Hak Mengeluarkan Pendapat ANALISIS HAK POLITIK MAHASISWA MALAYSIA

3 Dilarang menggunakan fasilitas tertentu; 4 Diskorsing dalam jangka waktu tertentu, dan 5 Di keluarkan dari Kampus. Yang menjadi permasalahan adalah hukuman ini bersifat umum karena tidak ditentukan urutan hukuman yang harus ditetapkan. Bentuk hukuman yang hendak dijatuhkan adalah berdasarkan kepada pertimbangan atau kehendak rektorat yang berwenang tanpa ada aturan yang jelas. Hal ini mengakibatkan tidak adanya proporsionalitas dalam menjatuhkan hukuman, karena dalam beberapa kasus mahasiswa ada yang dikenakan hukuman diberhentikan Drop Out dari kampus padahal ia baru pertama kali melakukan kesalahan dan kesalahan tersebut bukanlah kesalahan yang besar seperti mencuri dan memperkosa. 76

G. Hak Mengeluarkan Pendapat

Sebagaimana telah dijelaskan pada bab terdahulu bahwa sebelum adanya AUKU, mahasiswa di Malaysia aktif menyuarakan aspirasi dalam membela masyarakat, berani mengeluarkan pendapat dalam mengkritik kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap rakyat. Akan tetapi di Malaysia sekarang ini, hak mengeluarkan pendapat bagi mahasiswa jelas-jelas telah dibatasi bahkan terhalang oleh AUKU. Hak mereka untuk menyuarakan kebenaran kepada masyarakat dikekang dengan adanya pasal 153 AUKU yang menyatakan bahwa 76 http:www.mail-archive.comharakahdailyyahoogroups.commsg03504.html diakses pada tanggal 24 Juli pukul 15.00 WIB. setiap mahasiswa dilarang memberikan simpati dan dukungan kepada badan perkumpulan atau organisasi seperti partai politik atau serikat kerja. 77 Hak mengeluarkan pendapat sangat berkaitan erat dengan hak berkumpul atau berserikat, karena biasanya suatu badan perkumpulan atau suatu organisasi baik itu berupa partai politik, serikat kerja dan lain-lainnya dibentuk sebagai suatu wadah untuk menyampaikan pendapat. Oleh karena itu, apabila hak untuk berkumpul atau berserikat dibatasi dan dikekang secara otomatis hak untuk mengeluarkan pendapat menjadi terhalang atau terkekang. Dengan demikian, hak untuk berkumpul atau berserikat mahasiswa yang telah dibatasi dan dipasung oleh AUKU mengakibatkan hak mahasiswa untuk bersuara pun menjadi terpasung pula. Hal ini terbukti dengan adanya larangan bagi mahasiswa maupun organisasi mahasiswa di Malaysia mempunyai hubungan dan mendukung atau menjadi partisipan badan perkumpulan seperti partai politik dan lain-lainnya. Adanya pembatasan dan pemasungan hak berkumpul atau berserikat dan hak berpendapat mahasiswa oleh AUKU tidak hanya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada, seperti pasal 8 dan 10 Perlembagaan Persekutuan, juga bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM dan ajaran Islam. 