Hak Beserikat ANALISIS HAK POLITIK MAHASISWA MALAYSIA

Dalam bab IV ini penulis mencoba akan menguraikan dan menganalisis dua pasal dalam AUKU pasal 15 dan 16 yang berkaitan dengan hak politik mahasiswa dan itu dianggap bertentangan dengan undang-undang, prinsip-prinsip keadilan dan HAM karena pasal-pasal tersebut memasung dan mengebiri hak politik mahasiswa, terutama hak berkumpul atau berserikat dan hak berpendapat sehingga hal ini menyebabkan adanya diskriminasi terhadap mahasiswa sebagai bagian dari warga negara Malaysia.

F. Hak Beserikat

Berkenaan dengan hak berserikat atau berkumpul bagi mahasiswa yang diatur dalam AUKU terdapat dalam pasal 15: 1 Tiada sesiapa jua, semasa menjadi seorang pelajar Universiti, boleh menjadi seorang ahli, atau boleh dengan apa-apa cara bersekutu dengan, mana-mana persatuan, parti politik, kesatuan sekerja atau apa-apa jua pertubuhan, badan atau kumpulan orang lain, sama ada atau tidak ia ditubuhkan di bawah mana-mana undang-undang, sama ada ia di dalam Universiti atau di luar Universiti, dan sama ada ia di dalam Malaysia atau di luar Malaysia, kecuali sebagaimana yang diperuntukkan oleh atau di bawah Perlembagaan, atau kecuali sebagaimana yang diluluskan terlebih dahulu secara bertulis oleh Naib Canselor. 2 Tiada sesuatu pertubuhan, badan atau kumpulan pelajar Universiti, sama ada ditubuhkan oleh, di bawah atau mengikut Perlembagaan atau selainnya, boleh ada apa-apa gabungan, persekutuan atau apa-apa jua urusan lain dengan mana-mana persatuan, parti politik, kesatuan sekerja atau apa-apa jua pertubuhan, badan atau kumpulan orang lain, sama ada atau tidak ia ditubuhkan di bawah mana-mana undang-undang, sama ada ia di dalam Universiti atau di luar Universiti, dan sama ada ia di dalam Malaysia atau di luar Malaysia, kecuali sebagaimana yang diperuntuk- kan oleh atau di bawah Perlembagaan, atau kecuali sebagaimana yang diluluskan terlebih dahulu secara bertulis oleh Naib Canselor. 3 Tiada sesiapa jua, semasa menjadi seorang pelajar Universiti, boleh menyatakan atau berbuat sesuatu yang boleh ditafsirkan sebagai menyatakan sokongan, simpati atau bangkangan terhadap mana-mana parti politik atau kesatuan sekerja atau sebagai menyatakan sokongan atau simpati dengan mana-mana pertubuhan, badan atau kumpulan orang yang haram. 4 Tiada sesuatu pertubuhan, badan atau kumpulan pelajar Universiti, yang ditubuhkan oleh, di bawah atau mengikut Perlembagaan atau mana- mana pertubuhan, badan atau kumpulan pelajar Universiti lain, boleh menyatakan atau berbuat sesuatu yang boleh ditafsirkan sebagai menyatakan sokongan, simpati atau bangkangan terhadap mana-mana parti politik atau kesatuan sekerja atau sebagai menyatakan sokongan atau simpati dengan mana-mana pertubuhan, badan atau kumpulan orang yang haram. Pasal 15 1 dan 2 jelas-jelas melarang mahasiswa atau organisasi mahasiswa menjadi anggota atau bersekutu dengan badan perkumpulan seperti partai politik, kesatuan syarikat sekerja dan lain-lain kecuali sebagaimana dibenarkan oleh Lembaga Universitas atau diizinkan terlebih dahulu secara tertulis oleh Rektorat. Kedua ayat ini jelas bertentangan dengan pasal 10 1b dan 1c Perlembagaan Persekutuan yang memberi kebebasan kepada semua rakyat Malaysia untuk berserikat. Dalam Pasal 10 1b disebutkan bahwa: ”semua warganegara berhak untuk berhimpun secara aman dan tanpa senjata.” Sedangkan dalam ayat 1c dinyatakan bahwa: “semua warga negara berhak untuk membentuk persatuan.” Selanjutnya, pasal 15 3 dan 4 menyatakan bahwa setiap mahasiswa dan organisasi atau perkumpulan mahasiswa dilarang memberikan simpati dan dukungan kepada badan perkumpulan atau organisasi seperti partai politik, ini pun bertentangan dengan pasal 10 1a Perlembagaan Persekutuan yang menyatakan bahwa: “Tiap-tiap warga negara berhak