perkembangan zaman. Kendati demikian al-Quran memberikan prinsip-prinsip dasar bagi kehidupan bermasyarakat.
25
Dari penjelasan di atas, secara garis besar hak politik dapat diartikan sebagai suatu kebebasan dalam menentukan pilihan yang tidak dapat diganggu
ataupun diambil oleh siapa pun dalam kehidupan bermasyarakat di suatu negara. Menurut para ahli hukum hak politik adalah hak yang dimiliki dan diperoleh
seseorang dalam kapasitasnya sebagai anggota organisasi politik negara, seperti hak memilih dan dipilih, mencalonkan diri dan memegang jabatan umum dalam
negara,
26
atau hak politik itu adalah hak-hak di mana individu memberi andil melalui hak tersebut dalam mengelola masalah-masalah negara atau
memerintahnya.
27
Hak politik merupakan hak asasi setiap warga negara untuk ikut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan, misalnya hak untuk berkumpul dan
berserikat membentuk partai politik, dan hak untuk mengeluarkan pendapat termasuk mengawasi dan mengkritisi pemerintah apabila terjadi penyalahgunaan
kewenangan, kekuasaan atau membuat kebijakan yang bertentangan dengan aspirasi rakyat.
E. Sejarah Hak Politik dalam Islam
25
Munawir Syazili, Islam Dan Tata Negara, h. 41
26
A. M. Saefuddin, Ijtihad Politik Cendekiawan Muslim, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, Cet. I, h. 17
27
Abdul Karim Zaidan, Masalah Kenegaraan dalam Pandangan Islam, Jakarta: Yayasan Al-Amin, 1984, Cet. I, h. 17
Islam merupakan manhaj ketuhanan yang diturunkan kepada nabi besar Muhammad SAW untuk umat manusia agar mereka berada dalam jalan yang
benar dan selamat di dunia dan di akhirat. Dilihat dari sejarah sebelum datang Islam, keadaan manusia pada waktu itu berada dalam keadaan Jahiliyyah.
Kehidupan beragama di jazirah Arab sebelum Islam adalah penyembah berhala, mereka telah menyimpang jauh dari ajaran keTuhanan yang dibawa oleh Nabi-
nabi mereka. Hukum yang berlaku berdasarkan kepada hukum adat istiadat, dan dalam tatanan masyarakat menganut paham kesukuan kabilah. Selain
penyembah berhala, juga sering terjadi peperangan antara kabilah, terjadi perbudakan, dan hal-hal lain yang berbau Jahiliyyah.
Dalam keadaan seperti itulah Islam datang dengan al-Quran sebagai petunjuk hidup. Al-Quran yang berisi hukum-hukum atau pera-turan-peraturan
yang kemudian dijelaskan oleh Rasulullah SAW melalui sunnahnya telah membawa bangsa Arab keluar dari kejahilan sehingga mereka menjadi bangsa
yang beradab. Bahkan, Rasulullah SAW telah berhasil membuat suatu peradaban baru yaitu suatu tatanan masya-rakat yang teratur dan dinamis, dalam bentuk
kepemimpinan Beliau di Madinah. Rasulullah SAW telah memperkenalkan dasar- dasar dan prinsip-prinsip pemerintahan kenegaraan. Misalnya dapat dilihat dari
praktik-praktik yang dicontohkan Nabi dalam musyawarah dengan para sahabat. Walaupun beliau sebagai pemimpin agama rasul dan pemimpin negara, akan
tetapi beliau tidak bersikap otoriter terhadap para sahabat dan kaum muslimin.
Beliau memberikan dan menjamin hak-hak warga masyarakat termasuk dalam hal yang berkaitan dengan pengambilan kebijakan politik.
Ada beberapa peristiwa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW berkenaan dengan hak politik masyarakat misalnya ketika kaum Muslimin hendak
melakukan Perang Uhud. Rasulullah SAW bermusyawarah dengan para sahabat, beliau meminta pertimbangan mereka apakah sebaiknya tetap tinggal dan
berlindung di Madinah saja atau keluar menyongsong pasukan kaum kafir Quraiys. Ada sahabat yang mengusulkan untuk keluar menyongsong kaum kafir
Quraiys dan Nabi pun menerimanya.
28
Demikian juga Nabi menerima pendapat sahabat Salman Al-Farisi agar membuat parit dalam peperangan Ahzab, sehingga
perang ini disebut juga dengan perang Khanddak parit.