77 Hal Ehwal Pelajar, Buku Peraturan Pelajar Kolej Universiti Sains dan Teknologi Malaysia, Bahagian Hal Ehwal Pelajar KUSTEM, 2005, Cet. II, h. 53 Islam telah memberikan dan menjamin hak berserikat karena ia merupakan hak dasar dalam politik yaitu untuk membentuk suatu organisasi atau partai politik. Politik dalam Islam adalah bermakna mengatur urusan umat baik yang dilaksanakan oleh negara pemerintah maupun rakyat. Politik pemerintah dalam mengatur urusan umat, berarti pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengurus dan membuat rakyat makmur dan sejahtera. Dalam menjalankan tugas atau kewajibannya itu, pemerintah punya wewenang untuk membuat kebijakan atau peraturan. Akan tetapi apabila kebijakan atau peraturan yang dibuat oleh pemerintah tersebut tidak sesuai dengan kehendak atau aspirasi rakyat atau bertentangan dengan norma agama, maka rakyat punya hak untuk mengoreksi pemerintah. Berkaitan dengan hak rakyat untuk mengoreksi kinerja pemerintah ini, maka rakyat punya hak untuk berkumpul atau membentuk organisasi politik sebagai wadah dalam menyampaikan pendapat. Akan tetapi, hak berserikat atau berkumpul dan berpendapat dalam Islam harus berpatokan kepada prinsip amar ma’ruf nahi munkar, nashihah dan syura’ musyawarah. Allah berfirman di dalam al-Qur’an: ☺ ⌧ ☺ ناﺮ لا ةرﻮ 3 : 110 Artinya: “Kamu adalah umat pilihan yang telah dilahirkan untuk seluruh umat manusia. Kamu menyuruh berbuat kebajukan dan melarang kemungkaran serta kamu beriman kepada Allah”. Rakyat umat mempunyai hak dan kewajiban memberikan nasihat, teguran dan kritikan kepada pemerintah apabila dalam melaksanakan tugasnya terdapat kesalahan atau penyimpangan, bahkan rakyat pun punya hak melalui perwakilannya memberhentikan pemerintah yang berkuasa apabila sudah tidak lagi menjalankan amanat undang-undang dan amanat rakyat. Ini berarti bahwa umat dan individu memiliki hak mengawasi pemerintah, rakyat mempunyai kewajiban untuk meluruskan pemerintah dengan cara amar ma’ruf nahi mungkar . ﺎ ﺮ أ ﺪ رﺎ لﺎ ﺎ ﺪ ﺪ ﺮ ا لﺎ ﺎ ﺪ نﺎ قرﺎ بﺎﻬ لﺎ ﻮ أ ﺪ لﻮ ر ا ﻰ ا و لﺎ : ر ا ى ﻜ ﻜ ﺮ ا ﻐ ﺮ ﺪ ﺎ ن ﺎ ﺎ ن و ذ ﻚ ا ﺿ ا نﺎ ﺋﺎ ا اور 78 Artinya: Diceritakan kepada kami Muhammad bin Basyir diceritakan kepada kami Abdul Rahman diceritakan kepada kami Sufyan daripada koisi bin Muslim daripada Thorikbin Syihab telah berkata Abu Said beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa diantara kalian melihat kemungkaran, hendaklah dia ubah dengan tangannya. Jika tidak mampu, hendaklah di ubah dengan lidahnya. Jika tidak mampu, hendaklah di ubah dengan hatinya dan itu adalah iman yang paling rendah” HR. An-Nasâi. Hak rakyat untuk mengawasi pemerintah dan memberi nasihat kepada mereka merupakan hak berpendapat bagi rakyat. Atas dasar ini, mahasiswa di Malaysia yang merupakan bagian dari rakyat, mempunyai hak untuk berkumpul atau berserikat dan mengeluarkan pendapat termasuk memberikan masukan, 78 Ahmad bin Syuib Abu Abd al-Rahmân al-Nasâ’i, Sunan al-Nasâ’i, Beirut: Dar al- Kutub al-Ilmiyyah, 2005, Cet. II, Juz XV, h. 204, hadits no. 4922 bahkan kritikan kepada pemerintah apabila terdapat kekeliruan atau kesalahan yang dilakukan oleh pemerintah. Akan tetapi, kebebasan atau hak berkumpul atau berserikat dan berpendapat bagi mahasiswa di Malaysia telah dibatasi dan dikekang oleh AUKU. Semenjak AUKU di amademen tahun 1975, gerakan-gerakan mahasiswa mulai hilang, karena setiap ada gerakan atau aksi mahasiswa yang mengkritik kebijakan pemerintah selalu mendapatkan tindakan represip dari aparat pemerintah. Misalnya hal ini pernah terjadi pada bulan September tahun 1974 yaitu dalam Demo Tasik Utara yang menyebabkan tertangkapnya lima aktivis mahasiswa dan Demontrasi Baling pada tahun 1974 sebagai aksi protes mahasiswa terhadap pemerintah karena adanya kasus kelaparan masyarakat di Baling, 79 dalam aksi ini sebanyak 400 orang ditangkap aparat, dan aksi-aksi lainnya hingga pada bulan November 1974 telah mengakibatkan 1000 mahasiswa ditahan polisi. 