kepada kebebasan berbicara dan bersuara.” Jika merujuk kepada pasal 10 Perlembagaan Persekutuan, maka kita akan mendapatkan bahwa mahasiswa Malaysia mempunyai hak berkumpul atau berserikat dan bersuara berpendapat. Walaupun hak-hak ini diberikan secara bebas, namun hak ini juga diberikan batasan. Sebagai contoh, hak untuk berkumpul atau berserikat dibatasi dengan Akta Pertubuhan tahun 1966. Pasal 5 akta ini memberi kuasa atau wewenang kepada menteri Hal Ehwal Dalam Negeri untuk membolehkan pembentukan persatuan atau organisasi oleh rakyat dan mahasiswa dengan syarat masih memelihara kepentingan dan keselamatan dalam negeri. Menteri tersebut juga mempunyai hak untuk melarang pembentukan suatu organisasi dan membubarkannya jika membahayakan kepentingan tersebut. Misalnya larangan pembentukan Partai Sosialis Malaysia PSM karena organisasi ini mempunyai unsur komunisme yang tidak boleh dikembangkan di Malaysia. Walaupun demikian mahasiswa masih dijamin hak-hak mereka untuk berkumpul dan berserikat dalam suatu organisasi yang resmi, yang diizinkan oleh pihak kampus baik di dalam mau pun di luar kampus. Mahasiswa Universiti Malaya UM misalnya dibolehkan untuk ikut dalam Persatuan Mahasiswa Islam Universitas Malaya PMIUM, Majlis Persatuan Mahasiswa Universiti Malaya MPMUM, Persatuan Bahasa Melayu Universiti Malaya PBMUM dan sebagainya karena semua organisasi tersebut sah sebagai organisasi kampus. Dengan demikian mahasiswa juga seharusnya boleh berhubungan dan berpartisipasi dalam partai politik seperti Partai Islam Semalaysia PAS, Partai Keadilan Rakyat PKR, Malayan India Congress MIC, Partai Kualisi China DAP, Partai Rakyat Malaysia PRM dan sebagainya, karena partai-partai politik tersebut juga sah dan terdaftar dalam Registrastion of sociaty ROS 1966, sebagaimana yang telah dijamin dalam pasal 10 Perlembagaan Persekutuan. 71 Selanjutnya, keempat ayat pasal 15 AUKU tersebut juga bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM yang terkandung dalam pasal 20 Declaration of Human Right, yang menyatakan: 1 Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berapat 2 Tidak seorang pun dapat dipaksa memasuki salah satu perkumpulan. Jelaslah bahwa keempat ayat dalam pasal 15 tersebut telah menyekat mahasiswa untuk berkumpul atau berorganisasi dalam satu badan tertentu dan menyatakan sokongan dukungan, memberi simpati atau bangkangan menentang terhadap parti politik atau kesatuan sekerja atau perkumpulan yang tidak diizinkan oleh pihak universitas. Padahal dalam pasal 10 1b dan 1c Perlembagaan Persekutuan jelas membolehkan setiap warga negara untuk membentuk suatu perkumpulan atau organisasi seperti partai politik, serikat kerja, 71 http:zainulfaqar.wordpress.com20080331mansuhlah-auku-karena-banyak manfaat -nyadiakses pada tanggal 10 Juli pukul 20.00 WIB. dan lain-lain sedangkan dalam pasal 10 1a setiap warganegara mempunyai hak untuk menyuarakan pendapat. Dari sini, timbul satu pertanyaan: ”mengapa harus ada undang-undang draconion merujuk kepada AUKU yang jelas merampas hak-hak politik mahasiswa padahal telah dijamin dalam Perlembagaan Persekutuan?.” Dari pertanyaan ini maka timbullah pertanyaan lain: Pertama , antara AUKU dan Perlembagaan Malaysia, manakah yang lebih tinggi?. AUKU merampas hak-hak politik mahasiswa sedangkan Perlembagaan Persekutuan menjaminnya. Apakah AUKU merupakan pengecualian dari ”semangat” Perlembagaan?. Padahal kalau kita merujuk ke pasal 4 1 Perlembagaan Persekutuan yang menyatakan: ”Perlembagaan ini adalah undang-undang utama persekutuan dan apa-apa undang-undang yang disahkan setelah Hari Kemerdekaan dan yang bertentangan dengan perlembagaan ini hendaklah batal undang-undang itu.” Kedua, jika AUKU ini diberlakukan juga, berarti mahasiswa Malaysia sedang didiskriminasikan melalui tatacara