pedoman pelaksanaan kredit, dan pedoman teknis lainnya. Pedoman- pedoman ini memberikan petunjuk dalam pelaksanaan kredit mulai
dari tahap permohonan, proses analisa, persetujuan, dokumentasi, pengawasan, hingga proses restrukturisasi disertai dengan analisa dan
perhitungan risiko. Pengelolaan risiko kredit diterapkan pada tingkat transaksional
maupun tingkat portofolio. Prinsip four eye diterapkan pada tingkat transaksional. Prinsip ini digunakan dalam pengambilan keputusan
kredit. Dalam prinsip ini, penyaluran kredit melibatkan empat pihak dari PT Bank X. Pihak-pihak tersebut adalah masing-masing unit
bisnis yang menerima permohonan kredit, Credit Risk Management Unit, rapat Komite Kredit, dan Pejabat Pemegang Kewenangan
Memutus Kredit. Prinsip ini membuat keputusan untuk menentukan penyaluran kredit menjadi lebih objektif. Hal ini karena pihak yang
terlibat dalam analisis kredit tidak hanya unit bisnis yang menerima permohonan kredit. Selain dilakukan oleh unit bisnis terkait, analisis
kredit juga melibatkan pihak yang mengelola risiko kredit yaitu Credit Risk Management Unit
serta Pejabat Pemegang Kewenangan Memutus Kredit.
Keputusan penyaluran kredit menggunakan format Nota Analisa Kredit, Analisa Keuangan, panduan Tools Rating, dan Scoring System.
Tools Rating dan Scoring System digunakan untuk menentukan pengukuran risiko kredit dan penetapan suku bunga yang berdasarkan
risiko. Untuk menjaga agar Tools Rating dan Scoring System tetap dapat diandalkan dalam pengambilan keputusan kredit maka setiap
unit bisnis melakukan evaluasi yang hasilnya berupa Credit scoring Review dan Rating Outlook setiap tiga bulan dan semester.
4.3.2. Kredit Bermasalah PT Bank X
Setiap usaha pasti akan menghadapi sebuah masalah, begitupun dengan kegiatan usaha perbankan dalam menyalurkan kreditnya.
Masalah yang dihadapi adalah ketika debitur tidak mampu membayar kembali
baik pokok maupun bunganya
kepada pihak bank.
Ketidakmam gagal bayar
NPL. Bank kolektibilitas
dalam perha dengan kual
dalam kredi kurang lanc
bermasalah. sampai tahun
Tabel 4. Jum dal
Tahun
1999 2000
2001 2002
2003 2004
2005 2006
2007 Rata-rata
Persentase
Sumber : PT
Gambar 6. K 2
kred Kred
Kred
mpuan tersebut dinamakan kredit bermasalah a r yang dapat ditunjukkan oleh rasio Non Performi
nk Indonesia mengklasifikasikan kualitas kredit d tas. Kredit diklasifikasikan menjadi kredit kuali
hatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan mac alitas lancar, dan dalam perhatian khusus digolo
dit tidak bermasalah, sedangkan kredit denga ncar, diragukan dan macet digolongkan dala
h. Besar masing-masing kolektibilitas pada ta un 2007 terlihat pada Tabel 4 dan Gambar 6.
umlah kolektibilitas kredit periode 1999-2007 alam jutaan rupiah
kredit lancar tepat waktu
Kredit dalam
perhatian khusus
Kredit kurang
lancar Kred
dirag
9 8,803,292
4,033,229 5,397,942
4,3 19,153,518
15,350,356 3,395,600
1,8 1
30,818,511 12,655,129
2,561,479 9
2 44,451,924
16,201,501 1,521,643
1,0 3
58,184,992 11,215,816
1,675,651 1,4
4 79,132,055
8,599,071 2,369,744
4 5
66,377,880 13,461,308
5,699,321 5,3
6 80,950,434
17,544,961 2,119,395
6 7
110,654,193 15,931,251
1,400,294 5
55,391,867 12,776,958
2,904,563 1,8
68 16
4
T Bank X Data Diolah
. Komposisi Kolektibilitas Kredit PT Bank X peri 2007. Sumber : PT Bank X data diolah.
68 16
4 2 11 edit lancar tepat waktu
Kredit dalam perhatian khus redit kurang lancar
Kredit diragukan redit macet
atau kredit orming Loan
t dalam lima alitas lancar,
acet. Kredit olongkan ke
gan kualitas alam kredit
tahun 1999
7
edit agukan
Kredit macet
,399,505 21,388,694
,864,289 3,258,776
966,132 1,184,535
,039,787 2,202,393
,437,009 3,429,152
440,706 3,893,163
,378,174 15,936,263
699,514 16,443,018
547,824 10,019,990
,863,660 8,639,554
2 11
eriode 1999-
usus
Dari Gambar 6, dapat dilihat bahwa rata-rata kredit lancar memiliki persentase yang paling besar diantara kolektibilitas lainnya
yaitu sebesar 68 dari total rata-rata kolektibilitas PT Bank X. Kolektibilitas lancar paling rendah terjadi pada tahun 1999 yaitu
sebesar Rp.8.803.292.000.000 dan paling tinggi terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar Rp.110.654.193.000.000.