80 Semenjak itulah aksi-kasi mahasiswa jarang kelihatan lagi hingga sekarang. Hal ini tentunya sangat jauh berbeda dengan kondisi di Indonesia, di mana mahasiswa Indonesia sejak pasca reformasi Maret 1998 mempunyai kebebasan untuk menyuarakan pendapatnya dan mengkritik pemerintah ketika ada kebijakan politik pemerintah yang dianggap tidak pro rakyat. Misalnya aksi 79 Riduan Mohamad Nor, Potret Perjuangan Mahasiswa dalam Cerminan Dekat, Kuala Lumpur: Jundi Resourcer, 2007, Cet. I, h. 33 80 http:qanunfiatdunia.blogspot.com200803hujah-mengapa-auku-perlu-dimansuhkan . html diakses pada tanggal 20 Juli pukul 15.30 WIB. mahasiswa di Indonesia yang menentang kebijakan kenaikan Bahan Bakar Minyak BBM, aksi tuntutan pemberantasan korupsi dan lain-lain. Memang hak untuk mengeluarkan pendapat bagi rakyat Malaysia dibolehkan yaitu melalui partai-partai politik oposisi. Yang menjadi permasalahan adalah adanya larangan dalam AUKU pasal 15 bahwa mahasiswa tidak diperbolehkan memiliki hubungan atau memberikan dokongan kepada partai politik. Demikian pula mahasiswa tidak punya kebebasan untuk menyuarakan aspirasinya melalui cara lain seperti media masa, karena kebebasan peres baik itu telivisi maupun media cetak dikuasai oleh pemerintah. Jika sekiranya hal ini terjadi mahasiswa bersangkutan dapat ditangkap. Kalau pun ada aksi atau gerakan mahasiswa itu hanya seputar isu-isu yang tidak terkait dengan kebijakan pemerintah dan ini pun harus mendapat izin dari pihak keamanan dengan melalui prosedur yang tidak mudah. Misalnya pernah terjadi aksi mahasiswa di Malaysia mengutuk karikatur yang menghina Nabi Muhammad di Denmark, aksi solidaritas penindasan muslim di Palestina dan pada Agustus 2007 pernah terjadi aksi mahasiswa untuk menuntut agar AUKU dihapuskan. Jelaslah bahwa mahasiswa sebagai warga negara tidak mempunyai kebebasan untuk menyuarakan pendapat yang berkaitan dengan mengkritik atau mengontrol kebijakan pemerintah. Padahal dalam Islam, hal ini telah diberikan contoh oleh Nabi dan para sahabat bahwa sah-sah saja bagi rakyat tanpa terkecuali untuk memberikan pendapat bahkan mengkritik pemimpin. Misalnya Nabi sendiri mau menerima pendapat dari sahabat selagi tidak ada ketentuan dari wahyu, demikian juga khalifah Abu Bakar as-Sidiq dalam pidato ketika diangkat menjadi Khalifah siap menerima nasihat dan minta agar diluruskan apabila ada kesalahan atau pelanggaran dalam kepemimpinannya. Khalifah Umar bin al-Khattab tidak pernah memaksakan kehendak atau pendapatnya tetapi beliau lebih suka untuk bermusyawarah dan menerima masukan dari para sahabat bahkan dari rakyat biasa seperti yang terjadi dalam kasus tentang mahar maskawin yang menerima usulan dari seorang ibu-ibu.

H. Hak Memilih dan Dipilih