29
Pasca Rasulullah SAW wafat, sahabat Khulafah ar-Rasyidin pun telah memberikan contoh berkenaan dengan hak politik masyarakat misalnya ketika
Abu Bakar ash-Shiddiq diangkat menjadi Khalifah beliau berkhutbah: “Amma Ba’du. Wahai manusia Sesungguhnya saya telah dipilih untuk
memimpin kalian dan bukanlah saya orang terbaik diantara kalian. Maka, jika saya melakukan hal yang baik bantulah saya, dan jika saya melakukan
tindakan yang menyeleweng luruskanlah saya. Sebab kebenaran itu adalah amanah, sedangkan kebohongan itu adalah pengkhianatan. Orang yang
lemah di antara kalian adalah kuat dalam pandangan saya hingga saya ambilkan hak-haknya untuknya, sedangkan orang yang kuat di antara kalian
adalah lemah di hadapanku sehingga saya ambilkan hak orang lain darinya… Taatlah kalian pada ku selama saya taat kepada Allah dan jika saya
28
Akram Dhiya Al-Umuri, As-Sirah An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, edisi Indonesia Seleksi Sirah Nabawiyyah: Studi Kritis Muhadditsin terhadap Riwayat Dhaif,
Oleh Abdul Rosyad Shidiq, Jakarta: Darul Falah, 2004, Cet. I, h. 408
29
Ibid., h. 458
melakukan maksiat kepada Allah dan RasulNya, maka tidak ada kewajiban taat kalian kepada ku.”
30
Dari pidato Abu Bakar tersebut dapat dipahami bahwa beliau bersedia untuk ditegur dan diluruskan jika melakukan penyelewengan dalam
pemerintahannya. Ini berarti bahwa Khalifah Abu Bakar menjamin dan memberikan hak politik dalam berpendapat kepada rakyatnya.
Umar Ibn al-Khaththab tidak pernah memaksakan pendapat apa lagi mendiktekan kehendaknya. Bagi Umar musyawarah bukanlah hanya sekadar
untuk menguatkan pendapatnya semata, akan tetapi untuk mencari kebenaran. Umar pernah berkata: “Janganlah tuan-tuan mengemukakan pendapat yang
menurut persangkaan tuan-tuan sesuai dengan keinginan saya, tetapi kemukakanlah buah fikiran menurut perkiraan tuan-tuan sesuai dengan
kebenaran.”
31
Satu ketika Umar berpidato dihadapan rakyatnya: “Tuan-tuan jangan memberi maskawin melebihi 40 ugiah Barang siapa yang melebihinya, maka
kelebihannya akan saya masukkan ke baitulmal.” Tiba-tiba dari barisan wanita muncul seorang ibu-ibu yang menyanggahnya dengan berkata: “tidak ada hak
30
Imam as-Suyuthi, Tarikh Khulafa, edisi Indonesia diterjemahkan oleh Samson Rahman, Tarikh Khulafa: Sejarah Para Penguasa Islam, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001, Cet.
I, h. 75
31
Khalid Muhammad Khalid, Khulafa ar-Rasul, alih bahasa oleh Mahyuddin Syaf, dkk., Mengenal Pola Kepimpinan Umat dari Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulullah,
Bandung: CV. Diponegoro, 1996, Cet. IV, h. 220-221
anda untuk berbuat demikian.” Lalu Umar bertanya: “Kenapa?” seorang ibu itu menjawab bukankah Allah telah berfirman:
…… ⌧
⌧ ☺
ةرﻮ ا
ءﺎ 4
: 20
Artinya: “…Dan kalian telah memberi ia harta yang banyak, maka janganlah kalian ambil kembali harta itu sedikitpun, apakah kalian hendak
mengambilnya secara tidak sah dan dengan melakukan dosa yang nyata?”.
Mendengar sanggahan itu wajah Umar pun berseri-seri dan tersenyum. Lalu berkata: “benarlah wanita itu dan salahlah Umar.”
32
Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa sejak zaman Nabi SAW dan para sahabat telah memberikan
contoh dalam hal kebebassan berpendapat dan bermusyawarah dalam mejalankan kepemimpinannya. Selain itu adanya kebebasan berkumpul atau berserikat dan
berpendapat dapat kita lihat dari adanya golongan-golongan yang ada pada masa para sahabat seperti adanya golongan Khawarij, Jabariah, Qadariah, Asy’ariah
dan bahkan sempat terjadi perpecahan kaum muslimin kedalam golongan pada masa khalifan Ali bin Abi Thalib, yang mana beliau pada waktu itu didukung oleh
satu golonggan yang kemudian menjadi golongan syiah. Jika kita bandingkan dengan dunia Barat, maka pembahasan tentang
sejarah perjuangan hak politik berkaitan erat dengan sejarah Hak Asasi Manusia HAM, yaitu usaha manusia untuk mendapatkan hak-haknya yang dirampas oleh
32
Ibid., h. 227
manusia yang lain. Usaha ini merupakan sebagai reaksi terhadap keabsolutan raja- raja dan kaum feodal pada abad ke-17 dan 18 terhadap rakyat yang mereka
perintah atau manusia yang mereka peker-jakan. Manusia pada zaman tersebut terdiri dari dua lapisan besar, yakni lapisan atas yang minoritas dan lapisan bawah
yang mayoritas jumlahnya. Lapisan bawah tidak mempunyai hak-hak dan diperlakukan secara sewenang-wenang oleh pihak yang berkuasa atas diri
mereka. Mereka diperlakukan sebagai budak yang dapat diperlakukan sekehendak pemilik-nya. Sebagai reaksi terhadap keadaan ini, timbul gagasan untuk memper-
samakan kedudukan lapisan bawah dan lapisan atas karena mereka sama-sama manusia. Muncullah ide persamaan, persaudaraan, dan kebebasan yang
ditonjolkan oleh revolusi Perancis pada akhir abad kedelapan belas.