undang-undang, dan ini bertentangan dengan pasal 8 1 Perlembagaan Persekutuan yang menyatakan: “Semua orang adalah sama rata di sisi undang-undang dan berhak mendapat perlindungan yang sama rata di sisi undang-undang.” Keadaan seperti ini mengakibatkan kalangan mahasiswa atau organisasi mahasiswa ada yang mencari suaka politik dari luar, misalnya dengan Non Gaverment Organisation NGO yang memperjuangkan Hak Asasi Manusia dan mahasiswa seperti Suruhanjaya Hak Asasi Manusia SUHAKAM dan lain- lainnya. Terkadang juga mereka mendapat dukungan dari partai politik. Hingga saat ini, apabila seseorang aktivis dibawa ke pengadilan karena melanggar AUKU, hanya pemimpin partai oposisi saja yang mengulurkan tangan untuk membela. Akhirnya sasaran kezaliman AUKU tersebut cendrung pada partai- partai oposisi. Mengapa tidak United Malay National Organisation UMNO, Malayan Chines Association MCA, atau Malayan India Congress MIC yang tampil membela hak-hak mahasiswa apabila mereka dibawa ke pengadilan AUKU?. Adalah suatu kenyataan yang aneh dan ironis bahwa parti pemerintah, contohnya melalui sayap Pemuda dan Puteri UMNO atau Pertubuhan Kebangsaan Melayu Bersatu, bebas bergerak di dalam kampus. 72 Ini berarti telah terjadi diskriminasi terhadap mahasiswa, bahwa larangan mahasiswa berpolitik hanya di berlakukan kepada mereka yang mendukung atau bersimpati pada partai-partai politik oposisi penentang pemerintah, sedangkan bagi mahasiswa yang pro pemerintah partai politik yang berkuasa sah-sah sahaja terlibat dengan partai politik tersebut. Ini terbukti misalnya mereka bisa melakukan kegiatan-kegiatan seperti diskusi-diskusi atau seminar-seminar dalam kampus dengan mendatangkan pembicara-pembicara dari tokoh-tokoh partai politik tersebut. Bagi mahasiswa yang kontra dengan partai penguasa pemerintah atau pendukung 72 http:202.190.73.171index.php?option=com_contenttask=viewid=014865Itemid=28 telah diakses pada tanggal 24 Juli pukul 15.00 WIB. partai oposisi tidak dapat melakukan kegiatan-kegiatan seperti ini, bahkan jika diketahui mempunyai hubungan dan mendukung partai politik oposisi dapat ditangkap dan dikenakan sangsi sesuai dengan pasal 15 5 AUKU: 5 Sesiapa jua yang melanggar atau tidak mematuhi peruntukan subseksyen 1, 2, 3 atau 4 bersalah atas suatu kesalahan dan boleh, apabila disabitkan, didenda tidak melebihi satu ribu ringgit atau dipenjarakan selama tempoh tidak melebihi enam bulan atau kedua-duanya. Selanjutnya dalam pasal 15A 1 dinyatakan bahwa setiap mahasiswa atau organisasi mahasiswa baik di dalam maupun diluar kampus dilarang memungut atau mengumpulkan dana uang: 15A. 1 Tiada seseorang pelajar Universiti, atau sesuatu pertubuhan, badan atau kumpulan pelajar Universiti, boleh, di dalam atau di luar Kampus, atau di dalam atau di luar Malaysia, memungut atau cuba memungut, atau menganjurkan atau cuba menganjurkan apa-apa pemungutan, atau membuat apa-apa rayuan secara lisan atau secara bertulis atau selainnya atau cuba membuat sesuatu rayuan itu untuk, apa-apa wang atau harta lain daripada sesiapa jua, iaitu bukan wang atau harta yang genap atau hampir genap masanya diperoleh di bawah atau menurut mana-mana undang-undang bertulis, kontrak atau kewajipan lain di sisi undang- undang. Larangan dalam pasal ini berlaku pada semua organisasi mahasiwa yang ada di Malaysia baik yang di dalam maupun di luar kampus. Larangan ini dapat dipahami bahwa bagi organisasi mahasiswa yang ada di dalam kampus memang sudah mendapatkan suntikan dana dari pihak rektorat untuk menjalankan kegiatan-kegiatannya. Akan tetapi bagi organisasi di luar kampus, untuk menjalankan kegiatannya biasanya memerlukan dana yang besar, dan untuk mendapatkan dana tersebut memerlukan sumber dana yang lain misalnya dari donatur atau iuran dari anggota organisasi