Kredit dalam perhatian khusus merupakan kolektibilitas yang kedua dimana mengalami keterlambatan 90 hari, dengan rata-rata 16
terhadap total kolektibilitas PT Bank X. Kolektibilitas dalam perhatian khusus paling tinggi terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar
Rp.16.201.501.000.000. Sedangkan paling rendah terjadi pada tahun 1999 yaitu sebesar Rp.4.033.229.000.000.
NPL adalah kredit yang tidak diikuti oleh pelunasan pembayaran pokok atau angsuran sebagaimana yang telah dipersyaratkan dalam
perjanjian kredit. Kredit dengan kolektibilitas kurang lancar, diragukan, dan macet termasuk dalam NPL. Rasio NPL diperoleh dari
pembagian antara NPL dengan total kredit yang diberikan. Semakin besar rasio NPL, semakin tinggi pula risiko yang ditanggung oleh
pihak bank dan menunjukkan kegagalan bank dalam mengelola dana yang ada. Nilai NPL akan mempengaruhi laba yang diperoleh dan
akan menentukan posisi bank tersebut dinyatakan sehat atau tidak. Berdasarkan aturan BI, bank wajib memiliki NPL neto dibawah 5
persen. Jika tidak, bank akan masuk dalam program pengawasan intensif atau pengawasan khusus oleh BI.
Tabel 5. Persentase Non Performing Loan NPL kredit periode 1999-
2007 dalam jutaan rupiah
Sumber : PT Bank X Data Diolah Tabel 5 menunjukkan bahwa NPL PT Bank X mengalami
fluktuasi setiap tahunnya. NPL bruto terendah terlihat pada tahun 2004 yaitu sebesar 7,10 dengan NPL neto 1,87 dan tertinggi
ditunjukkan pada tahun 1999 yaitu sebesar 70,84 dengan NPL neto 20,57. Pada tahun 1999 merupakan tahun dimana PT Bank X
mencatat tingkat NPL tertinggi sepanjang tahun 1999 sampai tahun 2007. Tingginya NPL yang dialami PT Bank X merupakan imbas dari
terjadinya krisis ekonomi dan moneter Negara Indonesia pada tahun 1997. Krisis ekonomi tersebut merapuhkan dunia perbankan dan salah
satunya PT Bank X. Akibat dari krisis ekonomi tersebut, tingkat inflasi melonjak begitu tinggi pada tahun 1998 yaitu sebesar 77,56
yang mendorong peningkatan indeks harga konsumen, sehingga puluhan bahkan ratusan perusahaan mulai dari skala kecil hingga
konglomerasi terkena dampaknya. Sekitar 70 persen lebih perusahaan yang tercatat di pasar modal juga insolvent bangkrut dan akhirnya
menurunkan kemampuan mereka untuk melunasi baik pokok maupun bunga yang dibebankan kepada pihak debitur.
Pada tahun 2000, tingkat inflasi mulai turun sampai 9,35 dan PT Bank X mulai merestrukturisasi kreditnya sehingga pada tahun ini
bisa menekan tingkat NPL bruto sampai 19,80 dengan NPL neto
Tahun NPL Rp
Jumlah kredit yang disalurkan
Rp NPL
Bruto PPAP
NPL neto
1999 31.186.141
44.022.662 70,84
22.131.786 20,57
2000 8.518.665
43.022.539 19,80
12.499.948 9,25
2001 4.712.146
48.185.786 9,78
6.098.717 2,88
2002 4.763.823
65.417.248 7,28
8.906.545 6,33
2003 6.541.812
75.942.620 8,61
8.890.383 3,09
2004 6.703.613
94.434.739 7,10
8.471.343 1,87
2005 27.013.758
106.852.946 25,28
11.823.614 14,22
2006 19.261.927
117.757.322 16,36
14.388.695 4,14
2007 11.968.108
138.553.552 8,64
13.041.696 0,77
9,85. Penurunan NPL tersebut terus dialami sampai tahun 2004, dan kembali meningkat pada tahun 2005 sampai mencapai 25,28 dengan
NPL neto 14,22. Pergerakan NPL bruto dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Grafik Perkembangan Rasio NPL Bruto PT Bank X periode 1999-2007. Sumber : PT Bank X Data Diolah.
4.4. Laba Bank X