutan Hak Adat Lekuk 50 Tumbi Lempur merupakan daerah yang berbukit-bukit dengan ketinggian 500 sampai 2.505 mdpl. Lokasi tertinggi dapat dijumpai di Hutan Hak Adat Gunung Batuah, dengan derajat kemiringan antara 10 -85 .

4.4 Potensi Hutan Hak Adat Lekuk 50 Tumbi Lempur