tersebut. Jika hal ini terjadi, maka dapat dikenakan sanksi tidak lebih dari RM 1.000 atau pidana kurungan selama tidak lebih dari enam bulan, sesuai pasal 15A 2: Sesiapa jua yang melanggar atau tidak mematuhi subseksyen 1 bersalah atas suatu kesalahan dan boleh, apabila disabitkan, didenda tidak melebihi satu ribu ringgit atau dipenjarakan selama tempoh tidak melebihi enam bulan atau kedua-duanya. Tetapi dalam kasus tertentu, misalnya telah terjadi pengumpulan dana oleh mahasiswa untuk kegiatan suatu organisasi dan diketahui oleh yang berwenang maka Menteri yang berkaitan Menteri Pengajian Tinggi dapat memberikan pengecualian dari sanksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 15A 2. hal ini ditegaskan dalam pasal 15A 3: Menteri boleh, dalam sesuatu kes tertentu, menurut budi bicara mutlaknya memberikan pengecualian kepada sesiapa jua daripada kuat kuasa subseksyen 1, tertakluk kepada apa-apa terma dan syarat dan bagi apa-apa tempoh sebagaimana yang difikirkannya patut menurut budi bicara mutlaknya. Dalam pasal 15B 1 dan 2 dinyatakan: 1 Jika sesuatu kesalahan telah dilakukan di bawah mana-mana undang- undang bertulis, sama ada atau tidak seseorang telah disabitkan atasnya, dan kesalahan itu telah dilakukan atau berupa sebagai telah dilakukan atas nama atau bagi pihak sesuatu pertubuhan, badan atau kumpulan pelajar Universiti yang ditubuhkan oleh, di bawah atau mengikut Perlembagaan, atau mana-mana pertubuhan, badan atau kumpulan pelajar Universiti yang lain, tiap-tiap pemegang jawatan bagi pertubuhan, badan atau kumpulan itu dan tiap-tiap orang yang menguruskan atau membantu dalam pengurusan pertubuhan, badan atau kumpulan itu pada masa berlakunya kesalahan itu hendaklah disifatkan sebagai bersalah atas kesalahan itu dan boleh dikenakan hukuman yang ditetapkan oleh undang-undang bagi kesalahan itu, melainkan jika dia membuktikan dengan memuaskan mahkamah bahawa kesalahan itu telah dilakukan tanpa pengetahuannya dan bahawa dia telah menjalankan segala usaha yang sewajarnya untuk mencegah berlakunya kesalahan itu. 2 Seseorang pemegang jawatan bagi, atau seseorang yang menguruskan atau membantu dalam pengurusan, mana-mana pertubuhan, badan atau kumpulan seperti yang disebut dalam subseksyen 1 boleh didakwa di bawah seksyen ini, walaupun dia mungkin telah tidak mengambil bahagian dalam melakukan kesalahan itu. Kedua ayat pasal pasal 15B mengatur tentang setiap pimpinan organisasi harus bertanggungjawab dan menanggung sanksi pidana jika anggota organisasi melakukan pelanggaran pidana walaupun dia mungkin tidak terlibat dalam kasus tersebut kecuali dapat dibuktikan bahwa pimpinan organisasi tersebut telah berusaha mencegahnya. Pasal ini jelas bertentangan dengan prinsip keadilan, karena mereka yang tidak terlibat dengan kesalahan akan turut didakwa dan dikenakan hukuman. Dengan demikian hal ini bertentangan dengan prinsip natural justice yaitu hanya orang yang bersalah saja yang dapat dijatuhkan hukuman. 73 Selanjutnya pasal 15D 1 disebutkan bahwa: 15D 1 Jika seseorang pelajar Universiti dipertuduh atas suatu kesalahan jenayah, dia hendaklah dengan itu serta-merta digantung daripada menjadi seorang pelajar Universiti dan dia tidak boleh, dalam masa menunggu keputusan prosiding jenayah itu, tinggal atau masuk dalam Kampus Universiti itu atau Kampus mana-mana Universiti lain. Pasal ini memberikan kuasa kepada pihak universitas untuk menjatuhkan hukuman pra pradilan ketika kasus sedang diproses di pengadilan. Ini berarti bahwa mahasiswa yang dituduh melakukan pelanggaran pidana dapat diberikan sanksi oleh pihak rektorat dengan menon-aktifkan dalam masa tertentu bahkan 73 http:mansuhkanauku.wordpress.comtentang-auku diakses pada tanggal 2 Juli pukul 16.00 WIB. bisa diberhentikan sebagai mahasiswa sebelum kasusnya