33
Pada umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahir HAM di kawasan Eropa di mulainya dengan kelahiran Magna Charta 15 Juni 1215, suatu
dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan oleh Raja John dari Inggris kepada beberapa bangsawan bawahannya atas tuntutan mereka.
34
Dokumen ini antara lain memuat pandangan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan
absolut menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat diminta pertanggung- jawabannya di muka hukum. Kelahiran Magna Charta ini kemudian diikuti oleh
kemunculan Bill of Righs di Inggris pada tahun 1689. Pada masa itu, mulai timbul
33
Harun Nasution, “Pengantar” dalam Harun Nasution dan Bakhtiar Effendi ed, Hak Asasi Manusia dalam Islam
Jakarta:Yayasan Obor Indonesia dan Pustaka Firdaus, 1995, Cet. II, h. vi
34
Miriam Budiardjo, Ibid.
pandangan adagium yang intinya bahwa manusia sama di muka hukum equality before the law.
Adagium ini memperkuat dorongan timbul negara hukum dan negara demokrasi. Bill of Rights melahirkan asas persamaan harus
diwujudkan, betapa pun berat resiko yang harus dihadapi, karena hak kebebasan baru dapat diwujudkan kalau ada hak persamaan.
35
Untuk mewujudkan semua itu, maka lahir teori kontrak sosial J.J. Roussseau social contract theory,
36
teori trias politika Montesquieu,
37
dan John Locke di Inggris dengan teori hukum kodrati.
38
Perkembangan HAM selanjutnya, ditandai dengan munculnya The Amarican declaration of Independence.
yang lahir dari paham kontrak sosial Rousseau dan trias politika Montesquieu. Mulai dipetegas bahwa manusia adalah
35
Dede Rosyada, dkk., Pendidikan Keawarganegaraan Civic Education: Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyrakat Madani,
Jakarta: Tim ICCE UIN Syyarif Hidayatullah Jakarta dan Prenada Media, 2003, Cet. I, Edisi Revisi, h. 202
36
Menurut Rousseau, manusia yang tinggal dalam keadaan primitif memiliki suatu kebebasan asli. Lalu pada suatu ketika manusia yang memiliki kebebasan asli itu membentuk
suatu kehidupan bersama orang lain yang juga memiliki kebebasan itu. Hal ini terjadi melalui suatu proses yang oleh Rousseau disebut kontrak sosial. Lebih jelasnya lihat Theo Huijbers,
Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, Cet. XV, Yogyakarta: Kanisius, 2006, h. 88
37
Yaitu suatu teori tentang pembagian kekuasaan, menurutnya kekkuasan Negara dibagi atau tegasnya dipisahkan menjadi tiga dan masing-masing kekuasaan itu dilaksanakan oleh suatu
badan yang berdiri sendiri-sendiri, yaitu kekuasan perundang-undangan legislative, kekuasaan melaksanakan pemerintahan eksekutif dan kekuasaan kehakiman yudikatif. Lihat Suhino, Ilmu
Negara , cet. V, Yogyakarta: Liberty, 2005, h. 117, dapat dilihat juga pada Moh. Kusnardi dan
Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000, Cet. IV, h. 222
38
Menurut John Locke, secara kodratnya manusia sejak lahir telah mempunyai hak-hak kodrat atau hak-hak asasi atau hak-hak alamiah, yaitu hak-hak yang dimilikinya secara pribadi.
Mustahillah manusia itu menyerahkan hak-hak aslinya itu kepada instansi lain, oleh sebab hak-hak itu melekat pada manusia sebagai pribadi. Hanya kalau orang telah melanggar undang-undang
atau dikalahkan dalam perang terdapat kemungkinan mencabut hak-hak pribadi itu. Tujuan negara tidak lain dari pada menjamin hak-hak pribadi tersebut. Lebih jelasnya silahkan lihat
Suhino, Ibid., h. 107-108 dan juga pada Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, h. 81-83
merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga tidak logis ia dibelenggu bila sudah lahir. Selanjutnya pada tanggal 4 Agustus tahun 1789 lahir The French
Declaration Deklarasi Perancis, yang memuat lima hak utama yang harus
dihormati, yakni propiete hak pemilikan harta liberte hak kebebasan, egalite hak persamaan, securite hak keamanan, dan resistense a l’oppresion hak
perlawanan terhadap penindasan.
39
Perkembangan aturan tentang perlindungan HAM mencapai puncaknya dengan dideklarasikannya The Universal Declaration of Human Right oleh
Perserikatan Bangsa Bangsa PBB pada tanggal 10 Desember 1948. Sejak berdirinya padanya tanggal 24 Oktober 1945, PBB telah banyak menghasilkan
deklarasi dan perjanjian internasional di bidang HAM. Di antara sekian banyak konvensi internasional yang bersifat penting dan universal yaitu Konvensi
Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Konvensi Internasional Hak-hak Sosial dan Politik.
40
F. Macam-macam Hak Politik