itu diselesaikan oleh pengadilan. Apabila terbukti bersalah, secara otomatis mahasiswa bersang-kutan akan dikeluarkan dari kampus dan sekiranya terbukti tidak bersalah, akan diterima kembali untuk melanjutkan perkuliahannya. Tetapi sudah maklum bahwa suatu kasus yang diproses di pengadilan memakan waktu yang lama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk dapat diselesaikan. Ini jelas bertentangan dengan prinsip keadilan dan menindas mahasiswa bersangkutan. Hal ini juga bertentangan dengan prinsip presumption of inncocent 74 dalam disiplin ilmu hukum yaitu seorang individu dianggap tidak bersalah selama dia belum dibuktikan bersalah a man is not guilty until is proven guilty. 75 Pasal 16C1 menyebutkan bahwa AUKU memberi kuasa atau wewenang kepada pihak lembaga Perguruan Tinggi untuk membuat Kaidah-Kaidah Tata Tertib atau kode etik mahasiswa: Lembaga mempunyai kuasa untuk membuat apa-apa kaedah tatatertib sebagaimana yang difikirkannya perlu atau suai manfaat untuk mengadakan peruntukan mengenai tatatertib bagi kakitangan, pegawai dan pekerja Universiti dan pelajar Universiti; kaedah-kaedah tatatertib yang dibuat di bawah subseksyen ini hendaklah disiarkan dalam Warta. 74 Istilah ini dipakai dalam Ilmu Hukum Acara Pidana, seperti dalam KUHP di Indonesia dalam Penjelasan Umum butir 3c disebutkan: “setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapan di muka sidang pengadilan yang menyatakan kesalahan dan memperoleh kekuatan hukum tetap” , dapat dilihat pada Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, cet X, Jakarta: Rineka Cipta, 2005, h. 351 75 http:mansuhkanauku.wordpress.comtentang-auku diakses pada tanggal 2 Juli pukul 16.00 WIB. Kaidah-Kaidah Tata Tertib mahasiswa merupakan undang-undang kecil yang berisi aturan Tata Tertib Mahasiswa yang diberlakukan disemua perguruan tinggi. Kaedah ini dibuat oleh rektorat sesuai dengan kewenangannya yang diberikan oleh pasal 6C 1 AUKU. Akan tetapi kewenangan lembaga perguruan tinggi untuk membentuk atau membuat tatatertib sangat berlebihan, hal ini terbukti dengan adanya Kaedah-Kaedah Tata Tertib Mahasiswa tersebut, pihak rektorat mempunyai kuasa yang sangat luas dalam menindak mahasiswa yang dianggap bersalah, yaitu meliputi pengusutan, mendakwa, dan menjatuhkan hukuman pada mahasiswa yang terbukti bersalah. Hal ini bertentangan dengan prinsip keadilan, dimana tidak ada jaminan bagi mahasiswa yang didakwa untuk melakukan perlawanan atau pembelaan. Tidak ada jaminan baik dalam AUKU maupun dalam Kaedah Tata Tertib Mahasiswa bagi mahasiswa yang didakwa untuk mendapatkan bantuan hukum dari pengacara. Dalam hal ini terlihat adanya diskriminasi terhadap mahasiswa, hal ini bertentangan dengan pasal 81 Perlembagaan Persekutuan yang menjamin hak pesamaan di depan hukum dan hak persamaan untuk mendapatkan perlindungan. Berdasarkan kepada Kaidah Tata Tertib Mahasiswa, setiap mahasiswa yang terbukti bersalah karena melanggar Tata Tertib dapat dikenakan satu atau dua hukuman bahkan lebih sesuai dengan hukuman berikut: 1 Peringatan; 2 Denda; 3 Dilarang menggunakan fasilitas tertentu; 4 Diskorsing dalam jangka waktu tertentu, dan 5 Di keluarkan dari Kampus. Yang menjadi permasalahan adalah hukuman ini bersifat umum karena tidak ditentukan urutan hukuman yang harus ditetapkan. Bentuk hukuman yang hendak dijatuhkan adalah berdasarkan kepada pertimbangan atau kehendak rektorat yang berwenang tanpa ada aturan yang jelas. Hal ini mengakibatkan tidak adanya proporsionalitas dalam menjatuhkan hukuman, karena dalam beberapa kasus mahasiswa ada yang dikenakan hukuman diberhentikan Drop Out dari kampus padahal ia baru pertama kali melakukan kesalahan dan kesalahan tersebut bukanlah kesalahan yang besar seperti mencuri dan memperkosa. 76

G. Hak Mengeluarkan Pendapat